Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biofilter

Biofilter adalah reaktor biologis dengan bangun tetap (fixed bed film)

dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang menempel pada permukaan

media yang kaku misalnya plastik atau batu. Sebagai efektivitas proses biofilter

sangat dipengaruhi oleh jenis serta bentuk media yang digunakan sebagai upaya

dalam menyediakan area permukaan tempat bakteri atau mikroorganisme

berkembangbiak mengingat peranan bakteri dalam media biofilter sangat penting.

Proses biofilter mempunyai beberapa kemampuan antara lain yakni merubah

ammonia menjadi nitrit dan akhirnya menjadi gas nitrogen, menghilangkan

polutan organik (BOD, COD), menambah oksigen (untuk proses aerobik),

menghilangkan kelebihan nitrogen dan gas insert lainnya, menghilangkan

kekeruhan dan menjernihkan air, serta dapat menghilangkan bermacam-macam

senyawa organik (Said and Rulasih, 2005). Penggunaan biofilter sangat efektif

sebagai pengelolaan limbah dengan kadar BOD5 dan COD dengan rasio diatas 0,5

(Metcalf and Eddy, 2003)

2.1.1 Biofilter Up Flow

Menurut Said dan wahjono (1999), proses pengolahan air limbah dengan

biofilter up flow ini terdiri dari bak pengendapan pertama sebagai penampungan

dari sludge, kemudian luapan (over flow) pada bak kedua di alirkan pada bak

filtrasi dengan aliran dari bawah ke atas. Bak filtrasi diisi dengan media krikil atau

batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat organik yang ada dalam air

limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik. Kriteria

7
8

perencanaan biofilter up flow harus memenuhi beberapa persyaratan ataralain: (1)

Bak biofilter terdiri dari 1 ruang atau lebih, (2) Media filter terdiri dari kerikil atau

batu pecah atau bahan pelastik dengan ukuran diameter rata-rata 20-25 mm, dan

ratio volume rongga 0,45. (3) Tinggi filter (lapisan krikil) 0,9-25 meter. (4) Beban

hidrolik filter maksimum 3,4/m2/hari. (5) Waktu tinggal dalam filter 6-9 jam

(didasarkan pada volume rongga filter).

2.1.2 Keunggulan Biofilter Up Flow

Biofilter up flow memiliki 2 keunggulan dalam proses pengolahan air

buangan yaitu: (1) Adanya air limbah yang melalui media kerikil pada media

biofilter lama kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang

menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih

mengandung zat organik bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses

penguraian secara biologis. Makin luas kontaknya maka efisiensi penurunan

konsentrasi zat organiknya (BOD5) makin besar. Selain menghilangkan BOD5

cara ini juga dapat mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi solid (SS),

konsentrasi nitrogen, dan pospor. (2) Sistem biofilter up flow ini sangat

sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta

membutuhkan energi. Proses ini cocok digunakan utuk mengolah limbah yang

tidak terlalu besar (Said and wahjono, 1999).

2.2 Pengertian Limbah Cair

Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan dalam

kegiatan industri atau kegiatan usaha lainnya yang dibuang ke lingkungan

dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (Sugito, 2017).


9

Karakteristik fisik air limbah di tentukan oleh polutan yang masuk kedalam

air limbah dan memberikan perubahan fisik pada air limbah tersebut.

Karakteristik tersebut adalah suhu, kekeruhan, Warna dan bau yang disebabkan

oleh adanya bahan tersuspensi dan terlarut didalamnya. Penentuan derajat

kekotoran air limbah sangat di pengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah

terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek

estetika dan kejenihan serta bau warna dan juga temperatur. (Suyasa 2015)

Warna air limbah umumnya berwarna abu-abu (grey water) atau berwarna

hitam (black water). Warna abu-abu air limbah berasal dari campuran berbagai

residu bahan organik dan anorganik yang menghasilkan perubahan warna pada

air. Jika air limbah berwarna abu-abu (grey water) tercampur dengan sampah

bahan makanan, urin, dan feses akan menghasilkan air limbah berwarna hitam

(black water). Bau dari air limbah bervariasi sesuai dengan komposisinya. Bau air

limbah abu-abu (grey water) umumnya berbau tengik, bau air limbah hitam (black

water) berbau busuk dikarenakan adanya proses dekomposi dari urin dan feses

dalam air limbah, sedangkan bau dari air limbah industri memiliki bau spesifik

yang berbeda dari air limbah lainnya. Air limbah lebih keruh dari air biasa.

Kekeruhan air limbah dipengaruhi oleh padatan yang terlarut maupun padatan

yang tersuspensi dalam air limbah. Air limbah abu-abu (grey water) umumnya

memiliki tingkat kekeruhan yang lebih rendah dibandingkan dengan air limbah

hitam (black water) dan air limbah industri (Sperling, 2007).

Karakteristik Kimia dari air limbah mengadung berbagai macam bahan

organik dan anorganik, kandungan bahan-bahan tersebut mempengaruhi kualitas

parameter kimia dalam air limbah yang mencakup pH, BOD5, COD, serta

penentuan tingkat kandungan bahan kimia yang berbahaya seperti fosfor,


10

nitrogen, dan klorida. Karakteristik Biologi dari air limbah umumnya

mengandung berbagai jenis organisme yang tumbuh akibat adanya kandungan

bahan organik dalam limbah sebagai bahan makanan. Jenis organisme yang

umum ada di dalam air limbah yaitu bakteri, jamur, virus, maupun organisme air

sejenis (Sperling, 2007).

2.2.1 Jenis Limbah Cair

Jenis limbah cair dapat berasal dari sumber cemaran air yang dapat di bagi

menjadi dua yaitu (1) Sumber tertentu (point souuc) yang di bagi kembali menjadi

dua jenis, limbah domestik dan limbah industri. (2) Sumber tak tertentu (non point

source) terdiri dari limbah limpasan daerah pertanian dan limpasan daerah

perkotaan (Suyasa, 2015).

2.2.1.1 Limbah Industri

Air limbah industri merupakan air limbah dari berbagai kegiatan industri

yang mencakup proses produksi hingga proses penunjang kegiatan industri

(Spellman, 2008). Air limbah industri digolongkan menjadi dua jenis yaitu air

limbah organik industri dan air limbah anorganik industri.

2.2.1.1.1 Air limbah organik industri

Air limbah organik industri merupakan air limbah dengan kandungan

bahan-bahan residu berupa senyawa organik yang berasal dari proses produksi

industri yang membutuhkan penggunaan bahan kimia organik sebagai pereaksi.

Proses tersebut menghasilkan air limbah yang memiliki kualitas yang buruk

dengan kisaran COD 5.000-15.000 mg/L sehingga memerlukan metode


11

pengolahan yang efektif untuk mengolah limbah tersebut sebelum dibuang ke

perairan (Hanchang, 2009).

2.2.1.1.2 Air limbah anorganik industri

Air Limbah anorganik industri merupakan air limbah yang mengandung

residu berupa senyawa anorganik yang berasal dari proses produksi. Air limbah

anorganik tersebut umumnya dihasilkan oleh industri logam dan industri mineral

bukan logam. Air limbah yang dihasilkan industri tersebut banyak mengandung

padatan terutama padatan tersuspensi. Selain padatan, air limbah tersebut juga

mengandung polutan sianida, asam, dan flourida. Polutan sianida dan asam yang

berasal dari proses pembakaran logam dan proses pendinginan logam, sedangkan

flourida dihasilkan pada proses pemurnian logam khususnya aluminium. Oleh

karena itu, air limbah anorganik memerlukan pengolahan sebelum dibuang

dikarenakan sifatnya yang berbahaya dan toksik (Hanchang, 2009).

2.2.1.2 Limbah Domestik

Berdasarkan bahan-bahan residu yang terkandung dalam air limbah, air

limbah domestik dibagi menjadi dua yaitu air limbah domestik abu-abu (grey

water) dan air limbah domestik hitam (black water) (Stevens. 2008).

2.2.1.2.1 Air Limbah Domestik Abu-abu (Grey Water)

Grey water merupakan air limbah yang berasal dari aktivitas Mandi,

Laundry, penducian alat-alat, pencucian bahan makanan. Grey water mengandung

berbagai bahan residu yang memiliki risiko bahaya bagi kesehatan dan

lingkungan. Kandungan bahan-bahan dalam grey water berupa minyak dan


12

lemak, sodium, fosfor, nitrogen, garam, serta senyawa kimia yang terdapat pada

deterjen, sabun, dan bahan pembersih rumah tangga lainnya. Selain bahan-bahan

tersebut, grey water juga mengandung organisme penyebab penyakit seperti

bakteri, protozoa, dan virus. Grey water dapat dimanfaatkan untuk penyiraman

tanaman, namun jika penggunaan grey water dilakukan terus menerus akan

menyebakan kelebihan bahan organik pada tanah yang berdampak pada

kejenuhan bahan organik dalam tanah sehingga tanah sulit untuk ditumbuhi

tanaman. Selain itu, grey water berlebih dalam tanah berisiko merusak kualitas

tanah dan berisiko mencemari air tanah (Stevens. 2008).

2.2.1.2.2 Air Limbah Domestik Hitam (Black Water)

Kualitas black water ditentukan dari proporsi penyusun black water. Urin

dan feses pada umumnya merupakan hasil buangan yang mengandung residu

bahan kimia dan bahan toksik lainnya yang tidak diperlukan tubuh. Residu

tersebut berasal dari konsumsi zat kimia dalam berbagai jenis seperti obat maupun

jenis suplemen lainnya. Semakin banyak residu yang dihasilkan tubuh dan

dibuang dalam bentuk urin dan feses maka semakin berbahaya black water yang

dihasilkan (Tjandraatmadja and Diaper, 2006). Black water juga mengandung

organisme penyebab penyakit, hormone, serta residu bahan kimia yang

diekskresikan tubuh (Graaff et al, 2010).

2.2.2 Baku Mutu Limbah Domestik

Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali nomor 16 tahun 2016 tentang baku

mutu air limbah domestik , ditetapkan parameter dan baku mutu sebagai berikut :
13

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter Satuan Kadar


DO Mg/l 6
(Baku mutu kelas I)
TSS Mg/l 100
Ph - 6-9
Sumber: Peraturan Gubernur Bali nomor 16 tahun 2016

2.2.2.1 DO (Disolved Oksygen)

Oksigen terlarut merupaka terlarutnya kandungan oksigen dalam di

perairan yang bervariasi, kebutuhan oksigen sangat berhubungan dengan suhu,

kadar logam berat yang dapat mempengaruhi sitem respirasi organisme sehingga

menyebabkan kadar oksigen rendah (Suyasa, 2015). Oksigen merupakan salah

satu unsur kimia yang sangat penting dalam menunjang kehidupan berbagai

organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi

dan menguraikan zat organik menjadi zat an-organik oleh mikro organisme.

Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis

organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh

organisme untuk mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya

(Nybakken, 1988). Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali nomor 16 tahun 2016

tentang baku mutu lingkungan hidup, standar baku mutu DO berdasarkan baku

mutu kelas I 6 mg/L


14

2.2.2.2 TSS (Total Suspended Solids)

TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan

tidak dapat mengendap langsung. Padatan ini terdiri dari partikelpartikel yang

ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, seperti bahan organik yang

terkandung dalam air limbah. Semakin banyak bahan organik yang terurai oleh

aktivitas bakteri maka kualitas limbah domestik semakin baik (Romayanto et al,

2006). Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali nomor 16 tahun 2016 tentang baku

mutu lingkungan hidup, standar baku mutu TSS untuk baku mutu limbah

domestik ialah 100 mg/L.

2.2.2.3 pH (Power Of Hydrogen)

Nilai pH ditentukan oleh nilai Konsentrasi ion hidrogen dalam air, semakin

besar konsentrasi ion hydrogen dalam air semakin rendah nilai pH dan perairan

semakin bersifat toksik. Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap

perubahan pH, dan menyukai pH yang berkisar antara 7,0-8,5. Kondisi pH sangat

mempengaruhi kondisi kimiawi unsur atau senyawa dan proses biokimia perairan,

misalnya proses nitrifikasi akan terhambat dengan menurunnya pH perairan.

Namun demikian, logam berat dalam kondisi ionnya dan meningkatkan tingkat

toksisitasnya pada pH yang rendah. Penurunan pH perairan dari pH 6 akan

mempengaruhi kelimpahan anekaragaman plankton dan bentos, sementara Ph 5

kebawah akan mempengaruhi penurunan yang signifikan terhadap biomassa

zooplankton dan peningkatan filament algae hujau, dan pada Ph 4 sebagian besar

tumbuhan hijau akan mati (Suyasa, 2015). Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali

nomor 16 tahun 2016 tentang baku mutu lingkungan hidup, standar baku mutu pH

6-9.
15

2.3 Material IPAL ( Istalasi Pengolahan Air Limbah ) Biofilter

Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material

batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu vulkanik, Arang dan

lainnya. Biasanya untuk media biofilter dari bahan ini, semakin kecil diameternya

luas permukaannya semakin besar, sehingga jumlah mikroorganisme yang dapat

dibiakkan juga menjadi besar (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

2.3.1 BatuVulkanik dan Karakteristiknya

Letusan eksplosifnya gunung membawa material antara lain berupa lapili

dan bom vulkanik yang mengendap di sekitar kawah. Sisa dari letusan tersebut

meninggalkan bekas berupa bongkahan batuan dan pasir di sekitar kawah

(Nandini, 2012). Bentukan lahan asal vulkanik kaldera Batur tersusun atas batuan

vulkanik seperti batuan ignimbrit, basalt, breksi vulkanik dan andesit (Badan

Pengelola Gunung Api Batur, 2009). Kelompok batuan ekstrusi atau batu

vulkanik terdiri dari semua material yang dikeluarkan ke permukaan bumi baik di

daratan ataupun di bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat,

ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang kental dan panas yang

biasa kita sebut lava. Bentuk dan susunan kimia dari lava mempunyai ciri sendiri

(Kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, 2013).

Batu vulkanik merupakan jenis batuan yang berasal dari magma atau lava

yang mengalami pendinginan dan pengerasan yang membentuk berbagai jenis

kristalisasi batuan. Batu vulkanik merupakan jenis batuan yang mengandung

silika dalam bentuk siliki dioksida (SiO2) serta mineral lainnya yang terdiri dari
16

jenis mineral seperti alumina (Al3O2), senyawa kalsium (CaO), besi (FeO dan

Fe2O3), magnesium (MgO) dan jenis senyawa lainnya. (McBirney, 2007).

Batu vulkanik selain mudah di dapatkan juga memiliki luas permukaan yang

sangat tinggi sehingga sangan efektif sebagai media biofilm,dimana media biofilm

berperan sebagai tempat tumbuh kembangnya bakteri. Sehingga limbah yang

masuk tidak hanya dapat di endapkan namun dapat juga di degradasi oleh

mikroorganisme yang menempati media biofilm. ( Morgan et al, 2008. dalam

Wardiho and prihandono, 2015)

2.3.1.1 Jenis Jenis Batu Vulkanik dan Karakteristiknya

A. Batu Rhyolite

Gambar 2.1 Batu Rhyolite

Batu Rhyolite Memiliki kandungan kimia seperti : SiO2 65-75%,

Fe,Mg,Ca,K Sedang dengan suhu 650-800 0c setra memiliki kandungan gas yang

tinggi dan kekentalan yang tinggi (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, 2013)

B. Batu Dacite

Gambar 2.2 Batu Dacite


17

Tekstur batu Dasit (Dacite) kasar namun tersusun atas partikel-partikel

halus (Fine-grained) dengan sifat warna terang dengan kandungan mineral

pemberi warna yang hampir sama dengan Batu Rhiolik. Kandungan Silikon

dioksida dalam Batu Dasit sebesar 69,2 % dan kandungan alumina sebesar 15,2 %

(McBirney. 2007 dan Gill. 2010).

C. Batu Andesite

Gambar 2.3 Batu Andesite

Warna Batu Andesit bervariasi dengan dominasi warna abu-abu

dikarenakan mineral pemberi warna dalam Batu Andesit yaitu mineral pemberi

warna terang dan mineral pemberi warna gelap berada pada komposisi yang

mendekati keseimbangan. Struktur Batu Andesit Halus dengan titik-titik hitam

atau putih yang terbentuk karena persebaran mineral-mineral di dalam batu.

Kandungan Silika dioksida dalam batu Andesit sebesar 60%, sedangkan

kandungan alumina dalam Batu Andesit Sebesar 16% (McBirney, 2007and Gill,

2010). Komposisi kimia batu andesit diantaranya SiO2 55-65%, Fe, Mg, Ca, K

dan Na sedang, dengan suhu 800-10000c. Dengan tingkat kandungan dan

kekentalan yang intermediet. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia, 2013)
18

D. Batu Basalt

Gambar 2.4 Batu Basalt

Batu Basalt merupakan jenis batuan yang berasal dari pembekuan lava.

Struktur batu basalt halus sehingga sulit mengidentifikasi secara tepat kandungan

berbagai jenis kandungan mineral yang ada terutama jenis mineral yang berukuran

sangat kecil dengan identifikasi mikroskopik (Gill, 2010). Batu Basalt secara

umum berwarna hitam ataupun abu-abu gelap sesuai dengan kandungan mineral

yang menyusun batu tersebut. Batu Basalt terutama jenis basalt tinggi alumina

mengandung 49,2% silika dioksida dan 17,7% alumina (McBirney, 2007).

Komposisi kimia batu basalt diantaranya SiO2 45-55%, Fe, Mg, Ca tinggi K dan

Na rendah, dengan suhu 1000-12000c. Dengan tingkat kandungan dan kekentalan

yang rendah. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,

2013)

E. Batuan Krikil

Gambar 2.5 Batuan Krikil


19

Kerikil yang berasal dari hasil letusan gunung berapi atau lahar dingin

biasanya masih terkandung inti abu vulkanik. Abu vulkanik merupakan pozzolan

alam yang banyak mengandung silika (SiO2) dan alumina (AlO3). Penggunaan

pozzolan bertujuan agar kapur bebas (Ca(OH)2) yang tersisa dari reaksi hidrasi

semen dan air dapat bereaksi dengan kandungan kimia yang terdapat dalam

pozzolan, yaitu silika dan alumina (Barasa,2013)

Kerikil telah digunakan dalam biofilter sejak abad ke sembilan belas untuk

berbagai penggunaan. Dapat dipakai baik untuk biofilter tercelup ataupun untuk

trickling filter. Masih tetap digunakan untuk berbagai keperluan termasuk

akuarium, akuakultur dan pengolahan air buangan rumah tangga. Kerikil bersifat

inert dan tidak pecah dengan kekuatan mekanikal yang baik, serta bahan tersebut

mempunyai sifat kebasahan yang baik. Secara umum diameter celah bebas

sebanding dengan ukuran kerikil. Pada umumnya pertumbuhan bakteri terjadi

pada bagian luar permukaan media kerikil. Hal ini akan dapat menahan nutrient

dan menghambat difusi oksigen kedalam bagian dalam pori media (Kementrian

Kesehatan RI, 2011).

2.3.2 Material Tambahan Arang Kayu

Arang adalah senyawa karbon armof dari bahan yang mengandung karbon

atau dari arang yang di perlukan secara khusus. Sebagai adsorben berkarbon

dengan bentuk kristal dan berpori, dengan memperluas permukaan arang pada

media filter tersebut akan bersifat absorben yang baik. (Sembring and Sinaga,

2003).

Menurut Metcalf dan Eddy (1991) Arang kayu dapat mengurangi kadar

bahan-bahan organik terlarut yang ada. Pori-pori arang kayu menyerap benda-
20

benda partikel, proses ini biasanya digunakan untuk melengkapi proses

pengolahan limbah industri secara biologis. Arang kayu sebagai medium

pertumbuhan lekat, medium lekat adalah tempat bakteri melekat untuk memakan

bahan-bahan organik yang melekat pada arang kayu dan bahan organik yang tidak

melekat diuraikan bakteri di dalam limbah. Arang kayu sebagai medium

pertumbuhan pernah dilakukan untuk menurunkan zat warna dan deterjen dari

limbah industri tekstil menurut Metcalf dan Eddy (1991).

Anda mungkin juga menyukai