Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

“UJIAN”

Dosen Pengampuh: Amelia Niwele,S.Pd.,M.Pd

DISUSUN OLEH :

KELAS : B-III

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

AMBON
2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur, kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan yang maha Pengasih dan Maha
Penyayang, karena atas segala karunia dan ridho-Nya yang telah dilimpahkan kepada hamba-
Nya, sehingga penyusunan Makalah mata Kuliah Kimia Lingkungan sebagai pengganti nilai
ujian tengah semester selesai tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak mendapat saran dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ambon, 29 November 2023

Penyusun

KELAS B-III
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 LATAR BELAKANG

Limbah adalah sisa proses produksi; atau bahan yang tidak mempunyai nilai atau
tidak berharga umtuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakain seperti
pabrik mencemarkan air di daerah sekitarnya, barang rusak atau cacat di proses produksi
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu
proses yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga,
peternakan, pertanian, dan sebagianya. Komponen utama limbah cair adalah air (99%)
sedangkan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal buangan tersebut
(Rustama et, al, 1998).

Tujuan pengolahan air limbah adalah untuk memeperbaiki kualitas air limbah,
mengurangi BOD, COD dan partikel tercampur menghilangkan bahan nutrisi dan
komponen beracun, menghilangkan zat tersuspensi, mendekomposisikan zat organik,
menghilangkan mikroorganisme patogen. Namun sejalan dengan perkembanganya tujuan
pengolahan air limbah sekarang ini juga terkait dengan aspek estetika lingkungan.

Limbah cair merupakan cairan yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah cair
ini umumnya akan dikumpulkan terlebih dahulu kemudian akan mengalami proses
pengolahan ataupun kadangkala langsung di buang ke perairan atau lingkungan.
Pembuangan limbah cair langsung ke lingkungan akan sangat membahayakan karena
kemungkinan adanya bahan-bahan berbahayadan beracun ataupun kandungan limbah
yang ada tidak mampu dicerna olehmikroorganisme yang ada dilingkungan (Hidayat,
2016).
Istilah organk seolah-olah berhubungan dengan kata organisme atau jasad
hidup.Organik merupakan zat yang berasal dari makluk hidup (hewan/tumbuhan-
tumbuhan)seperti minyak dan batu bara. Pada dasarnya kimia organik melibatkan zat-zat
yang diperolehdari jasad hidup.

Pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18, para ahli kimia melakukan
ekstraksi,pemurnian dan analisis zat-zat dari hewan dan tumbuhan. Motivasi dari para ahli
ialah karenakeingintahuan tentang jazat hidup dan disamping itu juga untuk memeroleh
bahan-bahanuntuk obat-obatan, pewarna dan maksud-maksud lain dengan melakukan
ekstraksi danpemurnian-pemurnian lain.Lama-kelamaan menjadi jelas bahwa kebanyakan
senyawa yang ada pada hewan dantumbuhan terdapat banyak segi yang berbeda dengan
benda mati, seperti mineral. Padaumumnya, senyawa dalam jasad hidup terdiri dari
beberapa unsur yaitu: karbon, hidrogen,oksigen nitrogen dan disamping itu belerang dan
fosfor. Kenyataan ini membawa kita padadefenisi. Jadi kimia organik ialah cabang ilmu
kimia yang khusus mempelajari senyawakarbon.

Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu langkah pengolahan air. Koagulasi
adalah proses pengolahan air/limbah cair dengan cara mendestabilisasi partikel koloid
untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi dengan penambahan koagulan.

Air bersih yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya
bersumber dari air tanah yang diperoleh dari sumur gali ataupun sumur bor dengan
kedalaman yang bervariasi. Kualitas air bersih yang bersumber dari air tanah sangat
dipengaruhi oleh kualitas lingkungan dan juga tekstur tanah di sekitar sumur.

Aerasi merupakan proses penambahan udara ke dalam air sehingga terjadi kontak antara
air dan oksigen. Proses ini menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi yang akan membentuk
endapan Fe(OH)3. Salah satu jenis aerasi yang dapat digunakan adalah Bubble Aerator
dengan pertimbangan bahwa teknik cukup sederhana dengan mengalirkan gelembung udara
kedalam air.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-Zat
Organik Terlarut?
2. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Padatan
Tersuspensi ?
3. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-zat
Organik Renik?
4. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Logam-
logam Berat?
5. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Warna dan
Turbidity
6. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh nitrogen
dan fosfor ?
7. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-zat
yang Sulit untuk Dibiodegradasi ?
8. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Minyak
dan Material Mengambang ?
9. Apa saja Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Material
yang Mudah Menguap
10. Apa itu limbah
11. Bagaimana proses pengolahan limbah
12. Apa saja tahapan homogenisasi dan equalisasi limbah
13. Apa saja teknologi dalam pengolahan limbah
14. Apa saja mekanisme pemisahan senyawa organik melalui proses penyerapan pemilahan
dan biodegradasi
15. Apa saja koagulasi digunakan untuk memisahkan materi dalam bentuk limbah dalam
bentuk tersuspensi atau koloid
16. Apa itu Aerasi ?
17. Apa Tujuan Aerasi ?
18. Bagaimana Proses Aerasi ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-Zat Organik
Terlarut

Limbah cair yang mengandung zat-zat organik terlarut dapat menyebabkan beberapa
karakteristik yang tidak diinginkan. Berikut adalah beberapa karakteristik limbah cair yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh zat-zat organik terlarut

Kadar oksigen terlarut yang rendah: Zat-zat organik terlarut dalam limbah cair dapat mengurangi
kadar oksigen terlarut di dalam air, yang dapat berdampak buruk pada kehidupan akuatik

Peningkatan Biochemical Oxygen Demand (BOD): BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan yang terlarut dalam air limbah.
Peningkatan BOD menunjukkan adanya polutan zat organik dalam air limbah, yang dapat
menyebabkan kematian pada biota air.

Peningkatan Chemical Oxygen Demand (COD): COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dalam air limbah. Peningkatan COD juga
menunjukkan adanya polutan zat organik dalam air limbah.

Peningkatan kekeruhan air: Zat-zat organik terlarut dalam limbah cair dapat menyebabkan
peningkatan kekeruhan air, yang dapat mengganggu proses fotosintesis mikroorganisme karena
sinar matahari sulit menembus ke dasar perairan.
Peningkatan pertumbuhan mikroorganisme: Zat-zat organik terlarut dalam limbah cair dapat
menjadi sumber nutrisi bagi mikroorganisme, yang dapat menyebabkan peningkatan
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, seperti alga berlebihan atau bloom alga.

Peningkatan produksi gas: Zat-zat organik terlarut dalam limbah cair dapat mengalami
dekomposisi oleh mikroorganisme, yang menghasilkan produksi gas-gas seperti metana dan
hidrogen sulfida. Peningkatan produksi gas-gas ini dapat menyebabkan bau yang tidak sedap dan
potensi bahaya ledakan

Untuk mengurangi dampak limbah cair yang disebabkan oleh zat-zat organik terlarut,
diperlukan pengolahan limbah cair yang efektif, seperti pengolahan biologis, pengolahan fisik-
kimia, atau kombinasi keduanya. Pengolahan limbah cair yang efektif dapat mengurangi kadar
zat-zat organik terlarut, BOD, COD, dan karakteristik lainnya yang tidak diinginkan, sehingga
limbah cair yang dihasilkan aman untuk dibuang ke lingkungan Limbah cair dapat didefinisikan
sebagai sampah berwujud cair yang dihasilkan dari proses industri atau kegiatan lain yang
dilakukan oleh manusia. Limbah cair dapat dibedakan menjadi beberapa golongan berdasarkan
asal limbahnya yaitu, limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri (Uyun, 2012).

Apabila limbah cair dibuang langsung ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu, maka akan
menimbulkan berbagai dampak pada biota perairan, sifat kimia dan sifat fisika air. Sifat fisika
yang bekaitan dengan pencemaran air adalah suhu, warna, bau, rasa dan kekeruhan. Suhu air
limbah umumnya lebih tinggi dibandingkan suhu air normal, karena kadar oksigen terlarut
dalam limbah lebih rendah dari pada kadar oksigen terlarut pada air normal. Timbulnya warna
pada air disebabkan oleh adanya bahan organik terlarut dan tersuspensi termasuk diantaranya
yang bersifat koloid. Dengan demikian, diketahui bahwa intensitas warna berbanding lurus
dengan konsentrasi polutan dalam limbah, yang artinya intensitas warna dapat memperlihatkan
kualitas suatu limbah. Bau dan rasa pada air limbah timbul karena adanya penguraian bahan-
bahan organik terlarut secara mikrobiologis. Kekeruhan adalah ciri lain dari limbah cair yang
disebabkan oleh partikel tersuspensi dalam limbah yang menimbulkan dampak negatif paling
nyata yaitu turunnya daya serap air akan cahaya matahari, sehingga proses kehidupan biota
perairan terganggu (Uyun, 2012).
Selain sifat fisika, polutan dalam limbah juga akan mempengaruhi sifat kimia air yaitu adanya
perubahan derajad keasaman (pH) serta tingginya nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan
nilai Chemical Oxygen Demand (COD) limbah. Derajad keasaman air merupakan salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas kehidupan dalam perairan. Terjadinya perubahan pH

pada air tercemar adalah akibat dari penguraian berbagai polutan organik yang terdapat dalam
limbah, sehingga akan mempengaruhi nilai COD dan BOD. pH, COD dan BOD ketiganya
merupakan parameter kualitas limbah karena dapat menyatakan kadar oksigen yang dibutuhkan
dalam menguraikan polutan organik dalam limbah (Uyun, 2012).

Di dalam air terdapat berbagai jenis mikroorganisme seperti candawan, alga, bakteri, protozoa,
dan virus, yang memanfaatkan bahan organik yang ada dalam limbah sebagai media untuk
pertumbuhannya. Hal tersebut mengakibatkan air limbah tidak layak digunakan dan dikonsumsi
(Uyun, 2012).

2.2 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Padatan
Tersuspensi

Padatan tersuspensi total merupakan bahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. Nilai
kecerahan akan rendah jika kekeruhan atau kandungan TSS-nya tinggi, sebaliknya akan tinggi
jika kekeruhan atau TSS-nya rendah. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota

air, dari dua sisi. Pertama, menghalangi atau mengurangi penetrasi cahaya kedalam kolom air
sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainnya, yang
selanjutnya berarti mengurangi pasokan oksigen terlarut. Kedua, secara langsung kandungan
padatan tersuspensi yang tinggi dapat mengganggu biota (Effendi, 2000).

Pengukuran sedimen tersuspensi secara insitu menjadi salah satu alternative untuk
mengetahui kondisi lingkungan berdasarkan pada parameter fisika (Susiati et al., 2010).

2.3 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-zat Organik
Renik
Zat-zat organik renik adalah senyawa organik yang terdapat dalam air atau limbah cair
dalam konsentrasi yang sangat rendah. Ini dapat mencakup senyawa seperti pestisida, residu
obat-obatan, atau senyawa organik beracun lainnya.

Zat-zat organik renik dalam limbah cair dapat mencakup senyawa organik seperti minyak,
lemak, protein, karbohidrat, dan senyawa organik lainnya. Karakteristik limbah cair yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh zat-zat organik renik antara lain:

BOD (Biological Oxygen Demand): Kandungan zat organik renik dalam limbah cair yang tinggi
dapat menyebabkan BOD yang tinggi. Artinya bahwa organisme pengurai memerlukan lebih
banyak oksigen untuk mendekomposisi zat-zat organik di dalamnya, yang dapat mengurangi
kadar oksigen terlarut di perairan.

COD (Chemical Oxygen Demand): COD mengukur jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi zat-zat organik dalam limbah cair menggunakan bahan kimia. Tingginya COD
dapat menunjukkan keberadaan senyawa organik yang sulit terurai.

Bau yang Tidak Sedap: Zat organik renik yang mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme
dalam air limbah dapat menghasilkan bau yang tidak sedap, seperti bau busuk atau amis.

Penurunan Kualitas Udara: Kadar zat organik yang tinggi dalam limbah cair dapat menyebabkan
penurunan kualitas udara di perairan yang menerima limbah tersebut, seperti sungai atau danau.

Pencemaran Lingkungan: Jika tidak dikelola dengan baik, zat-zat organik renik dalam limbah
cair dapat mencemari lingkungan dan berpotensi membahayakan organisme kehidupan di
dalamnya

2.4 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Logam-logam
Berat

Logam-logam berat adalah unsur kimia berat yang dapat mencemari lingkungan. Logam
berat adalah logam dengan berat jenis yang tinggi, biasanya lebih dari 5 g/cm³. Beberapa contoh
logam berat adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd).
Logam berat dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia jika
terakumulasi dalam jumlah yang tinggi Contoh logam-logam berat termasuk timbal, merkuri,
kadmium, dan tembaga.

2.5 karakteristik bahan limbah cair yang tidak diinginkan diakibatkan oleh Warna dan
Turbidity

Warna mengacu pada tingkat warna yang terdapat dalam air, seringkali disebabkan oleh zat-
zat seperti tannin atau senyawa-senyawa organik lainnya. Turbidity mengacu pada tingkat
kekeruhan atau keabu-abuan air, yang seringkali disebabkan oleh padatan tersuspensi atau
partikel-partikel lain dalam air.

2.6 karakteristik bahan limbah cair yang tidak diinginkan diakibatkan oleh nitrogen dan
fosfor

Nitrogen dan fosfor adalah unsur hara yang penting dalam lingkungan. Mereka dapat
mencemari air jika terlalu berlebihan dan dapat menyebabkan masalah seperti eutrofikasi, di
mana pertumbuhan alga berlebihan mengganggu ekosistem air.

Bahan limbah cair yang mengandung tinggi nitrogen dan fosfor dapat menyebabkan
masalah lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Berikut beberapa karakteristik bahan limbah
cair yang tidak diinginkan disebabkan oleh nitrogen dan fosfor:

Eutrofikasi: Kandungan fosfor tinggi dalam limbah cair dapat menyebabkan eutrofikasi, yaitu
pertumbuhan alga yang berlebihan di perairan. Alga ini bisa mengganggu ekosistem perairan dan
mengurangi oksigen terlarut, yang dapat merugikan ikan dan organisme lainnya.

Pencemaran Air: Kandungan nitrogen dalam bentuk amonium atau nitrat yang berlebih dalam
limbah cair dapat mencemari air tanah dan permukaan. Ini bisa merusak kualitas air dan
membuatnya tidak layak untuk konsumsi manusia atau digunakan dalam irigasi.
Pertumbuhan Mikroorganisme Patogen: Nitrogen dalam bentuk amonium dapat mendukung
pertumbuhan mikroorganisme patogen dalam limbah cair, yang dapat menyebabkan penyakit
jika tidak diolah dengan benar sebelum dibuang.

Gangguan Ekosistem: Tingginya kandungan nitrogen dan fosfor dalam limbah cair dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem sungai, danau, atau laut, mengancam keberlangsungan
hidup organisme air.

Biodegradasi Lambat: Bahan organik dalam limbah cair yang mengandung nitrogen dan fosfor
dapat mengalami biodegradasi yang lambat, mengakibatkan penumpukan bahan organik dalam
perairan. Nitrogen dan Fosfor.

2.7 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Zat-zat yang
Sulit untuk Dibiodegradasi

Ini merujuk pada senyawa-senyawa kimia yang sangat sulit untuk diuraikan oleh
mikroorganisme dalam proses biodegradasi alami. Contohnya adalah beberapa senyawa sintetis
seperti bahan kimia perflorinasi.

2.8 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Minyak dan
Material Mengambang

Minyak adalah bahan cair yang tidak larut dalam air dan dapat membentuk lapisan di
permukaan air. Material mengambang adalah bahan ringan yang mengapung di atas permukaan
air, seperti plastik atau kertas.

2.9 Karakteristik Limbah Cair Yang Tidak Diinginkan Diakibatkan Oleh Material yang
Mudah Menguap

Material yang mudah menguap adalah zat-zat yang memiliki tekanan uap tinggi dan
cenderung menguap dengan cepat pada suhu ruangan. Contoh umum adalah pelarut organik
seperti bensin atau aseton
2.10 Pengertian limbah

Limbah adalah bahan pembuangan yang tidak terpakai dan dihasilkan dari suatu
proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah dapat berupa
sampah, air kakus, dan air lainnya. Limbah memiliki beberapa karakteristik umum,
seperti berukuran mikro, bersifat dinamis, penyebarannya berdampak luas, dan
berdampak jangka panjang Limbah dapat dibagi beberapa menjadi jenis, antara lain:

Limbah organik: Limbah yang berasal dari makhluk hidup yang mudah diuraikan
secara alami dan mudah membusuk, seperti dedaunan, sisa-sisa makanan, dan
kotoran manusia dan hewan

Limbah anorganik: Limbah yang berasal dari sisa-sisa aktivitas manusia dan sulit
terurai secara alami, seperti botol minuman bekas, kantong plastik, kaleng-
kalengan, kertas, kain, dan lain sebagainya

Limbah B3: Limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, seperti
arsenik, asap, asam sulfat, timbal, merkuri, dan lain sebagainya

Limbah padat: Limbah yang berupa sampah, baik itu organik maupun anorganik

Limbah cair: Limbah yang berupa air yang mengandung zat-zat pencemar, seperti
limbah industri dan limbah domestik.

2.11 KONSEP HOMOGENISASI DAN EQUALISASI LIMBAH

Homogenisasi dan equalisasi (pemerataan) limbah adalah proses penting dalam


pengolahan limbah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya guncangan pada proses
pengolahan limbah. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan pengaduk atau
mixer pengolahan air limbah. Homogenisasi limbah udara dilakukan di sumur pengumpul
sebelum masuk ke saluran oksidasi. Homogenisasi dan pemerataan adalah salah satu dari
beberapa proses pengolahan limbah, seperti oksidasi biologi, stabilisasi lumpur, dan
flotasi lemak. Kolam pemerataan berfungsi untuk pencampuran, pemerataan beban, dan
aliran pada pengolahan limbah.
Homogenisasi dan pemerataan adalah dua proses penting dalam pengolahan air
limbah yang membantu memastikan bahwa air limbah memiliki komposisi dan laju aliran
yang konsisten sebelum menjalani proses pengolahan lebih lanjut. Homogenisasi
melibatkan pencampuran air limbah untuk memastikan komposisinya seragam,
sedangkan pemerataan melibatkan penyeimbangan laju aliran air limbah untuk mencegah
kelebihan beban pada sistem pengolahan.

Setelah air limbah dihomogenisasi dan disamakan, air limbah dapat menjalani
proses pengolahan lebih lanjut seperti pengolahan biologis, pengolahan kimia, atau
pengolahan fisik, tergantung pada karakteristik spesifik air limbah dan hasil pengolahan
yang diinginkan.

Homogenisasi dan pemerataan adalah dua proses yang digunakan dalam


pengolahan air limbah. Homogenisasi adalah proses pencampuran air limbah untuk
memastikan komposisinya seragam sebelum masuk ke proses pengolahan.

Hal ini biasanya dilakukan di tangki pemerataan, yaitu tangki yang menerima air
limbah dari berbagai sumber dan mencampurnya untuk memastikan komposisinya
konsisten.Tujuan homogenisasi adalah untuk memastikan bahwa air limbah diolah secara
efektif dan efisien.

Sedangkan pemerataan adalah proses penyeimbangan aliran air limbah ke


instalasi pengolahan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tangki pemerataan untuk
menyimpan air limbah selama periode aliran tinggi dan membuangnya pada periode
aliran rendah. Tangki pemerataan membantu mencegah kelebihan beban pada instalasi
pengolahan dan memastikan bahwa air limbah diolah secara efektif. Homogenisasi dan
equalisasi adalah dua proses penting dalam pengolahan limbah. Berikut adalah penjelasan
lebih detail mengenai kedua proses tersebut:

Homogenisasi:

Homogenisasi adalah proses pencampuran limbah untuk menciptakan


komposisi yang seragam. Proses homogenisasi penting untuk memastikan bahwa
limbah tercampur secara merata sebelum masuk ke dalam bak equalisasi. Dalam
pengolahan limbah dari pabrik kelapa sawit, homogenisasi dilakukan di kolam
ekualisasi untuk mencampurkan limbah sebelum masuk ke dalam reaktor.

Ekualisasi:

Ekualisasi adalah proses menyeimbangkan laju aliran dan komposisi


limbah sebelum masuk ke dalam proses pengolahan. Bak equalisasi digunakan
untuk menyeimbangkan laju aliran dan komposisi limbah sebelum masuk ke
dalam proses pengolahan. Dalam pengolahan limbah rumah sakit, bak equalisasi
digunakan untuk proses anaerob, homogenisasi, dan pretreatment

Secara keseluruhan, homogenisasi dan pemerataan adalah proses penting dalam


pengolahan limbah untuk memastikan bahwa limbah tercampur secara merata dan
seimbang sebelum masuk ke dalam proses pengolahan. Homogenisasi dan pemerataan
limbah adalah proses penting dalam pengolahan limbah.

Homogenisasi air limbah adalah proses pemerataan beban di dalam limbah.


FPemerataan beban hidrolisis dan organik dilakukan untuk mencegah terjadinya
guncangan pada proses pengolahan limbah.Homogenisasi dan pemerataan adalah salah
satu dari beberapa proses pengolahan limbah, seperti oksidasi biologi, lumpur stabilisasi,
dan flotasi lemak. Mixer pengolahan air limbah dapat digunakan untuk homogenisasi dan
pemerataan dalam tangki pencampuran dan tangki lumpur primer, sekunder, dan dicerna.
Homogenisasi limbah udara dilakukan di sumur pengumpul sebelum masuk ke saluran
oksidasi.Pengaduk dapat digunakan untuk homogenisasi lumpur di dalam limbah.

Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa homogenisasi dan pemerataan


limbah adalah proses penting dalam pengolahan limbah yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya shock pada proses pengolahan limbah. Proses ini dapat dilakukan dengan
menggunakan mixer pengolahan air limbah atau pengaduk. Homogenisasi limbah udara
dilakukan di sumur pengumpul sebelum masuk ke saluran oksidasi. Homogenisasi dan
pemerataan adalah salah satu dari beberapa proses pengolahan limbah, seperti oksidasi
biologi, stabilisasi lumpur, dan flotasi lemak. Homogenisasi limbah adalah proses
pencampuran udara limbah untuk mencapai keseragaman kualitas limbah sebelum masuk
ke tahap pengolahan selanjutnya:
Proses homogenisasi limbah dilakukan di kolam ekualisasi untuk mencapai
keseragaman kualitas limbah sebelum masuk ke dalam reaktor

Bak equalisasi/homogenisasi dirancang untuk menampung limbah cair


sepanjang hari dan cukup besar untuk menampung limbah cair dari semua
departemen/ruangan

Bak equalizing dilengkapi dengan diffuser blower sehingga proses homogenisasi


limbah dapat terjadi dengan maksimal

Proses homogenisasi limbah juga dilakukan untuk menghindari kondisi septik


dan bau

Bak ekualisasi adalah bak pelindung yang berfungsi untuk meminimumkan dan
mengendalikan bendungan aliran limbah cair baik kuantitas maupun kualitas
yang berbeda dan menghomogenkan

Bak ekualisasi merupakan tempat pencampuran seluruh udara limbah yang


berasal dari seluruh ruangan, sehingga air limbah yang semula beragam jenisnya
(heterogen) akan menjadi sejenis (homogen)

Dari bak ekualisasi, air limbah selanjutnya akan dialirkan menuju bak slow
stream yang mana akan terjadi proses pengendapan. Bak ekualisasi memiliki
manfaat dalam pengolahan limbah sebagai berikut:

Membagi dan meratakan volume pasokan (influent) untuk masuk pada


proses pengobatan. Meratakan variabel dan mengukur beban organik, agar
terhindar dari shock loading pada sistem pengolahan biologi. Meminimalkan dan
mengendalikan bendungan aliran limbah cair baik kualitas maupun kuantitas
yang berbeda dan meng-homogenkan konsentrasi limbah cair dalam bak
ekualisasi. Dengan adanya bak ekualisasi, limbah cair yang semula beragam
jenisnya akan menjadi sejenis, sehingga memudahkan proses pengolahan
selanjutnya. Bak ekualisasi juga berfungsi menangkap benda-benda kasar yang
mudah mengendap di udara, yang disebut partikel diskret.Selain itu, bak
ekualisasi juga dapat menstabilkan suhu limbah dan aliran berdasarkan debit air
limbah yang masuk

Manfaat Homogenisasi Limbah, homogenisasi limbah adalah proses pengadukan


limbah cair yang masuk dari semua departemen atau ruangan untuk mencapai konsistensi
yang sama. Berikut adalah beberapa manfaat homogenisasi limbah:

Meningkatkan efisiensi pengolahan : Dengan homogenisasi, konsentrasi polutan


pada air limbah dapat diatur sehingga proses pengolahan menjadi lebih efektif

Meningkatkan kualitas produk : Homogenisasi juga dapat digunakan dalam


pembuatan produk seperti mikroenkapsulat minyak sawit, di mana karakteristik
dari suatu formula dan kondisi homogenisasi memiliki efek yang sangat besar
terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan

Mengurangi risiko kontaminasi : Dengan homogenisasi, pH dan konsentrasi


polutan pada air limbah dapat diatur sehingga limbah yang dihasilkan lebih
aman dan mudah terkelola sebelum dibuang atau digunakan kembali

Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan kimia : Dalam proses pengolahan


kimia, homogenisasi dapat membantu mengendapkan atau menghilangkan
kontaminan tertentu dalam limbah air sehingga penggunaan bahan kimia dapat
lebih efisien

Meningkatkan efisiensi penggunaan mikroorganisme : Dalam proses pengolahan


biologi, homogenisasi dapat membantu mikroorganisme atau proses biologi
lainnya untuk menguraikan bahan organik dalam limbah air sehingga
penggunaan mikroorganisme dapat lebih efisien.

2.12 Proses Pengolahan Limbah

Proses pengolahan air limbah secara umum meliputi tiga tahapan yaitu pengolahan
primer, sekunder, dan tersier, yang didahului dengan homogenisasi dan pemerataan air
limbah.
Pengolahan primer meliputi penyaringan kasar, homogenisasi/pemerataan,
flokulasi/koagulasi, pemisahan partikel besar dari limbah dan sedimentasi primer, yang
bertujuan untuk menghilangkan material-material padatan besar/ kasar dan partikel
tersuspensi dari air limbah agar proses pengolahan selanjutnya dapat berjalan lebih
efesien. Dalam proses ini, limbah melewati berbagai filter dan alat penyaringuntuk
menangkap partikel-partikel besar seperi batu, kayu, dan benda-benda lainnya yang tidak
dapat diuraikan dengan mudah. Setelah proses pengolahan primer, limbah yang tersaring
akan lebih siap untuk mengikuti tahap mengolahan berikutnya.

Pengolahan sekunder melibatkan penguraian bahan organic oleh mikroorganisme dalam


lingkungan anaerobic atau aerobic. Dalam lingkungan anaerobic, mikroorganisme
menguraikan bahan organik tanpa kehadiran oksigen, sedangkan dalam lingkungan
aerobic, proses penguraian bahan organic terjadi dengan kehadiran oksigen.

Dalam proses pengolahan sekunder ini, mikroorganisme seperti bakteri dan fungi
memainkan peran penting dalam menguraikan senyawa organic kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana seperti air dan gas karbon dioksida. Proses ini
membantu mengurangi kandungan bahan organic yang dapat mencemari lingkungan
air, sehingga mengahasilkan air limbah ang lebih bersih sebelum dilepaskan kembali
ke lingkungan. Pengolahan sekunder merupakan tahap kritis alam proses pengolahan
limbah untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Pengolahan tersier merupakan proses pengolahan penghilangan senyawa-senyawa


tertentu, seperti logam berat atau zat kimia berbahaya, melalui metode kimia atau fisika
yang lebih kompleks. Pada tahap ini, teknologi yang lebih canggih digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa berbahaya yang mungkin masih tersisa setelah proses
pengolahan primer dan sekunder.
Metode kimia dapat melibatkan penggunaan reagen khusus yang bereaksi dengan
senyawa-senyawa berbahaya, mengubahnya menjadi senyawa yang lebih aman atau
mengendapkan mereka untuk kemudian dihilangkan dari limbah. Metode fisika, di
sisi lain, dapat mencakup teknologi seperti filtrasi lanjutan, adsorpsi, atau proses
membran yang menggunakan tekanan atau gradien konsentrasi untuk memisahkan
senyawa-senyawa berbahaya dari air limbah.

Pentingnya proses pengolahan tersier terletak pada penghilangan komponen-


komponen limbah yang sulit diuraikan dan dapat menyebabkan dampak yang serius
pada lingkungan dan kesehatan manusia jika dilepaskan ke lingkungan tanpa
pengolahan yang memadai. Dengan menggunakan teknologi canggih pada tahap ini,
limbah dapat diolah lebih lanjut sehingga air yang dibuang ke lingkungan memenuhi
standar keselamatan yang ditentukan.

2.13 Tahapan Homogenisasi dan Equalisasi (pemerataan) Limbah

Tahapan homogenisasi dan Equalisasi Limbah pada setiap tingkat pengolahan limbah:

1. Homogenisasi Limbah

 Homogenisasi primer:

Pada tingkat primer, homogenisasi meliputi penggabungan limbah dari


berbagai sumber untuk menciptakan keseragaman komposisi limbah. Ini
melibatkan pencampuran atau pengolahan mekanis untuk menghasilkan
campuran limbah yang homogen dari berbagai sumber.

 Homogenisasi sekunder:

Pada tingkat sekunder, homogenisasi bertujuan untuk menciptakan


keseragaman komposisi sampah yang timbul dari penguraian organik. Sampah
yang telah mengalami penguraian organik harus dihomogenisasi untuk
memastikan konsistensi komposisi tetap terjaga sebelum melanjutkan ke tahap
pengolahan tersier.

 Homogenisasi tersier:

Meskipun homogenisasi tersier tidak selalu diperlukan, dalam beberapa


kasus homogenisasi dilakukan terhadap senyawa atau limbah khusus yang telah
melalui pengolahan sekunder. Tujuannya adalah untuk memastikan konsistensi
sebelum menerapkan perawatan tersier yang lebih kompleks.

Penyeimbangan Limbah

Penyeimbangan primer:

Pada tingkat primer, penyeimbangan melibatkan penyesuaian aliran


sampah untuk mengurangi fluktuasi. Penyeimbangan membantu menciptakan
aliran limbah yang stabil, sehingga memudahkan pengelolaan limbah pada tahap
pemrosesan selanjutnya.

Equalisasi Sekunder:

Pada tingkat sekunder, equalisasi limbah dilakukan untuk mengurangi


fluktuasi dalam konsentrasi senyawa organik yang masuk ke dalam proses
penguraian mikroorganisme. Dengan menciptakan laju aliran yang stabil,
mikroorganisme dapat bekerja secara efisien dalam menguraikan bahan organik.

Equalisasi Tersier:
Pada tingkat tersier, equalisasi mungkin diperlukan untuk senyawa-
senyawa khusus yang memerlukan penyesuaian konsentrasi sebelum penerapan
metode penghilangan senyawa-senyawa berbahaya atau logam berat.

Penting untuk diingat bahwa homogenisasi dan equalisasi adalah tahapan yang sangat
penting dalam pengolahan limbah, karena mereka membantu menciptakan kondisi yang
optimal untuk tahapan pengolahan berikutnya. Dengan menciptakan konsistensi dan
stabilitas dalam limbah, proses-proses pengolahan primer, sekunder, dan tersier dapat
berjalan lebih efisien dan efektif.

Teknologi Dalam Pengolahan Limbah

Pengelolaan limbah adalah bidang yang terus berkembang dengan munculnya


teknologi-teknologi terbaru dan metode-metode inovatif. Berikut adalah beberapa teknologi
dan metode terkini yang digunakan dalam pengolahan limbah:

Bioremediasi

Bioremediasi menggunakan mikroorganisme, seperti bakteri atau fungi, untuk


mendekomposisi senyawa-senyawa berbahaya dalam limbah, menjadikannya metode
yang ramah lingkungan.

Advanced Oxidation Processes (AOPs)

AOPs menggunakan reaksi kimia untuk mengurai senyawa-senyawa organik


kompleks dalam air limbah, termasuk senyawa-senyawa yang sulit terurai.

Teknologi Membran

Teknologi membran melibatkan penggunaan membran semipermeabel untuk


menyaring senyawa-senyawa berbahaya dan partikel-partikel lain dari air limbah.
Pengolahan Oksidasi Basah (Wet Air Oxidation)

Pengolahan oksidasi basah melibatkan penggunaan oksigen terlarut dalam kondisi


bertekanan dan suhu tinggi untuk menguraikan senyawa-senyawa organik kompleks.

Teknologi Pengolahan Anaerobik Terpadu (Integrated Anaerobic Treatment Technology)

Teknologi ini menggabungkan berbagai proses anaerobik untuk mengolah limbah


yang kompleks dengan efisien, termasuk proses-proses seperti UASB (Upflow Anaerobic
Sludge Blanket) dan EGSB (Expanded Granular Sludge Bed).

Perkembangan terbaru dalam bidang pengelolaan dan pengolahan

Pengelolaan dan pengolahan limbah terus mengalami perkembangan seiring


dengan kemajuan teknologi dan kesadaran global akan pentingnya pelestarian
lingkungan. Beberapa perkembangan terbaru dalam bidang pengelolaan dan pengolahan
limbah melibatkan inovasi teknologi, kebijakan pemerintah, serta penekanan pada daur
ulang dan pengurangan limbah. Berikut adalah beberapa tren terkini:

Teknologi Pengolahan Cerdas: Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi


sensor untuk memantau dan mengontrol proses-proses pengolahan limbah dengan
lebih efisien, memungkinkan pengoptimalkan sistem secara real-time.

Daur Ulang dan Pengurangan Limbah: Peningkatan fokus pada daur ulang dan
pengurangan limbah, termasuk upaya mengurangi penggunaan plastik sekali
pakai, mendorong desain produk yang dapat didaur ulang, dan mengembangkan
metode daur ulang yang lebih efisien.

Pengelolaan Limbah Elektronik (E-Waste) yang Lebih Baik: Pengelolaan limbah


elektronik menjadi semakin penting seiring dengan pertumbuhan teknologi,
dengan upaya untuk mendaur ulang komponen elektronik dan mengurangi
pencemaran lingkungan akibat limbah elektronik berbahaya.

Peningkatan Penggunaan Energi Terbarukan: Pengelolaan limbah organik untuk


menghasilkan biogas, serta menggunakan limbah sebagai bahan bakar alternatif,
membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan energi
terbarukan.

Sistem Pengelolaan Air Limbah Terdepan: Pengembangan sistem pengelolaan air


limbah yang efisien dan ramah lingkungan, termasuk penggunaan teknologi
membran dan proses oksidasi tinggi untuk membersihkan air limbah sebelum
dibuang kembali ke lingkungan.

Peningkatan Kesadaran dan Edukasi: Meningkatnya kesadaran masyarakat


tentang pentingnya pengelolaan limbah melalui kampanye edukasi dan program-
program sosial, mendorong praktik pengelolaan limbah yang bertanggung jawab.

Penggunaan Bahan dan Produk Ramah Lingkungan: Peningkatan produksi dan


penggunaan produk yang ramah lingkungan, mulai dari kemasan yang dapat
terurai hingga bahan konstruksi yang dapat didaur ulang.

Kolaborasi Antar Negara: Negara-negara dan organisasi internasional semakin


berkolaborasi untuk mengatasi masalah limbah lintas batas dan mengembangkan
standar global untuk pengelolaan limbah.

2.14 Prinsip mekanisme pemisahan senyawa organik melalui proses penyerapan pemilahan
dan biodegradasi

Limbah cair mengandung senyawa organik yang dapat mencemari lingkungan. Proses
pemisahan dan pengolahan limbah organik adalah elemen kunci dalam menjaga keberlanjutan
lingkungan. Dalam makalah ini, kami akan membahas tiga tahap utama dalam proses ini, yaitu
penyerapan, pemilahan, dan biodegradasi, serta bagaimana pengaturan nutrisi, pH, dan nitrifikasi
memengaruhi efisiensi proses tersebut.
Proses pemecahan senyawa organik melalui proses penyerapan, pemilahan, dan
biodegradasi melibatkan beberapa prinsip mekanisme. Berikut adalah penjelasan mengenai
prinsip-prinsip tersebut:

Penyerapan : Prinsip penyerapan melibatkan penggunaan bahan kimia tertentu untuk


menyerap senyawa organik dari campuran. Bahan kimia yang digunakan disebut adsorben, dan
senyawa organik yang diserap disebut adsorbat. Proses penyerapan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan karbon aktif, zeolit, atau tanah liat. Karbon aktif adalah adsorben yang paling
umum digunakan dalam proses penyerapan senyawa organik. Karbon aktif memiliki permukaan
yang besar dan pori-pori yang dapat menyerap senyawa organik dari campuran.

Pemilahan : Prinsip pemilahan meliputi pemisahan senyawa organik dari campuran


dengan menggunakan teknik fisik atau kimia. Teknik fisik yang umum digunakan adalah
penyaringan, sentrifugasi, dan filtrasi. Sedangkan teknik kimia yang umum digunakan adalah
distilasi dan ekstraksi. Pemilahan senyawa organik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
fisik atau kimia tergantung pada sifat senyawa organik dan campuran.

Biodegradasi : Prinsip biodegradasi melibatkan penggunaan mikroorganisme untuk


menguraikan senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang
digunakan dapat berupa bakteri, jamur, atau alga. Proses biodegradasi memerlukan pengaturan
kebutuhan nutrisi, pengaturan pH, dan nitrifikasi. Kebutuhan nutrisi mikroorganisme harus
terpenuhi agar proses biodegradasi dapat berjalan dengan baik. Pengaturan pH juga penting
karena mikroorganisme memiliki rentang pH yang optimal untuk pertumbuhan dan aktivitasnya.
Nitrifikasi juga penting karena senyawa organik yang diuraikan oleh mikroorganisme akan
menghasilkan senyawa nitrogen yang dapat mempengaruhi kualitas udara.

Dalam pemisahan proses senyawa organik, prinsip-prinsip mekanisme tersebut dapat


digunakan secara terpisah atau digabungkan untuk mencapai hasil yang optimal.

Prinsip mekanisme pemisahan senyawa organik melalui proses penyerapan, pemilahan


dan biodegradasi. Proses tersebut meliputi pengaturan kebutuhan nutrisi, pengaturan pH, dan
nitrifikasi
Proses pemecahan senyawa organik melalui proses penyerapan, pemilahan, dan
biodegradasi melibatkan beberapa prinsip mekanisme. Berikut adalah penjelasan mengenai
prinsip-prinsip tersebut:

Penyerapan : Prinsip penyerapan melibatkan penggunaan bahan kimia tertentu untuk


menyerap senyawa organik dari campuran. Bahan kimia yang digunakan disebut adsorben, dan
senyawa organik yang diserap disebut adsorbat. Proses penyerapan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan karbon aktif, zeolit, atau tanah liat. Karbon aktif adalah adsorben yang paling
umum digunakan dalam proses penyerapan senyawa organik. Karbon aktif memiliki permukaan
yang besar dan pori-pori yang dapat menyerap senyawa organik dari campuran.

Pemilahan : Prinsip pemilahan meliputi pemisahan senyawa organik dari campuran


dengan menggunakan teknik fisik atau kimia. Teknik fisik yang umum digunakan adalah
penyaringan, sentrifugasi, dan filtrasi. Sedangkan teknik kimia yang umum digunakan adalah
distilasi dan ekstraksi. Pemilahan senyawa organik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
fisik atau kimia tergantung pada sifat senyawa organik dan campuran.

Biodegradasi : Prinsip biodegradasi melibatkan penggunaan mikroorganisme untuk


menguraikan senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang
digunakan dapat berupa bakteri, jamur, atau alga. Proses biodegradasi memerlukan pengaturan
kebutuhan nutrisi, pengaturan pH, dan nitrifikasi. Kebutuhan nutrisi mikroorganisme harus
terpenuhi agar proses biodegradasi dapat berjalan dengan baik. Pengaturan pH juga penting
karena mikroorganisme memiliki rentang pH yang optimal untuk pertumbuhan dan aktivitasnya.
Nitrifikasi juga penting karena senyawa organik yang diuraikan oleh mikroorganisme akan
menghasilkan senyawa nitrogen yang dapat mempengaruhi kualitas udara.

Dalam pemisahan proses senyawa organik, prinsip-prinsip mekanisme tersebut dapat digunakan
secara terpisah atau digabungkan untuk mencapai hasil yang optimal.

2.15 Koagulasi digunakan untuk memisahkan materi dalam bentuk limbah dalam bentuk
tersuspensi atau koloid
Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam
maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut,
mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi,
serta mengoksidasi warna dan racun (Siregar, 2005, 44).

Netralisasi

Perlakuan netralisasi ini dilakukan untuk menghilangkan aciditas atau alkalinitas. Pada
umumnya, semua treatment air limbah dengan pH yang terlalu rendah atau tinggi membutuhkan
proses netralisasi sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan.

Presipitasi

Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara penambahan bahan-bahan


kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya padatan-padatan (flok dan lumpur). Dalam
pengolahan air limbah, presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sulfat, fluorida,
dan garam-garam besi

Koagulasi dan Flokulasi

Dalam pengolahan limbah cair, proses ini sangatlah mempunyai peranan yang sangat penting.
Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menunjang dalam proses koagulasi dan flokulasi haruslah
diperhatikan.

Pemilihan zat koagulan harus berdasar pertimbangan antara lain jumlah dan kualitas air yang
akan diolah, kekeruhan, metode penyaringan serta sistem pembuangan lumpur endapan. Jenis
koagulan antara lain Alum (Aluminium Sulfat), Ferro Sulfat , Poly Aluminium Chlorida (PAC)
dan lain - lain (Tchobanoglous, George dkk, 2003, 526).

Koagulasi

Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan senyawa kimia
yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara
partikel lebih kecil daripada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini,
peggumpalan partikel tidak terjadi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi sehingga
partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar.
Pengurangan potensial elektrostatis yang terjadi dalam proses koagulasi bisa disebut dengan
destabilisasi. Mekanisme proses destabilisasi ini terdiri dari beberapa langkah antara lain :

1. Pengurangan muatan permukaan partikel dengan menekan lapisan muatan ganda (double-
change layer).

Penambahan ion ke dalam air akan meningkatkan kekuatan ionik dan menurunkan gaya tolak.
Dengan penambahan garam ke dalam air, muatan koloidal tidak dikurangi secara signifikan,
tetapi hanya memperkecil jarak muatan dari permukaan partikel, sehingga lapisan ganda dapat
berkurang.

2. Netralisasi muatan dengan adsopsi ion yang berlawanan muatan

Proses ini dilakukan dengan penambahan bahan kimia untuk proses destabilisasi. Penambahan
ion yang muatannya berlawanan dengan ion koloid dapat menyebabkan netralisasi lapisan
tunggal dari koloid. Netralisasi muatan terjadi saat koagulan ditambahkan secara berlebihan.

3. Penggabungan antar partikel dengan polimer 15.

Polimer-polimer yang mengandung situs aktif sepanjang rantainya dapat menyebabkan adsorbsi
koloid. Koloid akan terikat pada beberapa situs sepanjang rantai polimer.

4. Penjebakan oleh flok

Saat sejumlah koagulan ditambahkan ke dalam air, maka akan membentuk flok yang akan
mengendap. Karena flok besar dan tiga dimensi, maka koloid akan terjebak di dalam flok, dan
akhirnya ikut mengendap.Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid
yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, Bila digunakan dosis koagulan yang
terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi
koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses
recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini dapat
dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pengolahan.

Peningkatan efektifitas dalam proses koagulasi dapat ditinjau dari faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jalannya proses. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses koagulasi air,
antara lain :
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan;

2. Jumlah dan karakteristik koloid;

3. Derajat keasaman air (pH);

4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;

5. Temperatur air;

6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;

7. Karakteristik ion-ion dalam air

Flokulasi

Flokulasi adalah proses lambat yang bergerak secara terus menerus selama partikelpartikel
tersuspensi bercampur di dalam air, sehingga partikel akan menjadi lebih besar dan begerak
menuju proses sedimentasi. Ide dasar dari flokulasi adalah untuk mengendapkan flok-flok
dengan penambahan flokulan.

Flokulasi merupakan suatu kombinasi pencampuran dan pengadukan atau agitasi yang
menghasilkan agregasi yang akan mengendap setelah penambahan flokulan. Flokulasi adalah
proses fisika yang mana air yang terpolusi diaduk untuk meningkatkan tumbukan interpartikel
yang memacu pembentukan partikel-partikel besar sehingga dalam waktu 1-2 jam partikel-
partikel tersebut akan mengendap. Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk
mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses
tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah
mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai
gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya
jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak
akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien
kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik.
Untuk membantu instalasi dalam mengoptimalkan proses-proses koagulasi flokulasi, perlu
ditentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan limbah.
Jartest adalah rangkaian test untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi serta
menentukan dosis pemakaian bahan kimia. Standar nasional untuk metode pengujian koagulasi
flokulasi dengan cara jartest ditetapkan dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum
untuk pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak
mengendap dalam air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi flokulasi, yang
dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi. Jartest floculattor adalah alat yang digunakan
untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi serta menentukan dosis pemakaian
bahan kimia.

2. 16 Definisi Aerasi

Aerasi adalah suatu proses pengolahan udara yang bertujuan untuk menambahkan oksigen ke
dalam udara dengan cara menghubungkannya dengan udara. Proses aerasi dilakukan dengan
menyemprotkan udara ke udara atau memberikan gelembung-gelembung halus udara dan
membiarkannya naik melalui udara. Tujuan dari aerasi adalah untuk menghasilkan air minum
dengan kualitas terbaik, meningkatkan jumlah oksigen dalam udara, menghilangkan bau dan rasa
yang tidak sedap, serta mengurangi kandungan zat yang kurang baik bagi tubuh. Beberapa
metode aerasi yang dapat dilakukan antara lain cascade aerator, multiple plat form aerator, spray
aerator, dan aerator gelembung udara. Fungsi dari aerasi adalah untuk meningkatkan kualitas
udara, menghilangkan bau dan rasa yang tidak sedap, serta mengurangi kandungan zat yang
kurang baik bagi tubuh.

Aerasi merupakan salah satu cara pengolahan air bersih yang bersifat pengolahan secara fisika,
dengan cara penambahan udara atau oksigen didalam air dengan cara menyemprotkan air
keudara atau dengan memberikan gelembung- gelembung udara yang halus pada dasar
permukaannya. Aerasi dipilih karena tidak memerlukan tempat yang luas, bentuk dan desainnya
sederhana dan mudah dioperasikan (Rahmawati, 2010)

Tipe aerator terbagi menjadi empat, yaitu


Gravity aerator

Spray aerator

Diffuser

Mechanical Aerator (Rahmawati, 2010).

Gravity aerator masih menjadi peluru ampuh yang digunakan untuk pengolahan, karena
desainnya yang mudah dirancang dan dapat dibuat secara permanen (Said, 2005).

Jenis-jenis gravity aerator Aerator mempunyai jenis dan kegunaan yang berbeda, aerator gravity
misalnya. Merupakan aerator menggunaka gaya gravitasi bumi untuk bersentuhan dengan udara.
Pada pengolahan air, aerator ini menjadi senjata utama bagi perusahaan tersebut. Selain mudah
untuk membuatnya, juga dari segi harga sangat murah dan ekonomis. Menurut Qasim 2000, ada
beberapa jenis gravity aerator untuk pengolahan air adalah sebagai berikut :

Cascade Aerator Merupakan salah satu dari tipe gravity aerator yaitu jenis aerasi yang cara
kerjanya berdasarkan daya gravitasi. Air yang akan diaerasikan akan mengalir secara gravitasi
karena beda ketinggian dari step satu ke step selanjutnya dalam Cascade Aerator. Pada setiap
step akan terjadi kontak antara Fe dalam air dengan oksigen sehingga terjadi reaksi oksidasi.
Pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4-6 step dan setiap step mempunyai ketinggian 30 cm
dengan kapasitas 0,01 m3 /detik per m2 , untuk menghilangkan putaran (turbulen) guna
menaikkan efisiensi aerasi, hambatan sering ditepi peralatan pada setiap step. Keuntungannya
adalah tidak memerlukan perawatan dan bisa dibuat permanen.

Packing Tower Merupakan tipe aerasi yang populer untuk menyisihkan kandungan pelarutnya
yang mudah menguap dari media tanah. Desainnya mirip seperti tabung dengan ketinggian
sampai 12 meter yang dilengkapi dengan distributor dibagian atas yang bertujuan untuk
menyebarkan air secara merata. Air kemudian didorong keatas menggunakan udara yang berada
dibagian bawah tower untuk memaksimalkan bersentuhan dengan udara. Sistem instalasi ini
sering dibuat secara permanen namun bisa juga dibuat disebuah trailer portable agar mudah
untuk dibawa kemana-mana. Biaya dasar paada sistem ini bisa dikatakan mahal, karena
menggunakan energi listrik yang cukup besar untuk menghasilkan blower udara dan menjalakan
pompa.

Multiple Tray Aerator Merupakan proses aersi dengan menjatuhkan air dari sebuah nampan yang
disusun bertingkat dan nampan bagian bawahnya penuh dengan lubang-lubang dengan diameter
yang kecil. Air yang mengandung Fe akan jatuh dari satu nampan kemampan selajutnya akan
kontak dengan udara sehingga terjadi reaksi oksidasi. Biasanya pada setiap nampan diberi keriil
untuk menambah penyebaran air yang lebih halus dan pada bak penampungan akhirnya
(resevoir) pada bagian atasya diberi lidi ijuk untuk menghilangkan warna kecoklatan
(Rahmawati, 2010). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tray sebanyak 3 tingkat, untuk
lebih jelasnya terdapat pada halaman 35.

Menurut (Sutrisno, 1987) aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya
dengan udara. Aerasi secara luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai
kandungan kadar besi (Fe) terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut).
Zat–zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan beras dan
memberikan noda hitam kecoklat–coklatan pada pakaian yang dicuci. Dalam proses aerasi
adalah oksigen yang ada di udara, akan bereaksi dengan senyawa Ferus dan manganous terlarut
merubah menjadi ferric (Fe) dan manganic oxide hydrates yang tidak larut. Setelah itu
dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi) atau penyaringan (filtrasi). Perlu dicatat bahwa
oksidasi terhadap senyawa besi dalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat (Sutrisno,
1987).

Aerasi adalah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air.
Penambahan oksigen dilakuan sebagai salah satu usaha untuk menghilangkan suatu parameter
yang berlebih dalam air, sehingga konsentrasi parameter akan berkurang atau dapat dihilangkan.
Pada prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen kedalam air yaitu dengan
memasukkan udara ke dalam air dan atau memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen
(Sutrisno, 1987). Aerasi merupakan proses pengolahan air dengan mengontakkannya dengan
udara sehingga dapat mereduksi ion berlebih yang ada didalamnya seperti besi (Fe).
Aerasi secara luas telah digunakan untuk pengolahan air yang mempunyai kandungan
besi yang tinggi. Ada beberapa jenis aplikasi aerasi yang disebut dengan aerator salah satunya
adalah bubble aerator atau sering disebut dengan aerator gelembung (Daud, 1999). Penggunaan
aerator gelembung dalam menurunkan kadar Fe pada air tidak memerlukan banyak gelembung,
hanya dibutuhkan sekitar 0,3 – 0,5 m3 udara/ m3 air (Daud, 1999). Volume ini dapat dinaikkan
atau diturunkan melalui penyedotan udara yang terdapat pada alat. Dalam penggunaan alat ini
udara disemprotkan 17 melalui dasar bak air yang akan diaerasi.

Prinsip Aerasi

. Aerasi merupakan suatu sistem oksidasi melalui pcnangkapan O2 dari udara pada air
olahan yang akan diproses. Pemasukan oksigen ini bertujuan agar O2 diudara dapat bereaksi
dengan kation yang ada didalam air olahan. Reaksi kation dan oksigen menghasilkan oksigen
logam yang sukar larut dalam air sehingga dapat mengendap. Jadi prinsip dasar dari aerasi yaitu
pertukaran tempat suatu substansi dari air ke udara atau sebaliknya terjadi pada permukaan atau
pertemuan antara udara dan air.

2. 17 Proses Aerasi

Oksigen yang berada di udara, melalui proses aerasi ini akan selanjutnya akan bereaksi dengan
senyawa ferus dan manganous terlarut merubah menjadi ferric (Fe) dan

maganic oxide hydrates yang tidak bisa larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan
(sendimentasi) atau penyaringan (filtrasi). Perludi catat bahwa oksidasi terhadap senyawa besi
dan mangan di dalam air yang kecil (waterfall)aerators/aerator air terjun). Atau dengan
mencampur air dengan gelembung-gelembung udara ( bubble aerator).

Dengan kedua cara tersebut jumblah oxigen pada air bisa dinaikan 60 – 80% (dari jumlah
oksigen yang tertinggi, yaitu air yang mengandung oksigen sampai jenuh) pada aerator air terjen
(waterfall aerator ) cukup besar bisa menghilangan gas-gas yang terdapat dalam air. Penurunan
carbon dioxide (CO2) oleh waterfall aerators cukup berarti, tetapi tidak memadai apabila dari
yang sangat corrosive. Pengelolahan selanjutnya seperti pembubuhan kapur atau dengan sarigan
marmar atau dolomite yang dibakar masih dibutuhkan
2.18 Tujuan Aerator

Tujuan aerasi adalah:

1. Menurunkan konsentrasi materi- materi penyebab rasa dan bau.

2. Mengoksidasi besi dan mangan, yang tidak dapat terIarutkan dan melarutkan gas didalam
air.

3. Menghilangkan senyawa- senyawa pengganggu, contoh penghilangan hidrogen sulfida


sebelum khlorinasi dan menghilangkan karbon dioksida sebelum pelunakan.

4. Penambahan jumlah oksigen

5. Penurunan jumlah karbon dioxide (CO2)dan

6. Menghilangkan hydrogen sulfide (H2S),methan (CH4) dan berbagai senyawa senyawa


organi yang bersifat volatile (menguap) yang berkaitan untuk rasa dan bau

Aerasi menggunakan Aerator

Penambahan oksigen (Aerasi) adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar dengan
tujuan konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali.

Aerasi dengan menggunakan aerator bertujuan untuk memaksa air ke atas untuk berkontak
dengan oksigen. Cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling
yang diletakkan pada permukaan limbah, yang mengakibatkan air limbah akan terangkat keatas
dan dengan terangkatnya maka air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan udara
sekitarnya.

Oksigen ditambahkan ke dalama air limbah dengan beberapa cara yaitu memasukkan udara ke
dalam air limbah dan memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen. Udara dimasukkan
ke dalam air limbah adalah proses memasukkan udara atau oksigen murni ke dalam limbah
melalui benda porous atau nozzle. Nozzle diletakkan di tengah-tengah, akan meningkatkan
kecepatan berkontaknya gelembung udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses
pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara
luar yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa. Air dipaksa ke atas untuk berkontak
dengan oksigen adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran
balingbaling yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air 10
limbah akan terangkat ke atas dan dengan terangkatnya maka air limbah akan mengadakan
kontak langsung dengan udara sekitarnya.

Tujuan proses aerasi yaitu menaikkan jumlah oksigen terlarut di dalam air yang dapat berguna
bagi kehidupan. Dalam keadaan teroksida, besi terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan
ion, besi terlarut dalam bentuk Fe2+. Ketika kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi
akan teroksidasi menjadi valesi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke
tingkat yang cukup besar. Oleh karena itu, besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi.

Sistem aerasi difusi udara yaitu udara dimasukkan kedalam cairan yang akan diaerasi dalam
bentuk gelembung-gelembung yang naik melalui cairan tersebut. Ukuran gelembung bervariasi
dari yang besar hingga yang halus, tergantung dari tipe aerator tersebut.

Di dalam proses penghilangan zat besi dengan cara aerasi, adanya kandungan alkalinity,
(HCO3) yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi berada dalam bentuk
ferro bikarbonat, Fe(HCO3)2 oleh karena bentuk CO2 bebas maka lebih stabil daripada (HCO3),
maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat.

Fe(HCO3) → FeCO3 + CO2 + H2O

Dari rekasi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser
ke kanan dan selanjutnya rekasi akan menjadi sebagai berikut :

FeCO3 + CO2 → Fe(OH)2 + CO2

Hidroksida besi (valensi 2) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus
dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi ion sebagai berikut :

4 Fe2+ + O2 +10 H2O → 4 Fe(OH)3 + 8 H+

Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14
mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen relative lambat,
sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air
yang akan diolah.

Macam-Macam Aerator

Menurut (Asmadi, 2011) beberapa contoh peralatan aerasi yang sering digunakan yakni :

a. Aerator Baki (Tray Aerator)

Jenis aerator ini terdiri dari 4 – 8 tray dengan susunan vertical maupun piramida. Dasar
tray berlubang-lubang dengan jarak 30-50 cm. melalui pipa berlubang air dibagi merata melalui
tray, dari bagian ini percikan air turun dengan kecepatan 0,02 m3 /detik per m2 permukaan tray.
Tetesan air yang menyebar dikumpulkan kembali setiap permukaan tray berikutnya.

b. Cascade Aerator

Pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4-6 step, dengan ketinggian tiap step ± 30 cm
dengan kecepatan 0,01 m3 /detik per m2 . Dibandingkan dengan jenis tray, aerator jenis cascade
ini tempat yang dibutuhkan lebih besar namun, total kehilangan tekanan lebih rendah dan
keuntungan lain tidak memerlukan pemeliharaan.

c. Submerged Cascade Aerator

Merupakan aerasi tangga meluncur penangkapan udara terjadi pada saat air terjun dari
lempengan-lempengan trap yang membawanya masuk ke dalam air yang dikumpulkan ke
lempengan di bawahnya. Total ketinggian jatuh ±1,5 m yang dibagi dalam 3-5 step. Kapasitas
peralatan ini antara 0,005-0,5 m3 /detik per m2 .

d. Spray Aerator

Terdiri atas nozel penyemprotan statis, dihubungkan dengan kisi lempengan yang mana
air disemprotkan ke udara di sekeliling pada kecepatan 5-7 m/detik. Aliran pada spray aerator
dari bawah melalui pipa yang panjangnya ±25 cm dan diameter 15-30 mm. e. Aerator dengan
diffuser gelembung (Bubble Aerator) Jumlah udara yang dibutuhkan untuk bubble aerator tidak
banyak, yaitu sekitar 0,3 - 0,5 m3 . Udara per m3 air dan volume ini dengan sangat mudah untuk
ditingkatkan. Udara dialirkan melalui perpipaan yang diletakkan di dasar bak. Aerator ini
memiliki prinsip yang sama dengan aerator akuarium.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limbah cair yang mengandung zat-zat organik terlarut dapat menyebabkan beberapa
karakteristik yang tidak diinginkan. Berikut adalah beberapa karakteristik limbah cair yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh zat-zat organik terlarut.

Limbah adalah bahan pembuangan yang tidak terpakai dan dihasilkan dari suatu proses
produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah dapat berupa sampah, air
kakus, dan air lainnya. Limbah memiliki beberapa karakteristik umum, seperti berukuran mikro,
bersifat dinamis, penyebarannya berdampak luas, dan berdampak jangka panjang Limbah dapat
dibagi beberapa menjadi jenis, antara lain : Limbah Organik, non organik, dan limbah B3.

Homogenisasi dan equalisasi (pemerataan) limbah adalah proses penting dalam pengolahan
limbah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya guncangan pada proses pengolahan limbah.

Proses pengolahan air limbah secara umum meliputi tiga tahapan yaitu pengolahan primer,
sekunder, dan tersier, yang didahului dengan homogenisasi dan pemerataan air limbah

Tahapan homogenisasi dan Equalisasi Limbah pada setiap tingkat pengolahan limbah:
Homogenisasi Limbah, penyeimbangan limbah, equalisasi primer dan sekunder.

Proses pemecahan senyawa organik melalui proses penyerapan, pemilahan, dan biodegradas
.

Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam
maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut,
mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi,
serta mengoksidasi warna dan racun .

Aerasi adalah suatu proses pengolahan udara yang bertujuan untuk menambahkan oksigen
ke dalam udara dengan cara menghubungkannya dengan udara.
3.2 Saran

Para penyusun seharusnya mencari lebih banyak lagi referensi agar tercipta isi makalah yang
baik. Diharapkan kepada para pembaca agar dapat memahami materi yang telah disusun dengan
baik dan dapat diterapkan dalam bidang pendidikan maupun kehidupan sehari-hari. Makalah
yang telah disusun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat, untuk itu
penulis sangat membutuhkan saran, masukan, dan kritik yang mendukung dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Aba, L. (2017). Pengolahan Air Sumur Gali Dengan Metode Aerasi-Filtrasi Menggunakan
Aerator Gelembung Dan Saringan Pasir Cepat Untuk Menurunkan Kadar Besi (Fe) Dan
Mangan (Mn). Jurnal Aplikasi Fisika Volume 13 Nomor 2, 38 - 47.
Anggarini, NH. Sistem Pengolahan Limbah B3. E-Learning Gunadarma. Jakarta: PT Gramedia;
2015; 144-163

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Pt Rineka Cipta

Azwar A, (1995). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara sumber Widya, Jakarta.

Badan Lingkungan Hidup Eropa. (2002). Waste terminology. EEA Technical report No 1/2002.
EEA Waste Terminology.

Das, S., & Chandran, P. (2011). Microbial Degradation of Petroleum Hydrocarbon


Contaminants: An Overview. Biotechnology Research International, 941810.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Elbeshbishy, E., Nakhla, G., Hafez, H., & El Naggar, M. H. (2012). Biogas Production From
Sludge Pretreated With Free Ammonia by the Anaerobic Sequencing Batch Reactor.
Bioresource Technology, 123, 52-58.

European Environment Agency. (2002). Istilah sampah. Laporan Teknis EEA No.1/2002.
Terminologi limbah EEA.

http://www.pdam-sby.go.id/bulekbasandiang.worpress.com, 2009 ).https://www.velp.com

Larastika, Widya. (2011) Studi Awal Karakterisasi dan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) di Universitas Indonesia (Studi 78 Kasus: Beberapa Laboratorium di
FT, FMIPA, FK dan FKG. Tesis, Universitas Indonesia.

Mubarak. 2016. Keefektifan Waktu Aerasi Menggunakan Bubble Aerator Dalam Menurunkan
Kadar Besi (Fe) Air Sumur Desa Kebarongan Kemranjen Banyumas. Naskah Publikasi :
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Oktaviasari. S.A. dan Mashuri, M. 2016. Optimasi Parameter Proses Jar Test Menggunakan
Metode Taguchi dengan Pendekatan PCR-TOPSIS. Jurnal Sains dan Seni ITS. MIPA.
ITS.
Oturan, M. A., & Aaron, J. J. (2014). Advanced Oxidation Processes in Water/Wastewater
Treatment: Principles and Applications. A Review. Critical Reviews in Environmental
Science and Technology, 44(23), 2577-2641.

Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. (dua ribu tiga belas). Pengelolaan Sampah:
Brosur UN-Habitat/UNEP. Dokumen UNEP tentang pengelolaan sampah.

Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran RI Tahun 2009 No. 32. Jakarta : Sekretariat
Negara.

Risdianto,D. 2007. OPTIMISASI PROSES KOAGULASI FLOKULASI UNTUK


PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU. Thesis. Teknik Kimia.UNDIP.

Rustama, M.M., R. Safitri, I. Indrawati. 1998. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai
Media Pertumbuhan Phytoplankton. Laporan Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran. Bandung.

Shannon, M. A., Bohn, P. W., Elimelech, M., Georgiadis, J. G., Marinas, B. J., & Mayes, A. M.
(2008). Science and Technology for Water Purification in the Coming Decades. Nature,
452(7185), 301-310.

Subramani, A., & Jacangelo, J. G. (2015). Emerging desalination technologies for water
treatment: A critical review. Water Research, 75, 164-187.

Susana, E. & Suyaningsih, T. 2010. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR


INDUSTRI RAMBUT PALSU DENGAN CARA KI. Undergraduate Thesis, Teknik
Kimia. UNDIP.

Uyun, Kurratul. 2012. Studi Pengaruh Potensial, Waktu Kontak, Dan pH Terhadap Metode
Elektrokoagulasi Limbah Cair Restoran Menggunakan Elektroda Fe Dengan Susunan
Monopolar Dan Dipolar. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai