Anda di halaman 1dari 9

Seperti Cinderella

Mengisahkan seorang gadis cantik bernama Claretta Crescensia yang harus terjebak
bersama ibu dan saudari tirinya selama 10 tahun lamanya. Kedua orang tuanya meninggal
sejak dia berusia 8 tahun karena kecelakaan hebat yang menimpa mereka. Hari-hari yang
dijalankannya bagaikan neraka yang tak memiliki akhir. Dijadikan budak yang harus
melayani ratu dan putri di rumahnya sendiri tanpa adanya istirahat. Saat waktunya
istirahat atau tidur di jam subuh, tiba-tiba Claretta mengingat kisah Cinderella yang
pernah dia tonton. Bisa dikatakan jika nasibnya saat ini sama dengan Cinderella. Namun,
akankah akhir kisahnya sama seperti Cinderella?

“Claretta!!!” teriakan nyonya rumah menggelegar mengisi rumah bak istana itu.

“I-iya, Ma.” Claretta berlari tergesa-gesa menghampiri sang nyonya.

“Mama-mama! Jangan panggil aku mama! Aku nyonya, bukan mama kamu!” ujar sang nyonya
ketus.

“Ma-maaf Nyonya, a-ada apa?” tanya Claretta terbata karena ketakutan.

“Nih....” Sang nyonya yang bernama Barsha meletakkan sebakul baju di kamar mandi dengan
kasar. “Cuci semua baju ini sampai bersih!” perintah nyonya Barsha.

“Tapi Nyonya, baju yang harus saya cuci masih banyak. Apa baju itu masih bisa saya cuci
nanti?” tanya Claretta. Belum selesai sebakul baju di cuci olehnya, kini sang nyonya menambah
sebakul lagi cuciannya.

“Saya gak mau tau, yang penting kamu cuci semua ini sampai bersih. Saya mau belanja sama
anak saya. Pas saya pulang, semua baju ini sudah harus beres. Mengerti?!!!” Teriakan nyonya
Barsha di kata terakhir membuat telinga Claretta berdengung. Setelah itu, nyonya Barsha pergi
meninggalkan Claretta yang masih sibu mencuci seluruh pakaian.

“Mengerti, Nyonya.” Akhirnya, Claretta hanya bisa pasrah menuruti perintah nyonya Barsha.
Tangannya mulai nyeri linu karena harus mencuci dua bakul baju kedua majikannya. Padahal,
sudah ada mesin cuci di luar kamar mandi, tapi kedua majikannya ini tampak menikmati
kesengsaraannya itu. “Tuhan, tolong mudahkan aku untuk menyelesaikan semua ini.”

Seakan Tuhan mengabulkan doanya, tiba-tiba seorang wanita bergaun emas muncul di hadapan
Claretta. “Hai Nona Claretta.”

“AAAHHHH!!!” Claretta berteriak melihat sosok wanita yang muncul entah dari mana.
Teriakannya itu mengundang seorang gadis muda menghampiri Claretta dengan wajah
jengkelnya.

“Woy, bisa gak kalo kerja itu gak usah teriak?! Berisik tau!” bentak gadis muda yang diyakini
putri nyonya Barsha.
“Ma-maaf Nona, saya tidak bermaksud untuk berteriak. Ta-tadi ada kecoak menghampiri saya.”
Claretta terpaksa berbohong karena tahu jika majikannya ini akan marah jika mengatakan yang
sebenarnya. Karena, kejujurannya akan dianggap konyol oleh gadis muda di hadapannya.

“Oh, udah pergi kan kecoaknya?” tanya putri nyonya Barsha angkuh. “Terus, kenapa tangan
kamu diem aja? Cepetan nyucinya! Mau aku tambah lagi sebakul cuciannya?!” Gadis bernama
Ellery ini memiliki sifat yang tak jauh berbeda dengan ibunya.

“Siap Laksanakan, Nona!” ujar Claretta tegas.

“Awas ya kalo gak selesai! Habis kamu di tangan aku!” Setelah mengancam Claretta, Ellery pergi
meninggalkan Claretta yang masih melakukan aktivitasnya.

“Urgh! Ya Tuhan, tolong akhiri deritaku ini,” doa Claretta.

“Tenang saja Nona Claretta, aku akan mengakhiri penderitaanmu.”

Claretta kembali tersentak saat sosok yang tadi dia lihat masih menemaninya. Dengan buru-buru,
Claretta menutup pintu kamar mandinya agar tidak mengundang perhatian ibu dan saudari tirinya.

“Siapa kamu?” tanya Claretta.

“Aku Lydia. Aku diutus dari dunia peri untuk membantu kamu. By the way, ada seorang lelaki
yang mencari kamu selama 8 tahun.”

Claretta tertawa mendengar perkataan peri bernama Lydia itu. “Hahaha, aku gak percaya sama
kamu. Lagian, peri dan dunianya cuma ada di dongeng. Gak usah ngarang deh kamu.”

“Aku tidak mengarang, Nona Claretta. Jika aku mengarang, aku tidak akan muncul tiba-tiba di
kamar mandi ini,” ujar peri bernama Lydia itu.

“Oke, aku coba percaya sama kamu. Kamu juga bilang tadi ada lelaki yang mencariku selama 8
tahun. Seingatku, aku gak pernah keluar dari rumah ini dan ketemu lelaki manapun.” Begitulah
kata Claretta.

“Coba kamu inget-inget lagi, 8 tahun lalu kamu pernah kenalan sama siapa aja,” saran Lydia.

Claretta menghela napasnya dan menuruti saran Lydia. ‘Males banget, tapi mau gimana lagi?
Biar dia seneng aja deh.’

Niat Claretta yaitu berpura-pura mengingat dengan jari kanannya mengetuk dagu dan tatapannya
mengarah ke atas. “Aku gak ingat,” ujarnya singkat.

‘Dasar manusia,’ rutuk Lydia dalam hatinya. Matanya menatap Claretta dengan tatapan sipit.
“Baiklah, aku bakal bantu kamu buet ingat kenangan di 8 tahun lalu.”

Bibir Lydia tampak mengucapkan sesuatu tanpa suara. Sebuah cahaya menyala terang di
tangannya, lalu Lydia mengarahkan tangan bercahayanya di kening Claretta.

Mata Claretta terpejam karena silaunya cahaya menyakiti matanya. Belum 1 menit Claretta
memejamkan matanya, sebuah adegan terekam jelas di otaknya.

Claretta yang masih berusia 8 tahun merenung di pesta ulang tahun. Jika boleh jujur, Claretta
ikut ke pesta atas paksaan kedua orang tuanya. Mereka beralasan jika Claretta sudah harus
bergaul dengan teman sebayanya. Kebetulan, Claretta bukanlah anak yang pintar bergaul.
Bahkan, Claretta cenderung penyendiri dan sudah nyaman di zona nyamannya. Di hadapannya
saat ini terlihat beberapa anak yang bermain dengan gembira, sementara para orang tua sibuk
bergosip ria, tertawa, dan meminum jus mereka. Claretta merasa akan sulit baginya untuk
bergaul dengan anak-anak itu.

“Hei, kamu sendirian aja? Gak gabung sama yang lain?” tanya anak laki-laki tersebut.

Claretta melirik sekilas anak laki-laki itu dan kembali membuang wajahnya. “Gak mau, males,”
ujarnya cuek.

“Ih, jangan males gitu dong. Entar gak dapet jodoh lho.”

Claretta mendengkus. “Masih kecil, jangan ngomongin jodoh.”

“Kalo Tuhan udah berkehendak, jodoh itu akan datang kapan aja. Bahkan kamu gak tahu,
banyak orang yang udah berjodoh sejak dalam kandungan,” ujar anak laki-laki tersebut.

Clara tertawa dan menatap geli anak laki-laki itu. “Ayolah, itu cuma mitos ... gak usah ngomong
sembarangan deh kamu.”

Anak laki-laki itu berdecak kesal. “Dibilangin gak percaya, terserah kamu deh. Kenalin, namaku
Eric Apuila. Hari ini tepat usiaku yang ke 12 tahun. Sekarang, perkenalkan dirimu.”

“Claretta,” ujar Claretta singkat.

“Hei, kenapa singkat sekali?! Kan aku udah perkenalin diri aku panjang-panjang, kamu juga
harusnya gitu dong!” Anak laki-laki yang bernama Eric Apuila itu mengerucutkan bibirnya.

Claretta menahan tawanya melihat ekspresi Eric. ‘Ayolah, mana ada anak 12 tahun cemberut
kayak gitu? Trus, apa-apaan itu tinggi badannya? Masa umurnya lebih tua, tapi badannya lebih
pendek sih?’ cibir Claretta dalam hati. “Suka hati akulah, kan yang perkenalkan diri aku, yang
punya nama aku.”

“Iih, ngeselin banget sih. Udahlah, aku pergi dulu.” Dengan wajah menahan kesal, Eric
meninggalkan Claretta sendiri. Tanpa disadari, Eric tersenyum tipis tanpa alasan jelas.

Hal sama pun terjadi pada Claretta. “Umur boleh lebih tua, tapi tingkah laku kayak bayi.”
Claretta mengedikkan bahunya setelah mengatakan itu.

Adegan itu pun terhenti dan mata Claretta terbuka. “Eric,” gumamnya.

“Udah ingat rupanya. Malem ini bakal ada pesta, jangan lupa dandan yang cantik,” kata Lydia
mengingatkan.

Claretta memajukan bibirnya. “Gimana mau pesta? Cucian belum selesai, kerjaan rumah belum
selesai, cucian piring belum selesai.”

“Jangan khawatir, Nona. Aku akan membantumu agar semuanya selesai dengan cepat.” Lydia
kembali membaca mantra dan tangannya kembali mengeluarkan cahaya. Seluruh cucian baju di
bakul melayang dan terbang menuju kamar ibu dan saudari tiri Claretta.

Claretta tak dapat menahan rasa kagumnya. “Wah, kamu hebat banget....”
Lydia terkekeh malu. “I-ini belum seberapa, Nona. Ayo kita keluar dan membersihkan seluruh
ruangan dan halaman.”

Claretta mengangguk dan mengikuti Lydia menuju dapur, ruangan, dan halaman. Semuanya
bersih berkat sihir Lydia.

Setelah semuanya bersih, ibu dan saudari tiri Claretta pulang. “Claretta!” panggil nyonya Barsha.

“Makasih banyak ya, Lydia. Kalo gak ada kamu, mungkin aku gak bakal selesai sampai malam,”
ucap Claretta.

Lydia mengangguk. “Sama-sama, tuh majikan kamu udah manggil.”

“Sampai nanti, Lydia.” Claretta melambaikan tangannya dan berlari menghampiri majikan.

Lydia terus menatap Claretta hingga Claretta menghilang dari pandangannya. Tak lama
kemudian, Lydia menghilang setelah menyelesaikan tugasnya.

Claretta pun akhirnya menghampiri Nyonya Barsha dan Ellery untuk mengambil barang
belanjaan yang super banyak itu.

“Kamu ngapain aja sih?! Lama amat, dipanggil dari tadi gak dateng-dateng!” ujar Nyonya Barsha
ketus.

“Saya kan nyuci baju dari tadi, Nyonya,” jawab Claretta malas.

“Trus, nyuci bajunya udah selesai belum?! Saya udah bilang kan, semuanya sudah harus beres
pas saya pulang. Apa udah beres semua?!” Nyonya Barsha kembali bertanya dengan ketus.

Claretta menghela napasnya. “Semuanya udah beres, Nyonya.”

“Hn, bagus. Sekarang, bersihin halaman!” perintah Nyonya Barsha.

“Halaman juga udah saya bersihin, Nyonya.” Jawaban Claretta kali ini membuat nyonya Barsha
tercengang.

“Cepet amat? Beneran beres?” tanya Nyonya Barsha tidak percaya.

Claretta mengangguk. “Udah semuanya. Oh iya, saya boleh istirahat kan, Nyonya? Badan saya
sakit semua karna harus ngerjain kerjaan rumah seharian penuh.” Soal sakit di tubuhnya, Claretta
tidak berbohong. Sejak kemarin, pekerjaannya sangat menumpuk. Bahkan, waktu tidur pun hanya
2 jam yaitu pukul 4 pagi sampai jam 6 pagi. Benar-benar seperti di neraka.

“Enak aja kamu mau istirahat! Tuh setrikain dulu baju pesta kami!” Ellery yang sedari tadi diam
pun kembali bersuara.

“Astaga Nona, sudah saya bilang kalo semuanya udah beres.” Hampir saja Claretta kehilangan
kesabarannya.

Ellery dan nyonya Barsha saling menatap dan berbicara dalam hati. ‘Kok cepet banget, ya.
Biasanya gak secepet ini.’

Claretta menguap dan meregangkan tubuhnya yang pegal. “Hoammm, aku ke kamar dulu ya,
Nyonya dan Nona. Udah lama aku gak tidur teratur.” Claretta pun masuk ke kamar dan
membaringkan tubuhnya di kasur. Sebelum tidur, Claretta tiba-tiba teringat orang tuanya. “Pa,
Ma, aku kangen kalian. Kenapa kalian gak bawa aku bersama kalian?” Air mata mulai mengalir
di kedua wajah Claretta. Dia berbaring miring dan menutup matanya.

Lydia kini muncul di mansion yang tak kalah mewah dengan mansion milik Claretta. Di sana,
seorang pria berdiri membelakangi Lydia.

“Bagaimana keadaannya?” tanya pria itu.

“Gadis itu diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri, Tuan,” jawab Lydia.

“Iyakah? Kamu sudah meyakinkan dia soal pesta nanti malam?” Pria itu kembali bertanya.

Lydia mengangguk. “Sudah, Tuan.”

Pria itu memasang senyum yang sulit diartikan. “Hm, bagus. Pastikan dia tampil cantik malam
ini.”

“Claretta!!!”

Claretta terbangun saat mendengar kebisingan di luar kamar. Saat melihat jam di ponselnya,
Claretta pun terkesiap. “Astaga! Udah jam segini rupanya! Huft, ini pertama kalinya aku tidur
pulas.” Claretta beranjak dari kasurnya dan merapikan tempat tidurnya yang berantakan. Setelah
rapi, Claretta keluar dari kamarnya dan berlari menghampiri sang nyonya.

Nyonya Barsha mengetuk-ngetuk kakinya yang terbalut high heels. Bibirnya menggerutu tidak
jelas karena yang dipanggil tak kunjung datang. “Claretta!!!!” Kali ini, suara cempreng nyonya
Barsha lebih keras dari sebelumnya.

“Iya, Nyonya.” Claretta datang dengan berlari.

“Ngapain aja kamu dari tadi, hm?! Saya udah panggil kamu dari tadi, kenapa kamu gak jawab?!
Kamu udah tuli, hah?! Jawab!!!” Nyonya Barsha memarahi Claretta bertubi-tubi hingga sang
empu meringis. Telinganya serasa berdengung saat nyonya Barsha memarahinya.

“Ma-maaf Nyonya, sa-saya ketiduran tadi,” cicit Claretta.

“Apa?! Ketiduran?! Dasar kurang ajar kamu, ya! Mentang-mentang saya izinkan kamu buet tidur,
kamu malah keenakan! Besok-besok kamu gak boleh tidur lagi, mengerti?!!!”

“Ma-maaf Nyonya, saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Saya mohon, saya perlu istirahat
setelah melakukan pekerjaan seharian penuh,” pinta Claretta.

Nyonya Barsha menatap angkuh Claretta. “Oke, berhubung ada pesta malam ini, saya maafkan
kamu.”

“Mama....” Ellery keluar dari kamarnya dengan penampilan yang cantik. Namun sayangnya,
make up di wajahnya cukup menor dan tidak natural. Setidaknya, itulah yang ada di benak
Claretta,

“Eh sayang, kamu cantik banget. Mama jadi gak sabar pengen kamu nikah sama Eric,” ujar
Nyonya Barsha penuh harap.
Ellery terkikik senang dengan pujian sang ibu.“Hihihi ... makasih, Ma. Yok, kita pergi sekarang.”
Kemudian, tatapan Ellery mengarah ke Claretta. “Babu, jaga rumah ini baik-baik, ya. Kalo
sampai ada yang hilang, habis kamu ditangan aku.”

Claretta tersenyum sinis tanpa disadari Ellery. “Nona tenang saja, saya selalu menjaga rumah ini
dengan baik. Lagian, pencuri gak bakal masuk karena pencurinya ada di rumah ini.”

Ellery mengangkat sebelah alisnya. “Maksud kamu?”

“Tidak ada. Saya hanya asal bicara, Nona. Oh iya, bukankah anda berdua harus ke pesta? Jika
anda tidak segera pergi, anda akan terlambat,” ujar Claretta masih dengan senyumannya.

Mendengar itu, Ellery langsung gelagapan. “Ayo Ma, kita berangkat sekarang.”

Barsha mengangguk. “Kamu jangan kemana-mana!” ancam Barsha. Ellery dan Barsha pun keluar
dan meninggalkan mansion. Mereka menaikki limosin dan disetir oleh seorang supir.

Saat Claretta menutup pintu, Lydia tiba-tiba muncul di belakangnya.

“Kenapa kamu belum siap, hm?”

Claretta terkesiap dan refleks balik badan. “Astaga naga, kamu hampir bikin jantung aku copot,
Lydia.” Claretta mengusap-usap dadanya.

Lydia terkekeh. “Hehe, maafkan aku. Cepetan siap-siap, pangeran kamu udah nunggu.”

Claretta menghela napasnya. “Maaf, aku gak bisa pergi. Aku gak punya gaun pesta yang bagus.”

Lydia tersenyum manis. “Kamu gak perlu khawatir soal itu.” Tangan Lydia kali ini kembali
bercahaya dan tangan bercahaya itu diarahkannya ke tubuh Claretta. Perlahan-lahan, seluruh
tubuh Claretta mulai bercahaya dan pakaiannya berubah menjadi gaun putih. Tidak hanya
pakaian yang berubah, rambut Claretta pun berubah. Dari yang tadinya di cepol, kini berubah
menjadi half ponytale dengan mahkota di atasnya.

Sihir yang dihasilkan oleh Lydia membuat Claretta terkejut sekaligus terkagum. “Kok bisa?”

“Hehe, beginilah keistimewaanku.” Lydia berkata sambil menyombongkan diri.

“Iya, aku tau maksud kamu. Tapi kenapa harus gaun pernikahan, hm?” tanya Claretta tidak habis
pikir.

“Karena, laki-laki yang mencarimu selama 8 tahun itu sudah menunggumu, Nona Claretta.
Barang kali, saat kalian bertemu dia akan langsung menikahimu. Makanya aku memakaikanmu
gaun pernikahan.” Setelah mengatakan itu, Lydia kembali menunjukkan sihirnya dan seketika
mereka sudah ada di luar rumah. Tidak hanya itu, sudah ada mobil limosin yang menunggu di
depan mansion.

Claretta menatap dengan tanda tanya mengenai mobil itu. Dia menatap Lydia, sementara yang
ditatap hanya tersenyum. “Naiklah. Mobil ini akan mengantarkanmu ke pangeranmu.”

“Benarkah? Apa ada batasan waktu buet aku nanti?” tanya Claretta. Entah kenapa kejadian ini
mirip dengan kisah Cinderela yang pernah dia tonton.

“Tenang, kamu bisa ke pesta selama apapun yang kamu mau,” jawab Lydia.
“Tapi, kalo Nyonya Barsha sama Nona Ellery pulang pas aku gak ada gimana?” tanya Claretta
ketakutan.

“Kamu gak usah khawatir, aku udah urus semuanya.”

Mendengar itu, Claretta pun tanpa ragu masuk ke mobil limosin dan limosin itu meninggalkan
Lydia sendirian di mansion. Sementara itu, nyonya Barsha dan nona Ellery masih dalam
perjalanan menuju pesta.

“Hei, kamu mau antar kami kemana?!” tanya Nyonya Barsha sambil berteriak.

“Iya nih, kok gak nyampai-nyampai?!” Kini, giliran Ellery yang berteriak.

Supir yang ditanya hanya fokus ke perjalanan dan tidak menjawab pertanyaan dua orang wanita
di belakangnya. Tak lama kemudian, ada mobil truk melaju kencang di hadapan mereka membuat
dua wanita itu berteriak.

“Pak Supir, apa kamu gak lihat ada mobil di depan, hah?! Cepat putar balik! Kami gak mau mati
sekarang!” Teriakan ketakutan Nyonya Barsha tidak diindahkan oleh sang supir, seakan-akan
mereka berbicara dengan tembok. Supir itu tiba-tiba menampakkan wajahnya yang menyeramkan
di hadapan nyonya Barsha dan Ellery hingga keduanya berteriak ketakutan. “AAAAHHHH!!!!”

BRAK! BRUK!

Mobil yang ditumpangi oleh nyonya Barsha dan Ellery pun mental dan mendarat dengan posisi
terbalik. Keadaan nyonya Barsha dan Ellery sangat mengenaskan. Luka di seluruh wajah dan
tubuh membuat mereka tidak dapat dikenali. Kemudian, percikan api mulai keluar di mobil
limosin itu dan....

DUARR!!!

Mobil itu meledak membuat tubuh kedua penumpang itu hancur berserakan tanpa seorang pun
yang lewat. Mobil truk yang ditabrak pun masih dalam keadaan utuh dan kembali melaju
meninggalkan ampas mobil limosin itu.

Kembali ke tempat Claretta, kini Claretta telah sampai ke mansion besar yang katanya merupakan
tempat tinggal lelaki masa kecilnya. Claretta melangkah perlahan ke mansion itu dan telah
disambut hangat oleh penjaga pintu.

“Selamat datang, Nona Claretta. Tuan Eric sudah datang menanti anda. Ayo kita masuk,” ucap
penjaga itu.

“Hn, terima kasih,” jawab Claretta dengan senyuman. Claretta pun masuk mengikuti penjaga itu
membawanya.

Setelah masuk ke mansion, keramaian terpampang jelas di mata Claretta. Ini pertama kalinya dia
ke pesta sejak kematian kedua orang tuanya. Sudah 8 tahun dia tinggal bersama ibu dan saudari
tirinya dan dia tidak bisa pergi kemanapun. Claretta merasa familiar dengan mansion itu.
Mansion itu masih sama seperti di ingatannya yang didapat dari Lydia. “Tidak kusangka aku
datang lagi.” Entah kenapa, dia merasa senang saat menginjakkan kakinya di mansion itu.
Padahal, dirinya tidak menyukai pesta sama sekali.
“Baiklah, tidak perlu lama-lama lagi. Saya akan memperkenalkan kalian pada calon istri saya.
Tepatnya ada di belakang kalian.” Suara baritone yang dihasilkan Eric mampu membuat hati
Claretta berdesir. Para tamu menyingkir seolah sedang membuka jalan untuknya. Tanpa Claretta
sadari, kakinya membawanya untuk melangkah menghampiri Eric.

“Selamat datang, calon istriku,” ucap Eric saat Claretta sudah sampai di hadapannya. Tangan Eric
terulur menunggu tangan Claretta untuk menyambut tangannya.

Ada perasaan ragu di hati Claretta untuk menerima uluran tangan Eric. Namun, dia tetap
menerima uluran tangan itu. Saat ini, Claretta telah berdiri di atas panggung, tepatnya di samping
Eric. Eric mengeluarkan kotak berbentuk hati dari kantong celananya dan membuka tutup kotak
itu.

“Maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku selamanya?” Tepuk tangan meriah dari
para hadirin terdengar saat Eric melamar Claretta.

Semua orang mendukung agar Claretta menerima lamaran Eric. Claretta nampaknya masih ragu
karena semua ini terlalu tiba-tiba baginya. Claretta mencoba menatap mata Eric untuk mencari
niat tersembunyi. Namun, dia tidak menemukan niat tersembunyi itu. Claretta menganggukkan
kepalanya tanpa menjawab. Eric tersenyum dan memasangkan cincin itu di tangannya. Dia
mengecup kening dan bibir Claretta. Beberapa detik kemudian, mereka menyudahi kecupan itu
dan kembali menatap satu sama lain. Aksi tatap-mentatap itu diakhiri saat Eric membalik badan
untuk mengambil wine. Eric menyerahkan wine itu pada Claretta dan mengangkat tinggi gelas
wine itu. “Untuk kebahagiaan kami, mari kita bersulang.”

“Tapi, aku tidak minum wine,” ujar Claretta.

Eric tersenyum. “Tidak perlu khawatir, sayang. Kamu tidak akan mati hanya karena seteguk
wine.”

Mendengar itu, Claretta tidak ragu lagi dan meminum wine itu. Setelah meminum wine itu, sakit
kepala seperti ditusuk dirasakan olehnya. Tubuhnya mulai melemah hingga pegangan terhadap
gelas wine pun ikut melemah.

PRANG!!!

Eric membelalak menyaksikan kejadian aneh pada Claretta. “Claretta!” teriaknya.

Tubuh Claretta limbung dan ditangkap oleh Eric.

“Claretta, apa yang terjadi? Sadarlah!” Eric mengguncang tubuh Claretta agar tetap membuka
matanya. Namun, kesadaran Claretta semakin memudar hingga akhirnya terpejam sempurna.

“Claretta!!!!”

Di ruang Otopsi

“Nona Claretta meninggal karena keracunan, Tuan Eric,” ujar Dokter Forensik yang bernama
Kevin.

Eric terkejut mendengarnya. “Apa??? Bagaimana bisa??? Ini tidak mungkin, kan???”
“Begitulah yang saya simpulkan berdasarkan hasil otopsi yang saya lakukan. Racun itu
menyerang pembuluh darahnya hingga membuatnya meninggal di tempat.”

Eric tercekat saat membaca laporan otopsi dari dokter Kevin. “I-ini tidak mungkin ... ini tidak
mungkin terjadi. Kau pasti berbohong!” Eric menarik kerah baju dokter Kevin. Eric berlari ke
ruang otopsi dan menatap sendu pada tubuh pucat Claretta. Dia berlutut dan memeluk tubuh kaku
nan pucat Claretta. “Claretta, jangan tinggalkan aku hiks ... sudah 8 tahun aku mencarimu,
sayang. Kenapa kamu tinggalin aku di saat kita akan menikah sebentar lagi? Apa kamu gak mau
nikah sama aku? Apa kamu gak cinta sama aku? JAWAB CLARETTA!!!” Eric berteriak dan
mengamuk di ruang otopsi.

Dokter Kevin yang di sana pun tidak bisa membiarkan Eric mengamuk di ruang kerjanya. Dia
tidak ingin kehilangan pekerjaannya dan menahan Eric untuk tidak mengamuk lebih jauh. “Pak,
tolong jangan mengamuk di sini, Pak. TOLONG!!!” teriak Dokter Kevin. Tak lama kemudian,
beberapa petugas masuk ke ruang otopsi dan menyuntikkan suntikan penenang pada Eric hingga
sang empu kehilangan kesadarannya.

Keesokan harinya, Eric sudah seperti mayat hidup. Tatapannya kosong saat mengiringi peti
Claretta ke ruang kremasi. Peti berisi jenazah Claretta dibakar hingga menyisakan abu. Abu
Claretta pun diletakkan ke dalam guci dan diserahkan pada Eric.

Setibanya Eric di rumah, Eric menyimpan guci berisi abu Claretta di lemari kaca ruang kerjanya.
“Istirahatlah dengan tenang, Claretta,” ucapnya.

End

Hai, namaku Fenny Yulianti. Aku punya nickname yaitu blackonix_29. Kenapa ada 29nya?
Karena angka 29 itu merupakan angka kelahiranku. Blackonix sendiri asalnya dari cerita fiksi
yang pernah kubaca dan blackonix ini sendiri dijadikan patokan untuk ciri-ciri khas karakter
cerita fiksi itu. Biasanya sih, blackonix ini dijadikan patokan untuk warna bola mata. Nah, aku
punya tujuan dalam mengikuti event ini. Karena aku ingin menjejal kemampuanku di bidang
menulis khususnya dark fairytale. Dulu, aku sering banget baca dongeng Cinderella, Putri Salju,
Aurora dan sebagainya. Meskipun gak menang, aku cukup puas kalo udah bukuin salah satu
karya cerpenku ini.

Anda mungkin juga menyukai