Anda di halaman 1dari 6

Jendela

Angin berhembus kencang. Tentu, tinggal di dataran tinggi berbeda dengan


tinggal di dataran rendah, di perkotaan yang ramai penduduknya. Sepi rasanya. Hampa.
Memandang dari dalam kamar. Mengintip melalui jendela. Dedaunan dari pohon-pohon
tertiup angin. Tiba-tiba, sebuah pohon bersiap-siap untuk tumbang. Tanpa disadari,
seorang perempuan berada tepat dibawah pohon. “Grace! Awas!”

**

“Tit… Tit..,” suara dari monitor detakan jantung terdengar. Dimanakah aku,
sebutnya dalam hati. Tangannya tidak bisa digerakkan. Rasanya lidahnya mati rasa.
Sayup-sayup, terdengar dua orang berbincang-bincang. Susah sekali rasanya membuka
mata. Matanya pun ia coba untuk buka. Terlihat dua sosok yang ia tidak kenal. Satu pria
dan satu wanita. Mereka terlihat sedih dan lesu, seperti tidak tidur selama 3 hari. Hmm…
Siapa mereka? Sepertinya cukup berumur, pikirnya. “Grace! Akhirnya kamu sadar!” ujar
sang wanita sambil meneteskan air mata. “Ayah kira kamu akan koma dalam waktu yang
lama. Ayah dan ibu sudah sangat khawatir, nak,” kata si pria. Grace? Siapa itu? Ia pun
kebingungan. Lidahnya kelu. Ada yang ingin ia sampaikan, tapi susah sekali. “Maaf, tapi
siapa kalian?”

“Sepertinya, karena efek ia tertimpa dahan pohon, ia mengalami gegar otak. Inilah
yang membuat ia mengalami amnesia dan tidak mengingat apa-apa. Kami tidak bisa
memastikan kapan ingatannya akan pulih kembali. Mungkin bisa hari ini, besok, dan bisa
saja tidak akan pernah kembali lagi,” ujar sang dokter. Ayah dan ibu Grace hanya bisa
berterima kasih atas penjelasan tim dokter dan tersenyum pahit memikirkan nasib Grace.

**

Grace duduk dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia pikirkan. Semua
merupakan beban baginya. Ia tidak ingat apa-apa lagi. Bahkan, tak tersirat satu orang pun
dalam benaknya, termasuk ayah ibunya, juga dirinya sendiri. Sudah 2 minggu ia berada
di rumah sakit. Rasanya kepalanya ingin pecah lantaran ia memaksakan diri untuk
mengingat-ingat mengenai masa lalunya.
“Ibu! Tolong ibu! Rasanya sakit sekali!”
“Grace! Bertahanlah! Ibu tau kamu pasti bisa!”
“Rasanya aku ingin mati saja, bu.”
“Loh… Grace? Kamu kenapa? Suster! Dokter! Tolong anak saya!”

Tanpa ia sadari, seseorang menghampiri dia. Perawakannya tinggi kurus. Seorang


lelaki tampan, mungkin umurnya 17 tahun. “Sendirian saja?” Tanya sang lelaki. Grace
memerhatikannya sejenak lalu membuang muka.
“Aku sedang ingin sendirian. Tolong pergi saja.”
“Hei! Gak boleh sendiri tau! Entar kerasukan gimana?”
“Aku sudah bilang jangan ganggu aku.”
“Cantik-cantik kok galak? Hehe… Kenalkan namaku Raka.”
“Lalu?”
“Beritahu dong namamu siapa!”
“Grace.”

Raka tersenyum kegirangan setelah tahu nama Grace. Perlahan-lahan, Grace pun
merasa nyaman dengan adanya Raka. “Kenapa kamu ada di rumah sakit? Kamu sakit ya?”
Tanya Grace. Raka pun tersenyum pahit, “Ah tidak kok. Aku datang untuk menjenguk
seseorang. Seseorang yang sangat berharga. Tapi sayang, ia tidak tahu aku
menjenguknya.” Raut muka Raka berubah. Dari yang semula ceria, menjadi kelihatan
sangat sedih. Seperti ada beban yang tertikam di hatinya. Grace hanya bisa diam seribu
bahasa.

**

Hari ini, tepat 1 bulan aku berada di rumah sakit. Dan, inilah hari dimana aku akan
keluar dari rumah sakit. Rasanya senang sekali. Tidak usah mencium bau obat-obatan
yang menyengat. Tidak usah takut akan disuntik lagi. Tidak usah takut akan lorong-
lorong rumah sakit yang gelap dan menyeramkan. Tapi, di sisi lain, ada kesedihan yang
aku rasakan. Meninggalkan Raka. Ya, setelah kami berkenalan, ia setiap hari
menemaniku, berbincang-bincang denganku. Aku merasa nyaman dengan adanya Raka
di sisiku. Dan sekarang, aku harus meninggalkan dia. Apakah kelak aku akan bertemu
lagi dengannya?
Grace menatap jendela, celingak-celinguk mencari sosok yang ia kenal. Terlihat
seseorang melambaikan tangan ke arahnya dari lantai dasar. Dengan gesit, Grace pun
berlari, Hampir saja ia tersandung, untungnya Raka refleks menarik tangannya agar ia
tidak jatuh. Grace pun tidak dapat menahan tangisnya. Ia merasa sangat sedih dan takut
tidak akan bertemu Raka lagi. Entah apa yang Grace rasakan terhadapnya, tidak tahu
apakah itu rasa sayang terhadap teman atau lebih daripada itu.
“Tenang saja Grace! Aku pasti akan menjengukmu! Sudah tidak usah menangis
lagi. Kan aku sudah sering keru-… Ehm, lupakan saja yang tadi aku ucapkan.”
“Apa maksudmu, Raka? Sering keru? Kerumahku? Bagaimana mungkin?”
“Sudah lupakan saja. Ayo bergegas! Orangtuamu sudah menunggu loh!”
“Ah! Raka! Jangan mengalihkan topik dong!
“Aku serius, Grace. Tidak ada apa-apa kok.”
“Raka! Kamu harus berjanji denganku. besok kamu akan kerumahku untuk
menemuiku.”
“Hehe… Janji, Grace!”

**

Grace pun telah sampai di rumahnya. Hmm… baunya familiar. Suasananya juga,
gumam Grace. Perlahan, air mata mulai mengalir. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi.
Loh, kenapa aku menangis? Ia pun mengusap air matanya. Kemudian, ia berjalan menuju
sebuah jendela besar. Dirinya merasa ada sesuatu yang menariknya ke arah jendela
tersebut. Seakan-akan sesuatu tersirat dalam pikirannya, entah itu sepotong ingatannya,
pemandangan seseorang berteriak dari jendela ini. Kepalanya pun mulai sakit. Grace pun
mencoba mengalihkan perhatiannya dengan melihat-lihat pemandangan. Saat itu, sudah
pukul 8 malam. Ada banyak sekali bintang yang gemerlap menghiasi angkasa. Pasti
dulunya, ini tempat favoritku. Tempat ini sungguh nyaman dan tenang, pikir Grace. Lalu,
Grace pun menutup jendelanya dan tidur dengan lelap.

Pagi hari, Grace bangun dengan sendirinya. Rasanya, semalam merupakan tidur
ternyenyaknya. Ia pun menatap keluar jendela. Terlihat sebuah sosok yang berada di
bawah pohon. Dan tanpa menebak pun, Grace sudah tahu siapa itu. “Menunggu lama ya?”
Tanya Grace dengan napas terengah-engah. “Ah… tidak kok.” Jawab Raka. Grace pun
tersenyum mendengarnya. Tiba-tiba, sebersit ingatan lewat dalam kepala Grace. Dirinya
seperti pernah menemui Raka di tempat yang sama. Déjà vu lagi.

**

Hari demi hari berlalu, perlahan-lahan, ingatan Grace mulai kembali. Ingatannya
mengenai keluarga dan teman-temannya sudah pulih semua. Grace pun sudah mulai
bersekolah lagi. Namun, rasanya ada sesuatu yang hampa. Sesuatu yang sangat penting
yang belum bisa Grace ingat. Ia telah berusaha bertanya pada orangtuanya tetapi, mereka
enggan menjawab pertanyaannya. Ia juga berusaha bertanya pada teman baiknya, Lola
mengenai hal ini.
“La, lo kan tau ingatan gue udah pulih. Kata semua orang sih udah 100% kalau
diliat dari gerak-gerik gue.”
“Loh, kan emang begitu Grace. Emang masih ada yang kurang?”
“There’s this missing piece, La. Tapi, gue gak tahu apa itu. Lo pasti tahu kan
tentang apa?”
“Eeh… Gue gak tahu, Grace. Sumpah dah!”
“Ya udah, terserah lo aja deh.”

Sorry Grace. Bukannya gue gak mau ngasi tau, tapi Raka ngelarang gue, gumam
Lola dalam hatinya.

**

Besok merupakan hari yang membahagiakan untuk Grace. Akhirnya, ia


menginjak usia ke-17. Usia yang diidam-idamkan remaja dimana para remaja
mengadakan party besar-besaran untuk merayakannya. Namun, tidak untuk Grace. Ia
hanya berencana mengajak kedua teman baiknya, Lola dan Aldi.
“Di, Lol! Lo pada gue undang makan deh besok!”
“Weh, asik banget! Cie yang ultah mah lagi banyak duit ya!”
“Berisik lo, Di! Lol, ikut kan?”
“Ya ikut lah, masa gak ikut. Apa sih yang gak buat Grace?”
“Aduh so sweet banget sih lo!”
“Idih… najis!”

Tentu saja, tidak lupa juga Grace mengajak Raka. Semenjak ingatan Grace sudah
mulai pulih, Raka pun mulai menjauh. Entah apa sebabnya. Ingin sekali Grace
menanyakan hal ini pada Raka. Tetapi, setiap Grace ingin berbicara dengannya, Raka
menghindar.
“Raka, kamu tahu kan besok aku akan berulang tahun yang ke-17?”
“Ah… Tentu saja. Ada apa?”
“Aku ingin merayakannya. Hanya kita berempat kok. Kamu, aku, Lola dan Aldi.”
“Maaf Grace. Aku tidak bisa hadir.”
“Loh, kenapa Raka? Apa kamu begitu membenciku sehingga merayakan ulang
tahunku saja kamu tidak sanggup?”
“Bukan seperti itu, Grace. Tapi, tetap saja. Maafkan aku.”
“Ka! Aku ada salah apa sih sama kamu?”

Raka pun meninggalkannya begitu saja. Rasanya, seperti ada silet yang menyayat
hatinya. Tidak sanggup menahan tangisnya, ia pun terisak-isak memikirkan Raka. Lola
dan Aldi yang memerhatikan mereka pun hanya bisa berdiam seribu bahasa. Sepulang
sekolah, Grace kembali berpapasan dengan Raka.
“Raka! Tunggu! Aku perlu bicara sama kamu.”
“Maaf, Grace! Aku lagi gak pengen ketemu kamu.”
“Ka! Aku tahu ingatanku belum balik 100%. Dan, ingatan itu adalah ingatan
tentang kita.” Raka pun membatu, seperti bungkam untuk berbicara.
“Ka! Jawab aku! Pasti ada yang kamu nyembunyiin dari aku kan?”
“Sorry Grace”

Raka pun meninggalkannya sendiri. Grace pun merasa sangat tersakiti. Ia tidak
tahan melihat sifat Raka yang berubah begitu saja.

**

Tibalah hari ulang tahun Grace. Sepulang sekolah, Grace terlihat lesu. Ia seperti
tidak memiliki semangat untuk menjalankan hari-harinya. Sesampainya dirumah, sebuah
kotak hadiah tergeletak di atas kasurnya. Ia pun membukanya dan mendapat sebuah
flashdisk dan kartu ucapan yang isinya singkat. Happy 17th Birthday, Love. Open me.
Grace pun mencolokkan flashdisk tersebut ke laptop kesayangannya dan menemukan
sebuah video. Ia pun menontonnya. Terpampang wajah Raka yang tersenyum. Ahh…
Lesung pipinya. Sungguh indah, pikir Grace.

“Selamat ulang tahun, Grace. Aku tahu kamu pasti saat ini sedang bersedih karena
aku menyakitimu dengan kata-kataku. But, you know this is the best part. Namanya juga
surprise hehe… Nah, sebelum kamu hilang ingatan, aku pernah menjanjikan boneka ini
padamu. Boneka babi yang kamu bilang lucu. Nanti akan kuberikan padamu. Kamu tahu
Grace, rasanya sakit sekali tidak dikenal oleh orang yang telah kamu sayang. Sewaktu di
rumah sakit, aku pernah bilang bukan, kalau aku menjenguk orang yang sangat aku
sayangi, tetapi dia tidak tahu aku menjenguknya. Orang itu adalah kamu, Grace.
Makanya, aku harap setelah kamu melihat boneka ini, ingatanmu akan kembali. Oh iya,
aku juga menyiapkan satu kado spesial untukmu, akan kuberikan padamu nanti malam.
Temui aku di tempat favorit kita. There’s a million of other girls in this world, but I
choose you. Aku sayang kamu, Grace.”

Air mata Grace mengucur begitu saja. Akhirnya ingatannya tentang Raka kembali
dengan hanya sepatah kata dari Raka, “Aku sayang kamu”. Grace serasa hidup kembali
sebagai pribadi yang baru. Iya, Raka. Sosok pria yang paling ia cintai, seseorang yang
sudah ada di sisinya di saat senang maupun sedih. Tersenyum, akhirnya seluruh beban
Grace hilang. Raka, aku sudah ingat semuanya. Aku juga sayang kamu.

**

Hmm… sudah beres semua sepertinya. Perempuan itu bersiap-siap. Sepertinya, ia


akan pergi berlibur. Terlihat sebuah koper yang sudah terkunci rapat. Tak lupa, ia
memakai kalung kesayangannya. Kalung itu begitu cantik dan jika diperhatikan baik-baik,
sebuah inisial terukir. G&R. Ia pun menarik koper yang telah ia siapkan dan menenteng
sebuah tas. “Grace, sudah siap?” Tanya seorang pria. “Ah… sudah, Raka. Aku sudah
tidak sabar nih.” Jawab Grace. Raka pun tersenyum lalu membawa koper Grace ke dalam
mobil. Sebelum pergi, Grace menatap ke arah jendela sekali lagi, mengingat-ingat
kejadian yang telah ia alami. Mengingat hal itu, ia tersenyum. Well, my life is going on
perfectly as I imagined. And it’s because of his existence, Raka’s.

Penulis: Katrina Angelie Sukardi


Penyunting: Natasya

Anda mungkin juga menyukai