Anda di halaman 1dari 55

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/272505392

Sou Fujimoto

Technical Report · June 2014

CITATIONS READS

0 3,901

1 author:

Hendro Trieddiantoro Putro


Universitas Teknologi Yogyakarta
20 PUBLICATIONS   19 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Virtual Reality As An Approach For Digital Heritage, Case Study: Pathok Negoro Mosques In Yogyakarta View project

Development Of Application Based On Augmented Reality As A Learning Of History And Culture in Architecture, Case Study: Pathok Negoro Mosques
Yogyakarta View project

All content following this page was uploaded by Hendro Trieddiantoro Putro on 20 February 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sou Fujimoto Architects, Tokio/JP
Biografi
Sou Fujimoto, kelahiran tahun 1971 lulusan
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Tokyo angkatan ’94. Tahun 2000, ia
mendirikan Sou Fujimoto Architects. Hanya
dalam tempo singkat, ia memperoleh
berbagai macam penghargaan tingkat nasional
dan internasional.

Yang bergengsi tentu adalah AR (Architectural


Record) Awards 2006 “Grand Prize”
untuk proyeknya Children’s Center for
Psychiatric Rehabilitation, serta World
Architectural Festival – Private House Category
Winner 2008 dan
Wallpaper Design Awards 2009 – Best New
Private House, keduanya untuk Final Wooden
House.
Toyo Ito
Sou Fujimoto pernah bekerja
dengan Toyo Ito dan banyak
pengaruh yang didapat Sou
Fujimoto dari bekerja dengan
Toyo Ito.
Sou Fujimoto mengatakan
bahwa dirinya banyak
mendapat inspirasi dari
beberapa karya Toyo Ito,
seperti Sendai Mediatheque,
terdiri dari beberapa plat lantai
dan struktur kolom yang
dimodifikasi dan tanpa ada
dinding atau pembatas ruang
sehingga pengguna bebas
menyatakan kegunaan ruang
tersebut berdasarkan kegiatan
mereka.
Weak Architecture

Ketika Toyo Ito ditanya pendapatnya tentang Sou Fujimoto, dia mengatakan bahwa ada hal yang
tidak terlupakan tentang Sou Fujimoto, yaitu ketika Sou Fujimoto menjadi salah satu presentator
saat terpilih menjadi nominasi kompetisi Aomori prefectural art museum design competition
dimana kompetitornya yang lain yaitu Kisho Kurokawa, Jun Aoki, dan Manabu Chiba.

Kalimat pertama yang diucapkan Sou Fujimoto saat itu ialah “I want to make weak architecture”
dengan pembawaannya yang selalu tersenyum pada saat memulai hingga selesai presentasi. Pada
akhirnya meskipun Sou Fujimoto tidak memenangkan kompetisi tersebut tetapi Manabu Chiba.
Toyo Ito masih terkesan dengan presentasi Sou Fujimoto tentang konsep Weak Architecture, yaitu
tidak mengartikan architecture secara keseluruhan, namun secara bagian per bagian, sehingga
hasil akhir yang tercapai dapat beragam dan bervariasi.
Project, concept - build
House K, Hyogo, Japan
LA Small House, Los Angeles, California, USA
Nube Arena, Las Torres de Cotillas, Spain
Kultur Projekte Berlin, Berlin, Germany
Public Toilet in Ichihara, Ichihara, Chiba, Japan
Normandy Renovation Project, Normandy, France
Beton Hala Waterfront Center, Belgrade, Serbia
Taiwan Tower, Taichung, Taiwan
Rizhao City Hub China, Rizhao, Shandong, China
Smallers / Largest Art Museum, Chateau La Coste, Aix – en – Provence
Vitamin Space Art Gallery, Guangzhou, China
Serpentine Gallery Pavilion 2013, Kensington Gardens, London, UK
Geometric Forest – Solo House Project, Cretas, Spain
Taiwan Pavilion, Tainan, Taiwan
Connecticut Pool House, Connecticut, USA
Catalunya House, Caldes de Mallavella, Spain
21 Century Rainforest Architecture, Libreville, Gabon
Energy Forest
Tree Skycraper
Louisiana Cloud
Museum in the Forest, Taouyuan County, Taiwan
Center of Traditional Performing Arts in Izunokuni, Izukoni, Shizuoka, Japan
Yuz Museum, Shanghai, China
Futurospektive Achitektur, Kunsthalle Bielefeld, Bielefeld, Germany
Architecture as Forest, Sicli Pavilion, Geneva, Switzerland
Mountain Houtel, China
Ginza Building, Tokyo, Japan
JJ99 Youth Hostel , Tainan, Taiwan
Setonomori Houses, Coastal Area of the Seto Inland Sea, Japan
Taiwan Café, Tainan, Taiwan
Chille House, Los Villos, Chile
Shouk Mirage / Particles of light
Outlook Tower
House NA
Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation

The method of being random


A precise planning / Accidental landscape.

However, the first feature of this method is over


there. Although, this space is created as a result of
an infinite, strict and artificial design process, it
stands as a place which is not planned at all, or
which has been made automatically with no
intention. The place which is vague, unpredictable,
filled with unlikelihood. Something that is not
meant is produced as a result of an intentional and
strict design act. And plenty of a place is achieved
because of ambiguity for not being intentional.
NA House, Tokyo
NA House. Rumah itu seperti Matryoshka, boneka kayu
Rusia. Di dalam bentuk kotak rumah tersebut terdapat
kotak lain, dan di dalam kotak lain tersebut, ada kotak
lain lagi. Sou menceritakan niatnya utuk menciptakan
gradasi antara ruang dalam dan ruang luar. Di satu titik
kita berada di luar, di titik yang sama kita berada di
dalam. Baginya, ruang yang ia ciptakan tak jauh
berbeda dengan Engawa—semacam beranda di rumah-
rumah Jepang tradisional, yang memiliki kualitas ruang
antara ruang dalam dan ruang luar.
Sou Fujimoto, mencoba
mengabaikan kolom-kolom
biasa, slab-slab beton, tangga-
tangga, dan elemen lain untuk
menyusun arsitekturnya. Alih-
alih, ia menggantinya dengan
elemen multi guna yang bisa
menggantikan semua fungsi di
atas.
Ichihara Public Toilet
Final Wooden House, Kumamoto,
Japan
There are no separations of floor,
wall, and ceiling here. A place
that one thought was a floor
becomes a chair, a ceiling, a wall
from various positions. The floor
levels are relative and spatiality is
perceived differently according to
one’s position. Here, people are
distributed three-dimensionally in
the space. This is a place like an
amorphous landscape with a new
experience of various senses of
distances. Inhabitants discover,
rather than being prescribed,
various functionalities in these
convolutions.
“place where people live”
Serpentine Gallery Pavilion 2013 –
Kensington Gardens, London, U.K.
The cloud pavilion

“I tried to create
something melting
into the green” –
Sou Foujimoto
"From the beginning I didn't think 'I'd like to
make a cloud'," says Fujimoto, explaining how
he tried to design a structure that would fit in
with its surroundings. "I was impressed by the
beautiful surroundings of Kensington Garden,
the beautiful green, so I tried to create
something that was melting into the green."
the cassina stand - Milan
‘floating forest’
»House before House« in Utsunomiya
people live not just in indoors, but in the
outdoor realm, too
House K, Hyogo, Japan

This small house, designed for a family of four, has a sculptural shape that from some
angles resembles an iceberg. And like an iceberg, part of the house lies below the surface.
The roof volume is a gentle swoosh, rising out of the ground at the living room, which is
mostly underground, and peaking over the bedrooms at the other end.
Musashino Art University Museum &
Library
between the user and the books
When I thought of the elements which
compose an ultimate library, I imagined
books, bookshelves, light and the
atmosphere. I imagined a place encircled by a
single bookshelf in the form of a spiral. The
domain encased within the infinite spiral itself
is the library.

An infinite forest of books is created from the


layering of 9m high walls, punctuated by large
apertures. This spiral sequence of the
bookshelf continues, eventually wrapping the
periphery of the site as the external wall to
allow the external appearance of the building
to share the same elemental composition of
the bookshelf as the library.
Awards, Publication, Exhibitions
Sou Fujimoto
(B. 1971 Hokkaido, Japan)

Awards
(2013) - Marcus Prize for Architecture The Golden Lion for Best National Participation to the Japan - Pavilion at the 13th
International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia
(2012) - RIBA International Fellowships
(2011) - "1st Prize" in International Competition for Taiwan Tower in Taichung, Taiwan "1st Prize" in International Competition for
Waterfront Center in Belgrade, Serbia
(2008) - World Architectural Festival - Private House Category Winner (Final Wooden House) - 2008 Japanese Institute of
Architecture Grand Prize (Children's Center for Psychiatric Rehabilitation)
Publications
(2012) - Sou Fujimoto Sketchbook / Lars Müller Publishers - Sou Fujimoto Futurospektive Architektur / Kunstalle Bielefeld
(2010) - El Croquis 151: Sou Fujimoto 2003-2010 / El Croquis - Sou Fujimoto: Musashino Art University Museum & Library / INAX
(2009) - 2G 50 Sou Fujimoto International Architecture - Review / Editorial Gustavo Gili SL
(2008) - Future Primitive / INAX
Exhibitions
(2013) - Sou Fujimoto, the Forest Architecture, Geneva, Switzeland - Sou Fujimoto, Futurospektive Architektur, Bielefeld, Germany
(2011) - LIVING Frontiers of Architecture III-IV, Copenhagen, Denmark
(2010) - 12th International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia, Venice, Italy - Sou Fujimoto Forest, Cloud, Mountain,
Tokyo, Japan
Primitive Future
Sou Fujimoto menulis sebuah buku yang
berjudul Primitive Future. Buku ini terbit tahun 2008
langsung menjadi salah satu buku arsitektur yang
populer. Fujimoto mulai mengenalkan ide
tentang Nest (Sarang) dan Cave (Gua).

Sarang adalah sebuah tempat yang sejak awal


dipersiapkan sebagai hunian manusia. Sedangkan
Gua adalah sebuah tempat yang walau bisa dihuni
tapi bukan dengan sengaja dipersiapkan untuk itu.
Ruang-ruang di dalam gua tidak langsung terdefinisi
namun menawarkan peluang yang bebas untuk
didefinisikan.

Fujimoto menawarkan dan menggagas bahwa


arsitektur harus kembali seperti Gua yaitu
menawarkan ruang-ruang yang ambigu namun
berpeluang untuk digunakan tetapi tetap menjadi
bagian dan ‘menghargai’ sekitar.
1. Nest or Cave

Sou Fujimoto menjelaskan bahwa manusia saat ini hidup dalam sebuah tatanan yang disebut nest,
sebuah tempat yang benar-benar dipersiapkan sejak awal, dimana terdiri dari beberapa elemen
pembentuknya seperti kolom, lantai, dinding, dan furniture (domino Le Corbusier). Sou Fujimoto
menggagas bahwa arsitektur harus kembali ke awal, disaat manusia belum mengenal arsitektur yaitu
kembali ke Cave, dimana terdapat ketidak beraturan, sebuah metode artificial dengan memberikan
sebuah ambiguitas, seperti furniture yang berfungsi sebagai struktur, dan tanpa penamaan ruang
tujuannya adalah pemikiran kembali tentang arsitektur.
2. Notes Without Staves – The new Geometry

Arsitektur seperti halnya sebuah musik, terdiri dari not, tempo, dan tangga nada yang kesemuanya
saling berhubungan. Sistemnya seperti modern arsitektur, waktu atau tempo berjalan sebelum not
kemudian not menciptakan musik, analoginya musik adalah arsitektur, not adalah kegiatan, dan
tempo adalah ruang. Sou Fujimoto menjelaskan dengan partitur musik bahwa Mies Van De Rohe
menciptakan ruang dengan analogi musik tanpa not, hanya ada grid pengatur tempo, semua teratur,
terukur, dan dipersiapkan.
3. Separation and connection

Sou Fujimoto
mengatakan bahwa
arsitektur erat
kaitannya dengan
jarak, jarak yang
dimaksud bukan jarak
secara fisik namun
jarak secara
pengalaman,
hubungan jarak yang
tercipta dari modul
ruang.
4. City as house – House as city

Sou Fujimoto mencoba


untuk menciptakan
kompleksitas dan simplisitas
secara bersamaan. Kota
dianggap sebagai sesuatu
yang kompleks dan rumah
sebagai hal yang simpel. Dia
mencontohkan bahwa Tokyo
bagi sebagian orang
merupakan sebuah kota dan
rumah dimana terdapat
kerumitan didalamnya.
5. In a Tree-like space

Sou Fujimoto
menganalogikan bahwa
sebuah rumah layaknya
sebuah pohon yang
bercabang. Cabang itulah
yang kemudian menjadi
sebuah ruang yang
difungsikan oleh
penggunanya. Cabang
tersebut memiliki hirarkinya
masing-masing namun
terhubung ke batang pusat.
6. Nebulous

Sou Fujimoto mencoba


menciptakan sebuah gradasi
tentang inside-outside
sehingga tercipta sebuah
korelasi antara ruang dalam
dan ruang luar. Sou Fujimoto
mencoba menciptakan
Openness dan protectness.
7. Gürü – Gürü

Adalah sebuah konsep


bentuk yang tercipta dari
sebuah spiral. Bentuk spiral
tersebut kemudian
menciptakan sebuah ruang
tak terhingga dengan layer
pembentuknya.
8. Garden (forest like)

Dalam Arsitektur, ruang


diciptakan dan ditentukan
kemudian tercipta ruang
terbuka. Sou Fujimoto
membalik proses tersebut,
menganalogikan proses
terbentuknya hutan, terjadi
karena perubahan suhu dan
cuaca yang secara tiba-tiba
kemudian ruang fungsional
berada diantaranya. Sou
Fujimoto mencoba untuk
menjaga alam maupun
menciptakan alam secara
artificial.
9. Before House and City and Forest

Sou Fujimoto menjelaskan


bahwa ruang tercipta karena
kehidupan begitu juga
kehidupan yang terjadi
karena ada ruang yang
tersedia.

Sou Fujimoto mencoba


untuk memunculkan
keduanya sehingga terjadi
ambiguitas terciptanya ruang
dan kehidupan.
10. Before matter and space

Menciptakan beragam area


secara bersamaan namun
berkorelasi seperti
reruntuhan, hutan, dan
permukiman pada satu
waktu dan rute yang
bermacam – macam dalam
mencapai sebuah lokasi.
Take off Shoes Culture
Jepang sangat menghargai etika,
sopan santun, dan salam. Contohnya
adalah ketika bertamu, di Jepang
dikenal budaya melepas sepatu ketika
masuk rumah dan menggunakan
sandal khusus, barulah kemudian
dipersilahkan naik atau masuk. Aturan
ini juga berlaku ketika memasuki
rumah makan khususnya yang
berlantai tatami atau rumput serta
untuk tempat tertentu seperti rumah
sakit, klinik, dan kuil. Tanda dari
aturan ini terlihat dari posisi lantai
yang lebih tinggi dan ruangan dengan
perbedaan material.
Furyu
Estetika Jepang adalah tentang Etika. Etika bukan dalam arti semata bagaimana manusia berelasi
dengan sesamanya tetapi dengan seluruh alam semesta. Dalam buku A Tractate On Japanese
Aesthetics, Donald Richie menjelaskan bahwa IKI adalah sebuah kualitas moral yang menjadi
muara dari seluruh upaya pelatihan fisik dan jiwa sepanjang hidup. Salah satu kualitas yang
dianggap mampu mendekati IKI ini adalah kualitas elegan atau Furyu.

Kualitas elegan ini dipengaruhi oleh dua aspek; aspek dari dalam diri yang disebut AWARE dan
dari luar diri yaitu YUGEN. AWARE hadir dalam wujud emosi yang terkontrol sedangkan YUGEN
ada pada karisma misteri yang terjadi dalam apa pun diluar diri seperti alam dan kehidupan.
Engawa, emptyness
Bagi Sou Fujimoto Jepang memiliki istilah Engawa yang mendekati istilah ambang atau
emptyness. Suatu ambang ini tidaklah menjadi luar dan dalam bagi tempat dimana
kita berpijak. Ini bukan outside dan juga bukan inside. Ambang yang tidak di luar dan
tidak pula di dalam. Hal ini diinterpretasikan kembali oleh Sou dalam karya karyanya
yang baru. Terkadang ‘engawa’ atau ‘ambang’ ini sengaja diciptakan dan diperluas
seperti taman ruang yang menjadi suatu bentuk pemahaman yang tercipta dari inside-
outside.

Konsep akan primitive future kemudian dimatangkan dengan cara memperlakukannya


sebagai inside-outside, tidak berbatas dan dimana manusia merasakan keduanya dan
tidak menyadari perasaan berbeda antara luar dan dalam. Arsitektur dapat
menciptakan interior sekaligus eksterior yang seimbang. Saat penciptaan interior, saat
itu pula eksterior terbentuk. Ketertarikannya untuk meleburkan interior dan eksterior
secara bersamaan membuat suatu konsep yang diistilahkannya sebagai ‘in between’.
Metode
Kesimpulan
Bagi Sou Fujimoto, seorang arsitek muda Jepang, alam selalu hadir dan menjadi bagian dari
lingkungan dimana kita berpijak. Manusia membuat segala sesuatu untuk mempermudah,
mempercepat, dan membantu dirinya untuk terus menjadi menjadi hal yang asing bagi sekitar,
termasuk di dalamnya produk arsitektur. Dalam setiap karyanya Sou Fujimoto memiliki keinginan
meleburkan hal itu dan menyeimbangkannya.

Sou Fujimoto membawa pencarian dari nilai primitif estetika Jepang ini ke tingkat yang lebih
radikal dan juga lugas. Dengan teknologi yang sudah lebih memungkinkan arsitektur-arsitektur-
nya tidak lagi bermain di tataran analogi atau simbolik tapi ikonik.

Karya-karya Sou Fujimoto dikenal sebagai “extension of pure white cube”, “box in box in box” dan
tampil dalam abstraksinya yang selalu minimalis. Setiap karyanya mengandung makna yang
berbeda dan menginginkan manusia untuk memiliki pengalaman di dalamnya. Ia percaya sebuah
produk arsitektur dapat menyembuhkan kepekaan manusia akan lingkungan. Karyanya
merupakan eksperimen yang diarahkan ke arah pemulihan hubungan manusia bersama, dan
pemulihan hubungan primitif antara masyarakat dan alam.
Thanks for your attention

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai