net/publication/272505392
Sou Fujimoto
CITATIONS READS
0 3,901
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Virtual Reality As An Approach For Digital Heritage, Case Study: Pathok Negoro Mosques In Yogyakarta View project
Development Of Application Based On Augmented Reality As A Learning Of History And Culture in Architecture, Case Study: Pathok Negoro Mosques
Yogyakarta View project
All content following this page was uploaded by Hendro Trieddiantoro Putro on 20 February 2015.
Ketika Toyo Ito ditanya pendapatnya tentang Sou Fujimoto, dia mengatakan bahwa ada hal yang
tidak terlupakan tentang Sou Fujimoto, yaitu ketika Sou Fujimoto menjadi salah satu presentator
saat terpilih menjadi nominasi kompetisi Aomori prefectural art museum design competition
dimana kompetitornya yang lain yaitu Kisho Kurokawa, Jun Aoki, dan Manabu Chiba.
Kalimat pertama yang diucapkan Sou Fujimoto saat itu ialah “I want to make weak architecture”
dengan pembawaannya yang selalu tersenyum pada saat memulai hingga selesai presentasi. Pada
akhirnya meskipun Sou Fujimoto tidak memenangkan kompetisi tersebut tetapi Manabu Chiba.
Toyo Ito masih terkesan dengan presentasi Sou Fujimoto tentang konsep Weak Architecture, yaitu
tidak mengartikan architecture secara keseluruhan, namun secara bagian per bagian, sehingga
hasil akhir yang tercapai dapat beragam dan bervariasi.
Project, concept - build
House K, Hyogo, Japan
LA Small House, Los Angeles, California, USA
Nube Arena, Las Torres de Cotillas, Spain
Kultur Projekte Berlin, Berlin, Germany
Public Toilet in Ichihara, Ichihara, Chiba, Japan
Normandy Renovation Project, Normandy, France
Beton Hala Waterfront Center, Belgrade, Serbia
Taiwan Tower, Taichung, Taiwan
Rizhao City Hub China, Rizhao, Shandong, China
Smallers / Largest Art Museum, Chateau La Coste, Aix – en – Provence
Vitamin Space Art Gallery, Guangzhou, China
Serpentine Gallery Pavilion 2013, Kensington Gardens, London, UK
Geometric Forest – Solo House Project, Cretas, Spain
Taiwan Pavilion, Tainan, Taiwan
Connecticut Pool House, Connecticut, USA
Catalunya House, Caldes de Mallavella, Spain
21 Century Rainforest Architecture, Libreville, Gabon
Energy Forest
Tree Skycraper
Louisiana Cloud
Museum in the Forest, Taouyuan County, Taiwan
Center of Traditional Performing Arts in Izunokuni, Izukoni, Shizuoka, Japan
Yuz Museum, Shanghai, China
Futurospektive Achitektur, Kunsthalle Bielefeld, Bielefeld, Germany
Architecture as Forest, Sicli Pavilion, Geneva, Switzerland
Mountain Houtel, China
Ginza Building, Tokyo, Japan
JJ99 Youth Hostel , Tainan, Taiwan
Setonomori Houses, Coastal Area of the Seto Inland Sea, Japan
Taiwan Café, Tainan, Taiwan
Chille House, Los Villos, Chile
Shouk Mirage / Particles of light
Outlook Tower
House NA
Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation
“I tried to create
something melting
into the green” –
Sou Foujimoto
"From the beginning I didn't think 'I'd like to
make a cloud'," says Fujimoto, explaining how
he tried to design a structure that would fit in
with its surroundings. "I was impressed by the
beautiful surroundings of Kensington Garden,
the beautiful green, so I tried to create
something that was melting into the green."
the cassina stand - Milan
‘floating forest’
»House before House« in Utsunomiya
people live not just in indoors, but in the
outdoor realm, too
House K, Hyogo, Japan
This small house, designed for a family of four, has a sculptural shape that from some
angles resembles an iceberg. And like an iceberg, part of the house lies below the surface.
The roof volume is a gentle swoosh, rising out of the ground at the living room, which is
mostly underground, and peaking over the bedrooms at the other end.
Musashino Art University Museum &
Library
between the user and the books
When I thought of the elements which
compose an ultimate library, I imagined
books, bookshelves, light and the
atmosphere. I imagined a place encircled by a
single bookshelf in the form of a spiral. The
domain encased within the infinite spiral itself
is the library.
Awards
(2013) - Marcus Prize for Architecture The Golden Lion for Best National Participation to the Japan - Pavilion at the 13th
International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia
(2012) - RIBA International Fellowships
(2011) - "1st Prize" in International Competition for Taiwan Tower in Taichung, Taiwan "1st Prize" in International Competition for
Waterfront Center in Belgrade, Serbia
(2008) - World Architectural Festival - Private House Category Winner (Final Wooden House) - 2008 Japanese Institute of
Architecture Grand Prize (Children's Center for Psychiatric Rehabilitation)
Publications
(2012) - Sou Fujimoto Sketchbook / Lars Müller Publishers - Sou Fujimoto Futurospektive Architektur / Kunstalle Bielefeld
(2010) - El Croquis 151: Sou Fujimoto 2003-2010 / El Croquis - Sou Fujimoto: Musashino Art University Museum & Library / INAX
(2009) - 2G 50 Sou Fujimoto International Architecture - Review / Editorial Gustavo Gili SL
(2008) - Future Primitive / INAX
Exhibitions
(2013) - Sou Fujimoto, the Forest Architecture, Geneva, Switzeland - Sou Fujimoto, Futurospektive Architektur, Bielefeld, Germany
(2011) - LIVING Frontiers of Architecture III-IV, Copenhagen, Denmark
(2010) - 12th International Architecture Exhibition - La Biennale di Venezia, Venice, Italy - Sou Fujimoto Forest, Cloud, Mountain,
Tokyo, Japan
Primitive Future
Sou Fujimoto menulis sebuah buku yang
berjudul Primitive Future. Buku ini terbit tahun 2008
langsung menjadi salah satu buku arsitektur yang
populer. Fujimoto mulai mengenalkan ide
tentang Nest (Sarang) dan Cave (Gua).
Sou Fujimoto menjelaskan bahwa manusia saat ini hidup dalam sebuah tatanan yang disebut nest,
sebuah tempat yang benar-benar dipersiapkan sejak awal, dimana terdiri dari beberapa elemen
pembentuknya seperti kolom, lantai, dinding, dan furniture (domino Le Corbusier). Sou Fujimoto
menggagas bahwa arsitektur harus kembali ke awal, disaat manusia belum mengenal arsitektur yaitu
kembali ke Cave, dimana terdapat ketidak beraturan, sebuah metode artificial dengan memberikan
sebuah ambiguitas, seperti furniture yang berfungsi sebagai struktur, dan tanpa penamaan ruang
tujuannya adalah pemikiran kembali tentang arsitektur.
2. Notes Without Staves – The new Geometry
Arsitektur seperti halnya sebuah musik, terdiri dari not, tempo, dan tangga nada yang kesemuanya
saling berhubungan. Sistemnya seperti modern arsitektur, waktu atau tempo berjalan sebelum not
kemudian not menciptakan musik, analoginya musik adalah arsitektur, not adalah kegiatan, dan
tempo adalah ruang. Sou Fujimoto menjelaskan dengan partitur musik bahwa Mies Van De Rohe
menciptakan ruang dengan analogi musik tanpa not, hanya ada grid pengatur tempo, semua teratur,
terukur, dan dipersiapkan.
3. Separation and connection
Sou Fujimoto
mengatakan bahwa
arsitektur erat
kaitannya dengan
jarak, jarak yang
dimaksud bukan jarak
secara fisik namun
jarak secara
pengalaman,
hubungan jarak yang
tercipta dari modul
ruang.
4. City as house – House as city
Sou Fujimoto
menganalogikan bahwa
sebuah rumah layaknya
sebuah pohon yang
bercabang. Cabang itulah
yang kemudian menjadi
sebuah ruang yang
difungsikan oleh
penggunanya. Cabang
tersebut memiliki hirarkinya
masing-masing namun
terhubung ke batang pusat.
6. Nebulous
Kualitas elegan ini dipengaruhi oleh dua aspek; aspek dari dalam diri yang disebut AWARE dan
dari luar diri yaitu YUGEN. AWARE hadir dalam wujud emosi yang terkontrol sedangkan YUGEN
ada pada karisma misteri yang terjadi dalam apa pun diluar diri seperti alam dan kehidupan.
Engawa, emptyness
Bagi Sou Fujimoto Jepang memiliki istilah Engawa yang mendekati istilah ambang atau
emptyness. Suatu ambang ini tidaklah menjadi luar dan dalam bagi tempat dimana
kita berpijak. Ini bukan outside dan juga bukan inside. Ambang yang tidak di luar dan
tidak pula di dalam. Hal ini diinterpretasikan kembali oleh Sou dalam karya karyanya
yang baru. Terkadang ‘engawa’ atau ‘ambang’ ini sengaja diciptakan dan diperluas
seperti taman ruang yang menjadi suatu bentuk pemahaman yang tercipta dari inside-
outside.
Sou Fujimoto membawa pencarian dari nilai primitif estetika Jepang ini ke tingkat yang lebih
radikal dan juga lugas. Dengan teknologi yang sudah lebih memungkinkan arsitektur-arsitektur-
nya tidak lagi bermain di tataran analogi atau simbolik tapi ikonik.
Karya-karya Sou Fujimoto dikenal sebagai “extension of pure white cube”, “box in box in box” dan
tampil dalam abstraksinya yang selalu minimalis. Setiap karyanya mengandung makna yang
berbeda dan menginginkan manusia untuk memiliki pengalaman di dalamnya. Ia percaya sebuah
produk arsitektur dapat menyembuhkan kepekaan manusia akan lingkungan. Karyanya
merupakan eksperimen yang diarahkan ke arah pemulihan hubungan manusia bersama, dan
pemulihan hubungan primitif antara masyarakat dan alam.
Thanks for your attention