BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Yu Sing lahir di Bandung, Jawa Barat, Indonesia pada tahun 1976. Lulus
dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1999, jurusan Teknik Arsitektur. Pada
tahun yang sama ia memulai karirnya sebagai Arsitek dengan mendirikan Studio
Tahun 2004
2. Pemenang, kompetisi tertutup Sekolah Internasional BPK Penabur,
Bahureksa, Bandung
3. Juara 2, kompetisi Sekolah Internasional BPK Penabur, Singgasana Pradana,
Bandung
Tahun 2006
4. Juara 3, Lomba Desain Taman Rakyat Cimahi
Tahun 2007
5. Finalis, kompetisi tertutup Sekolah Internasional BPK Penabur, Banda,
Bandung
6. Juara 6, Lomba Desain Taman Borobudur, Jakarta; tim: Oky Kusprianto
7. Pemenang, Kompetisi Desain Façade Pusat Desain Jakarta
8. Top 10, Kompetisi façade Rumah Ide
Tahun 2008
9. Juara 5, Lomba Desain Rumah Sakit Akademik Universitas Gajahmada,
Yogyakarta
10. Juara 3, Lomba Fasad Indogres dan Desain Interior, Tangerang
Tahun 2009
11. Pemenang, Holcim Award Indonesia 2009 untuk Konstruksi berkelanjutan;
kerja: Peningkatan Keluarga 'Desa' Caringin
12. Pemenang, Pusat Kompetisi Desain Gedung Akademik, Universitas Negeri
Makassar; bekerja: Menara Phinisi
13. Pemenang, kompetisi tanpa hadiah (www.rujak.org); pekerjaan: co-Housing:
1 rumah untuk 4 keluarga kelas menengah.
bahwa tektonika menjadi seni dari pertemuan atau sambungan; seni dalam ini
ditekankan pada tekne, sehingga tektonika ternyata bukan hanya bagian dari
bangunan tetapi juga obyek atau sebagai karya seni pada arti yang lebih sempit.
Dengan perjalanan waktu, pengertian kata tektonik pada konstruksi cenderung
membuat karya seni, tergantung pada benar atau tidaknya penerapan tingkatan
kegunaan nilai seninya.
Menurut Muller dalam Handbuchder Archeologieder Kunst (Handbook of
the Archeology of Art) 1830 (Frampton, 1995:4), bahwa tektonika adalah
pengaplikasian pada sebentuk karya seni, seperti peralatan, bejana bunga,
pemukiman dan tempat pertemuan, yang dibentuk dan dikembangkan disatu sisi
pada penerapannya dan disisi lain untuk menguatkan ekspresi perasaan dan
pengertian atau buah pikiran seni. Kita menyebutnya rangkaian dari percampuran
tektonika, dimana puncaknya adalah arsitektur sebagai pemenuh kebutuhan dan
menjadi cerminan perasaan terdalam yang kuat.
Menurut Eko Prawoto (yang dikutip dalam Rembulan, 2013), tektonika
merupakan aspek arsitektur yang berkaitan dengan bagaimana mengolah dan
mempertemukan bahan bangunan serta mengartikulasikan penyelesaian
sambungan dalam kaitan dengan gaya konstruksi. Persoalan tektonika lebih dari
sekedar penyelesaian teknis statika bangunan. Sekalipun wujud akhirnya mungkin
sama, yaitu bangunan tidak ambruk, namun artikulasi tentang mekanisme yang
sebenarnya terja didalam penyaluran dan pengalihan bebandan gaya, serta
pengolahan bahan akan menentukan kualitas arsitekturnya secara keseluruhan.
Tektonika dalam studi tugas akhir Fabianus Sebastian (yang dikutip dalam
Rembulan, 2013), adalah bagaimana memahami sambungan (joint) atau
keterampilan dalam penangangan pertemuan bahan (detail sambungan), serta
mampu memunculkan moda representasional (structure symbolic) dalam berbagai
macam cara atau artikulasi pengolahan.
Memahami tektonika seperti merangkum pemikiran yang lengkap dan utuh
tentang arsitektur sehingga penyelesaian struktur dan konstruksi yang benar
(stabil) menjadi sumber keindahan suatu ruang yang diciptakan. Pekerjaan teknis
dalam suatu bangunan tidak lagi diselesaikan secara terpisah dengan citra ruang
yang biasa tampil melalui aspek estetika. Hingga kehadiran tektonika yang utuh
bias menciptakan karya arsitektural yang dalam, kaya akan makna, dan mampu
berpuisi.
Yu Sing Liem sendiri mengemukakan pengertian tektonika arsitektur
menurutnya yang bermakna sebuah aspek dalam arsitektur mengenai seni
membangun atau ketukangan, yaitu cara menyambung aneka bahan ke bangunan.
Menurut Semper (yang dikutip dalam Frampton, 1995), tektonika pada
bangunan diklasifikasikan menjadi dua prosedur yang mendasar, yaitu tektonika
dan stereotomik. Tektonika dari rangka ringan yang terdiri dari komponen-
komponen linier dikelompokan membentuk matrik spasial atau dengan kata lain
tektonika berarti sebuah struktur pada bangunan. Sedangkan stereotomik bagian
dasar dimana massa dan volume terbentuk dari elemen-elemen berat atau dengan
kata lain berarti pengisi tektonika.
lajur, beton bertulang untuk pondasi setempat, pelat beton bertulang, tiang
pancang atau pemboran dan baja untuk tiang pancang.
Pondasi Beton
Pondasi beton yang itdak bertulang atau beton berbatu kali
(cyclopean concrete) pada umumnya digunakan hanya untuk gedung
bertingkat walaupun biayanya sedikit berbeda dengan pondasi batu kali.
Pondasi beton tanpa tulangan ini menerima gaya tekan saja. Mutu beton
sebagai bahan bangunan pondasi minimal adalah kelas II, K 125.
Pondasi Kayu
Kayu dapat digunakan sebagai pondasi lajur maupun tiang pancang
di daerah rawa-rawa atau di dalam air. Kayu sebagai bahan pondasi
memiliki daya tahan lama jika selalu terendam dalam air karena
kekurangan oksigen justru menghindarkan kebususkan.
2. Batako (dari tras dan kapur) dan Conblock (dari pasir dan semen)
Pemakaian batako maupun conblock, bila dibandingkan dengan
batu merah, mengurangi jumlah batu yang dibutuhkan per m2 luas
dinding secara kuantitatif. Terdapat pula penghematan dalam
pemakaian mortar <75%, semen 60% dan bobotnya <50% lebih
ringan sehingga mengurangi beban pada pondasi. Jika kualitas batako
atau conblock baik, maka tembok tersebut tidak perlu di plester (Ilmu
Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick, 2001). Adapun ukuran-
ukuran pada batako dan Conblock adalah sebagai berikut :
3. Beton
Yang dimaksudkan dengan beton ialah campuran yang terdiri
dari perekat, bahan tambahan (agregat), dan air. Tugas perekat adalah
mengikat biji pasir dan kerikil serta mengisi lubang-lubang di
antaranya. Seneb portland tergolong sebagai bahan pengikat hidrolis,
yaitu bila semen dicampur dengan air, maka terjadilah proses
pengerasan. Pada pembangunan biasanya digunakan kelas dan mutu
beton berikut :
2
ơ bk (N/mm ) ơ bm Tujuan Pengawasan Terhadap
Kelas Mutu Mutu Kekuatan
Minimum (N/mm2) Pemakaian
Agregat Tekan
I B0 _ _ Nonstruktural Ringan Tanpa
B1 _ _ Struktural Sedang Tanpa
K-125 12,5 20 Struktural Ketat Kontinu
II
K-175 17,5 25 Struktural Ketat Kontinu
K-225 22,5 30 Struktural Ketat Kontinu
III K>225 >22,5 >30 Struktural Ketat Kontinu
Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick dan Pujo L.
Setiawan, 2001.
Bentuk Atap
Adapun bentuk-bentuk atap yang umum digunakan dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
1. Atap Datar
(plat dagg)
2. Atap Sengkuap/Sandar
(Lessenaar)
3. Atap Pelana
4. Atap Tenda
5. Atap Perisai
6. Atap Mansard
7. Atap Piramida
8. Atap Menara
2. Sirap
Penutup sirap dibuat dari kayu belian Sumatra dan Kalimantan,
kayu onglen dan jati. Jawatan kehutanan juga membuat sirap dari
kayu jati berukuran panjang 35 cm, lebar 14,5 cm, tebal tepi atas 0,4
cm tepi bawah 2 cm, bobot 28 kg/m2. Sirap ini tidak baik karena
mudah membilut dan cekung. Sedangkan untuk ukuran sirap dari kayu
belian, onglen ialah lebar papan 8-9 cm, panjang 60 cm, tebal 4-5 mm.
Lokasi Bangunan
Pondasi harus kuat dan homogen (material batu karang adalah yang
terbaik), karena gempa dapat mencairkan tanah sehingga pondasi tidak
lagi memiliki pegangan
Perancangan Bangunan
o Bentuk bangunan sebaiknya sederhana dan simetris (baik horisontal
maupun vertikal) agar distribusi bebannya merata. Bentuk L, T, dan U
dihindari atau dapat juga dibagi dalam bentuk-bentuk sederhana dengan
sambungan-sambungan.
o Konstruksi harus seringan mungkin, karena kekuatan gempa
berbanding lurus dengan berat bangunan. Titik berat bangunan harus
serendah mungkin, seperti lantai dasar yang berat dengan tingkat atas
dan konstruksi atap yang ringan.
o Pondasi dengan kedalaman yang sama (tidak bertangga). Pondasi jalur
dengan rangka yang kontinyu. Bangunan didirikan diatas plat atau
pondasi pancang sampai mencapai batuan pada tanah yang lunak.
o Dinding sebisa mungkin diatur simetris dan memiliki sambungan yang
kuat dengan bagian bangunan didekatnya. Selain itu juga dilakukan
peningkatan stabilitas dinding dengan penguat silang. Sementara untuk
pintu dan jendela disarankan untuk menghindarkan penggunaan pintu
dan jendela yang lebar, terutama di sudut bangunan.
o Atap seringan mungkin dari bahan yang kuat, fleksibel, dan terhubung
erat dengan konstruksi pemikul. Sementara bentuknya disarankan
simetris dengan jarak tumpuan sekecil mungkin
o Memiliki hubungan yang kuat dengan bagian-bagian bangunan yang
menjorok keluar seperti balkon, parapat, cerobong asap, tanki air, dan
lain-lain jika memang diperlukan atau tidak dapat dihilangkan.
Jenis Konstruksi
o Dengan konstruksi pondasi yang tepat dan dimensi serta kerangka yang
cukup untuk bagian-bagian struktural, konstruksi beton bertulang dapat
tahan terhadap gempa.
o Konstruksi baja lebih baik jika dibandingkan dengan konstruksi beton
bertulang karena pada pembangunannya hanya sedikit kesalahan yang
dapat ditimbulkan dan pengawasan kualitas dapat mudah dikontrol.
o Bangunan monolit dari blok tanah, beton, batu bata, dan batu alam
sangat peka terhadap gempa sehingga diperlukan stabilisasi dengan
rangka kayu atau beton bertulang serta penggunaan bata dan adukan
beton dengan kualitas yang baik. Selain itu, struktur dinding yang
melengkung sangat tidak dianjurkan.
o Konstruksi cangkang (shell) beton bertulang biasanya bertahan terhadap
gempa dengan distribusi beban yang merata, bentuk yang simetris,
dimensi tulangan yang tebal dan berkualitas baik serta stabil.
Atap panas
Atap sebenarnya tidak lain dari pada pembatas atau
dinding ruangan di sisi atas. Oleh karena itu, dalam beberapa
perkara, ia mengandung masalah-masalah juga seperti dinding ,
yang menjadi pemisah antara ruangan dalam yang dianggap
hangat dengan ruangan-luar yang dianggap dingin atau
sebaliknya. Perbedaan suhu antara luar dan dalam beserta
akibatnya pada kadar uap air di luar dan dalam, timbulnya air
kondensasi beserta masalah per-nafasan dinding harus mendapat
perhatian khusus. Soal-soal tersebut menimbulkan empat
kemungkinan jenis atap (seperti dinding juga), yaitu :
o Atap yang masih dapat bernafas
o Atap berongga
o Atap berbahan kedap-air
o Atap yang diselaputi bahan kedap air.
Namun seumumnya orang membagi atap dalam dua jenis
saja yang sudah mencakup keempat macam tersebut, yaitu atap
panas dan atap dingin.
Atap terdiri dari beberapa lapisan yang dapat terbuat dari pelbagai
macam bahan, namun saling melekat langsung dan yang secara prinsip
selalu memiliki fungsi :
1) Kulit luar
2) Isolasi kalor
3) Isolasi penahan uap-air/air.
4) Konstruksi pendukung
5) Lapisan dalam penyerap kelembaban
Atap Dingin
Dari persoalan atap panas ternyata, bahwa penyaluran uap-air hasil
kondensasi dalam bahan atap merupakan salah suatu soal yang penting.
Oleh karena itu orang lalu mengambil prinsip atap dingin, yakni bentuk
atap yang terdiri dari dua lapisan yang terpisah oleh suatu bantalan atau
rongga udara. Tidak selalu dapat dikatakan, bahwa atap dingin lebih baik
dari atap-panas. Itu tergantung dari kebutuhan-kebutuhan kongkrit se
tempat. Tetapi memanglah, bila tidak ada pertimbangan-pertimbangan
khusus yang harus ikut diperhatikan, prinsip atap dingin lebih mudah dan
lebih aman dalam usaha mengatasi masalah air kondensasi ini. Penting
pada sistim ini ialah, bahwa ruangan antara dua lapisan atap itu harus
bebas-hujan.
Kesimpulan
Sebenarnya langit-langit bukanlah hanya penutup kuda- kuda belaka demi
keindahan ruang. Namun punya fungsi yang bersatu dengan penutup atap
dan keseluruhan konstruksi. Bahkan langit-langit dalam pengertian sistim
atap dingin masih tergolong atap, dan berfungsi sebagai unsur atap dalam
soal-soal pengendalian kesejukan/panas ruangan dalam, penguapan uap
air, penyelesaian air kondensasi dan sebagainya. Maka sebaiknyalah
pengertian atap kita perluas dan kita utuhkan demi perencanaan,
pelaksanaan, dan ekonomi pembangunan yang sebaik mungkin.
Demikianlah maka atap dalam pengertian kita yang lengkap terdiri dari
tiga unsur utama, yaitu :
Penutup atap
Konstruksi pengemban penutup atap, dan
Langit-langit.
Kemiringan Atap
Fungsi Keamanan
Dinding selalu diartikan oleh manusia selaku unsur
bangunan demi keamanan. Hal itu mudah dapat kita mengerti.
Akan tetapi kita harus ingat, bahwa keamanan rumah tidak hanya
tergantung dari kekuatan din-ding, seolah-olah semakin mirip
dinding benteng, rumah kita lalu dengan sendirinva aman.
Keamanan tergantung dari unsur rumah yang paling lemah, bukan
yang paling kuat. Bila kita punya benteng yang sangat kuat
dinding maupun pintu-jendelanya, akan tetapi ternyata bagian
atap dan plafond mudah sekali dimasuki pencuri, maka sia-sialah
Keempat aspek diatas akan menjadi landasan teori dalam studi lapangan
atau observasi dengan teori-teori pendukung pada tinjauan pustaka.