Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alat optik adalah salah satu atau lebih komponen yang menggunakan
prinsip kerja pemantulan dan pembiasan cahaya. Pemantulan cahaya adalah
peristiwa pengembalian arah rambat cahaya pada reflektor. Sedangkan
pembiasan adalah pembelokan arah rambat cahaya melalui bidang batas
antara dua zat yang berbeda kerapatannya.
Pembiasan cahaya (reflaksi) adalah pembelokan sinar pada bidang batas
dua medium yang berbeda rapat optiknya. Rapat optik suatu medium akan
menentukan besar indeks bias medium itu. Jika suatu zat mempunyai indeks
bias lebih kecil dari pada zat lain, maka rapat optiknya juga lebih. Sebaliknya
jika indeks biasnya lebih besar, maka rapat optinya lebih besar.
Pembiasan cahaya tidak hanya terjadi pada lensa konvergen atau lensa
divergen saja tetapi bisa terjadi pada kedua lensa. Saat ini masih banyak
permsalahan yang menyangkut pembiasan cahaya oleh karena itu kami akan
melaksanakan praktikum pembiasan cahaya untuk membahasa peristiwa
pembiasan lebih lanjut serta penentuan bayangan karna peristiwa pembiasan
cahaya pada medium.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menggunakan spektrometer dengan benar?
2. Bagaimana prinsip penguraian cahaya oleh prisma?
3. Berapa nilai indeks bias dan daya dispersi prisma berdasarkan praktikum?
C. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menggunakan spektrometer optik dengan benar.
2. Mahasiswa dapat memahami prinsip penguraian cahaya oleh prisma.
3. Mahasiswa dapat menentukan indeks bias dan daya dispersi sebuah

prisma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sinar putih adalah campuran berbagai warna. Terurainya warna-warna sinar


putih setelah dibiaskan oleh prisma disebabkan oleh berbedanya indeks bias untuk
masing-masing warna. Analisis hasil uraian warna degan kisi difraksi memberikan
kesimpulan bahwa panjang gelombang elektromagnetik menentukan warna
cahaya. Jadi untuk warna tertentu, panjang gelombangnya tertentu pula. Ini berarti
indeks bias cahaya tergantung pada panjang gelombangnya (Soedojo : 1992)
Cahaya matahari adalah cahaya yang polikromatik, ia terdiri dari banyak
frekuensi. Di ruang hampa seluruh frekuensi merambat dengan kecepatan yang
sama. Tetapi begitu ia memasuki suatu medium, kerapatan medium itu besarnya
berlainan untuk tiap-tiap frekuensi, sehingga mereka merambat dengan kecepatan
yang berbeda satu sama lain. Akibatnya, cahaya akan terpecah menjadi spektrum
pelangi mulai dari warna merah (m) yang frekuensinya paling kecil sampai
dengan warna ungu (u). Peristiwa ini disebut dispersi, dan terjadi pula pada
gelombang elektromagnetik yang lain (Prasetio, dkk : 1992).
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila
seberkas sinar dating pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut
sebagai bidang pembias 1, berkas sinar akan dibiaskan mendekati garis normal.
Sampai pada bidang 2 berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Pada bidang pembias 1, sinar dibiaskan mendekati garis normal sebab sinar
datang dari zat optik yang kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke
kaca. Sebaliknya pada bidang pembias 2 sinar dating dari zat optic yang kurang
rapat ke zat optic yang lebih rapat yaitu dari kaca ke udara. Akibatnya seberkas
sinar yang mlewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah semula (H,
dkk : 2016)c
Contoh gejala alamiah yang terjadi akibat dispersi adalah pelangi. Medium
dispersinya adalah titik-titik air di angkasa setelah hujan turun. Gejala yang serupa
dapat kita saksikan pada pelangi yang terjadi disekitar air terjuan pada siang hari.
Di dalam laboratorium, dispersi dapat ditampilkan dengan penggunaan prisma.
Pada saat cahaya berada di dalam bahan prisma, cahaya terpecah atas warna-
warnanya dan keluar sebagai spektrum pelangi (Prasetio, dkk : 1992).
Indeks bias untuk warna merah dan ungu dari beberapa bahan bening
(transparan) dapat dilihat di tabel 2-1. Tampak bahwa indeks bias untuk warna
merah nu lebih besar daripada indeks bias untuk warna merah n m. Sebab itulah
urutan pelangi adalah merah dulu di sebelah atas kemudian berturu-turut sampai
dengan ungu, persis seperti yang ditampilkan oleh dispersi prisma. Lebar
spektrum pelangi yng terjadi disebut sebagai sudut dispersi. Secara geometri
besar sudut disperse tergantung pada sudut atap prisma P dan dapat dihitung
sambal menerapkan hukum Snellius untuk pembiasannya. Oleh karena fokus
lensa tergantung pada indeks biasnya, disperse dapat pula terjadi pada lensa.
Fokus untuk warna merah tidak berimpit dengan fokus warna ungu (Prasetio,
dkk : 1992).

Tabel 2-1 Indeks bias

Bahan nm (merah) nu (ungu)


Udara 1,0002914 1,0002957
Air 1,331 1,340
Es 1,3060 1,3170
Alkohol 1,360 1,370
Kaca flinta 1,5850 1,6040
Kaca krona 1,5200 1,5380
Quartz 1,5420 1,5570
Intan 2,4100 2,4580

Pada tabel 1 tampak bahwa Ketika


sudut datang bertambah besar
maka sudut biasnya juga
bertambah besar. Tetapi saya
menemukan bahwa i tidak
berbanding lurus dengan r seperti tampak pada tabel 2.5a tetapi saya mendapatkan
bahwa sin i berbanding lurus dengan r seperti pada tabel 2.5b.

Tetapan pembanding antara sin i dengan sin r dinamakan indeks bias n. Pada
percobaan di atas indeks bias kaca yang digunakan Snell bernilai sekitar 1,5.
Sin i/sin r = n ……………………….(1)

Persamaan 1 dikenal dengan hukum Snell yang merupakan satu dari dua hukum
pembias.

Dua hukum pembias yang dimaksudkan adalah :

1. Sinar dating, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2. Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias suatu cahaya
yang datang dari suatu medium kemedium lain merupakan suatu
konstanta (Surya : 2002)
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Hari/Tanggal Praktikum
Kamis/12 Maret 2020
B. Tempat
Lab fisika dasar lt.3 gedung jurusan fisika FMIPA UNM
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Spektrometer optik 1 buah
b. Prisma sama sisi 1 buah
c. Kaca pembesar 1 buah
d. Sumber cahaya spektrum diskrit (Halogen atau Mercury) 1 buah
e. Senter 1 buah
f. Kalkulator 1 buah
D. Defenisi Operasional Variabel
Kegiatan 1. Menentukan sudut pembias prisma
1. Sudut pembias 1 adalah besar sudut pembias berupa kedudukan
yang diukur dengan menggunakan spektrometer yang digeser ke kiri hingga
garis cahaya berimpit dengan tanda “+’ pada teleskop disimbolkan T 1 dengan
satuan ˚ berdasarkan penunjukkan skala pada spektrometer.
2. Sudut pembias 2 adalah besar sudut pembias berupa kedudukan
yang diukur dengan menggunakan spektrometer yang digeser ke kanan
hingga garis cahaya berimpit dengan tanda “+’ pada teleskop disimbolkan T2
dengan satuan ˚ berdasarkan penunjukkan skala pada spektrometer.
3. Sudut pembias adalah besar sudut yang diperoleh dari perhitungan
jumlah sudut pembias 1 dan 2 dibagi 2 dengan simbol α dengan satuan ˚
berdasarkan penunjukkan skala pada spektrometer.
Kegiatan 2. Menentukan indeks bias dan daya dispersi prisma
1. Sudut pembias prisma adalah besar sudut berupa kedudukan yang
diukur dengan menggunakan spektrometer hingga spektrum warna merah,
kuning, dan biru berimpit dengan tanda “+’ pada teleskop disimbolkan T
dengan satuan˚ berdasarkan penunjukkan skala pada spektrometer.
2. Sudut deviasi minimum spektrum merah adalah sudut yang
merupakan perpanjangan sinar-sinar bias warna merah pada sisi kanan prisma
yang dihitung dengan mengurangi sudut pembias spektrum merah T m dengan
sudut acuan T0 yang bersimbol δm dan satuan ˚.
3. Sudut deviasi minimum spektrum kuning adalah sudut yang
merupakan perpanjangan sinar-sinar bias warna kuning pada sisi kanan
prisma yang dihitung dengan mengurangi sudut pembias spektrum kuning Tk
dengan sudut acuan T0 yang bersimbol δk dan satuan ˚.
4. Sudut deviasi minimum spektrum biru adalah sudut yang
merupakan perpanjangan sinar-sinar bias warna biru pada sisi kanan prisma
yang dihitung dengan mengurangi sudut pembias spektrum biru T b dengan
sudut acuan T0 yang bersimbol δb dan satuan ˚.
E. Prosedur Kerja
Cara mengatur spektrometer
1. Mengatur sedemikian rupa sehingga teleskop segaris dengan kolimator
dan goresan sejajar meja spektrometer segaris dengan sumbu optis
teleskop dan kolimator.
2. Mengeratkan sekrup pengunci teleskop dan meja optik agar tidak
bergeser.
3. Menempatkan sumber cahaya kurang lebih 1 cm dari celah kolimator.
4. Tanpa kisi atau prisma diatas meja optik, mengamati berkas cahaya lewat
teleskop. Mengusahakan untuk melihat garis vertikal terang dan jelas.
Jika belum terlihat, mengatur lebar celah kolimator.
5. Mengimpitkan berkas garis tersebut dengan garis vertikal pada teleskop.
6. Mengatur sedemikian rupa agar titik nol skala utama tepat berimpit
dengan titik nol skala nonius tepat dibawah teleskop atau titik nol skala
nonius dengan titik 180o pada skala utama tepat dibawah kolimator.
7. Menggunakan spektrometer.
Kegiatan 1. Menentukan sudut pembias prisma
1. Mengatur spektrometer sebagaimana penjelasan sebelumnya.
2. Menempatkan prisma sedemikian sehingga salah satu ujung prisma tepat
kena cahaya dari kolimator.
3. Memutar teleskop ke arah kiri secara perlahan-lahan sedemikian
sehingga akan terlihat garis cahaya dan menghimpitkan dengan tanda “+”
pada teleskop. Pada kedudukan ini, mencatat berapa pembacaan skala
pada spektrometer (T 1 ¿ .
4. Memutar kembali secara perlahan–lahan sedemikian sehingga pada
teleskop tampak garis cahaya. Pada kedudukan ini, mencatat skala pada
spektrometer (T 2 ¿ .
Kegiatan 2. Menentukan indeks bias dan daya dispersi prisma
1. Mengatur posisi prisma sedemikian rupa sehingga salah satu sisi prisma
membentuk sudut tertentu dengan kolimator.
2. Memutar ke kiri secara perlahan-lahan sedemikian sehingga pada
teleskop tampak spektrum warna.
3. Setelah itu, mengamati spektrum tersebut dengan memutar meja prisma
pada satu arah secara perlahan-lahan, maka akan tampak spektrum
bergeser. Jika terus memutar meja dalam arah yang sama, spektrum itu
akan berbalik arah dari arah semula. Posisi prisma pada saat spektrum
tepat akan berbalik merupakan posisi yang memberikan sudut deviasi
minimum. Tidak mengutak-atik prisma pada posisi ini.
4. Menggeser teleskop sehingga tanda + berimpit tepat dengan garis
spektrum warna merah. Pada kedudukan ini, mencatat posisi teleskop (
T m¿ .
5. Mengulangi langkah ke 4 untuk spektrum warna biru (T b ¿ dan spektrum
warna kuning (T k ¿ .

Anda mungkin juga menyukai