Anda di halaman 1dari 10

ALAT PENGUKURAN

Bagaimana cara mengukur nilai suatu besaran? Untuk mengukur besaran fisika, kita
memerlukan alat ukur. Sebagai contoh, panjang dapat diukur dengan beberapa alat ukur,
seperti mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Tabel 1 berikut ini menunjukkan
beberapa alat ukur untuk mengukur 7 besaran pokok.

Tabel 1 Beberapa nama alat untuk mengukur 7 besaran pokok.


Nama Alat Besaran Fisika yang Diukur
Meteran/ Pita Meter
Penggaris
Panjang
Jangka sorong
Mikrometer sekrup
Timbangan/Neraca Massa
Stopwatch, Arloji/Jam Waktu
Termometer Suhu
Tabung Ukur Volume
Amperemeter Kuat Arus
Light Meter Intensitas Cahaya
Total Dissolved Solid (TDS) Jumlah Zat

1. Pengukuran Panjang
Panjang adalah jarak antara dua titik di dalam ruang. lebar, tinggi, jari-jari
lingkaran termasuk dalam besaran panjang. Dalam SI satuan panjang adalah meter.
Ketelitian pengukuran sangat diperlukan dalam mendesain sebuah alat. Kekurangtelitian
seringkali membuat alat tersebut tidak berfungsi secara optimal, atau bahkan tidak
berfungsi sama sekali. Alat pengukur panjang ada tiga, yaitu
mistar, jangka sorong dan mikrometer sekrup.
a. Mistar
Alat ukur panjang yang paling sederhana dan dikenal semua orang adalah
mistar atau penggaris, yang memiliki garis-garis skala ukuran. Skala terkecil dari
mistar adalah 1mm, yang merupakan tingkat ketelitian alat. Gambar dari mistar
terlihat pada Gambar 2.1
Gambar. 2.1 mistar

Biasanya orang mengukur panjang benda menggunakan mistar atau


peanggaris. Untuk menghindari kesalahan maka posisi mata harus tegak lurus
dengan skala yang dibaca.
b. Jangka sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang dengan ketelitian 0,1
mm. Pada dasarnya, jangka sorong terdiri atas dua jenis, yaitu jangka sorong
analog dan jangka sorong digital. Gambar jangka sorong analog terlihat pada
Gambar 2.2. Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang yaitu rahang tetap
memiliki skala panjang disebut skala utama dalam satuan cm dan mm serta rahang
geser memiliki skala pendek yang terbagi menjadi 10 bagian yang sama, disebut
skala nonius atau vernier.

Gambar. 2.2 Jangka sorong analog dan bagiannya


Langkah-langkah dalam menentukan nilai panjang suatu benda yang diukur
dengan jangka sorong adalah sebagai berikut:
1) Baca skala utama yang terdapat sebelum garis nol skala nonius.
2) Baca skala nonius yang berimpit tegak (tepat) dengan salah satu garis pada
skala utama.
3) Jumlahkan kedua pembacaan tersebut untuk menghasilkan pengukuran akhir.
c. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur benda-benda yang sangat
kecil sampai ketelitian 0,01 mm atau 0.001 cm. Jadi micrometer sekrup mempunyai
ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka sorong dan mistar.
Gambar. 2.3 Mikrometer sekrup

Cara Menggunakan Mikrometer Sekrup


1. Pastikan pengunci dalam keadaan terbuka
2. Buka rahang dengan cara memutar ke kiri pada skala putar hingga benda dapat
masuk ke rahang.
3. Letakkan benda yang diukur pada rahang, dan putar kembali sampai tepat.
4. Putarlah pengunci sampai skala putar tidak dapat digerakkan dan terdengar
bunyi 'klik'.
Pada dasarnya, langkah-langkah untuk menentukan atau membaca skala
mikrometer sekrup adalah sebagai berikut:
1) Pembacaan skala utama yang berimpit dengan tepi selubung luar 8,5 mm dan
9,0 mm. Ambil nilai yang lebih rendah, yaitu 8,5 mm (terlihat pada Gambar 2.3)
2) Garis selubung luar yang berimpit tepat dengan garis mendatar skala utama
adalah garis ke-30, yang sama dengan 0,30 mm.
Jadi, pembacaan mikrometer sekrup yang diilustrasikan pada Gambar 2.3
adalah 8,5 mm + 0,30 mm = 8,80 mm

2. Mengukur Massa
Pengukuran massa umumnya dilakukan dengan neraca. Jenis neraca cukup
banyak, misalnya neraca lengan, timbangan. Satuan standar untuk massa adalah
kilogram. Massa adalah jumlah materi yang terkandung dalam suatu benda. Satu
kilogram adalah massa sebuah silinder logam yang terbuat dari campuran
platina iridium yang disimpan di lembaga Berat dan Ukuran Internasional.
Untuk menggukur besaran massa antara lain adalah sebagai berikut :
a. Neraca lengan, ada yang terdiri dari dua lengan atau tiga lengan.

Gambar.2.4 Neraca dua lengan


b. Neraca kimia, biasa digunakan untuk mengukur massa yang kecil.

Gambar. 2.5 Neraca kimia


c. Neraca elektronik/digital.

Gambar.2.6 Neraca digital

3. Mengukur waktu
Waktu dapat di ukur dengan arloji dan stopwatch.

Gambar. 2.7 Arloji dan stopwatch


4. Mengukur suhu
(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Termometer Analog, (b) Termometer Digital
5. Mengukur Kuat Arus

(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Amperemeter Analog, (b) Gambar Amperemeter Digital
6. Mengukur Intensitas Cahaya

Gambar 2.10 Gambar alat ukur intensitas cahaya (light meter).


7. Mengukur Jumlah Zat
Gambar 2.11 Gambar alat ukur jumlah zat (Total Dissolved Solid).
Total Dissolved Solid (TDS) yang artinya jumlah zat padat terlarut, yaitu jumlah
kandungan logam berat yang terlarut dalam air. alat ini terbukti akurat untuk mengukur
berapa tingkat pencemaran yang ada dalm air. Satuan yang akan muncul pada alat yaitu
ppm (part per million) atau bagian per juta artinya apabila volume air dibagi sejuta
bagian maka angka yang muncul menunjukan angka jumlah bagi pengotor.

Macam-macam Kesalahan Pengukuran


Untuk mengukur suatu besaran fisika, kalian dapat menggunakan satu instrumen
atau lebih. Dalam menggunakan instrumen, kalian harus dapat memilih dan merangkai alat
ukur atau instrumen tersebut dengan benar. Selain itu, kalian juga dituntut untuk dapat
membaca nilai atau skala yang ditunjukkan oleh instrumen dengan benar. Dengan memilih
alat yang sesuai, merangkai alat dengan benar, dan cara membaca skala dengan benar,
kalian bisa meminimalkan kesalahan dalam pengukuran. Selain faktor dari orang yang
mengukur, ketelitian alat ukur atau instrumen juga mempengaruhi hasil pengukuran.
Ketelitian alat ukur atau instrumen dijamin sampai pada persentase tertentu dari skala
penuh. Ketelitian alat ukur terkadang menyebabkan hasil pengukuran mengalami
penyimpangan dari yang sebenarnya. Batas-batas dari penyimpangan ini disebut dengan
kesalahan batas.
1. Kesalahan dalam Pengukuran
Dalam pengukuran besaran fisis menggunakan alat ukur atau instrumen, kalian
tidak mungkin mendapatkan nilai benar. Namun, selalu mempunyai ketidakpastian
yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Kesalahan dalam
pengukuran dapat digolongkan menjadi kesalahan umum, kesalahan sistematis, dan
kesalahan acak. Berikut akan kita bahas macam-macam kesalahan tersebut.
a. Kesalahan Umum
Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk dalam
kesalahan umum. Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat.
Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam
menggunakan instrumen, posisi mata saat membaca skala yang tidak benar, dan
kekeliruan dalam membaca skala
b. Kesalahan Sistematis
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut
kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:
1. Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.
2. Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian
pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.
3. Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca
pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
c. Kesalahan Acak
Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak
menentu bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-
fluktuasi kecil pada saat pengukuran e/m (perbandingan muatan dan massa
elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya gerak Brown
molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan kebisingan (noise) elektronik yang
besifat acak dan sukar dikendalikan.
2. Ketidakpastian Pengukuran
Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak
bisa dipastikan sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam
pengukuran. Dalam penyusunan laporan hasil praktikum fisika, hasil pengukuran yang
kalian lakukan harus dituliskan sebagai:
x = x 0+ Δ x (1)
Keterangan:
x = hasil pengamatan
x0 = pendekatan terhadap nilai benar.
Δx = nilai ketidakpastian.
Arti dari penulisan tersebut adalah hasil pengukuran (x) yang benar berada di
antara x – Δx dan x + Δx. Penentuan x0 dan Δx tergantung pada pengukuran tunggal
atau pengukuran ganda atau berulang.
a. Ketidakpastian dalam Pengukuran Tunggal
Jika mengukur panjang meja dengan sebuah penggaris, kalian mungkin akan
mengukurnya satu kali saja. Pengukuran yang kalian lakukan ini disebut pengukuran
tunggal. Dalam pengukuran tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran
itu sendiri. Apabila kalian perhatikan, setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala
yang berdekatan yang disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (Δx) pada
pengukuran tunggal diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari
ketidakpastian pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada alat
ukur.
Δx = ½ × skala terkecil (2)
b. Ketidakpastian dalam Pengukuran Berulang
Dalam praktikum fisika, terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya
dilakukan satu kali. Ada kalanya kita mengukur besaran secara berulang-ulang. Ini
dilakukan untuk mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Pengukuran
berulang adalah pengukuran yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang. Dalam
pengukuran berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran.
Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata dari pengukuran
tersebut dicari dengan rumus sebagai berikut.
x = Σxi/N (3)
x = nilai rata-rata
Σxi = jumlah keseluruhan hasil pengukuran
N = jumlah pengukuran
Nilai ketidakpastian dalam pengukuran berulang dinyatakan sebagai
simpangan baku, yang dapat dicari dengan rumus:
s = N-1(√(nΣxi2) – (Σxi)2) (N-1)-1 (4)
Keterangan:
s = simpangan baku.
Dengan adannya ketidakpastian dalam pengukuran , maka tingkat ketelitian
hasil pengukuran dapat diligat dari ketidakpastian relatif diperoleh dari hasil bagi
antara nilai ketidakpastian (Δx) dengan nilai benar dikalikan dengan rumus 100%.
Ketidakpastian relatif ini biasanya dinyatakan dalam persen sebagai berikut:
x
x   100 % (5)
x0

Ketidakpastian relatif dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian


pengukuran. Semakin kecil nilai ketidakpastian relatif makin tinggi ketelitian
pengukuran.
Contoh Soal 1:
Sebuah balok diukur ketebalannya dengan jangka sorong. Skala yang ditunjukkan dari
hasil pengukuran tampak pada gambar 2.2.1
Gambar 2.2.1
Besarnya hasil pengukuran adalah …
Skala utama = 3,1 cm
Skala nonius = 9 x 0,01 = 0,09 cm
Jadi, Tebal balok = 3,1 cm + 0,09 cm = 3,19 cm
Contoh Soal 2:
Jika pada suatu pengukuran didapatkan gambar skala utama dan skala nonius
sebagai berikut, berapa panjang dari benda yang diukur?

Gambar 2.3.1
Jawaban:
Skala utama = 4 mm
Skala nonius = 0,30 mm
Maka, hasil pengukuran = Skala utama + skala nonius = 4 +0,3 = 4,30 mm
Contoh Soal 3:
Dalam suatu pengukuran tegangan listrik diperoleh pembacaan sebesar 10,5 volt. Jika
alat ukur yang digunakan mempunyai skala terkecil 0,1 volt, tentukan:
a. hasil pengukuran tersebut;
b. tentukan harga ketidakpastian mutlak, dan
c. tentukan harga ketidakpastian relatifnya.
Penyelesaian:
a.

 1 
V  V 0  V   V 0  nst 
 2 
V o  10 , 5 V dan nst  0 ,1 V , sehingga

 1   1 
V  V 0  nst   10 , 5  0 ,1 V
 2   2 

V = (10,5  0,05) Volt


Jadi, hasil pengukuran tersebut adalah V = (10,5  0,05) Volt
b. Karena V = (V0  V) Volt, dengan V = (10,5  0,05) Volt maka, harga ketidakpastian
mutlaknya adalah V = 0,05 Volt
c. Sementara itu, harga ketidakpastian relatifnya adalah:
i 0 , 05
 100 %   100 %  0 , 47 %
i 10 , 5

Anda mungkin juga menyukai