Anda di halaman 1dari 110

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

TINJAUAN ATAS PENCAIRAN SURAT KETETAPAN PAJAK


HASIL PEMERIKSAAN PADA KPP MADYA JAKARTA BARAT
TAHUN 2017-2019
HALAMAN JUDUL

Diajukan oleh:
MARIA DIANI RENO HARTAMI
NPM: 2301181080

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PAJAK

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PERSETUJUAN

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : MARIA DIANI RENO HARTAMI


NOMOR POKOK MAHASISWA : 2301181080
JURUSAN : PAJAK
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III PAJAK
BIDANG STUDI : KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
JUDUL KARYA TULIS TUGAS : TINJAUAN ATAS PENCAIRAN SURAT
AKHIR KETETAPAN PAJAK HASIL
PEMERIKSAAN PADA KPP MADYA
JAKARTA BARAT TAHUN 2017-2019

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Pajak Dosen Pembimbing

Agus Bandiyono, S.E., M.Si., M.Ak. Irwan Aribowo, S.E., M.Si.


NIP 19840826 200602 1 001 NIP 19740108 199803 1 002

ii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : MARIA DIANI RENO HARTAMI


NOMOR POKOK MAHASISWA : 2301181080
JURUSAN : PAJAK
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III PAJAK
BIDANG STUDI : KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
JUDUL KARYA TULIS TUGAS : TINJAUAN ATAS PENCAIRAN SURAT
AKHIR KETETAPAN PAJAK HASIL
PEMERIKSAAN PADA KPP MADYA
JAKARTA BARAT TAHUN 2017-2019

Tangerang Selatan, ... .………... 2020

(Dosen Penilai I/Pembimbing)

1. Irwan Aribowo, S.E., M.Si.


NIP 19740108 199803 1 002

(Dosen Penilai II)


2. Anisa Fahmi, S.Pd., M.S.E.

NIP 19821215 200901 2 009

iii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
PERNYATAAN KEASLIAN

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : MARIA DIANI RENO HARTAMI


NOMOR POKOK MAHASISWA : 2301181080
JURUSAN : PAJAK
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III PAJAK
BIDANG STUDI : KETENTUAN UMUM DAN TATA
CARA PERPAJAKAN
JUDUL KARYA TULIS TUGAS : TINJAUAN ATAS PENCAIRAN SURAT
AKHIR KETETAPAN PAJAK HASIL
PEMERIKSAAN PADA KPP MADYA
JAKARTA BARAT TAHUN 2017-2019

Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya Karya Tulis Tugas Akhir ini
adalah hasil tulisan saya sendiri dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan
tulisan yang saya salin atau tiru tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Bila terbukti saya melakukan tindakan plagiarisme, saya siap dinyatakan tidak lulus
dan dicabut gelar yang telah diberikan.
Tangerang Selatan, … …… 2020
Pemberi Pernyataan,

Maria Diani Reno Hartami


NPM 2301181080

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat,

taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan Karya Tulis Tugas Akhir ini dapat selesai

sesuai pada waktunya. Karya Tulis Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

dapat dinyatakan lulus dari Program Diploma III Alih Program Spesialisasi Pajak

Politeknik Keuangan Negara STAN.

Karya tulis dengan judul “TINJAUAN ATAS PENCAIRAN SURAT

KETETAPAN PAJAK HASIL PEMERIKSAAN PADA KPP MADYA JAKARTA

BARAT TAHUN 2017-2019” ini disusun berdasarkan pengalaman dan pengamatan

di KPP Madya Jakarta Barat. Penyusunan Karya Tulis Tugas Akhir ini tidak terlepas

dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat tekad yang kuat, motivasi,

bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, serta upaya perbaikan terus-menerus,

Karya Tulis Tugas Akhir ini dapat diselesaikan oleh penulis. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ayah Iying Budiono, Ibu Jumiyem, suami Faisal Pribadi, adik-adik Muhammad

Halim Martadiono dan Meilatifah Shalsajiani, serta seluruh keluarga besar penulis

yang telah memberikan dukungan doa, semangat, moral, dan material kepada penulis,

2. Bapak Rahmadi Murwanto, selaku Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN,

3. Bapak Agus Bandiyono, selaku Ketua Jurusan Pajak, dan Ibu Hanik Susilawati

Muamarah, selaku Ketua Program Studi Diploma III Pajak,

v
4. Bapak Irwan Aribowo, selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis Tugas Akhir

penulis, dan Ibu Anisa Fahmi, selaku Dosen Penilai II Karya Tulis Tugas Akhir

penulis,

5. Bapak Herbet H. Aruan, selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta

Barat,

6. Bapak/Ibu Widyaiswara dan seluruh staf pengajar Politeknik Keuangan Negara

STAN yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis,

7. Teman-teman kelas, teman-teman satu angkatan D III Pajak Alih Program 2018,

dan teman-teman pelaksana KPP Madya Jakarta Barat yang telah berbagi banyak suka

duka bersama penulis,

8. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Di akhir kata,

penulis berharap semoga Karya Tulis Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Tangerang Selatan, …………….. 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii

PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI ................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan .....................................................................................6

1.4 Metode Pengumpulan Data .....................................................................7

1.4.1 Metode penelitian kepustakaan. .................................................7

1.4.2 Metode penelitian lapangan. .......................................................7

1.5 Sistematika Penulisan ..............................................................................7

BAB II PERMASALAHAN ....................................................................................9

2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................9

2.1.1 Profil KPP Madya Jakarta Barat. ................................................9

2.1.2 Kinerja KPP Madya Jakarta Barat. ...........................................14

vii
2.2 Data dan Fakta .......................................................................................18

2.2.1 Target penerimaan pajak extra effort dan pencairan piutang pajak

KPP Madya Jakarta Barat......................................................................18

2.2.2 Pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat. 21

2.2.3 Pelaksanaan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat. ....28

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS ......................................................... 35

3.1 Kajian Teori ........................................................................................... 35

3.1.1 Penelitian terdahulu. .................................................................35

3.1.2 Landasan teori...........................................................................40

3.1.2.1 Konsep dasar pajak............................................................................. 40


3.1.2.2 Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. .................................................. 44
3.1.2.3 Self assessment system. ...................................................................... 45
3.1.2.4 Pemeriksaan pajak. ............................................................................. 48
3.1.2.5 Surat Ketetapan Pajak. ....................................................................... 51
3.1.2.6 Utang pajak. ....................................................................................... 52
3.1.2.7 Pencairan tunggakan pajak. ................................................................ 53
3.1.2.8 Penagihan pajak.................................................................................. 53
3.1.2.9 Jurusita pajak. ..................................................................................... 55
3.2 Kerangka Pikir .......................................................................................55

3.3 Analisis Hasil ........................................................................................56

3.3.1 Analisis pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya

Jakarta Barat. ......................................................................................... 56

3.3.1.1 Pemeriksaan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak. ................................ 58


3.3.1.2 Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak....................................... 63
3.3.2 Analisis pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas Surat

Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan pada KPP Madya Jakarta Barat. ...65

viii
3.3.2.1 Penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat. .................................. 65
3.3.2.2 Penagihan pajak pasif di KPP Madya Jakarta Barat. ......................... 68
3.3.2.3 Penagihan pajak aktif di KPP Madya Jakarta Barat. .......................... 69
3.3.2.4 Pencairan tunggakan pajak atas SKP hasil pemeriksaan di KPP
Madya Jakarta Barat. ........................................................................................ 77
3.3.3 Kendala pelaksanaan pencairan tunggakan pajak di KPP Madya

Jakarta Barat. ......................................................................................... 80

3.3.3.1 Kendala pada kegiatan pemeriksaan pajak......................................... 80


3.3.3.2 Kendala pada kegiatan penagihan pajak. ........................................... 81
3.3.4 Upaya yang dilakukan terkait pencairan tunggakan pajak di KPP

Madya Jakarta Barat. .............................................................................84

3.3.4.1 Upaya yang dilakukan terkait kegiatan pemeriksaan pajak. .............. 84


3.3.4.2 Upaya yang dilakukan terkait kegiatan penagihan pajak. .................. 85
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 95

ix
DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Pencairan SKP Hasil Pemeriksaan KPP Madya se-Jabodetabek Tahun 2019

........................................................................................................................................ 5

Tabel II.1 Realisasi Penerimaan Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019. 17

Tabel II.2 Produktivitas Kegiatan Pemeriksaan Pajak KPP Madya Jakarta Barat ...... 22

Tabel II.3 Detail Penerbitan SP2 KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 ......... 23

Tabel II.4 Produksi Laporan Hasil Pemeriksaan KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 25

Tabel II.5 Penerbitan SKPKB dan SKPLB Hasil Pemeriksaan KPP Madya Jakarta

Barat Tahun 2017-2019 ............................................................................................... 27

Tabel II.6 Saldo Piutang Pajak Awal Tahun 2017-2019 ............................................. 28

Tabel II.7 Penerbitan Surat Himbauan Tahun 2018 dan Tahun 2019 ......................... 30

Tabel II.8 Penerbitan Surat Teguran KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 .... 30

Tabel II.9 Penerbitan Surat Paksa KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 ........ 31

Tabel II.10 Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan KPP Madya Jakarta

Barat Tahun 2017-2019 ............................................................................................... 32

Tabel II.11 Pelaksanaan Lelang KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 ........... 32

Tabel II.12 Pemblokiran Rekening Bank KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

...................................................................................................................................... 33

Tabel II.13 Pencegahan KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 ........................ 34

Tabel III.1 Daftar Penelitian Terdahulu ....................................................................... 36

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Sektor Usaha Wajib Pajak Terdaftar KPP Madya Jakarta Barat ............. 10

Gambar II.2 Jumlah Pegawai Seksi Pemeriksaan, Seksi Penagihan, Seksi Pengawasan

dan Konsultasi Penggalian Potensi, dan Fungsional Pemeriksa Pajak ........................ 12

Gambar II.3 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak Nasional Tahun 2017-2019 ...... 15

Gambar II.4 Target Penerimaan Pajak Rutin dan Penerimaan Pajak Extra Effort KPP

Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019 ....................................................................... 16

Gambar II.5 Target Penerimaan Pajak Extra Effort KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 19

Gambar II.6 Target Pencairan Piutang Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-

2019.............................................................................................................................. 20

Gambar III.1 Kerangka Pikir ....................................................................................... 55

Gambar III.2 Kinerja Satgas SPT PPN Lebih Bayar KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 59

Gambar III.3 Kinerja Satgas Pemeriksaan Galpot KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 62

Gambar III.4 Kinerja Petugas Pemeriksa Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 64

Gambar III.5 Pencairan Piutang Pajak setelah Penerbitan Surat Teguran ................... 70

Gambar III.6 Pencairan Piutang Pajak setelah Pemberitahuan Surat Paksa ................ 72

Gambar III.7 Pencairan Piutang Pajak setelah Penyitaan ............................................ 73

Gambar III.8 Pencairan Piutang Pajak setelah Pemblokiran Rekening ....................... 76

xi
Gambar III.9 Realisasi Extra Effort Pemeriksaan dan Penagihan KPP Madya Jakarta

Barat Tahun 2017-2019 ............................................................................................... 77

Gambar III.10 Realisasi Pencairan Piutang Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun

2017-2019 .................................................................................................................... 79

xii
I. BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sebuah istilah yang sangat melekat bagi bangsa Indonesia.

Sejarah panjang pengenaan pajak di Indonesia bahkan sudah dimulai pada zaman pra

kemerdekaan, yakni zaman kerajaan dan zaman penjajahan. Di masa kerajaan

Mataram atau Majapahit misalnya, kita mengenal istilah upeti yang wajib dibayarkan

rakyat untuk raja. Menurut Nagoro (2018) dalam artikelnya yang dimuat dalam situs

www.pajak.go.id, di masa penjajahan Inggris kita tidak asing dengan istilah land rent

stesel atau pajak atas sewa tanah. Pajak ini konon katanya menjadi cikal bakal Pajak

Bumi dan Bangunan yang harus dibayarkan masyarakat kepada pemerintah kolonial.

Pemungutan pajak di zaman pra kemerdekaan cenderung semena-mena dan lebih

menguntungkan penguasa tanpa memerhatikan beban yang ditanggung oleh rakyat.

Hal inilah yang mengakibatkan munculnya stigma negatif masyarakat tentang pajak

yang mengakar sampai saat ini.

Benang kusut sistematika pemungutan pajak di Indonesia mulai terurai sedikit

demi sedikit pada masa kemerdekaan. Dilansir dari sebuah artikel dalam situs

1
2

www.pajak.go.id, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI) pada tanggal 14 Juli 1945 memasukkan pasal yang mengatur mengenai

pemungutan pajak dalam Rancangan Undang-Undang Dasar (Nagoro 2018). Tanggal

tersebut kemudian ditandai sebagai lahirnya Hari Pajak. Ketentuan mengenai pajak

lebih lanjut diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-

undang. Walaupun pada awalnya pemerintah masih mengadopsi beberapa aturan

perpajakan peninggalan kolonial, perjalanan panjang untuk memperbaharui sistem

perpajakan di Indonesia membuahkan hasil pada tahun 1983. Tahun tersebut dikenal

sebagai Tahun Reformasi Undang-Undang Perpajakan.

Pada tahun 1983, lahirlah lima undang-undang perpajakan di Indonesia. Salah

satunya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. UU KUP merupakan ketentuan formal yang berfungsi

memberikan kepastian hukum dan berisi pasal-pasal yang mengatur mengenai

pelaksanaan dan pemenuhan hak serta kewajiban perpajakan, baik bagi fiskus maupun

Wajib Pajak. Menurut Mardiasmo (2011), di Indonesia terdapat tiga sistem

pemungutan pajak, yaitu self assessment system, official assessment system, dan with

holding system. Pada mekanisme umum, Wajib Pajak memenuhi kewajiban

perpajakannya melalui self assessment system. Sistem ini menuntut Wajib Pajak untuk

aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dimulai dari menghitung, menyetor,

dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang tanpa campur tangan fiskus

(Mardiasmo 2011). Untuk menunjang keberhasilan dari pelaksanaan self assessment

system, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain kesadaran Wajib
3

Pajak, kejujuran Wajib Pajak, kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak, dan

kedisiplinan Wajib Pajak (Suandy 2014). Syarat-syarat tersebut juga sejalan dengan

bunyi Pasal 12 UU KUP, yaitu setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang

terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan

tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Di sisi lain, berdasarkan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak Tahun

2018, realisasi penerimaan pajak neto yang dikumpulkan oleh DJP pada tahun 2016

sampai dengan tahun 2018 belum memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun

persentase capaian mengalami peningkatan selama tiga tahun tersebut, target

penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN tidak tercapai. Pada tahun 2016,

persentase capaian berada pada angka 81,59%, naik menjadi 89,67% pada tahun

2017, dan mencapai angka tertinggi di tahun 2018 dengan capaian 92,24%. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut, salah satu langkah yang telah dilakukan oleh DJP

adalah melakukan pengamanan penerimaan pajak melalui peningkatan kualitas dan

efektivitas pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu dari tiga pilar

penegakan hukum pajak (tax enforcement), dua lainnya adalah penyidikan pajak (tax

investigation) dan penagihan pajak (tax collection) (Azhari 2017).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Sambodo (2014),

Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan


mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dengan dilakukannya pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak, terjadi pergeseran

sistem pemungutan pajak yang semula self assessment system menjadi official
4

assessment system karena wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

berada pada fiskus (Mardiasmo 2011). Produk hukum yang dihasilkan dari kegiatan

ini adalah surat ketetapan pajak. Penerbitan surat ketetapan pajak hanya terbatas pada

Wajib Pajak yang terindikasi melakukan pengisian SPT secara tidak benar atau

terdapat data fiskal yang tidak dilaporkan (Juniardi, Handayani, dan Azizah 2014).

Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) UU KUP, dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal

diterbitkan, Wajib Pajak wajib melunasi jumlah pajak yang terutang dalam surat

ketetapan pajak. Apabila Wajib Pajak tidak membayar utang pajak tersebut, DJP akan

melakukan tindakan penagihan pajak. Tindakan ini merupakan upaya untuk

melakukan pencairan tunggakan pajak, meliputi penerbitan Surat Teguran, pemberian

Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan, pelaksanaan penyanderaan, dan/atau penjualan

barang yang telah disita (Ana Awa dan Sitinjak 2017).

Untuk mengadministrasikan Wajib Pajak besar regional dalam satu atau

beberapa kantor wilayah, Direktorat Jenderal Pajak melimpahkan tugas dan

wewenangnya kepada KPP Madya. Menurut Laporan Kinerja DJP Tahun 2017, KPP

Madya di seluruh Indonesia juga memiliki peran penting lain bersama dengan KPP di

lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Kantor-

kantor tersebut berfungsi sebagai 32 KPP Penentu Penerimaan. Berdasarkan data

yang diperoleh dari Portal Kinerja Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan,

dibandingkan dengan KPP Madya lain di wilayah Jabodetabek, KPP Madya Jakarta

Barat menempati posisi terakhir dalam persentase pencairan surat ketetapan pajak

hasil pemeriksaan pada tahun 2019.


5

Tabel I.1 Pencairan SKP Hasil Pemeriksaan KPP Madya se-Jabodetabek Tahun 2019

No Nama KPP Target Realisasi Persentase


1
KPP Madya Bekasi 303.676.319.000 445.249.281.989 146,62%
1
KPP
2 Madya Jakarta
1.341.148.309.421 1.772.005.318.595 132,13%
2 Selatan I
KPP
3 Madya Jakarta
893.449.556.455 923.138.367.509 103,32%
3 Timur
KPP
4 Madya Jakarta
1.035.486.207.114 912.316.690.460 88,11%
4 Pusat
5
KPP Madya Bogor 426.963.976.000 333.018.392.027 78,00%
5
KPP
6 Madya
393.013.109.000 300.932.866.481 76,57%
6 Tangerang
KPP
7 Madya Jakarta
874.385.491.000 634.668.634.816 72,58%
7 Utara
KPP
8 Madya Jakarta
801.128.350.000 501.322.766.216 62,58%
8 Barat

Sumber: Portal Kinerja Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan

Setali tiga uang dengan data yang diperoleh dari Aplikasi Laporan

Pemeriksaan Pajak, KPP Madya Jakarta Barat belum mampu mencatat prestasi yang

menggembirakan dalam pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan pada tahun

2017 sampai dengan tahun 2019. Pada tahun 2017, persentase pencairan surat

ketetapan pajak hanya berada di angka 32,40% dari target yang ditetapkan. Pada

tahun 2018, capaian naik drastis menyentuh angka 97,18% namun kembali turun di

tahun 2019 yang hanya mampu mencapai persentase 40,23%.

Persentase pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan sebesar 62,58%

pada KPP Madya Jakarta Barat di tahun 2019 ini menunjukkan kinerja yang belum

optimal. Persentase ini bahkan jauh di bawah rata-rata pencairan surat ketetapan pajak

hasil pemeriksaan di lingkungan KPP Madya se-Jabodetabek sebesar 94,99%. Oleh

karena itu, penulis tertarik untuk membahas secara rinci mengenai pencairan surat
6

ketetapan pajak hasil pemeriksaan pada KPP Madya Jakarta Barat yang akan

dituangkan dalam sebuah laporan Karya Tulis Tugas Akhir berjudul “TINJAUAN

ATAS PENCAIRAN SURAT KETETAPAN PAJAK HASIL PEMERIKSAAN

PADA KPP MADYA JAKARTA BARAT TAHUN 2017-2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam Karya Tulis Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak pada KPP Madya

Jakarta Barat?

2. Bagaimana pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan

pajak hasil pemeriksaan pada KPP Madya Jakarta Barat tahun 2017 sampai

dengan tahun 2019?

3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh KPP Madya Jakarta Barat dalam

pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan?

4. Apa saja upaya yang telah dilakukan oleh KPP Madya Jakarta Barat untuk

mencapai target pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan di tiap tahunnya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam Karya Tulis Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak pada KPP Madya

Jakarta Barat.
7

2. Mengetahui pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan

pajak hasil pemeriksaan pada KPP Madya Jakarta Barat tahun 2017 sampai

dengan tahun 2019.

3. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh KPP Madya Jakarta Barat dalam

pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan.

4. Mengetahui upaya yang telah dilakukan oleh KPP Madya Jakarta Barat

untuk mencapai target pencairan tunggakan pajak atas surat ketetapan pajak

hasil pemeriksaan di tiap tahunnya.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan Karya Tulis Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut :

1.4.1 Metode penelitian kepustakaan.


Penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dari beberapa sumber buku,

undang-undang, peraturan pelaksana, dan literatur lain untuk memperoleh dasar

teoritis mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam Karya Tulis Tugas Akhir

ini.

1.4.2 Metode penelitian lapangan.


Penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan mengenai realita yang terjadi

di lapangan dengan melakukan tanya jawab atau wawancara langsung dengan

beberapa pihak atau informan terkait di KPP Madya Jakarta Barat.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
8

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah,

tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan karya tulis

terkait permasalahan yang akan dibahas.

BAB II PERMASALAHAN

Bab ini memaparkan data-data dan fakta-fakta yang penulis temukan di

lapangan, meliputi gambaran umum proses pencairan surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan di KPP Madya Jakarta Barat, target pencairan SKP hasil pemeriksaan

tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, dan realisasi pencairan SKP hasil pemeriksaan

tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Bab ini menjelaskan beberapa teori yang menjadi dasar penelitian, hasil dari

penelitian terdahulu mengenai topik yang diteliti, dan pembahasan mendalam

mengenai topik yang diteliti. Selain itu, di dalam bab ini juga menggambarkan

kerangka pikir dalam bentuk diagram atau grafis serta hasil pembahasan mengenai

penyebab tercapai atau tidak tercapainya target pencairan surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

BAB IV KESIMPULAN

Bab ini merangkum beberapa kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah

penulis paparkan dalam Karya Tulis Tugas Akhir ini dan saran yang penulis berikan

terkait penelitian yang sudah dilakukan.


II. BAB II

PERMASALAHAN

2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

2.1.1 Profil KPP Madya Jakarta Barat.


KPP Madya Jakarta Barat merupakan unit kerja vertikal DJP yang bernaung di

bawah Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat dan bertugas mengadministrasikan Wajib

Pajak besar regional di wilayah tersebut. Didirikan berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi

Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, KPP Madya Jakarta Barat diresmikan oleh

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 27 Desember 2006 dan mulai

beroperasi secara efektif pada tanggal 9 April 2007. Kantor Pelayanan Pajak yang

beralamat di Gedung KPP Madya Jakarta Lantai 10-11, Jalan M.I. Ridwan Rais

No.5A-7, Jakarta Pusat ini mempunyai wilayah kerja yang mencakup delapan

kecamatan di kota administrasi Jakarta Barat. Kecamatan tersebut adalah Cengkareng,

Kalideres, Tambora, Taman Sari, Kembangan, Kebon Jeruk, Grogol Petamburan, dan

Palmerah.

Berbeda dengan KPP Pratama, Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya

ditetapkan sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Keputusan tersebut telah

melalui serangkaian proses mulai dari tingkat KPP, Kantor Wilayah DJP yang
9
10

membawahi KPP Madya, sampai dengan Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan

Penerimaan. Penetapan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak ini

mengakibatkan jumlah penambahan atau pengurangan Wajib Pajak terdaftar di KPP

Madya tidak seperti yang terjadi di KPP Pratama, yang jumlahnya dapat berubah-

ubah setiap harinya. Jumlah Wajib Pajak cenderung stabil dalam kurun waktu

tertentu. Jumlah Wajib Pajak terdaftar pada KPP Madya Jakarta Barat per bulan

Agustus 2019 adalah 1.608 Wajib Pajak. Sektor usaha Wajib Pajak yang

mendominasi adalah Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil

dan Sepeda Motor sebanyak 833 Wajib Pajak. Di posisi kedua, ditempati sektor usaha

Industri Pengolahan sebanyak 294 Wajib Pajak. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi

sebanyak 72 Wajib Pajak menempati posisi ketiga.

Gambar II.1 Sektor Usaha Wajib Pajak Terdaftar KPP Madya Jakarta Barat

Sumber: Buku Profil KPP Madya Jakarta Barat

Berdasarkan data per bulan Agustus 2019, untuk melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya dalam mengadministrasikan Wajib Pajak besar regional, KPP Madya
11

Jakarta Barat didukung oleh jumlah SDM sebanyak 133 pegawai. Pegawai-pegawai

tersebut memiliki jenjang pendidikan yang bervariasi, mulai dari tingkat pendidikan

SMU/sederajat sampai dengan tingkat pasca sarjana (S2). SDM yang berkaitan erat

dengan tema atau fokus penelitian penulis antara lain terdapat pada Seksi

Pemeriksaan, Seksi Penagihan, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV, serta

Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak. Seksi Pemeriksaan dan Seksi

Penagihan KPP Madya Jakarta Barat masing-masing beranggotakan empat pegawai.

Pada Seksi Penagihan, jumlah tersebut sudah termasuk satu orang Juru Sita Pajak

Negara (JSPN). Pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV atau Seksi

Pengawasan dan Konsultasi Penggalian Potensi, masing-masing memiliki satu orang

pelaksana dan satu orang Kepala Seksi. Account Representative Seksi Pengawasan

dan Konsultasi Penggalian Potensi secara keseluruhan berjumlah 24 orang. Kepala

Seksi Pemeriksaan, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV beserta

seluruh Account Representativenya, pelaksana Seksi Pemeriksaan, dan pegawai lain

yang ditunjuk oleh Kepala KPP menjalankan tugas sebagai Petugas Pemeriksa Pajak

(P3). Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada KPP Madya Jakarta Barat, yang

bertugas melakukan kegiatan pemeriksaan kepada Wajib Pajak, terdiri dari 56

pegawai. Jumlah tersebut sudah termasuk 11 orang Supervisor atau Ketua Kelompok.
12

Gambar II.2 Jumlah Pegawai Seksi Pemeriksaan, Seksi Penagihan, Seksi Pengawasan
dan Konsultasi Penggalian Potensi, dan Fungsional Pemeriksa Pajak

12
10 10 10 10
8
7
6
5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4
2
0

Sumber: Buku Profil KPP Madya Jakarta Barat

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Seksi

Pemeriksaan pada KPP Madya mempunyai tugas antara lain, menyusun rencana

pemeriksaan, mengawasi pelaksanaan aturan pemeriksaan, menerbitkan dan

menyalurkan SP2, mengadministrasikan pemeriksaan perpajakan lainnya, dan

melakukan pemeriksaan dalam rangka menjalankan tugas sebagai Petugas Pemeriksa

Pajak. Seksi Penagihan mempunyai tugas menagih tunggakan pajak, menatausahakan

piutang pajak, menyelesaikan permohonan penundaan dan angsuran tunggakan pajak,

mengusulkan penghapusan piutang pajak dan sanksi administrasinya, dan

menatausahakan serta menyimpan dokumen penagihan. Seksi Pengawasan dan

Konsultasi II, III, dan IV masing-masing memiliki tugas mengawasi kepatuhan Wajib

Pajak, menyusun dan memutakhirkan profil Wajib Pajak, menganalisis kinerja Wajib

Pajak, merekonsiliasi data Wajib Pajak, mengimbau Wajib Pajak, memetakan Wajib
13

Pajak dan Objek Pajak, mengamati potensi perpajakan, serta mengawasi dan

memantau tindak lanjut pengampunan pajak. Hasil dari pengamatan potensi

perpajakan Wajib Pajak dan pemantauan tindak lanjut program pengampunan pajak

dapat dilakukan Account Representative melalui kegiatan pemeriksaan pajak.

Kegiatan ini dilakukan sebagai fungsi dari Petugas Pemeriksa Pajak. Kelompok

Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak pada KPP Madya Jakarta Barat melaksanakan

fungsi pemeriksaan pajak.

Dalam rangkaian proses pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan,

tugas yang tidak kalah penting diemban oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) dan

Petugas Pemeriksa Pajak (P3). Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak

Nomor SE-27/PJ/2015 tentang Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak, Direktur

Jenderal Pajak memperluas kewenangannya dalam hal pemeriksaan pajak. Dewasa

ini, pemeriksaan pajak tidak hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Fungsional

Pemeriksa Pajak melainkan juga dapat dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pajak.

Petugas Pemeriksa Pajak ditugaskan melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan pemeriksaan tujuan lain.

Pembentukan Petugas Pemeriksa Pajak di KPP Madya Jakarta Barat di mulai pada

tahun 2016.

Sebagai pelaksana tindakan penagihan pajak, JSPN di KPP Madya Jakarta

Barat diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang diberikan mandat oleh Menteri

Keuangan atau dalam hal ini adalah Kepala KPP. Dikutip dari situs id.wikipedia.org,

Jurusita Pajak adalah penegak hukum di bidang perpajakan atau petugas yang

berwenang melaksanakan law enforcement di bidang perpajakan yang bertujuan untuk


14

meningkatkan kepatuhan dan menimbulkan aspek psikologis dalam diri Wajib Pajak

(Wikipedia 2019). Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU PPSP, Jurusita Pajak memiliki

beberapa tugas, yaitu memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus, melaksanakan penyitaan, dan melaksanakan penyanderaan.

2.1.2 Kinerja KPP Madya Jakarta Barat.


Kinerja Direktorat Jenderal Pajak dalam capaian realisasi penerimaan pajak

tiga tahun terakhir belum mampu menorehkan prestasi gemilang. Di tahun 2017,

realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.151,3 T dari target yang ditetapkan sebesar

Rp1283,56 T. Di tahun 2018, realisasi penerimaan pajak meningkat dari tahun

sebelumnya namun belum juga mampu mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu

Rp1.313,51 T dari target Rp1.424 T. Pada tahun 2019, realisasi penerimaan pajak

hanya mampu menyentuh angka Rp1.332,06 T dari target Rp1.577,56 T. Kekurangan

penerimaan pajak atau shortfall tiga tahun terakhir secara berturut-turut sebesar

Rp132,26 T, Rp110,49 T, dan Rp245,5 T. Shortfall terbesar terjadi di tahun 2019.

Performa DJP yang belum optimal ini terlihat jelas dalam Laporan Kinerja DJP yang

menunjukkan bahwa target penerimaan pajak tidak pernah tercapai selama kurun

waktu sepuluh tahun terakhir. Berikut disajikan persentase realisasi penerimaan pajak

yang telah dikumpulkan oleh DJP dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
15

Gambar II.3 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak Nasional Tahun 2017-2019

94,00%
92,00%
90,00%
88,00%
86,00%
84,00%
82,00%
80,00%
2017 2018 2019

Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2017-2019

Sama halnya dengan kinerja yang kurang memuaskan yang ditunjukkan oleh

DJP secara nasional, KPP Madya Jakarta Barat pun belum mampu mencetak kinerja

yang optimal dalam capaian Indikator Kinerja Utama realisasi penerimaan pajak.

Penerimaan pajak ini terbagi menjadi dua komponen, yaitu penerimaan pajak rutin

atau voluntary payment dari Wajib Pajak dan penerimaan pajak extra effort atau hasil

upaya ekstra yang dilakukan oleh DJP dalam rangka ekstensifikasi pajak. Selama tiga

tahun terakhir, target penerimaan pajak yang dibebankan kepada KPP Madya Jakarta

Barat selalu meningkat. Pada tahun 2017, total target yang dibebankan adalah

Rp17.425.491.177.000. Target tersebut naik 2,33% di tahun 2018 menjadi

Rp17.831.772.835.000. Kenaikan target yang lebih tinggi bahkan terjadi di tahun

2019 sebesar 28,58% menjadi Rp22.928.174.888.000. Berikut disajikan proporsi dari

target penerimaan pajak rutin dan penerimaan pajak extra effort KPP Madya Jakarta

Barat dari keseluruhan target yang telah ditetapkan selama tahun 2017 sampai dengan

tahun 2019.
16

Gambar II.4 Target Penerimaan Pajak Rutin dan Penerimaan Pajak Extra Effort KPP
Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

2019

2018

2017

- 10.000.000.000.000 20.000.000.000.000 30.000.000.000.000

Rutin Extra Effort

Sumber: Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat

Jika hanya melihat komponen target penerimaan pajak extra effort, target yang

ditetapkan tidak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Target yang

ditetapkan di tahun 2017 sebesar Rp2.613.870.902.000 atau 15% dari target

keseluruhan. Target ini turun menjadi Rp963.090.594.000 atau turun 63,15% dari

tahun sebelumnya di tahun 2018 dengan persentase dari total target di tahun tersebut

sebesar 5,40%. Peningkatan target penerimaan pajak extra effort terjadi di tahun 2019

sebesar 69,14% menjadi Rp1.629.006.556.000 dengan persentase dari total target di

tahun tersebut sebesar 7,10%. Nominal target penerimaan pajak extra effort terbesar

terdapat di tahun 2017.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP

Madya Jakarta Barat Tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, realisasi penerimaan

pajak dalam kurun waktu tiga tahun tersebut tersaji dalam tabel sebagaimana berikut.
17

Tabel II.1 Realisasi Penerimaan Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Persentase
Tahun Target Realisasi
Capaian
2017 Rp17.425.491.177.000 Rp14.261.954.156.942 81,84%
2018 Rp17.831.772.835.000 Rp15.849.022.526.378 88,88%
2019 Rp22.928.174.888.000 Rp19.650.073.076.322 85,70%

Sumber: Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat

Dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, terlihat bahwa KPP Madya Jakarta Barat

tidak berhasil mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan. Senada

dengan penerimaan pajak secara nasional, penerimaan pajak di KPP Madya Jakarta

Barat juga mengalami peningkatan pada tahun 2018. Kinerja tersebut belum mampu

ditingkatkan secara optimal oleh KPP Madya Jakarta Barat. Pada tahun 2019,

persentase penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan dengan yang dicapai di tahun

2018. Rata-rata persentase realisasi penerimaan pajak dari tiga tahun tersebut sebesar

85,47%.

Jumlah penerimaan pajak tertinggi di KPP Madya Jakarta Barat pada tahun

2017 dan 2018 disumbang oleh jenis pajak PPN dan PPnBM. Penerimaan pajak dari

PPN dan PPnBM pada tahun 2017 sebesar Rp7.885.128.759.863 lalu naik menjadi

Rp8.847.174.440.579 pada tahun 2018. Posisi kedua diduduki oleh jenis pajak PPh

Migas dan Nonmigas. Pada tahun 2017, jumlah penerimaan dari jenis pajak tersebut

sebesar Rp6.373.052.297.233. Sama halnya dengan jenis pajak PPN dan PPnBM yang

naik jumlah penerimaannya di tahun 2018, penerimaan pajak dari PPh Migas dan

Nonmigas juga meningkat menjadi Rp6.992.787.863.043. Kontribusi terbesar

penerimaan pajak yang berasal dari PPN dan PPnBM di KPP Madya Jakarta Barat ini
18

disebabkan mayoritas Wajib Pajak terdaftar di KPP tersebut bergerak pada sektor atau

jenis usaha yang berkaitan erat dengan pemungutan dan/atau penyetoran PPN dan

PPnBM. Sektor usaha tersebut adalah sektor usaha perdagangan besar dan eceran,

reparasi dan perawatan mobil & sepeda motor, serta industri pengolahan sebanyak

1.127 Wajib Pajak. Jumlah tersebut setara dengan 70,09% dari total Wajib Pajak

terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat.

2.2 Data dan Fakta

2.2.1 Target penerimaan pajak extra effort dan pencairan piutang pajak
KPP Madya Jakarta Barat.
Kegiatan pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan erat kaitannya

dengan kegiatan extra effort yang dilakukan oleh KPP sebagai unit vertikal DJP yang

tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Upaya (effort) yang dilakukan oleh DJP agar

Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang

berlaku ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut yaitu

pengawasan, pemeriksaan dan penagihan, pemeriksaan bukti permulaan dan

penyidikan, serta ekstensifikasi. Dari jenis-jenis kegiatan tersebut, dapat diketahui

bahwa kegiatan pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan oleh Fungsional

Pemeriksa Pajak merupakan bagian dari kegiatan extra effort pemeriksaan dan

penagihan. Untuk surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan Petugas Pemeriksa Pajak,

merupakan bagian dari kegiatan extra effort pengawasan.

Berdasarkan Nota Dinas Direktur Jenderal Pajak Nomor ND-44/PJ/2019

tentang Rencana Sumber Penerimaan Pajak Tahun 2019, ditegaskan bahwa kegiatan

extra effort pengawasan yang dilakukan oleh DJP salah satunya diperoleh melalui
19

penerimaan hasil penyelesaian pemeriksaan khusus data konkret oleh Petugas

Pemeriksa Pajak dari Seksi Waskon Galpot. Penerimaan tersebut berasal dari surat

ketetapan pajak yang terbit dan cair pada tahun berjalan. Penerimaan tersebut tidak

termasuk pembayaran/pelunasan atas SKP pemeriksaan khusus data konkret yang

telah dilakukan tindakan penagihan oleh Jurusita Pajak. Untuk penerimaan dari

kegiatan pemeriksaan dan penagihan, bersumber dari pembayaran/pelunasan atas SKP

hasil pemeriksaan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak yang terbit pada tahun berjalan

dan SKP yang terbit pada tahun-tahun sebelumnya. Berikut disajikan grafik target

keseluruhan penerimaan pajak dari kegiatan extra effort yang ditetapkan untuk KPP

Madya Jakarta Barat oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.

Gambar II.5 Target Penerimaan Pajak Extra Effort KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019

Rp3.000.000.000.000
Rp2.500.000.000.000
Rp2.000.000.000.000
Rp1.500.000.000.000
Rp1.000.000.000.000
Rp500.000.000.000
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat

Nominal target extra effort yang ditetapkan untuk tahun 2017 sampai dengan

tahun 2019 secara berurutan adalah Rp2.613.870.902.000; Rp963.090.594.000; dan

Rp1.629.006.556.000. Persentase perubahan target tiap tahun jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya adalah turun 63,15% di tahun 2018 dan naik 69,14% di

tahun 2019. Jumlah target extra effort terbesar terdapat di tahun 2017. Hal ini
20

disebabkan karena adanya komponen kegiatan extra effort tambahan yaitu

Pengampunan Pajak, yang tidak ada di dua tahun lainnya. Komponen ini

memperhitungkan penerimaan pajak dari pembayaran uang tebusan Wajib Pajak yang

terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat yang mengikuti program Pengampunan Pajak

Periode III. Periode ketiga program Pengampunan Pajak berlangsung pada tanggal 1

Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Pada komponen target extra effort dari kegiatan pemeriksaan dan penagihan,

terdapat target pencairan piutang pajak yang harus dipenuhi oleh KPP Madya Jakarta

Barat sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Target tersebut ditetapkan

secara top down oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan sebagaimana tergambar

dalam grafik berikut.

Gambar II.6 Target Pencairan Piutang Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-
2019
Rp120.000.000.000
Rp100.000.000.000
Rp80.000.000.000
Rp60.000.000.000
Rp40.000.000.000
Rp20.000.000.000
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Berdasarkan Gambar II.6, dapat diketahui bahwa target pencairan piutang

yang ditetapkan untuk KPP Madya Jakarta Barat selalu mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Jumlah target pencairan piutang pajak dari tahun 2017 sampai dengan tahun

2019 secara berurutan sebesar Rp52.063.407.253; Rp62.134.507.755; dan


21

Rp107.708.122.221. Persentase peningkatan target pada tahun 2018 dan 2019 masing-

masing sebesar 19,34% dan 73,35% dari tahun sebelumnya. Dari capaian realisasi

atas target penerimaan pajak extra effort dan target pencairan piutang pajak, dapat

diketahui kinerja kegiatan pemeriksaan pajak dan penagihan pajak yang dilakukan

oleh KPP Madya Jakarta Pajak pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Dapat

diketahui pula kemungkinan adanya kendala yang dihadapi dan upaya penanganan

yang telah dilakukan.

2.2.2 Pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat.


Kegiatan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan di KPP Madya Jakarta Barat

berdasarkan tujuan pemeriksaannya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan pemeriksaan tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Ruang

lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

mencakup pemeriksaan satu atau beberapa jenis pajak dan seluruh jenis pajak dengan

kriteria pemeriksaan rutin atau khusus. Untuk kriteria pemeriksaan khusus, penugasan

pemeriksaan dapat berasal unit vertikal DJP yang membawahi KPP Madya Jakarta

Barat. Unit vertikal yang dimaksud adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan

maupun Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat (top down). Usulan pemeriksaan dapat

pula disampaikan oleh KPP Madya Jakarta Barat kepada Kantor Wilayah DJP Jakarta

Barat (bottom up). Berdasarkan data yang diperoleh dari Aplikasi Laporan

Pemeriksaan Pajak per tanggal 2 Juni 2020, disajikan tabel statistik penerbitan dan

penyelesaian Surat Perintah Pemeriksaan pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

Data tersebut bersifat Take Last Known sehingga nilainya dapat berubah seiring
22

dengan waktu pengambilan data. Jumlah pada kolom “SP2 Selesai” menunjukkan

jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan Pajak yang telah diselesaikan atas Surat Perintah

Pemeriksaan yang terbit di tahun 2017-2019.

Tabel II.2 Produktivitas Kegiatan Pemeriksaan Pajak KPP Madya Jakarta Barat

Tahun SP2 Terbit SP2 Selesai Penyelesaian Selisih Persentase


2017 470 460 97,87% -
2018 340 317 93,24% (4,63%)
2019 411 312 75,91% (17,33%)

Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Tabel II.2, penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan paling banyak

terjadi di tahun 2017, kedua di tahun 2019, dan paling sedikit di tahun 2018. Selain

itu, persentase penyelesaian SP2 dari peringkat tertinggi ke terendah secara berurutan

yaitu SP2 yang terbit di tahun 2017, tahun 2018, dan terakhir tahun 2019. Tunggakan

SP2 paling sedikit berasal dari SP2 terbit di tahun 2017 yaitu sebanyak 10 buah.

Sedangkan tunggakan SP2 untuk tahun terbit 2018 dan 2019 masing-masing sebanyak

23 buah dan 99 buah. Rata-rata persentase penyelesaian kegiatan pemeriksaan pajak

dari tiga tahun tersebut adalah 89,01%. Jika dibandingkan dengan persentase

penyelesaian tiap tahun, hanya terdapat satu tahun yang persentasenya masih di

bawah persentase rata-rata, yaitu tahun 2019. Tinggi rendahnya persentase

penyelesaian pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak akan berdampak

langsung pada jumlah produktivitas Laporan Hasil Pemeriksaan tiap tahunnya.

Produktivitas LHP tersebut memiliki pengaruh besar terhadap jumlah penerbitan surat

ketetapan pajak hasil pemeriksaan.


23

Aspek lain yang tidak kalah penting dari produktivitas Laporan Hasil

Pemeriksaan untuk mencapai target penerimaan pajak extra effort di tiap tahunnya

adalah kriteria pemeriksaan dari SP2 yang diterbitkan. Melalui kriteria pemeriksaan

pajak yang dilaksanakan, dapat diperkirakan jenis produk hukum atau surat ketetapan

pajak apa yang akan dihasilkan.

Tabel II.3 Detail Penerbitan SP2 KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun
Kriteria Pemeriksaan Total
2017 2018 2019
Rutin – Likuidasi/Penutupan Usaha 7 6 6 19
Rutin – SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar 1 3 - 4
Rutin – SPT Tahunan PPh Lebih Bayar 102 98 142 342
Rutin – SPT PPN Lebih Bayar Restitusi/Kompensasi 108 70 128 306
Rutin – Analisis Risiko / Usulan KPP - - 12 12
Khusus – Analisis Risiko Top Down 144 56 60 260
Khusus – Analisis Risiko Bottom Up 8 22 5 35
Khusus – terdapat Keterangan Lain Data Konkret 92 81 54 227
Khusus – terkait Pengampunan Pajak 1 1 - 2
Tujuan Lain – Penghapusan NPWP dan/atau
7 3 2 12
Pencabutan Pengukuhan PKP
Tujuan Lain – Pemberian NPWP dan/atau
- - 2 2
Pengukuhan PKP secara jabatan
Total 470 340 411 1221
Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Tabel II.3, jumlah total Surat Perintah Pemeriksaan yang

diterbitkan oleh KPP Madya Jakarta Barat pada tahun 2017 sampai dengan tahun

2019 sebesar 1.221 SP2. Dilihat dari jumlah keseluruhan, kriteria pemeriksaan yang

mendominasi selama tiga tahun tersebut adalah kriteria pemeriksaan rutin. Posisi

kedua terbanyak adalah kriteria pemeriksaan khusus. Posisi terakhir diduduki oleh

pemeriksaan tujuan lain. Pada kriteria pemeriksaan rutin, total pemeriksaan terbanyak
24

diduduki oleh pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Lebih Bayar sebanyak 342

pemeriksaan. Jumlah ini menunjukkan bahwa selama tahun 2017 sampai dengan

tahun 2019 terdapat 342 Wajib Pajak yang menyampaikan permohonan restitusi atas

SPT Tahunan PPh Badan Lebih Bayar. Permohonan ini mengakibatkan timbulnya

potensi penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Kriteria pemeriksaan ini

sempat mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar 3,92% namun naik drastis di

tahun 2019 sebesar 44,90% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Selisih 36 SP2 dengan pemeriksaan rutin atas SPT Tahunan PPh Lebih Bayar,

posisi kedua diduduki oleh kriteria pemeriksaan rutin atas SPT PPN Lebih Bayar

Restitusi/Kompensasi. Jumlah pemeriksaan ini pada tiga tahun tersebut sebanyak 306

pemeriksaan. Sama halnya dengan pemeriksaan rutin atas SPT Tahunan PPh Lebih

Bayar, kriteria pemeriksaan ini mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar 35,19%

namun meningkat drastis di tahun 2019 sebesar 82,86%. Banyaknya Wajib Pajak

yang menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar juga berpengaruh pada banyaknya

potensi penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar di tahun tersebut.

Untuk kriteria pemeriksaan khusus, jumlah keseluruhan terbanyak diduduki

oleh pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko top down sebanyak 260 SP2.

Pemeriksaan ini berasal dari penugasan atau analisis risiko yang dibuat oleh

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. Pemeriksaan khusus berdasarkan analisis

risiko top down paling banyak terjadi di tahun 2017 sejumlah 144 SP2. Jumlah

tersebut turun drastis di tahun 2018 sebesar 61,11% sehingga hanya menjadi 56 SP2.

Pemeriksaan tersebut mengalami sedikit kenaikan jumlah di tahun 2019 menjadi 60

SP2. Posisi kedua terbanyak ditempati oleh pemeriksaan khusus berdasarkan


25

keterangan lain berupa data konkret yang menunjukkan ketidakpatuhan Wajib Pajak.

Jumlah pemeriksaan tersebut paling banyak dilakukan di tahun 2017 dengan

penerbitan 92 SP2. Kriteria pemeriksaan ini terus menurun di tahun 2018 dan tahun

2019. Di tahun 2018, jumlah pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa

data konkret turun 11,96% menjadi 81 SP2. Penurunan persentase lebih banyak lagi

terjadi di tahun 2019 sebesar 33,33% menjadi 54 SP2.

Setelah Surat Perintah Pemeriksaan diterbitkan, Fungsional Pemeriksa Pajak

dan Petugas Pemeriksa Pajak memasuki tahap pelaksanaan pemeriksaan. Muara dari

semua tahapan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak tersebut dituangkan

dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Laporan Hasil Pemeriksaan dilampiri dengan Nota Penghitungan pajak terutang

menjadi dasar penerbitan surat ketetapan pajak yang merupakan produk hukum

pemeriksaan pajak. Berikut disajikan data produksi Laporan Hasil Pemeriksaan KPP

Madya Jakarta Barat per kriteria pemeriksaan sebagaimana berikut.

Tabel II.4 Produksi Laporan Hasil Pemeriksaan KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019

Tahun
Pemeriksa Kriteria Pemeriksaan Total
2017 2018 2019
Rutin – Likuidasi/Penutupan Usaha 6 6 6 18
Rutin – SPT Tahunan PPh Rugi Tidak
1 - 3 4
Lebih Bayar
Rutin – SPT Tahunan PPh Lebih Bayar 82 93 121 296
Fungsional Rutin – SPT PPN Lebih Bayar
104 63 105 272
Pemeriksa Restitusi/Kompensasi
Pajak Khusus – Analisis Risiko Top Down 45 67 82 194
Khusus – Analisis Risiko Bottom Up 3 10 12 25
Tujuan Lain – Penghapusan NPWP
1 - - 1
dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP
Sub Total 242 239 329 810
Petugas Rutin – Analisis Risiko / Usulan KPP - - 7 7
26

Pemeriksa Khusus – terdapat Keterangan Lain Data


93 77 56 226
Pajak Konkret
Khusus – terkait Pengampunan Pajak 1 1 - 2
Tujuan Lain – Penghapusan NPWP
9 3 3 15
dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP
Tujuan Lain – Pemberian NPWP
dan/atau Pengukuhan PKP secara - - 2 2
jabatan
Sub Total 103 81 68 252
Jumlah Total 345 320 397 1062

Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Tabel II.4, sebagai penyumbang terbesar penerbitan SKPKB,

jumlah keseluruhan LHP terbit dari kriteria pemeriksaan khusus paling banyak

terdapat pada tahun 2018 dengan jumlah 155 laporan. Posisi kedua terbanyak terdapat

di tahun 2019 sejumlah 150 laporan. Untuk tahun 2017, penerbitan LHP kriteria

pemeriksaan khusus hanya sejumlah 142 laporan. Jumlah ini meningkat dari tahun

2017 ke tahun 2018 sebesar 9,15% dan menurun di tahun 2019 sebesar 3,23%. Untuk

persentase jumlah LHP terbit kriteria pemeriksaan khusus dibandingkan dengan

jumlah keseluruhan LHP yang terbit di tiga tahun tersebut masing-masing sebesar

41,16%; 48,44%; dan 37,78%.

Walaupun produksi LHP paling banyak terdapat di tahun 2019, persentase

LHP kriteria pemeriksaan khusus justru berada di posisi terendah. Hal ini dikarenakan

LHP yang diterbitkan di tahun 2019 didominasi oleh jenis LHP pemeriksaan rutin atas

SPT Tahunan PPh Lebih Bayar dan SPT PPN Lebih Bayar Restitusi/Kompensasi

sebesar 56,93%. Dari persentase tersebut, diketahui bahwa banyaknya jumlah

produksi LHP keseluruhan di suatu tahun tidak dapat menggambarkan dengan jelas

apakah produksi LHP kriteria pemeriksaan khusus mendominasi penerbitan LHP di


27

tahun tersebut. Untuk dapat melihat lebih jelas jumlah surat ketetapan pajak yang

dihasilkan dari kegiatan pemeriksaan, berikut disajikan nominal total penerbitan

SKPKB dan SKPLB hasil pemeriksaan di KPP Madya Jakarta Barat pada tahun 2017

sampai dengan tahun 2019.

Tabel II.5 Penerbitan SKPKB dan SKPLB Hasil Pemeriksaan KPP Madya Jakarta
Barat Tahun 2017-2019

Tahun SKPKB SKPLB


2017 Rp656.739.092.904 Rp605.647.048.997
2018 Rp795.685.300.968 Rp591.976.346.848
2019 Rp702.324.688.494 Rp1.156.786.843.507
Total Rp2.154.749.082.366 Rp2.354.410.239.352

Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak

Dilihat dari jumlah total nominal SKPKB dan SKPLB yang diterbitkan selama

tiga tahun tersebut, jumlah total nominal SKPLB lebih tinggi sebesar 9,27% atau

Rp199.661.156.986 dari pada jumlah total nominal SKPKB yang diterbitkan. Jumlah

nominal SKPLB yang diterbitkan sempat mengalami penurunan di tahun 2018 sebesar

2,26% namun meningkat drastis di tahun 2019 sebesar 95,41%. Penurunan maupun

peningkatan nominal SKPLB yang diterbitkan ini seiring dengan penurunan ataupun

peningkatan produksi LHP pemeriksaan rutin atas SPT lebih bayar di tahun tersebut.

Untuk SKPKB, jumlah total penerbitan terbesar terdapat di tahun 2018. Posisi kedua

ditempati tahun 2019 dan posisi terakhir tahun 2017. Penerbitan SKPKB dengan

jumlah total nominal terbesar di tahun 2018 ini sebanding dengan persentase

penerbitan LHP kriteria pemeriksaan khusus yang juga menempati posisi tertinggi.

Dilihat dari jumlah nominal penerbitan SKPKB dan SKPLB di tiap tahunnya, kinerja
28

terbaik penerbitan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan terdapat di tahun 2018. Hal

ini dikarenakan di tahun tersebut jumlah total nominal SKPKB berada di posisi

tertinggi dan SKPLB berada di posisi terendah dibandingkan dengan dua tahun

lainnya. Semakin besar jumlah total nominal SKPKB yang diterbitkan, semakin besar

pula peluang yang dimiliki oleh KPP Madya Jakarta Barat untuk memenuhi target

pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan di tiap tahunnya.

2.2.3 Pelaksanaan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat.


Guna melaksanakan tindakan penagihan pajak yang tepat sasaran, Seksi

Penagihan KPP Madya Jakarta Barat melakukan inventarisasi saldo piutang pajak tiap

awal tahun. Dalam menentukan prioritas kegiatan penagihan pajak yang akan

dilakukan, saldo piutang pajak awal tahun ini diklasifikasikan berdasarkan kriteria

kualitas piutang. Kualitas piutang terbagi menjadi empat kriteria, yaitu lancar, kurang

lancar, diragukan, dan macet. Kriteria ini merujuk pada kemungkinan pencairan

piutang pajak yang bersangkutan. Berikut disajikan saldo piutang pajak awal tahun

berdasarkan kriteria kualitas piutangnya.

Tabel II.6 Saldo Piutang Pajak Awal Tahun 2017-2019

Kualitas Tahun
Piutang 2017 2018 2019
Lancar Rp71.085.757.105 Rp86.326.189.713 Rp34.193.854.802
Kurang Lancar Rp65.095.982.919 Rp26.596.248.985 Rp83.223.765.156
Diragukan Rp12.078.198.141 Rp22.332.984.384 Rp52.309.183.419
Macet Rp74.766.717.170 Rp7.521.014.273 Rp28.119.423.716
Total Rp223.026.655.336 Rp142.776.437.355 Rp197.846.227.094

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP


29

Berdasarkan Tabel II.6, urutan saldo piutang pajak awal tahun dengan jumlah

terbanyak terdapat pada tahun 2017, diikuti tahun 2019, dan terakhir tahun 2018.

Saldo piutang pajak awal tahun ini turun sebesar 35,98% di tahun 2018 dan naik

sebesar 38,57% di tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kriteria

kualitas piutang terbanyak di tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 berturut-turut

adalah macet, lancar, dan kurang lancar. Untuk kriteria kualitas piutang dengan

jumlah paling sedikit di tiga tahun tersebut secara berurutan adalah diragukan untuk

tahun 2017 dan macet untuk tahun 2018 dan 2019. Besarnya saldo piutang pajak tiap

kriteria inilah yang digunakan oleh Seksi Penagihan untuk menentukan langkah dan

tindakan penagihan pajak apa saja yang akan diambil di sepanjang tahun berjalan.

Kegiatan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat terbagi menjadi dua,

yaitu penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif. Kegiatan penagihan pajak pasif

yang dilakukan di tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 salah satunya adalah dengan

menerbitkan Surat Himbauan. Dikarenakan keterbatasan data yang didapat penulis,

data penerbitan Surat Himbauan pada tahun 2017 tidak dapat diperoleh. Hal ini

dikarenakan pada tahun 2017 register penerbitan Surat Himbauan masih menjadi satu

kesatuan dengan register surat keluar lainnya. Setelah dilakukan pencarian oleh

pelaksana Seksi Penagihan pada data base, file register surat keluar tersebut tidak

dapat ditemukan. Berikut penulis sajikan jumlah Surat Himbauan yang diterbitkan

pada tahun 2018 dan tahun 2019. Penerbitan Surat Himbauan di tahun 2019 oleh

Seksi Penagihan meningkat sebesar 207,91% atau lebih besar dua kali lipat daripada

penerbitan Surat Himbauan di tahun 2018.


30

Tabel II.7 Penerbitan Surat Himbauan Tahun 2018 dan Tahun 2019

Tahun Jumlah Surat Himbauan


2018 177
2019 545
Sumber: Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta Barat

Apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak/kurang melunasi utang

pajaknya setelah tanggal jatuh tempo, kegiatan penagihan pajak pasif di KPP Madya

Jakarta Barat dilanjutkan dengan kegiatan penagihan pajak aktif. Kegiatan penagihan

pajak aktif ini diawali dengan penerbitan Surat Teguran. Lalu dapat dilanjutkan

dengan penyampaian Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan

pelaksanaan lelang. Jurusita Pajak juga dapat melakukan pemblokiran rekening bank,

pencegahan dan penyanderaan, ataupun pelaksanaan Penagihan Seketika dan

Sekaligus. Berikut disajikan data penerbitan Surat Teguran yang dilakukan Seksi

Penagihan sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

Tabel II.8 Penerbitan Surat Teguran KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun Jumlah Surat Nilai Ketetapan


2017 1.218 Rp269.169.018.310
2018 1.948 Rp233.587.245.392
2019 1.712 Rp430.378.086.794
Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Jumlah Surat Teguran yang diterbitkan pada tahun 2018 dan 2019 masing-

masing mengalami perubahan, yaitu naik 59,93% dan turun 12,11% dari tahun

sebelumnya. Untuk nilai ketetapan yang ditegur, perubahan yang terjadi yaitu turun

13,22% di tahun 2018 dan naik 84,25% di tahun 2019. Walaupun penerbitan surat

teguran paling banyak terjadi di tahun 2018, ketetapan pajak yang ditegur di tahun
31

tersebut memiliki total nominal terkecil di antara dua tahun lainnya. Dari data

tersebut, diketahui bahwa rata-rata penerbitan surat teguran oleh Seksi Penagihan

KPP Madya Jakarta Barat sejumlah 1.626 surat per tahun dengan total nominal

ketetapan pajak sebesar Rp311.044.783.499 per tahun.

Tabel II.9 Penerbitan Surat Paksa KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Nilai Ketetapan


2017 734 636 Rp132.455.045.666
2018 464 673 Rp130.683.966.116
2019 355 646 Rp124.867.380.929

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Tindakan penagihan pajak aktif selanjutnya adalah penyampaian Surat Paksa

oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Sepanjang tahun 2017 sampai dengan

tahun 2019, target penerbitan Surat Paksa yang ditetapkan selalu mengalami

penurunan. Pada tahun 2018 dan 2019, target penerbitan mengalami penurunan

masing-masing sebesar 36,78% dan 23,49% dari tahun sebelumnya. Untuk realisasi

penerbitan Surat Paksa, cenderung berada pada jumlah yang stabil dalam kurun waktu

tiga tahun tersebut. Jumlah rata-rata penerbitan Surat Paksa per tahun sebesar 652

surat. Total nilai ketetapan pajak per tahun yang dilakukan pemberitahuan Surat Paksa

pun cenderung berada pada kisaran yang tidak terlalu fluktuatif. Rata-rata nominal

ketetapan pajak yang dilakukan penerbitan Surat Paksa selama tiga tahun tersebut

sebesar Rp129.335.464.237 per tahun.


32

Tabel II.10 Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan KPP Madya Jakarta
Barat Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Nilai Ketetapan


2017 69 57 Rp9.964.364.042
2018 10 25 Rp8.708.329.375
2019 14 23 Rp8.148.621.374

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak masih belum melunasi utang

pajaknya setelah pemberitahuan Surat Paksa, tindakan penagihan pajak dilanjutkan

dengan penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan oleh Jurusita Pajak.

Sama halnya dengan target penerbitan Surat Paksa, target penerbitan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan juga mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun

2018, target turun drastis sebesar 85,51% dari tahun sebelumnya. Target yang

ditetapkan kemudian naik sebesar 40% pada tahun 2019. Jika melihat pada jumlah

realisasi tindakan, kegiatan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 selalu mengalami penurunan.

Penurunan jumlah ini juga terjadi pada total nominal ketetapan pajak yang dilakukan

penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sepanjang tiga tahun tersebut.

Tabel II.11 Pelaksanaan Lelang KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Nilai Ketetapan


2017 3 - -
2018 1 2 Rp5.315.514.012
2019 2 4 Rp61.320.164.556

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP


33

Tindakan penagihan pajak yang dapat dilakukan setelah penyampaian SPMP

dan pelaksanaan penyitaan adalah pengumuman dan pelaksanaan lelang barang milik

Penanggung Pajak yang telah disita. Berdasarkan Tabel II.11, dapat diketahui bahwa

tidak terdapat kegiatan lelang yang dilaksanakan oleh KPP Madya Jakarta Barat pada

tahun 2017. Di tahun 2018, terdapat dua pelaksanaan lelang dan pelaksanaan lelang

ini meningkat dua kali lipat di tahun 2019. Peningkatan jumlah pelaksanaan lelang

tersebut juga diiringi dengan peningkatan nominal ketetapan pajak Wajib Pajak yang

dilaksanakan lelang. Nilai nominal tersebut meningkat drastis di tahun 2019 sebesar

1.053,61% atau lebih besar 10 kali lipat dari nominal ketetapan pajak di tahun 2018.

Tabel II.12 Pemblokiran Rekening Bank KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Nilai Ketetapan


2017 7 - -
2018 2 3 Rp10.074.594.700
2019 4 30 Rp7.604.648.549

Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Tindakan penagihan pajak aktif lain yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat dalam upaya pencairan piutang pajak adalah melakukan

pemblokiran akun rekening bank milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Di tahun

2017, tidak terdapat kegiatan pemblokiran akun rekening bank. Sedangkan di tahun

2018, terdapat tiga kegiatan pemblokiran dan naik 10 kali lipat di tahun 2019 menjadi

30 kegiatan. Berkebalikan dengan jumlah peningkatan kegiatan pemblokiran, nominal

ketetapan pajak terkait mengalami penurunan di tahun 2019 sebesar 24,52% dari

tahun sebelumnya.
34

Tabel II.13 Pencegahan KPP Madya Jakarta Barat Tahun 2017-2019

Tahun Target Realisasi Nilai Ketetapan


2017 1 2 Rp5.834.490.595
2018 1 - -
2019 1 1 Rp1.064.350.955
Sumber: Informasi dan Monitoring SIDJP

Upaya lain yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat

adalah mengusulkan pencegahan terhadap Penanggung Pajak yang diragukan iktikad

baiknya dalam melunasi utang pajak yang tidak/kurang bayar. Target kegiatan

pencegahan yang ditetapkan untuk tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masing-

masing sebanyak satu kegiatan per tahun. Pada tahun 2017 dan tahun 2019 terdapat

masing-masing dua dan satu tindakan pencegahan yang dilaksanakan, sedangkan pada

tahun 2018 tidak terdapat tindakan pencegahan sama sekali. Rata-rata nominal

ketetapan pajak yang dilakukan tindakan pencegahan dari tiga kegiatan tersebut

adalah Rp2.299.613.850.
III. BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

3.1 Kajian Teori

3.1.1 Penelitian terdahulu.


Dalam penyusunan karya tulis tugas akhir ini, penulis menyertakan beberapa

judul dari karya tulis tugas akhir terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan fokus

studi pada karya tulis yang disusun oleh penulis. Selain berfungsi sebagai referensi

dalam penyusunan karya tulis, kajian dari beberapa penelitian terdahulu ini juga

membantu penulis untuk memosisikan karya tulis yang disusun oleh penulis sehingga

dapat diketahui terdapat kesamaan atau perbedaan apa saja dengan penelitian yang

sudah dilakukan sebelumnya. Dalam karya tulis ini, penulis mengkaji tiga judul karya

tulis tugas akhir dari mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN yang telah

disusun di tahun 2019. Berikut penulis paparkan judul penelitian terdahulu, jenis

dokumen penelitian terdahulu, penulis penelitian terdahulu, tahun penelitian

terdahulu, fokus studi penelitian terdahulu, dan perbedaan penelitian terdahulu

tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam bentuk tabel.

35
36

Tabel III.1 Daftar Penelitian Terdahulu

Judul, Jenis Dokumen, Perbedaan dengan


No Fokus Studi
Penulis, Tahun Penelitian ini
1 Tinjauan Pelaksanaan Implementasi kebijakan Akan meninjau
Kebijakan Pemeriksaan pemeriksaan pajak pelaksanaan kegiatan
Pajak Pasca Tax Amnesty di pasca tax amnesty, pemeriksaan pajak
KPP Pratama Malang dampak kebijakan pada periode dan
Selatan, KTTA, Novan terhadap kepatuhan pasca periode tax
Ramadhani (2019) Wajib Pajak dan amnesty dan upaya
penerimaan pajak, dan pencairan surat
hambatan dalam ketetapan pajak hasil
implementasi kebijakan pemeriksaan
2 Evaluasi Pelaksanaan Proses penagihan pajak, Akan meninjau proses
Pencairan Piutang Pajak realisasi pencairan pencairan tunggakan
serta Kontribusinya bagi piutang pajak, dan pajak secara lebih
Penerimaan Pajak di KPP kendala dalam proses menyeluruh dimulai
Pratama Singosari Tahun penagihan pajak dari pelaksanaan
2016-2018, KTTA, Radita pemeriksaan pajak
Nilna Salsabila (2019)
3 Analisis Pengaruh Hambatan dalam proses Akan meninjau proses
Hambatan-hambatan dalam penagihan pajak, pencairan tunggakan
Penagihan Pajak terhadap penyebab timbulnya pajak secara lebih
Penerimaan Pajak di KPP hambatan, dan menyeluruh dimulai
Pratama Pondok Aren, pengaruh hambatan dari pelaksanaan
KTTA, Melina Heriyanti terhadap realisasi pemeriksaan pajak
(2019) penerimaan pajak
Sumber: Diolah penulis

Studi pertama yang dikaji penulis disusun oleh Novan Ramadhani. Perbedaan

hasil studi ini dengan studi yang dilakukan penulis terdapat pada keluasan fokus studi

dan lokus penelitian. Implementasi kebijakan pemeriksaan pajak pasca tax amnesty

akan penulis kaitkan dengan kinerja kegiatan extra effort pemeriksaan dan penagihan.

Perbedaan lokus penelitian antar Kantor Wilayah DJP diharapkan dapat memberikan

gambaran yang lebih luas mengenai penerapan kebijakan di unit-unit vertikal DJP.
37

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Ramadhani (2019), DJP

menerbitkan beberapa peraturan pelaksanaan tambahan mengenai kebijakan

pemeriksaan terkait penerapan program amnesti pajak. Pada saat amnesti pajak

berlangsung, kebijakan pemeriksaan pajak diatur dalam Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Setelah

periode amnesti pajak berakhir, DJP menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal

Pajak Nomor SE-14/PJ/2018 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode

Pengampunan Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018

tentang Kebijakan Pemeriksaan yang menggantikan kebijakan pemeriksaan pajak

sebelumnya. Kedua peraturan pelaksanaan tersebut memberikan wewenang kepada

DJP untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak jika terdapat

ketidakbenaran pelaporan harta pasca program amnesti pajak. Beberapa hal yang

menjadi sorotan dalam kebijakan pemeriksaan yang baru ini adalah adanya revitalisasi

proses bisnis pemeriksaan dan pembuatan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi

Pajak (DSP3). Selain itu, diatur pula mengenai percepatan restitusi PPN,

pengembangan sarana dan prasarana pemeriksaan (audit tools), dan beberapa jenis

kode pemeriksaan pajak baru. Akan tetapi, implementasi SE-15/PJ/2018 di KPP

Pratama Malang Selatan belum mampu meningkatkan penerimaan pajak secara

signifikan. Audit tools yang dijanjikan untuk mendukung kegiatan pemeriksaan pajak

pun belum tersedia secara lengkap. Menurut Ramadhani (2019), dampak lain dari

implementasi peraturan ini adalah meningkatnya beban pemeriksaan pajak karena

adanya penambahan kriteria kode pemeriksaan sejumlah empat kriteria dari peraturan

sebelumnya.
38

Studi kedua yang dikaji penulis ditulis oleh Radita Nilna Salsabila pada tahun

2019. Perbedaan hasil studi tersebut dengan studi yang dilakukan penulis terdapat

pada keluasan fokus studi dan lokus penelitian. Penulis tidak hanya akan memaparkan

proses pencairan piutang pajak melainkan juga akan memaparkan sebab timbulnya

piutang pajak, yaitu dari kegiatan pemeriksaan. Sama halnya dengan studi pertama

yang dikaji penulis, perbedaan lokus penelitian antar Kantor Wilayah DJP juga

diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih luas mengenai proses penagihan

pajak antar unit vertikal DJP.

Berdasarkan studi tersebut, serangkaian tindakan penagihan pajak aktif yang

dilakukan oleh KPP Pratama Singosari pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2018

belum mampu memaksimalkan penerimaan pajak dari kegiatan penagihan pajak.

Meskipun realisasi kegiatan penagihan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak telah

melebihi standar kinerja yang ditetapkan, kegiatan penagihan pajak belum berjalan

secara efektif. Hal ini ditandai dengan tidak pernah tercapainya target pencairan

piutang pajak di KPP Pratama Singosari pada tiga tahun tersebut. Penerbitan produk

penagihan yang begitu banyak yang tidak diimbangi dengan tercapainya target

penagihan secara maksimal dapat dinilai sebagai pemborosan (Salsabila 2019).

Beberapa kendala yang mengakibatkan tidak tercapainya target penagihan pajak di

KPP tersebut antara lain adalah Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak dapat

ditemukan keberadaannya/menghilang, tidak lagi memiliki kemampuan membayar

utang pajaknya, dan/atau meninggal dunia.

Studi ketiga yang dikaji penulis lebih berfokus pada hambatan yang timbul

dalam proses penagihan pajak sedangkan studi yang dilakukan penulis memaparkan
39

pula mengenai proses penagihan pajak. Perbedaan lokus penelitian juga diharapkan

dapat memberikan informasi yang lebih menyeluruh mengenai hambatan yang timbul

dalam proses penagihan pajak antar KPP yang berbeda. Studi yang dilakukan oleh

Melina Heriyanti pada tahun 2019 ini mengklasifikasikan kendala dalam proses

penagihan pajak di KPP Pratama Pondok Aren ke dalam tiga kategori. Ketiga kategori

tersebut yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan kendala global. Selain itu,

dipaparkan pula kendala yang ditemui di tiap kegiatan penagihan pajak yang

dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Pratama Pondok Aren. Kendala yang muncul

dalam proses penagihan pajak tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang

mendasari, seperti Wajib Pajak yang masih memaknai rendah urgensi pajak, kuantitas

SDM Jurusita Pajak yang terbatas, dan pertumbuhan serta perkembangan ekonomi

mengalami kemajuan pesat. Keraguan yang masih ada di tengah masyarakat terkait

keterbukaan informasi. Tidak meratanya informasi perpajakan yang sampai kepada

Wajib Pajak juga menjadi faktor yang berpengaruh. Sejumlah kendala yang muncul

dalam proses penagihan pajak di KPP Pratama Pondok Aren tersebut tidak berdampak

signifikan terhadap realisasi penerimaan pajak. Hal ini dikarenakan munculnya

hambatan dalam proses penagihan pajak sudah dapat diperkirakan sejak awal dan

akan selalu muncul dari tahun ke tahun. Potensi hambatan pun sudah diperhitungkan

dalam menyusun target penerimaan pajak yang realistis untuk dicapai. Pengaruh yang

signifikan terhadap realisasi penerimaan pajak baru akan timbul jika ditemukan

hambatan baru yang belum pernah dihadapi pada tahun-tahun sebelumnya (Heriyanti

2019).
40

3.1.2 Landasan teori.


3.1.2.1 Konsep dasar pajak.

Peran pajak sebagai sumber pembiayaan utama untuk menjalankan roda

pemerintahan suatu negara sudah sepantasnya mendapatkan dukungan penuh dari

setiap elemen masyarakat. Pada kenyataannya, sebagian besar masyarakat masih

belum mampu memaknai urgensi pajak bagi kelangsungan hidup suatu negara.

Apabila membahas makna dari kata pajak, banyak ahli yang mengemukakan

pendapatnya mengenai definisi pajak. Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009)

adalah iuran oleh rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang

langsung dapat ditujukan sebagai dana yang digunakan untuk membayar keperluan

umum. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Resmi (2014) juga mengemukakan

pendapatnya mengenai pajak, yaitu peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara

untuk membiayai public saving yang menjadi sumber utama untuk membiayai public

investment. Sedangkan pengertian pajak menurut Waluyo (2008) adalah:

Iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dirujuk,
dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan
tugas negara untuk menjalankan pemerintahan.

Dari beberapa definisi pajak menurut para ahli tersebut, penulis menarik kesimpulan

mengenai pengertian pajak, yaitu iuran rakyat kepada kas negara yang bersumber dari

kekayaannya, pelaksanaannya diatur berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

mendapatkan prestasi kembali secara langsung, dan digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum kenegaraan.


41

Pajak memiliki dua fungsi penting dalam kehidupan bernegara, yaitu fungsi

budgetair dan fungsi regularend (Resmi 2014).

Fungsi budgetair memandang peran pajak sebagai salah satu sumber


penerimaan untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berusaha
memasukkan sebanyak-banyaknya uang ke dalam kas negara. Fungsi kedua
pajak sebagai regularend atau pengatur berarti pajak merupakan alat yang
digunakan pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya dalam bidang sosial
dan ekonomi serta untuk mencapai tujuan lain di luar bidang keuangan (Resmi
2014).

Peningkatan target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah dari tahun ke

tahun merupakan salah satu perwujudan fungsi budgetair. Untuk fungsi regularend,

contoh yang dapat diambil adalah pengenaan PPnBM pada barang mewah untuk

mengatur perilaku konsumtif masyarakat.

Selain mengemukakan definisi mengenai pajak, Mardiasmo (2006) juga

membagi pajak menjadi beberapa kriteria.

Menurut golongannya, pajak terdiri dari pajak langsung yang bebannya harus
dipikul sendiri oleh Wajib Pajak seperti Pajak Penghasilan dan pajak tidak
langsung yang dapat dibebankan kepada orang lain seperti PPN. Kriteria
kedua pembagian pajak yaitu menurut sifatnya yang terdiri dari pajak subjektif
dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan
dari subjeknya atau Wajib Pajak seperti Pajak Penghasilan. Kebalikan dari
pajak subjektif, pajak objektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan
objeknya seperti PPN dan PPnBM. Kriteria terakhir menurut lembaga
pemungutannya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat atau DJP, seperti
PPh, PPN, dan PPnBM. Untuk pajak daerah, kewenangan pemungutan pajak
dimiliki oleh masing-masing daerah baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota, seperti Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Restoran.

Tata cara pemungutan pajak di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

stelsel pemungutan pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.

Stelsel pemungutan pajak yang dipakai di Indonesia berdasarkan Undang-Undang


42

PPh adalah stelsel campuran. Waluyo (2008) mengemukakan pendapatnya mengenai

stelsel campuran, yaitu:

Stelsel campuran adalah stelsel kombinasi dari stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Di awal tahun, pajak terutang dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak tersebut disesuaikan dengan
keadaan yang sebenarnya. Apabila jumlah pajak menurut kenyataan lebih
besar daripada jumlah pajak menurut anggapan, Wajib Pajak harus membayar
kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, kelebihan
pajak yang telah dibayarkan dapat diminta kembali.

Dalam praktiknya, penerapan stelsel campuran ini tergambar pada saat Wajib Pajak

memperhitungkan jumlah pajak yang terutang dengan kredit pajak yang dimiliki

dalam suatu tahun pajak yang dituangkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

maupun SPT Tahunan PPh Badan.

Menurut Adam Smith (1723-1790), dalam bukunya yang berjudul An Inquiry

into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, mengemukakan ajarannya

sebagai sendi dasar pemungutan pajak dalam The Four Maxims sebagaimana dikutip

oleh Diana (2013) adalah sebagai berikut:

1. Equality, pemungutan pajak dilakukan seimbang dengan kemampuan


subjek pajak sehubungan dengan penghasilan yang dinikmatinya dan
dalam keadaan yang sama Wajib Pajak dikenakan pajak yang sama pula.
2. Certainly, pajak yang dibayar seseorang harus terang dan tidak mengenal
kompromi atau terdapat kepastian hukum dalam pemungutan pajak, baik
terkait subjek, objek, besarnya pajak, dan ketentuan waktu pembayaran.
3. Convenience of payment, pajak hendaknya dipungut pada saat yang terbaik
bagi Wajib Pajak atau dalam waktu yang paling dekat dengan waktu
diterimanya penghasilan.
4. Efficiency, pemungutan pajak dilakukan sehemat-hematnya, jangan sampai
biaya pemungutan melebihi pemasukan pajak.

Agar suatu negara dapat mengenakan pajak kepada warganya maupun pihak

lain yang bukan warganya, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang dapat dijadikan

landasan pemungutan pajak. Asas-asas ini digunakan oleh negara untuk memperjelas
43

hubungan keterkaitan antara subjek yang akan dipajaki dengan objek pajak atau

penghasilan yang diterima oleh subjek. Dalam hal pelaksanaan pemungutan pajak,

Indonesia menganut dua asas pemungutan pajak, yaitu asas domisili dan asas sumber,

sebagaimana yang dikemukakan Waluyo (2008) sebagai berikut.

Asas domisili atau tempat tinggal memberikan wewenang kepada negara


untuk memungut pajak atas seluruh penghasilan yang diterima oleh warga
negaranya yang bertempat tinggal di negara tersebut, baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri. Sedangkan asas sumber memberikan wewenang
kepada suatu negara untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber
dari negara tersebut tanpa memperhatikan tempat tinggal pihak yang
menerima penghasilan.

Asas domisili atau tempat tinggal berlaku untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan asas

sumber berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.

Mengenai sistem pemungutan pajak, Waluyo (2008) membaginya menjadi

tiga sistem, yaitu:

1. Official Assessment System


Sistem ini memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan
jumlah pajak yang terutang.
2. Self Assessment System
Pada sistem ini, wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab diberikan
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melapor sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Withholding System
Sistem ini memberikan wewenang pemotongan atau pemungutan pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak kepada pihak ketiga.

Secara umum, Indonesia memberlakukan sistem self assessment kepada seluruh

Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dan dipenuhi dalam pelaksanaan pemungutan

pajak adalah syarat pemungutan pajak. Menurut Mardiasmo (2013), syarat-syarat

tersebut adalah:
44

1. Keadilan, pemungutan pajak harus adil.


2. Yuridis, pemungutan pajak harus berdasarkan pada Undang-Undang.
3. Ekonomis, pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
4. Finansial, pemungutan pajak harus efisien.
5. Kesederhanaan, pemungutan pajak harus sederhana.

Syarat-syarat pemungutan pajak tersebut nantinya wajib dipenuhi oleh pemerintah

dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan pemungutan pajak di Indonesia.

3.1.2.2 Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

Dalam upaya pemerintah mengumpulkan pundi-pundi penerimaan negara,

dapat dibilang Wajib Pajak berperan sebagai aktor utama. Tercapainya suatu target

penerimaan pajak sangat bergantung pada besarnya nominal pajak yang disetorkan

oleh Wajib Pajak ke kas negara. Menurut pendapat Suandy (2002), Wajib Pajak

adalah orang pribadi/badan termasuk pemungut/pemotong pajak tertentu yang

menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2011), Wajib Pajak adalah

orang/badan yang sekaligus memenuhi syarat objektif, yaitu yang memperoleh

Penghasilan Kena Pajak (penghasilan yang melebihi PTKP) bagi Wajib Pajak dalam

negeri. Dari dua definisi tersebut, penulis menyimpulkan definisi Wajib Pajak adalah

orang pribadi atau badan yang memenuhi persyaratan objektif sehingga menurut

ketentuan perundang-undangan perpajakan dikenai kewajiban perpajakan.

Wajib Pajak mempunyai beberapa kewajiban perpajakan yang harus

dilaksanakan. Menurut Mardiasmo (2011), beberapa kewajiban tersebut adalah “…

menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan; menghitung dan membayar sendiri

pajaknya dengan benar; mengisi SPT dengan benar lalu memasukkannya ke KPP

dalam batas waktu yang telah ditentukan; …”. Selain itu, Mardiasmo (2011) juga
45

mengemukakan pendapatnya mengenai hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak, antara

lain:

1. Mengajukan keberatan dan banding.


2. Menerima tanda bukti pemasukan Surat Pemberitahuan.
3. Membetulkan SPT yang telah dimasukkan.
4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
5. Mengajukan permohonan penundaan/pengangsuran pembayaran pajak
terutang.
6. Mengajukan permohonan penghitungan pajak yang dikenakan dalam SKP.
7. Meminta pengembalian kelebihan pajak yang telah dibayar.
8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi dan
pembetulan SKP yang salah.
9. Memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
10. Meminta bukti pemotongan/pemungutan pajak terutang.

Dalam pembahasan mengenai kegiatan penagihan pajak, perlu dipahami pula

pengertian dari Penanggung Pajak. Pengertian Penanggung Pajak dijelaskan dalam

Pasal 1 angka 28 UU KUP, yaitu orang atau badan yang bertanggung jawab atas

pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban Wajib

Pajak. Redaksi kata yang perlu digarisbawahi adalah pembayaran pajak dan wakil.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa Penanggung Pajak

dapat terdiri dari beberapa Wajib Pajak lain yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan dapat menjadi wakil dari suatu Wajib Pajak yang

dikenai kewajiban membayar utang pajak. Utang pajak tersebut telah dilakukan

tindakan penagihan pajak, baik penagihan pajak pasif maupun penagihan pajak aktif.

3.1.2.3 Self assessment system.

Menurut Waluyo dan Ilyas (2003), definisi self assessment system adalah:

Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan


wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk
46

menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak


yang harus dibayar.

Definisi lain mengenai sistem self assessment yang dikemukakan oleh Rahayu (2013),

yaitu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk

memenuhi dan melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya sendiri. Berdasarkan

dua definisi para ahli tersebut, penulis menyimpulkan sistem self assessment

menekankan adanya kepercayaan yang diberikan negara kepada Wajib Pajak dalam

melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya sendiri dengan penuh tanggung

jawab.

Selain mengemukakan definisi mengenai self assessment system, Rahayu

(2013) juga mengemukakan tiga ciri sistem pemungutan pajak tersebut. Yang

pertama, Wajib Pajak (dapat dibantu Konsultan Pajak) berperan aktif melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Kedua, Wajib Pajak merupakan pihak yang secara penuh

bertanggung jawab atas kewajiban perpajakannya sendiri. Ketiga, instansi perpajakan

melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban

perpajakan Wajib Pajak melalui pemeriksaan dan penerapan sanksi dalam bidang

pajak sesuai aturan yang berlaku.

Dalam rangka melaksanakan self assessment system, terdapat beberapa syarat

penunjang yang harus dipenuhi agar sistem ini berhasil diimplementasikan dengan

baik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suandy (2014), yaitu tax consciousness,

tax fairness, tax mindedness, dan tax discipline. Tax consciousness berarti Wajib

Pajak dengan sendirinya mau melakukan kewajiban perpajakannya. Arti dari tax

fairness adalah Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar tanpa
47

ada manipulasi karena fiskus telah memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak.

Dalam tax mindedness, Wajib Pajak memiliki keinginan dan hasrat yang tinggi untuk

membayar pajak. Syarat terakhir adalah tax discipline yang berarti kewajiban

perpajakan Wajib Pajak dilakukan tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dari syarat-syarat tersebut, dapat disimpulkan bahwa beban besar keberhasilan sistem

self assessment bertumpu pada diri Wajib Pajak.

Syarat penunjang keberhasilan self assessment system tersebut juga ditegaskan

dalam Pasal 12 UU KUP yang dikenal sebagai prinsip self assessment system, yaitu

setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang berdasarkan peraturan perundang-

undangan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak; jumlah

pajak terutang yang disampaikan Wajib Pajak dalam SPT adalah jumlah pajak yang

terutang sesuai peraturan perundang-undangan; apabila Direktur Jenderal Pajak

menemukan bukti bahwa jumlah pajak terutang dalam SPT tidak benar, Direktur

Jenderal Pajak menetapkan jumlah semestinya pajak yang terutang. Beban

pembuktian dalam self assessment system terdapat pada DJP atau fiskus. Pemenuhan

kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dianggap benar sampai fiskus dapat

membuktikan sendiri adanya ketidakbenaran dalam hal tersebut.

Tanggung jawab besar yang dipikul oleh Wajib Pajak dari penerapan sistem

self assessment ini membutuhkan kesukarelaan yang luar biasa dari berbagai lapisan

masyarakat untuk menjalankan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Pada kenyataannya, sistem ini belum mampu

mendapat dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat karena stigma negatif

pajak yang sudah mengakar di negara kita. Persepsi negatif dari masyarakat ini
48

menjadi penyebab timbulnya usaha meloloskan diri dari pengenaan pajak atau yang

disebut perlawanan terhadap pajak. Perlawanan pajak yang juga merupakan hambatan

dari pelaksanaan self assessment system menurut Mardiasmo (2011) dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif.

Perlawanan pasif terjadi ketika Wajib Pajak enggan membayar pajak yang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk perlawanan aktif, Wajib Pajak berusaha

secara langsung yang ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak

seperti melakukan tax avoidance atau tax evasion. Perlawanan pajak pasif maupun

aktif yang diberikan oleh Wajib Pajak ini akan berpengaruh pada penerimaan pajak

yang dikumpulkan oleh pemerintah.

3.1.2.4 Pemeriksaan pajak.

Pelaksanaan self assessment system sebagai amanat peraturan perundang-

undangan perpajakan di Indonesia memosisikan fiskus sebagai pihak yang melakukan

pengawasan terhadap jalannya pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak.

Selain melakukan pengawasan agar sistem berjalan sesuai dengan peraturan

perpajakan, fiskus juga melakukan fungsi penegakan hukum (tax enforcement) untuk

menertibkan adanya ketidakpatuhan yang disebabkan oleh perlawanan pasif ataupun

perlawanan aktif yang dilakukan Wajib Pajak. Pilar penegakan hukum pajak ini terdiri

dari pemeriksaan pajak (tax audit), penagihan pajak (tax collection), dan penyidikan

pajak (tax investigationi) (Azhari 2017). Langkah penegakan hukum yang pertama

dilakukan oleh fiskus adalah melaksanakan pemeriksaan pajak. Ilyas dan Burton

(2001) mendefinisikan pemeriksaan pajak sebagai berikut:


49

Pemeriksaan pajak atau tax audit adalah salah satu hak yang dimiliki oleh
aparat pajak sesuai dengan Pasal 20 UU KUP. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh
pemeriksa pajak yang memiliki tanda pengenal dan dilengkapi SP2 yang harus
diperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

Priantara (2002) juga mendefinisikan pemeriksaan pajak, yaitu interaksi antara

pemeriksa pajak dan Wajib Pajak yang membutuhkan sikap positif dari Wajib Pajak

sehingga pelaksanaannya dapat lebih efektif. Definisi lain pemeriksaan sebagaimana

dikemukakan oleh Pardiat (2008) menekankan pada pemeriksaan bukti berupa buku,

dokumen, dan catatan berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang dilaksanakan secara

objektif dan profesional. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, penulis

menyimpulkan pengertian pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan

oleh aparat pajak atas hak yang dimilikinya terhadap bukti dokumen perpajakan milik

Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan secara objektif

dan profesional.

Menurut Rahayu (2013), beberapa faktor yang harus diperhatikan karena

berpengaruh terhadap kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus adalah

teknologi informasi, jumlah SDM, kualitas SDM, dan sarana prasarana pemeriksaan.

Dewasa ini, kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat telah dimanfaatkan

dengan baik oleh Wajib Pajak sehingga pemeriksa pajak juga harus memanfaatkan

perangkat teknologi informasi dengan sebutan Computer Assisted Audit Technique

(CAAT) dalam melakukan audit untuk mengimbanginya. Faktor kedua yang perlu

diperhatikan adalah keseimbangan jumlah SDM pemeriksa dengan jumlah beban


50

kerja. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah pemeriksa pajak, perlu ditingkatkan

kualitas pemeriksa dan dilengkapi dengan teknologi informasi dalam pelaksanaan

pemeriksaan. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah kualitas SDM pemeriksa.

Kualitas ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan.

Faktor terakhir adalah sarana prasarana pemeriksaan seperti ketersediaan program

audit komputer sangat diperlukan untuk membantu pemeriksa dalam mengolah data,

melakukan analisa, dan menghitung pajak.

Kegiatan penegakan hukum pajak seperti pemeriksaan pajak, penagihan pajak,

dan penyidikan pajak termasuk ke dalam upaya ekstra (extra effort) yang dilakukan

oleh DJP untuk mengumpulkan penerimaan pajak selain penerimaan pajak rutin yang

disetorkan Wajib Pajak secara suka rela ke kas negara. Agar target penerimaan pajak

dari kegiatan extra effort pemeriksaan tercapai dan penegakan hukum pajak yang

dilaksanakan tepat sasaran, pemerintah menyusun kebijakan pemeriksaan pajak.

Menurut (Rahayu 2013), tujuan dari kebijakan pemeriksaan adalah agar pemeriksaan

menjadi efisien dan efektif; kinerja pemeriksaan pajak meningkat; kepatuhan Wajib

Pajak meningkat; dan secara tidak langsung penerimaan perpajakan dapat meningkat.

Kebijakan pemeriksaan ini mengatur beberapa ruang lingkup, antara lain jenis, ruang

lingkup, jangka waktu, dan koordinasi pelaksanaan pemeriksaan pajak (Rahayu

2013).

Jenis pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus menurut Suandy (2014)

dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan rutin dapat langsung dilakukan oleh pemeriksa tanpa harus mendapat

persetujuan dari atasan dan biasanya segera dilakukan terhadap SPT Lebih Bayar,
51

rugi, dan yang menyalahi norma penghitungan. Untuk pemeriksaan khusus, dapat

dilakukan setelah mendapat persetujuan atau instruksi dari atasan dalam hal terdapat

bukti bahwa telah disampaikan SPT yang tidak benar, indikasi tindak pidana di

bidang perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak, dan sebab lain berdasarkan instruksi

atasan. Semua penyelesaian pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus ditutup

dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan.

Rahayu (2013) mendefinisikan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai laporan

yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan pajak yang

merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai

dengan tujuan yang ditetapkan. Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun secara

ringkas, jelas, dan memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan,

kesimpulan pemeriksa yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak

adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan

informasi lain yang terkait (Rahayu 2013). Laporan Hasil Pemeriksaan merupakan

dasar penerbitan produk hukum hasil pemeriksaan, yaitu surat ketetapan pajak.

3.1.2.5 Surat Ketetapan Pajak.

Official assessment yang dilakukan oleh fiskus melalui law enforcement

pemeriksaan pajak menghasilkan suatu produk hukum yang disebut sebagai Surat

Ketetapan Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak.

Menurut Gunadi (2002), SKP adalah surat ketetapan yang menjadi dasar jumlah pajak

yang harus dibayar, pajak kurang bayar tambahan, pajak lebih bayar, dan pajak nihil.

Menurut UU KUP yang kemudian dikutip oleh Waluyo (2008), jenis SKP meliputi

Surat Ketetapan Nihil, Surat Ketetapan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar
52

Tambahan, dan Surat Ketetapan Lebih Bayar. Sebagai suatu ketetapan tertulis, Surat

Ketetapan Pajak menimbulkan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak (Iskandar 2016).

3.1.2.6 Utang pajak.

Menurut Waluyo (2008), utang pajak timbul setelah fiskus mengeluarkan surat

ketetapan pajak. Resmi (2014) mendefinisikan utang pajak sebagai pajak yang harus

dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak

sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Menurut Resmi (2014), terdapat

dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran materiil yang

menyatakan bahwa diberlakukannya undang-undang perpajakan menyebabkan utang

pajak timbul (self assessment system) dan ajaran formil yang menyatakan bahwa

dikeluarkannya ketetapan pajak oleh fiskus menimbulkan adanya utang pajak (official

assessment system). Apabila Wajib Pajak tidak membayar lunas utang pajak sampai

dengan tanggal jatuh tempo ketetapan pajak, akan timbul tunggakan pajak. Pengertian

tunggakan pajak menurut Gunadi (2005) adalah utang pajak yang tidak/kurang

dibayar saat jatuh tempo dan berakhir saat terjadi pencairan tunggakan pajak.

Suandy (2014) berpendapat bahwa hapusnya utang pajak terjadi karena

adanya pembayaran, kompensasi, daluwarsa, penghapusan utang, atau pembebasan.

Pembayaran utang pajak dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan SSP atau

dokumen lain yang dipersamakan ke kas negara. Kompensasi dapat terjadi jika jumlah

kelebihan pembayaran pajak milik Wajib Pajak pada masa/tahun pajak berikutnya

dikompensasikan untuk mengurangi jumlah utang pajaknya. Hapusnya utang pajak

juga dapat disebabkan oleh daluwarsa penagihan sudah terlampaui. Kondisi wajib

pajak yang bangkrut misalnya, dapat dijadikan alasan untuk dilakukan penghapusan
53

utang pajak. Untuk pembebasan pajak, utang pajak ditiadakan oleh kebijakan

pemerintah sehingga tidak berakhir dalam arti yang semestinya.

3.1.2.7 Pencairan tunggakan pajak.

Arti kata cair dalam pencairan tunggakan pajak memiliki dua pengertian,

sampai dengan lunas atau dihapuskan karena sudah tidak dapat dilakukan penagihan

pajak lagi. Untuk pengertian lunas, dapat dibayar dengan uang tunai,

pemindahbukuan, atau lelang atas barang milik Wajib Pajak yang disita (Febriana

2017). Waluyo dan Ilyas (2003) mendefinisikan pencairan tunggakan pajak sebagai

jumlah pembayaran atas tunggakan pajak karena pembayaran menggunakan SSP,

pemindahbukuan, pengajuan permohonan pembetulan yang dikabulkan sehingga

jumlah piutang pajak berkurang, keberatan atau banding yang dikabulkan dan

mengakibatkan piutang pajak berkurang, penghapusan piutang pajak, dan Wajib Pajak

tidak dapat ditemukan lagi karena pindah.

3.1.2.8 Penagihan pajak.

Wajib Pajak berkewajiban melunasi utang pajak yang tertera dalam surat

ketetapan pajak sebelum tanggal jatuh tempo. Apabila tanggal jatuh tempo terlewati

dan Wajib Pajak belum melunasi utang pajaknya, fiskus akan melakukan tindakan

penegakan hukum atau law enforcement selanjutnya, yaitu penagihan pajak. Dasar

penagihan pajak sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UU KUP adalah Surat Tagihan

Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali. Pengertian penagihan pajak menurut

Soemitro (2004) adalah perbuatan yang dilakukan oleh DJP karena Wajib Pajak tidak
54

mematuhi undang-undang pajak khususnya terkait pembayaran pajak. Tindakan

penagihan pajak yang dilakukan fiskus ini oleh Suandy (2014) dikelompokkan

menjadi dua, yaitu penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif. Penagihan pajak

pasif dilakukan dengan menggunakan dasar penagihan pajak, yaitu STP, SKPKB,

SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding. Jika sampai dengan

tanggal jatuh tempo utang pajak tidak/kurang dilunasi, akan dilakukan dengan

penagihan pajak aktif. Penagihan pajak aktif adalah kelanjutan dari penagihan pajak

pasif dimana fiskus berperan lebih aktif dimulai dengan penyampaian surat teguran,

surat paksa, SPMP, dan lelang.

Menurut Suhartono dan Ilyas (2010), tindakan penagihan pajak terbagi

menjadi empat proses. Proses yang pertama adalah penerbitan Surat Teguran atau

surat peringatan lain yang sejenis tujuh hari sejak jatuh tempo utang pajak. Proses

tersebut dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa setelah 21 hari sejak

diterbitkannya Surat Teguran. Proses selanjutnya adalah penerbitan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan setelah lewat 2 x 24 jam dari pemberitahuan Surat Paksa.

Proses yang terakhir adalah penjualan atau pelelangan barang sitaan setelah lewat 14

hari sejak lelang diumumkan. Proses ini akan berlanjut dari satu tahap ke tahap

berikutnya apabila Penanggung Pajak belum melunasi utang pajaknya dan berhenti di

suatu proses ketika utang pajak telah lunas.

Dalam proses penagihan pajak, terdapat beberapa indikator sebagaimana yang

dikemukakan Sari (2013) berikut:

1. Surat Teguran, surat yang diterbitkan pejabat untuk


memperingatkan/mengatur agar Wajib Pajak melunasi utang pajaknya.
55

2. Surat Paksa, surat perintah membayar biaya penagihan pajak dan utang
pajak yang memiliki kedudukan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap dan kekuatan eksekutorial.
3. Penyitaan, tindakan Jurusita Pajak agar menguasai barang Penanggung
Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak.
4. Lelang, penjualan barang di muka umum dengan penawaran harga lisan
dan/atau tertulis.

3.1.2.9 Jurusita pajak.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, pelaksanaan kegiatan

penagihan pajak diserahkan kepada Jurusita Pajak. Menurut Mardiasmo (2011), tugas

Jurusita Pajak adalah melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan berdasarkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan, dan melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat

Perintah Penyanderaan.

3.2 Kerangka Pikir

Gambar III.1 Kerangka Pikir

Ketentuan Umum dan Self Assessment Official


Tata Cara Perpajakan System Assessment System

Pencairan Penagihan Pemeriksaan


Tunggakan Pajak Pajak Pajak

Kendala dan Upaya

Sumber: Diolah penulis


56

3.3 Analisis Hasil

3.3.1 Analisis pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta


Barat.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara yang dilakukan

oleh penulis, kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat berpedoman

pada dan secara garis besar telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

perpajakan, antara lain sebagai berikut:

- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah terakhir diubah

dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan,

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata

Cara Pemeriksaan,

- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 tentang Standar

Pemeriksaan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang

Kebijakan Pemeriksaan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-126/PJ/2010 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Pemeriksaan/Audit Plan untuk Menguji

Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,


57

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ/2012 tentang

Pedoman Penyusunan Program Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 tentang

Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ/2012 tentang

Pedoman Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2017 tentang

Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2015 tentang

Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak,

- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2017 tentang

Rencana, Strategi, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan Tahun 2017,

- Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-12/PJ/2016 tentang

Kebijakan Penerbitan Instruksi/Persetujuan/Penugasan dan Pelaksanaan

Pemeriksaan selama Periode Pengampunan Pajak, dan

- Standard Operating Procedures yang berlaku.

Kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan di tiap Unit Pelaksana

Pemeriksaan (UP2) dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak. Sesuai Pasal 1 angka 6

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 sebagaimana telah terakhir

diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Tata

Cara Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan


58

DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang mempunyai

wewenang dan diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan. Pada pelaksanaannya,

Pemeriksa Pajak di KPP Madya Jakarta Barat terdiri dari Fungsional Pemeriksa Pajak

dan Petugas Pemeriksa Pajak. Untuk melakukan pemeriksaan, para Pemeriksa Pajak

ini membentuk suatu tim Pemeriksa Pajak, yang terdiri dari satu orang supervisor,

satu orang ketua tim, dan satu orang atau lebih anggota tim. Dalam keadaan tertentu,

ketua tim pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat dapat merangkap sebagai

anggota tim. Pembahasan mengenai kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya

Jakarta Barat akan penulis bagi menurut jenis pemeriksa pajaknya, yaitu yang

dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak dan Petugas Pemeriksa Pajak.

3.3.1.1 Pemeriksaan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak.

Peran KPP Madya sebagai salah satu KPP penentu penerimaan secara nasional

mendorong DJP untuk melakukan revitalisasi kegiatan pemeriksaan pajak.

Revitalisasi tersebut dilakukan dalam rangka optimalisasi penyelesaian pemeriksaan

rutin seluruh jenis pajak, pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko, dan

pemeriksaan restitusi PPN yang dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2017 tentang

Rencana, Strategi, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan Tahun 2017, Kepala KPP

Madya diharuskan melakukan reformulasi tugas Fungsional Pemeriksa Pajak melalui

pembentukan Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar dan Satgas pemeriksaan

dalam rangka penggalian potensi. Pembentukan kedua Satgas ini telah dilakukan oleh

KPP Madya Jakarta Barat melalui Keputusan Kepala KPP pada tahun 2017. Satgas

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar terdiri dari satu orang supervisor, seluruh ketua
59

tim, dan seluruh anggota tim pada Kelompok 1 Fungsional Pemeriksa Pajak, dengan

jumlah total 7 orang. Satgas pemeriksaan dalam rangka penggalian potensi terdiri dari

sepuluh orang supervisor, seluruh ketua tim dan seluruh anggota tim pada Kelompok

2 sampai dengan Kelompok 11 Fungsional Pemeriksa Pajak, dengan jumlah total 49

orang.

Tugas utama dari Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar adalah

melakukan pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar restitusi maupun kompensasi dengan

penekanan output pada refund discrepancy yang dihasilkan. Nilai refund discrepancy

adalah nilai nominal restitusi Wajib Pajak yang tidak dikabulkan berdasarkan hasil

pemeriksaan pajak. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lebih bayar menurut SPT yang

disampaikan oleh Wajib Pajak dikurangi dengan nilai lebih bayar pada surat ketetapan

pajak hasil pemeriksaan. Nilai ini juga dijadikan salah satu ukuran kinerja Satgas

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar. Berikut disajikan kinerja dari Satgas

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar pada KPP Madya Jakarta Barat.

Gambar III.2 Kinerja Satgas SPT PPN Lebih Bayar KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019
Rp1.000.000.000.000
Rp867.863.481.127
Rp800.000.000.000

Rp600.000.000.000

Rp400.000.000.000 Rp364.320.745.676
Rp284.815.155.975
Rp200.000.000.000

Rp0 Rp8.517.584.560 Rp6.384.012.060 Rp3.694.698.433


2017 2018 2019
SPT PPN Lebih Bayar Restitusi Refund Discrepancy

Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak


60

Pada kondisi ideal yang diharapkan, meningkatnya jumlah nominal lebih

bayar restitusi pada SPT Masa PPN yang dilakukan pemeriksaan hendaknya diikuti

pula oleh meningkatnya nilai refund discrepancy yang dihasilkan. Kondisi yang

terjadi di KPP Madya Jakarta Barat pada tahun 2017-2019 justru berlaku sebaliknya.

Nilai persentase refund discrepancy dibandingkan dengan nilai SPT Masa PPN Lebih

Bayar restitusi pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 secara berturut-turut

adalah 2,99%; 1,75%; dan 0,43%. Standar persentase refund discrepancy yang

ditetapkan sesuai SE-11/PJ/2017 adalah 15%. Dari perbandingan antara persentase

tersebut, dapat diketahui bahwa di tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 refund

discrepancy yang dihasilkan oleh Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar KPP

Madya Jakarta Barat masih sangat jauh di bawah standar. Hasil ini dapat dijadikan

indikasi awal bahwa pembentukan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar yang ada belum tepat sasaran.

Berdasarkan SE-11/PJ/2017, jumlah Fungsional Pemeriksa Pajak yang

ditunjuk sebagai anggota Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar harus sesuai

dengan beban kerja riil pemeriksaan restitusi PPN. Pertambahan jumlah nominal SPT

Masa PPN Lebih Bayar yang diajukan restitusi oleh Wajib Pajak pada tahun 2017

sampai dengan tahun 2019 juga akan mengakibatkan pertambahan beban kerja riil

Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar. Berdasarkan observasi penulis di

lapangan, pertambahan beban ini tidak diiringi dengan pertambahan anggota atau

kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak yang ditunjuk sebagai Satgas pemeriksaan

SPT PPN Lebih Bayar oleh Kepala KPP. Selama tahun 2017 sampai dengan tahun

2019, Satgas ini hanya terdiri dari satu kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dengan
61

jumlah anggota tidak lebih dari 10 orang. Kegiatan pemeriksaan di KPP Madya

Jakarta Barat pun lebih berfokus pada pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas

pemeriksaan penggalian potensi dilihat dari lebih banyaknya jumlah FPP yang

ditunjuk sebagai anggota Satgas ini. Dalam menunjuk anggota Satgas, Kepala KPP

Madya Jakarta Barat pun terlebih dahulu memprioritaskan Satgas pemeriksaan Galpot

diisi oleh FPP yang berkinerja unggul. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab

belum efektifnya pemeriksaan yang dilakukan Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih

Bayar di KPP Madya Jakarta Barat pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

Berbeda dengan Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar, Satgas

pemeriksaan penggalian potensi (Satgas pemeriksaan Galpot) mempunyai tugas

utama melakukan pemeriksaan untuk penggalian potensi melalui pemeriksaan rutin

dan/atau pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak. Kinerja

Satgas ini salah satunya diukur dari realisasi pencairan surat ketetapan pajak hasil

pemeriksaan. Realisasi ini merupakan jumlah pencairan atau pelunasan atas SKPKB

atau SKPKBT yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak selama tahun berjalan.

Pencairan surat ketetapan pajak ini meliputi jumlah yang dibayarkan Wajib Pajak

sebelum jatuh tempo pembayaran utang pajak dalam SKPKB atau SKPKBT, yaitu

satu bulan sejak tanggal penerbitan ketetapan, maupun pencairan tunggakan pajak

melalui serangkaian tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak.
62

Gambar III.3 Kinerja Satgas Pemeriksaan Galpot KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019
Rp700.000.000.000
Rp662.706.778.010
Rp600.000.000.000 Rp605.851.461.100
Rp500.000.000.000 Rp476.890.449.496
Rp400.000.000.000
Rp300.000.000.000
Rp271.211.701.076
Rp200.000.000.000 Rp222.428.938.494

Rp100.000.000.000 Rp105.883.592.526
Rp0
2017 2018 2019
SKPKB terbit tahun berjalan Pencairan SKP tahun berjalan

Sumber: Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat

Berdasarkan Gambar III.3, persentase pencairan SKP terbit tahun berjalan

dibandingkan dengan jumlah keseluruhan SKPKB yang diterbitkan dari pemeriksaan

yang dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak di tahun tersebut secara berurutan

adalah 16,12%; 27,95%; dan 38,62%. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,

pencairan SKPKB pada tahun berjalan paling rendah terdapat di tahun 2017.

Walaupun persentase pencairan SKP selalu naik dari tahun 2017 sampai dengan tahun

2019, persentase pencairan ini masih sangat jauh dibandingkan dengan jumlah

ketetapan yang diterbitkan dan bahkan tidak mampu mencapai separuhnya. Fenomena

ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat yang

bersedia melunasi utang pajaknya atas ketetapan hasil pemeriksaan pajak oleh

Fungsional Pemeriksa Pajak sesuai dengan jatuh tempo yang diberikan masih sangat

sedikit. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa Wajib Pajak terdaftar di KPP

Madya Jakarta Barat mayoritas belum mampu melaksanakan seutuhnya salah satu

kewajiban perpajakan yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011), yaitu membayar

pajak dengan benar.


63

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis,

pembagian tugas utama atau fokus pemeriksaan yang dilakukan kedua Satgas bersifat

fleksibel. Saat dihadapkan dengan kondisi tertentu, Satgas Pemeriksaan Galpot dapat

melakukan pemeriksaan rutin atas SPT PPN Lebih Bayar. Begitu pun sebaliknya,

anggota Satgas Pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar dapat melakukan pemeriksaan

rutin atau khusus yang bertujuan untuk menggali potensi perpajakan Wajib Pajak.

Contoh kondisi khusus yang terjadi di KPP Madya Jakarta Barat tersebut adalah pada

tahun 2018 terdapat Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar

Restitusi dalam jumlah besar, yaitu Rp109.376.861.130, sehingga atas pertimbangan

Kepala KPP pemeriksaan ini dilakukan oleh salah satu tim dari Satgas pemeriksaan

Galpot dengan mempertimbangkan kompetensi Fungsional Pemeriksa Pajak yang

bersangkutan dan riwayat pemeriksaan Wajib Pajak tersebut.

3.3.1.2 Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak.

Sesuai dengan strategi pemeriksaan yang disusun oleh Direktur Jenderal Pajak

dalam rangka mengamankan penerimaan pajak dari kegiatan extra effort pemeriksaan

dan penagihan, dilakukan optimalisasi pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak

pada tahun 2017 sesuai dengan SE-11/PJ/2017. Petugas Pemeriksa Pajak dari Seksi

Pengawasan dan Konsultasi mempunyai tugas utama melakukan pemeriksaan khusus

data konkret dan pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa Harta

Bersih terkait program Pengampunan Pajak. Data konkret yang dapat menunjukkan

adanya ketidakpatuhan Wajib Pajak tersebut antara lain seperti hasil konfirmasi

Faktur Pajak, keterangan tertulis Wajib Pajak atas kehendak sendiri terkait Pasal 15

ayat (3) UU KUP, bukti pemotongan PPh, dan data lain yang dapat digunakan untuk
64

menghitung kewajiban perpajakan yang tidak dilakukan verifikasi. Untuk contoh

Harta Bersih yang dapat dilakukan pemeriksaan, misalnya Harta Bersih yang

belum/kurang diungkapkan Wajib Pajak dalam Surat Pembetulan atas Surat

Keterangan Pengampunan Pajak. Hasil dari kedua kegiatan pemeriksaan tersebut

merupakan kinerja Petugas Pemeriksa Pajak yang bersangkutan.

Gambar III.4 Kinerja Petugas Pemeriksa Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019
Rp200.000.000.000
Rp179.851.189.022
Rp150.000.000.000
Rp132.978.522.958
Rp100.000.000.000 Rp96.473.227.394

Rp50.000.000.000

Rp0
2017 2018 2019
SKPKB terbit tahun berjalan

Sumber: Laporan Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat

Dari Gambar III.4, terlihat adanya penurunan jumlah nominal penerbitan SKP

hasil pemeriksaan Petugas Pemeriksa Pajak. Persentase penurunan di tahun 2018 dan

tahun 2019 adalah 26,06% dan 27,25%. Penurunan jumlah nominal ini diakibatkan

oleh menurunnya jumlah SP2 dan jumlah LHP pada tahun yang bersangkutan. Selain

itu, banyaknya jumlah pemeriksaan khusus data konkret sangat dipengaruhi oleh

adanya temuan data konkret yang menunjukkan ketidakpatuhan Wajib Pajak oleh

Petugas Pemeriksa Pajak atau Account Representastive yang mengadministrasikan

Wajib Pajak tersebut. Penurunan jumlah pemeriksaan ini dapat diartikan bahwa data

konkret yang menunjukkan ketidakpatuhan Wajib Pajak tersebut jumlahnya menurun

di sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Dengan kata lain, pemeriksaan
65

khusus data konkret yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pajak ini dapat

menertibkan Wajib Pajak terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat agar dapat memenuhi

salah satu kewajibannya sesuai yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011), yaitu

mengisi SPT dengan benar lalu memasukkannya ke KPP dalam batas waktu yang

telah ditentukan.

3.3.2 Analisis pelaksanaan pencairan tunggakan pajak atas Surat Ketetapan


Pajak hasil pemeriksaan pada KPP Madya Jakarta Barat.
3.3.2.1 Penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara yang dilakukan

penulis, kegiatan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat berpedoman pada dan

secara garis besar telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,

antara lain sebagai berikut:

- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah terakhir diubah

dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan,

- Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa,

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1994 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan,


66

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang

Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 2000 tentang

Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan

secara Lelang dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 tentang

Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung

Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa,

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan

Penagihan Seketika dan Sekaligus,

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara

Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan,

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-

syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak,

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang

Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang

Tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,

- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2014 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung


67

Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa, dan

- Standard Operating Procedures yang berlaku.

Pelaksanaan tindakan penagihan pajak di tiap KPP dilakukan oleh Jurusita

Pajak. Kegiatan penagihan pajak ini meliputi peneguran atau peringatan yang

dilakukan oleh Jurusita Pajak, pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus,

pemberitahuan Surat Paksa, pengusulan pencegahan, pelaksanaan penyitaan,

pelaksanaan penyanderaan, dan penjualan barang sitaan supaya Penanggung Pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Per bulan Agustus 2019, hanya

terdapat satu Jurusita Pajak yang bertugas melaksanakan tindakan penagihan pajak di

KPP Madya Jakarta Barat sedangkan Pelaksana Seksi Penagihan yang bertugas

melakukan administrasi terkait seluruh tindakan penagihan pajak berjumlah dua

orang. Jumlah ini bisa dibilang sangat sedikit mengingat besarnya nilai ketetapan

pajak yang diterbitkan tiap tahun dan nilai tunggakan pajak tiap tahun yang lebih dari

Rp600.000.000.000. Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat dibantu dengan

Pelaksana Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta Barat bertanggung jawab melakukan

serangkaian tindakan penagihan pajak guna mencairkan tunggakan pajak ini.

Pada praktiknya, tindakan penagihan pajak yang dilakukan di KPP Madya

Jakarta Barat dibagi menjadi dua, yaitu tindakan penagihan pajak pasif dan tindakan

penagihan pajak aktif. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suandy (2014),

tindakan penagihan pajak pasif di KPP Madya Jakarta Barat dilakukan sebelum

tanggal jatuh tempo pembayaran ketetapan pajak yang bersangkutan dengan

menggunakan dasar penagihan pajak, yaitu STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan,


68

SK Keberatan, dan Putusan Banding. Apabila setelah lewat tanggal jatuh tempo

pembayaran ketetapan Penanggung Pajak belum melunasi tunggakan pajaknya,

dilanjutkan ke tindakan penagihan pajak aktif. Tindakan penagihan pajak aktif yang

dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat pun telah sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Suhartono dan Ilyas (2010) yang terdiri dari empat proses

berurutan, yaitu penerbitan Surat Teguran, penyampaian Surat Paksa, penyampaian

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan penjualan atau pelelangan barang sitaan.

3.3.2.2 Penagihan pajak pasif di KPP Madya Jakarta Barat.

Tindakan penagihan pajak pasif dapat dimulai setelah diterbitkannya ketetapan

pajak yang menjadi dasar penagihan pajak dan diakhiri sesaat setelah jatuh tempo

pembayaran ketetapan pajak yang bersangkutan. Proses administrasi SKP hasil

pemeriksaan di Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta Barat diawali dengan

pemantauan SKP terbit dan pembandingan data SKP yang diperoleh dari SIDJP

dengan dokumen fisik SKP yang diterima dari Seksi Pelayanan. Pelaksana Seksi

Penagihan juga selalu memastikan bahwa Seksi Penagihan memiliki arsip fisik/soft

copy SKP mengingat pentingnya dokumen ini karena digunakan sebagai dasar

penagihan. Seksi Penagihan membuat Register SKP yang berisi tanggal terbit, nilai

pokok, sanksi administrasi, dan tanggal jatuh tempo berdasarkan SKP yang terbit

menurut SIDJP dibandingkan dengan SKP yang diterima oleh Seksi Penagihan.

Register tersebut memudahkan Seksi Penagihan untuk memantau tanggal dimulainya

tindakan penagihan pajak aktif dan tanggal pembayaran atas SKP terbit. Dokumen

fisik SKP yang diterima oleh Seksi Penagihan diadministrasikan di Rumah Berkas

bersama dengan seluruh dokumen Penagihan Wajib Pajak. Untuk soft copy SKP,
69

Seksi Penagihan mengadministrasikannya pada Sharing PC untuk memudahkan

pencarian dokumen apabila dibutuhkan dalam proses penagihan pajak selanjutnya.

Terdapat dua tindakan penagihan pajak pasif yang dilakukan oleh Seksi

Penagihan KPP Madya Jakarta Barat. Tindakan pertama dilakukan melalui kegiatan

surat menyurat secara formal dengan menerbitkan Surat Himbauan agar Wajib Pajak

melunasi utang pajaknya sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Penerbitan Surat

Himbauan ini diprioritaskan untuk Penanggung Pajak yang memiliki utang pajak

dalam jumlah besar yang tertera dalam ketetapan pajak dan termasuk dalam Daftar 50

Besar Penunggak Pajak di KPP Madya Jakarta Barat. Tindakan penagihan pajak pasif

yang kedua bersifat informal, yaitu Jurusita Pajak mengimbau langsung Penanggung

Pajak agar segera melunasi utang pajak melalui sambungan telepon. Apabila

Penanggung Pajak tidak mengindahkan seluruh imbauan dan belum/kurang melunasi

utang pajaknya, Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta Barat melanjutkan dengan

tindakan penagihan pajak aktif setelah jatuh tempo pembayaran ketetapan pajak.

3.3.2.3 Penagihan pajak aktif di KPP Madya Jakarta Barat.

Proses penagihan pajak aktif diawali dengan penerbitan Surat Teguran.

Penerbitan surat ini dilaksanakan tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran

ketetapan pajak. Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang diterbitkan surat ini adalah

Wajib Pajak yang tidak mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan

pembayaran utang pajak dan menyetujui seluruh hasil pemeriksaan pajak pada saat

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak

mengajukan permohonan pengangsuran/penundaan atau tidak menyetujui seluruhnya

hasil pemeriksaan pajak, Jurusita Pajak terlebih dahulu menunggu sampai berakhirnya
70

batas waktu pengangsuran/penundaan pembayaran pajak atau keberatan yang

mungkin diajukan oleh Wajib Pajak. Setelah jangka waktu berakhir, Jurusita Pajak

melanjutkan tindakan penagihan pajak aktif apabila terdapat utang pajak yang

tidak/kurang dibayar. Pencetakan dan pengiriman Surat Teguran dilakukan oleh

Pelaksana Seksi Penagihan. Pada akhir tahun 2019, pembuatan Surat Teguran sudah

dapat dilakukan secara otomatis menggunakan aplikasi Informasi dan Monitoring

SIDJP. Setelah jatuh tempo pembayaran ketetapan pajak terlewati, ketetapan pajak

tersebut secara otomatis masuk ke register produk hukum yang dapat diterbitkan Surat

Teguran. Adanya aplikasi ini ditambah dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar di KPP

Madya Jakarta Barat yang terbilang sedikit membuat pengawasan yang dilakukan

oleh Pelaksana Seksi Penagihan lebih mudah sehingga Surat Teguran selalu

diterbitkan tepat waktu.

Gambar III.5 Pencairan Piutang Pajak setelah Penerbitan Surat Teguran


Rp500.000.000.000 Rp430.378.086.794

Rp400.000.000.000
Rp269.169.018.310
Rp300.000.000.000 Rp233.587.245.392
Pencairan Piutang Pajak
Rp200.000.000.000 Ketetapan yang ditegur

Rp100.000.000.000 Rp31.216.691.279
Rp12.498.638.706 Rp26.937.449.981

Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Aplikasi Informasi dan Monitoring SIDJP

Pencairan piutang pajak setelah dilakukan penerbitan Surat Teguran

mengalami peningkatan di tahun 2018 dan penurunan di tahun 2019. Persentase

perubahan di tahun tersebut adalah naik 149,76% dan turun 13,71%. Perubahan
71

nominal piutang pajak cair ini sebanding dengan perubahan jumlah Surat Teguran

yang diterbitkan pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Penerbitan Surat

Teguran meningkat 59,93% di tahun 2018 dan menurun 12,11% di tahun 2019. Jika

dibandingkan dengan target pencairan piutang pajak yang ditetapkan di masing-

masing tahun, kontribusi pencairan piutang pajak setelah penerbitan surat teguran di

tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 adalah 24,01%; 50,24%; dan 25,01%.

Proses penagihan pajak aktif yang kedua adalah penyampaian Surat Paksa.

Surat Paksa diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang belum melunasi utang

pajaknya dalam 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran. Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat menyampaikan secara langsung surat ini kepada Penanggung

Pajak. Jurusita Pajak terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal diri dan

menerangkan maksud kedatangannya kepada Penanggung Pajak sebelum

menyampaikan isi dari Surat Paksa. Jurusita Pajak memberikan salinan Surat Paksa

kepada Penanggung Pajak dan mendokumentasikan kegiatan penyampaian tersebut.

Jurusita Pajak juga membuat Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa yang memuat hari

dan tanggal pemberitahuan, nama Jurusita Pajak, nama penerima, dan tempat

pemberitahuan. Surat Paksa yang telah diberitahukan disertai dengan Berita Acara

Pelaksanaan Surat Paksa selanjutnya diadministrasikan oleh Pelaksana Seksi

Penagihan.
72

Gambar III.6 Pencairan Piutang Pajak setelah Pemberitahuan Surat Paksa


Rp140.000.000.000
Rp132.455.045.666 Rp130.683.966.117
Rp120.000.000.000 Rp124.867.380.929

Rp100.000.000.000
Rp80.000.000.000 Rp80.437.296.780
Rp60.000.000.000 Rp60.130.584.125
Rp40.000.000.000 Rp43.653.366.875 Pencairan Piutang Pajak
Rp20.000.000.000 Ketetapan yang di-SP
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Aplikasi Informasi dan Monitoring SIDJP

Berdasarkan Gambar III.6, persentase perubahan pencairan piutang pajak di

sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 adalah turun 45,73% dan naik

37,75%. Jika dibandingkan dengan target pemberitahuan Surat Paksa di masing-

masing tahun, satu-satunya tahun di mana realisasi pemberitahuan Surat Paksa berada

di bawah 100% adalah tahun 2017, yaitu 86,65%, namun pencairan piutang pajaknya

justru berada di posisi tertinggi dalam kurun waktu tersebut. Perubahan nominal

pencairan piutang pajak juga tidak sebanding dengan perubahan nominal ketetapan

pajak yang dilakukan pemberitahuan Surat Paksa. Penulis berpendapat bahwa faktor

yang memiliki pengaruh signifikan terhadap besarnya nominal pencairan piutang

pajak adalah faktor eksternal, bukan faktor internal dari DJP atau Jurusita Pajak, yaitu

kesediaan Wajib Pajak melunasi tunggakan pajaknya. Kontribusi pencairan piutang

pajak setelah dilakukan pemberitahuan Surat Paksa terhadap target pencairan piutang

pajak di tiap tahunnya adalah 150,50%; 70,26%; dan 55,83%. Persentase ini lebih

tinggi dari pada persentase kontribusi yang dihasilkan dari penerbitan Surat Teguran.
73

Tindakan penagihan pajak aktif setelah pemberitahuan Surat Paksa adalah

penyitaan yang dilakukan bersama dengan penyampaian Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan. SPMP dapat diterbitkan apabila Penanggung Pajak belum/kurang melunasi

utang pajaknya sejak 2 x 24 jam diberitahukannya Surat Paksa. Penyitaan

dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dan disaksikan oleh dua orang. Jurusita Pajak

menunjukkan tanda pengenal diri dan menyampaikan tujuan kedatangannya terlebih

dahulu kepada Penanggung Pajak sebelum melakukan penyitaan. Jurusita Pajak

menempelkan segel sita pada barang milik Penanggung Pajak yang dilakukan

Penyitaan. Dalam melakukan penyitaan, Jurusita Pajak memperkirakan nilai barang

yang disita sampai dinilai cukup untuk melunasi seluruh utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Jurusita Pajak juga membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang

ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, serta dua orang saksi.

Gambar III.7 Pencairan Piutang Pajak setelah Penyitaan


Rp70.000.000.000
Rp60.000.000.000 Rp61.809.730.264

Rp50.000.000.000 Pencairan Piutang Pajak


Rp40.000.000.000 Ketetapan yang di-SPMP
Rp30.000.000.000
Rp27.216.101.988
Rp20.000.000.000
Rp10.000.000.000 Rp9.964.364.042 Rp8.708.329.375 Rp8.148.621.374
Rp3.188.568.517
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Aplikasi Informasi dan Monitoring SIDJP

Pencairan piutang pajak sepanjang tahun 2017 sampai tahun 2019 setelah

dilakukan penyitaan mengalami penurunan tajam. Persentase penurunan di masing-

masing tahun adalah 55,97% dan 88,28%. Penurunan ini terjadi seiring dengan
74

penurunan nilai nominal ketetapan pajak yang dilakukan penyampaian SPMP di tiap

tahunnya. Jika dibandingkan dengan realisasi dari target penerbitan SPMP, persentase

realisasi kegiatan yang di bawah 100%, yaitu di tahun 2017 sebesar 82,61%, justru

menempati posisi tertinggi nominal pencairan piutang pajak di antara tiga tahun

tersebut. Nilai ketetapan pajak yang dilakukan penyampaian SPMP jauh lebih kecil

daripada nilai nominal pencairan tunggakannya karena nilai ketetapan pajak tersebut

hanya berasal dari ketetapan tahun berjalan yang dilakukan penyampaian SPMP di

tahun yang bersangkutan. Untuk pencairan piutang pajaknya, nilai ini juga berasal

dari pencairan piutang pajak atas ketetapan pajak yang telah dilakukan penyampaian

SPMP di tahun sebelumnya. Persentase kontribusi pencairan piutang pajak atas

tindakan ini terhadap target pencairan piutang pajak secara keseluruhan di masing-

masing tahun adalah 118,72%; 43,80%; dan 2,96%.

Penagihan pajak aktif dapat dilanjutkan dengan Pengumuman Lelang jika

dalam 14 hari setelah dilakukan penyitaan Penanggung Pajak belum membayar lunas

utang pajaknya. Pengumuman Lelang ini dilanjutkan dengan pelaksanaan Lelang jika

dalam jangka waktu 14 hari setelah diterbitkannya Pengumuman Lelang Penanggung

Pajak belum melunasi utang pajaknya. Barang milik Penanggung Pajak yang telah

disita oleh Jurusita Pajak dijual dengan cara Lelang melalui Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) lalu hasil Lelang tersebut digunakan untuk

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Persentase realisasi kegiatan Lelang

yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat dibandingkan dengan

target Lelang yang telah ditetapkan di sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun

2019 adalah 0%; 200%; dan 200%.


75

Tindakan penagihan pajak aktif lain yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat agar Penanggung Pajak melunasi utang pajaknya adalah

mengusulkan Pencegahan atau Penyanderaan. Kepala KPP Madya Jakarta Barat

mengajukan usulan kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan dan

Penagihan dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.

Pengajuan usulan ini dilaksanakan dengan sangat selektif terhadap Penanggung Pajak

yang mempunyai utang pajak minimal Rp100.000.000 dan diragukan iktikad baiknya

untuk melunasi utang pajak. Sebelum mengajukan usulan, Jurusita Pajak KPP Madya

Jakarta Barat terlebih dahulu melakukan validasi utang pajak, identifikasi, dan

profiling Penanggung Pajak. Pada tahun 2017 dan tahun 2019, Jurusita Pajak

mengusulkan Pencegahan masing-masing sebanyak 2 usulan dan 1 usulan. Ketiga

usulan tersebut dilanjutkan dengan Gelar Perkara Pencegahan di Kantor Wilayah DJP

Jakarta Barat. Atas ketiga Gelar Perkara Pencegahan yang dilakukan dan disetujui,

diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pencegahan dan disampaikan

keputusan tersebut kepada Penanggung Pajak.

Untuk tindakan Penyanderaan, Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat juga

mengajukan usulan Penyanderaan kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur

Pemeriksaan dan Penagihan dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP

Jakarta Barat pada tahun 2017 dan tahun 2018 masing-masing sebanyak 2 usulan dan

1 usulan. Kedua usulan ini juga telah ditindaklanjuti dengan Gelar Perkara

Penyanderaan di tahun tersebut. Syarat pengajuan usulan Penyanderaan juga sama

halnya seperti syarat pengajuan usulan Pencegahan. Berdasarkan Berita Acara Gelar

Perkara Penyanderaan yang telah dilakukan, disepakati usulan Penyanderaan terhadap


76

Penanggung Pajak dari masing-masing Wajib Pajak yang bersangkutan ditunda

terlebih dahulu dan dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang lain, seperti

pemblokiran, pencegahan, dan penyitaan.

Selain mengajukan usulan Pencegahan dan Penyanderaan, Jurusita Pajak juga

mengajukan permintaan pemblokiran rekening bank Penanggung Pajak. Tindakan ini

dilakukan sebagai upaya untuk mengamankan kekayaan milik Penanggung Pajak dan

memberikan gertakan kepada Penanggung Pajak agar segera melunasi utang

pajaknya. Keberadaan akun rekening bank ini sangat krusial bagi Wajib Pajak karena

secara langsung mempengaruhi kelancaran operasional kegiatan usahanya.

Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pelunasan utang pajak dan biaya

penagihan pajak menggunakan saldo kas yang tersimpan dalam akun rekening yang

diblokir.

Gambar III.8 Pencairan Piutang Pajak setelah Pemblokiran Rekening


Rp12.000.000.000

Rp10.000.000.000 Rp10.074.594.700

Rp8.000.000.000 Rp7.604.648.549
Rp6.740.411.156
Rp6.000.000.000 Pencairan Piutang Pajak

Rp4.000.000.000 Ketetapan yang diblokir

Rp2.000.000.000 Rp2.096.619.826

Rp0
2018 2019

Sumber: Aplikasi Informasi dan Monitoring SIDJP

Pada tahun 2017, Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat hanya melakukan

Pemblokiran pada tahun 2018 dan 2019. Jika dibandingkan dengan banyaknya

realisasi tindakan Pemblokiran yang dilakukan, banyaknya tindakan yang dilakukan


77

di tahun 2019 berbanding terbalik dengan nominal ketetapan pajak yang dilakukan

Pemblokiran dan pencairan piutang pajak setelah Pemblokiran. Penurunan persentase

pencairan piutang pajak setelah kegiatan ini di tahun 2019 sebesar 68,89% lebih besar

dari pada penurunan persentase nominal ketetapan yang diblokir yaitu 24,52%.

Kontribusi pencairan piutang pajak setelah Pemblokiran terhadap target pencairan

piutang pajak pada tahun 208 dan 2019 adalah 10,85% dan 1,95%.

3.3.2.4 Pencairan tunggakan pajak atas SKP hasil pemeriksaan di KPP Madya Jakarta
Barat.

Kinerja serangkaian kegiatan yang telah dilakukan oleh KPP Madya Jakarta

Barat terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pemeriksaan dan telah diterbitkan

Surat Ketetapan Pajak agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tersebut mau

melunasi utang pajaknya, baik sebelum dan sesudah jatuh tempo pembayaran,

tercermin dalam realisasi kegiatan extra effort pemeriksaan dan penagihan pada tahun

2017 sampai dengan tahun 2019 sebagaimana berikut.

Gambar III.9 Realisasi Extra Effort Pemeriksaan dan Penagihan KPP Madya Jakarta
Barat Tahun 2017-2019
Rp300.000.000.000
Rp271.211.701.076
Rp250.000.000.000 Rp222.428.938.494
Rp226.782.658.212
Rp200.000.000.000

Rp150.000.000.000 Rp105.883.592.526
SKP tahun berjalan
Rp100.000.000.000
SKP sebelum tahun berjalan
Rp88.054.319.596
Rp50.000.000.000 Rp61.017.999.717
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Laporan Nilai Kinerja Organisasi KPP Madya Jakarta Barat


78

Pencairan tunggakan pajak atas SKP yang terbit pada tahun berjalan selalu

lebih besar daripada pencairan tunggakan pajak atas SKP yang terbit pada tahun-

tahun sebelumnya. Perbedaan jumlah realisasi pencairan SKP terbit ini secara

signifikan dipengaruhi oleh kualitas piutang pajak yang bersangkutan. SKP yang

terbit di tahun yang sama dengan tindakan penagihan pajak yang dilakukan besar

kemungkinan masuk ke dalam kategori piutang pajak lancar. Semakin besar selisih

tahun penerbitan SKP dengan tahun pelaksanaan tindakan penagihan pajak atas SKP

tersebut, semakin besar pula kemungkinan penurunan kualitas piutang pajak dari yang

semula lancar menjadi kurang lancar, diragukan, dan macet.

Berdasarkan Gambar III.9, realisasi pencairan tunggakan pajak atas SKP yang

terbit pada tahun berjalan selalu meningkat di sepanjang tahun 2017 sampai dengan

tahun 2019. Persentase kenaikan tersebut secara berurutan sebesar 110,07% dan

21,93%. Peningkatan persentase ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja

Fungsional Pemeriksa Pajak dan Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat. Untuk

pencairan tunggakan pajak atas SKP yang terbit sebelum tahun berjalan, penurunan

realisasi terjadi di tahun 2018 namun KPP Madya Jakarta Barat dapat

memperbaikinya sehingga terjadi peningkatan drastis di tahun 2019. Persentase

perubahan di tahun 2018 dan tahun 2019 adalah turun 30,70% dan naik 271,67%.

Nilai dari persentase-persentase tersebut menggambarkan bahwa kinerja kegiatan

extra effort pemeriksaan dan penagihan pajak terbaik berada di tahun 2019.
79

Gambar III.10 Realisasi Pencairan Piutang Pajak KPP Madya Jakarta Barat Tahun
2017-2019
Rp180.000.000.000
Rp160.000.000.000
Rp140.000.000.000 Rp154.745.665.750 Rp108.464.471.458
Rp120.000.000.000
Rp100.000.000.000 Rp119.294.712.505
Rp107.708.122.221
Rp80.000.000.000
Rp60.000.000.000 Target
Rp40.000.000.000 Rp52.063.407.254 Rp62.134.507.755 Realisasi
Rp20.000.000.000
Rp0
2017 2018 2019

Sumber: Aplikasi Informasi dan Monitoring SIDJP

Berdasarkan Gambar III.10, realisasi pencairan piutang pajak selalu melebihi

target yang ditetapkan namun selalu mengalami penurunan di kurun waktu tiga tahun

tersebut. Persentase capaian realisasi di tiga tahun tersebut secara berurutan adalah

297,23%; 191,99%; dan 100,70%. Persentase kontribusi tertinggi tiap tindakan

penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat

terhadap target pencairan piutang pajak di masing-masing tahun adalah penerbitan

Surat Teguran di tahun 2017, pemberitahuan Surat Paksa di tahun 2017, penyampaian

SPMP dan Penyitaan di tahun 2017, dan Pemblokiran rekening bank di tahun 2018.

Rata-rata kontribusi tiap tindakan penagihan pajak aktif terhadap target pencairan

piutang pajak selama tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 adalah penerbitan Surat

Teguran 33,09%; pemberitahuan Surat Paksa 93,53%; penyampaian SPMP dan

Penyitaan 55,16%; dan Pemblokiran rekening bank 4,26%. Peringkat kontribusi tiap

tindakan penagihan pajak dari tertinggi hingga terendah adalah pemberitahuan Surat

Paksa, penyampaian SPMP dan Penyitaan, penerbitan Surat Teguran, dan terakhir

Pemblokiran rekening bank. Dari persentase tersebut, dapat diketahui bahwa


80

mayoritas Penanggung Pajak di KPP Madya Jakarta Barat melunasi tunggakan

pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan Surat Paksa.

3.3.3 Kendala pelaksanaan pencairan tunggakan pajak di KPP Madya Jakarta


Barat.
3.3.3.1 Kendala pada kegiatan pemeriksaan pajak.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Dialog Kinerja Organisasi dan

hasil wawancara yang dilakukan oleh Penulis, terdapat beberapa kendala yang

ditemui pada pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat.

Kendala yang pertama berasal dari sisi Sumber Daya Manusia. Banyaknya jumlah

SDM Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Madya Jakarta Barat mengakibatkan

adanya ketimpangan kompetensi antar Fungsional Pemeriksa Pajak. Ketimpangan

kompetensi ini sangat terlihat pada hasil penunjukan kedua Satgas Pemeriksaan di

KPP Madya Jakarta Barat. Kepala KPP Madya Jakarta Barat menempatkan banyak

Fungsional Pemeriksa Pajak yang memiliki kompetensi unggul pada Satgas

Pemeriksaan Galpot, sedangkan Satgas Pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar yang

ditunjuk hanya beranggotakan sedikit Fungsional Pemeriksa Pajak dengan kompetensi

yang kurang padahal beban pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar selalu

meningkat di tiap tahunnya. Ketimpangan ini juga dibuktikan dengan adanya

pemeriksaan rutin atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang diserahkan kepada Satgas

Pemeriksaan Galpot karena Kepala KPP menilai kompetensi Fungsional Pemeriksa

Pajak tersebut lebih unggul dari pada Fungsional Pemeriksa Pajak yang ada di Satgas

Pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar.


81

Kendala yang kedua bersifat spesifik dan hanya terjadi di tahun 2017, yaitu

adanya program Pengampunan Pajak. Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan

pemeriksaan lalu mengikuti program Pengampunan Pajak Periode 3 di tahun 2017,

harus diterbitkan Laporan Penghentian Pemeriksaan dalam Rangka Pengampunan

Pajak atau dilakukan pembatalan penugasan/instruksi pemeriksaannya untuk Tahun

Pajak 2015 dan sebelumnya. Banyaknya pemeriksaan khusus yang dihentikan di

tahun 2017 berpengaruh besar pada nilai nominal ketetapan pajak yang diterbitkan.

Nominal SKPKB terbit di tahun 2017 berada pada posisi terendah dibandingkan

dengan dua tahun lainnya. Realisasi kegiatan extra effort pemeriksaan dan penagihan

pun menempati posisi terendah di tahun 2017.

Kendala ketiga merupakan kendala yang terjadi di semua tahun, yaitu

banyaknya jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Lebih

Bayar dan SPT Masa PPN Lebih Bayar. Banyaknya jumlah penyampaian SPT Lebih

Bayar ini berpengaruh signifikan pada banyaknya jumlah pemeriksaan rutin atas SPT

Lebih Bayar di setiap tahun. Hal ini menyebabkan pemeriksaan pajak yang dilakukan

cenderung berfokus pada pemeriksaan rutin bukan pemeriksaan khusus yang

bertujuan untuk menggali potensi perpajakan Wajib Pajak. Tabel II.xx menunjukkan

jumlah pemeriksaan rutin atas SPT Lebih Bayar di KPP Madya Jakarta Barat jauh

lebih banyak dari pada jumlah pemeriksaan khusus.

3.3.3.2 Kendala pada kegiatan penagihan pajak.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, pelaksanaan tindakan

penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat juga mengalami kendala di tiap

tahunnya. Sama halnya dengan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, Sumber Daya


82

Manusia menjadi kendala utama pada pelaksanaan kegiatan penagihan pajak di KPP

Madya Jakarta Barat. Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat yang hanya terdiri dari

satu orang sangat tidak sesuai dengan banyaknya beban kerja yang ada. Beban kerja

dari setiap tindakan penagihan pajak dari awal hingga akhir hanya bertumpu pada satu

orang saja. Walaupun sebagian besar target dan Indikator Kinerja Utama kegiatan

penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat masih tercapai, hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan pada jam kerja Jurusita Pajak dibandingkan dengan beban kerja

yang terlalu banyak.

Selain kendala pada jumlah SDM, terdapat beberapa kendala yang ditemui

pada setiap tindakan penagihan pajak yang dilakukan. Kendala pada tindakan

penagihan pajak pasif adalah terdapat Wajib Pajak yang tidak memberikan timbal

balik atas Surat Himbauan Pelunasan Utang Pajak yang dikirimkan oleh Pelaksana

Seksi Penagihan dan tidak menghadiri Undangan Pembahasan Utang Pajak. Kendala

yang ditemui pada saat kegiatan penerbitan Surat Teguran adalah terdapat Surat

Teguran yang telah dikirim kembali pos atau tidak sampai ke tangan Penanggung

Pajak karena alamat terkini Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sudah tidak sesuai

dengan data yang tercantum dalam SIDJP. Kendala ini juga pernah ditemui pada saat

pemberitahuan Surat Paksa secara langsung oleh Jurusita Pajak.

Kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat terkait

penyampaian SPMP dan Penyitaan adalah sulit ditemukannya barang milik

Penanggung Pajak yang dapat dijadikan objek sita. Pada beberapa kasus yang ditemui

di lapangan, terdapat beberapa Penanggung Pajak yang cenderung menutupi

keberadaan hartanya agar tidak disita oleh Jurusita Pajak karena harta tersebut
83

berpengaruh langsung pada kegiatan operasional usaha Wajib Pajak. Kendala lain

yang dihadapi terdapat pada pelaksanaan Lelang, kendala ini dikarenakan adanya

keterbatasan birokrasi, yaitu pemrosesan pengajuan permohonan Lelang yang

diajukan KPP Madya Jakarta Barat kepada Kepala KPKNL memakan waktu yang

lama. Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta Barat juga sering kali tidak mendapatkan

kepastian mengenai jangka waktu permohonan tersebut selesai ditindaklanjuti.

Kendala birokrasi lain yang dihadapi dalam tindakan penagihan pajak adalah lamanya

proses penyelesaian usulan pencegahan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat di tingkat Kantor Wilayah. Pemrosesan usulan ini mensyaratkan

adanya Gelar Perkara yang harus dilakukan sehingga proses Pencegahan Penanggung

Pajak memerlukan waktu yang lama.

Kendala terakhir yang dihadapi oleh Jurusita Pajak berkaitan dengan tindakan

Pemblokiran rekening bank. Akibat adanya keterbatasan data yang dimiliki oleh

Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat, tidak dapat diketahui secara pasti kantor

cabang bank tempat Penanggung Pajak terdaftar sebagai nasabah sehingga proses

pemblokiran rekening bank juga memakan waktu yang lama karena Jurusita KPP

Madya Jakarta Barat terlebih dahulu mengirimkan surat permintaan pemblokiran

kepada kantor pusat bank Wajib Pajak. Kantor pusat kemudian meneruskan surat

permintaan pemblokiran kepada kantor cabang di mana Wajib Pajak terdaftar sebagai

nasabah. Setelah diketahui kantor cabang tempat Wajib Pajak terdaftar sebagai

nasabah, baru dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan pemblokiran rekening bank. Tiga

dari seluruh kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat
84

berkaitan erat dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tindakan

penagihan pajak yang bersangkutan.

3.3.4 Upaya yang dilakukan terkait pencairan tunggakan pajak di KPP Madya
Jakarta Barat.
3.3.4.1 Upaya yang dilakukan terkait kegiatan pemeriksaan pajak.

KPP Madya Jakarta Barat telah melakukan beberapa upaya penanganan

terhadap kendala-kendala yang timbul pada kegiatan pemeriksaan pajak. Upaya yang

dilakukan untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi SDM

Fungsional Pemeriksa Pajak adalah pelaksanaan In House Training yang dilakukan

secara berkala di KPP Madya Jakarta Barat terutama yang ditujukan khusus untuk

Fungsional Pemeriksa Pajak. Kepala KPP Madya Jakarta Barat juga sering

mengadakan rapat pembinaan dengan Fungsional Pemeriksa Pajak. Dalam rapat

pembinaan ini dibahas pula isu-isu atau kasus-kasus khusus pemeriksaan pajak yang

ditemui oleh masing-masing tim Pemeriksa Pajak sehingga terjadi sharing of

knowledge antar Fungsional Pemeriksa Pajak yang dapat menambah wawasan dan

kompetensi. Fungsional Pemeriksa Pajak juga diwajibkan untuk memanfaatkan secara

optimal perangkat pendukung pemeriksaan, seperti aplikasi penyedia data untuk

keperluan pemeriksaan, misalnya OSIRIS/ORIANA dan modul jenis usaha tertentu

yang dapat diakses pada Aplikasi Pendukung Desentralisasi Pelatihan Pemeriksa

(ANTARIKSA).

Untuk kendala kedua, upaya yang telah dilakukan KPP Madya Jakarta Barat

pada tahun 2017 adalah menyiapkan daftar Wajib Pajak untuk dilakukan pemeriksaan

khusus setelah berakhirnya program Pengampunan Pajak. Langkah-langkah persiapan


85

yang dilakukan antara lain adalah penugasan yang diberikan oleh Kepala KPP Madya

Jakarta Barat kepada setiap Account Representastive dan Fungsional Pemeriksa Pajak

untuk menyusun analisis risiko sederhana Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan

untuk diusulkan pemeriksaan disertai dengan perkiraan potensi pajak yang dapat

digali. Analisis risiko sederhana ini disampaikan kepada Kepala Kantor untuk diteliti

lebih lanjut lalu diadministrasikan oleh Seksi Pemeriksaan agar memudahkan jika

sewaktu-waktu analisis risiko tersebut akan dijadikan usulan pemeriksaan khusus

bottom up ke Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.

Terkait banyaknya pemeriksaan rutin atas SPT Lebih Bayar yang terdapat di

KPP Madya Jakarta Barat, Kepala KPP Madya Jakarta Barat selalu mendorong para

Fungsional Pemeriksa Pajak untuk mempercepat penyelesaian pemeriksaan rutin

tersebut agar fokus Fungsional Pemeriksa Pajak dapat segera dialihkan untuk

melakukan pemeriksaan khusus sehingga penerbitan SKPKB lebih optimal. KPP

Madya Jakarta Barat juga melakukan penyusunan dan penyampaian Daftar Sasaran

Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak yang diprioritaskan untuk dilakukan Pemeriksaan

khusus kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat setiap tahunnya.

Penyampaian DSPP ini bertujuan agar penugasan pemeriksaan khusus semakin

meningkat di tiap tahunnya sehingga produksi SKPKB juga meningkat.

3.3.4.2 Upaya yang dilakukan terkait kegiatan penagihan pajak.

KPP Madya Jakarta Barat, khususnya Jurusita Pajak, telah melakukan

beberapa upaya penanganan terhadap kendala-kendala yang timbul pada tindakan

penagihan pajak. Jumlah SDM Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat sampai saat

ini (per bulan Juni 2020) masih terdiri dari satu orang. Pada awal tahun 2020, KPP
86

Madya Jakarta Barat sempat melakukan pengangkatan satu orang Jurusita Pajak baru

namun Jurusita Pajak yang baru ini kemudian dipindahkan ke Subbagian Umum dan

Kepatuhan Internal KPP Madya Jakarta Barat karena terdapat kekurangan jumlah

pegawai. Untuk kendala utama ketersediaan Jurusita Pajak, KPP Madya Jakarta Barat

belum mampu melakukan upaya penanganan. Kendala kedua yang berkaitan dengan

tindakan penagihan pajak pasif, yaitu penerbitan Surat Himbauan, Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat juga melakukan himbauan secara daring melalui aplikasi

Whatsapp selain melakukan himbauan secara formal kepada Penanggung Pajak atau

wakil Wajib Pajak yang lain.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pada penagihan pajak aktif

yang pertama atau penerbitan Surat Teguran adalah mencari alamat terkini tempat

kegiatan usaha Wajib Pajak di internet atau menanyakan langsung alamat terkini

kepada Account Representative yang bertanggung jawab mengadministrasikan Wajib

Pajak tersebut. Hal sama juga dilakukan untuk pemberitahuan Surat Paksa. Untuk

kendala terkait sulitnya ditemukan harta Penanggung Pajak yang dapat dijadikan

objek sita, Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat berkoordinasi dengan seluruh

Pemeriksa Pajak yang melakukan kegiatan pemeriksaan agar Pemeriksa Pajak yang

bersangkutan mencantumkan data-data terkait harta milik Penanggung Pajak dalam

Laporan Hasil Pemeriksaan yang diperkirakan dapat mencukupi nilai utang pajak

milik Wajib Pajak apabila dikemudian hari dilaksanakan Lelang. Data terkait harta

Penanggung Pajak ini diperoleh pada saat Pemeriksa Pajak melakukan kegiatan

pemeriksaan lapangan yang di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.


87

Untuk penanganan hambatan pada pelaksanaan Lelang, Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat menghubungi secara langsung pegawai KPKNL yang bertugas

memproses pengajuan permohonan Lelang dan menanyakan secara berkala kepada

pegawai tersebut mengenai kepastian pelaksanaan Lelang yang diberikan untuk KPP

Madya Jakarta Barat. Kendala selanjutnya terkait lamanya proses penyelesaian usulan

pencegahan ditangani dengan cara Jurusita Pajak mengajukan usulan Pencegahan

pada awal tahun berjalan atau pada akhir tahun sebelum tahun berjalan agar usulan

tersebut dapat segera diproses dan direalisasikan Pencegahan terhadap Penanggung

Pajak pada tahun berjalan. Upaya yang dilakukan terkait kendala terakhir yang

terdapat di tindakan Pemblokiran adalah Jurusita Pajak mencari kantor cabang tempat

Penanggung Pajak sebagai nasabah melalui internet berdasarkan pada informasi

nomor rekening yang dimiliki Jurusita Pajak.


IV. BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil pembahasan yang telah penulis

paparkan, simpulan dari kegiatan pencairan surat ketatapan pajak hasil pemeriksaan

yang terdapat di KPP Madya Jakarta Barat pada tahun 2017 sampai dengan tahun

2019 adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak di KPP Madya Jakarta Barat secara

garis besar telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan

Standar Operating Procedure yang berlaku. Pemeriksa Pajak di KPP Madya

Jakarta Barat terdiri dari Fungsional Pemeriksa Pajak dan Petugas Pemeriksa

Pajak. Berdasarkan SE-11/PJ/2017 tentang Rencana, Strategi, dan Pengukuran

Kinerja Pemeriksaan Tahun 2017, Kepala KPP Madya diharuskan melakukan

reformulasi tugas Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pembentukan Satgas

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar dan Satgas pemeriksaan dalam rangka

penggalian potensi. Pembentukan kedua Satgas ini telah dilakukan oleh KPP

Madya Jakarta Barat melalui Keputusan Kepala KPP pada tahun 2017. Tugas

utama dari Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar adalah melakukan

pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar restitusi maupun kompensasi dengan

88
89

penekanan output pada refund discrepancy yang dihasilkan. Nilai persentase

refund discrepancy dibandingkan dengan nilai SPT Masa PPN Lebih Bayar

restitusi pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 secara berturut-turut adalah

2,99%; 1,75%; dan 0,43%. Standar persentase refund discrepancy yang

ditetapkan sesuai SE-11/PJ/2017 adalah 15%. Refund discrepancy yang

dihasilkan oleh Satgas pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar KPP Madya Jakarta

Barat masih sangat jauh di bawah standar. Terdapat indikasi awal bahwa

pembentukan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas pemeriksaan SPT

PPN Lebih Bayar yang ada belum tepat sasaran. Satgas pemeriksaan Galpot

mempunyai tugas utama melakukan pemeriksaan untuk penggalian potensi

melalui pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup

seluruh jenis pajak. Kinerja Satgas ini salah satunya diukur dari realisasi

pencairan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan. Dalam kurun waktu tiga tahun

terakhir, pencairan SKPKB pada tahun berjalan paling rendah terdapat di tahun

2017. Persentase pencairan SKP di tahun 2017-2019 masih sangat jauh

dibandingkan dengan jumlah ketetapan yang diterbitkan dan bahkan tidak mampu

mencapai separuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak terdaftar di KPP

Madya Jakarta Barat mayoritas belum mampu melaksanakan seutuhnya salah

satu kewajiban perpajakannya, yaitu membayar pajak dengan benar. Petugas

Pemeriksa Pajak dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi mempunyai tugas utama

melakukan pemeriksaan khusus data konkret dan pemeriksaan khusus

berdasarkan keterangan lain berupa Harta Bersih terkait program Pengampunan

Pajak. Terdapat penurunan jumlah LHP dan SKP terbit hasil pemeriksaan oleh
90

Petugas Pemeriksa Pajak di tahun 2017-2019. Penurunan jumlah pemeriksaan ini

dapat diartikan bahwa data konkret yang menunjukkan ketidakpatuhan Wajib

Pajak tersebut jumlahnya menurun di sepanjang tahun tersebut. Dengan kata lain,

pemeriksaan khusus data konkret yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pajak

sudah dapat menertibkan Wajib Pajak terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat agar

memenuhi salah satu kewajibannya, yaitu mengisi SPT dengan benar lalu

memasukkannya ke KPP dalam batas waktu yang telah ditentukan.

2. Pelaksanaan kegiatan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta Barat yang

dilakukan oleh Jurusita Pajak secara garis besar telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan dan SOP yang berlaku. Terdapat dua tindakan

penagihan pajak pasif yang dilakukan oleh Seksi Penagihan KPP Madya Jakarta

Barat. Tindakan tersebut dilakukan melalui kegiatan surat menyurat secara formal

dengan menerbitkan Surat Himbauan dan kegiatan informal Jurusita Pajak

mengimbau langsung Penanggung Pajak melalui sambungan telepon. Kontribusi

pencairan piutang pajak setelah penerbitan surat teguran di tahun 2017-2019

adalah 24,01%; 50,24%; dan 25,01%. Kontribusi pencairan piutang pajak setelah

dilakukan pemberitahuan Surat Paksa di tiap tahunnya adalah 150,50%; 70,26%;

dan 55,83%. Persentase ini lebih tinggi dari pada persentase kontribusi yang

dihasilkan dari penerbitan Surat Teguran. Persentase kontribusi pencairan piutang

pajak setelah dilakukan penyitaan di masing-masing tahun adalah 118,72%;

43,80%; dan 2,96%. Persentase realisasi kegiatan Lelang yang dilakukan oleh

Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat di tiap tahun adalah 0%; 200%; dan

200%. Tindakan penagihan pajak aktif lain yang dilakukan oleh Jurusita Pajak
91

KPP Madya Jakarta Barat adalah mengusulkan Pencegahan atau Penyanderaan.

Pada tahun 2017 dan tahun 2019, Jurusita Pajak mengusulkan Pencegahan

masing-masing sebanyak 2 usulan dan 1 usulan. Atas ketiga Gelar Perkara

Pencegahan yang dilakukan dan disetujui, diterbitkan Keputusan Menteri

Keuangan mengenai Pencegahan. Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat juga

mengajukan usulan Penyanderaan pada tahun 2017 dan tahun 2018 masing-

masing sebanyak 2 usulan dan 1 usulan. Berdasarkan BA Gelar Perkara

Penyanderaan yang telah dilakukan, disepakati usulan Penyanderaan terhadap

Penanggung Pajak ditunda terlebih dahulu dan dilaksanakan tindakan penagihan

pajak lain. Selain mengajukan usulan Pencegahan dan Penyanderaan, Jurusita

Pajak juga mengajukan permintaan pemblokiran rekening bank Penanggung

Pajak. Kontribusi pencairan piutang pajak setelah Pemblokiran pada tahun 2018

dan 2019 adalah 10,85% dan 1,95%. Peringkat kontribusi tiap tindakan

penagihan pajak dari tertinggi hingga terendah adalah pemberitahuan Surat

Paksa, penyampaian SPMP dan Penyitaan, penerbitan Surat Teguran, dan terakhir

Pemblokiran rekening bank. Mayoritas Penanggung Pajak di KPP Madya Jakarta

Barat melunasi tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan Surat

Paksa. Realisasi pencairan tunggakan pajak atas SKP yang terbit pada tahun

berjalan selalu meningkat di sepanjang tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.

Persentase kenaikan tersebut secara berurutan sebesar 110,07% dan 21,93%.

Untuk pencairan tunggakan pajak atas SKP yang terbit sebelum tahun berjalan,

penurunan realisasi terjadi di tahun 2018 namun terjadi peningkatan drastis di

tahun 2019. Persentase perubahan di tahun 2018 dan tahun 2019 adalah turun
92

30,70% dan naik 271,67%. Nilai dari persentase-persentase tersebut

menggambarkan bahwa kinerja kegiatan extra effort pemeriksaan dan penagihan

pajak terbaik berada di tahun 2019.

3. Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Dialog Kinerja Organisasi dan

hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, terdapat kendala pertama yang

berasal dari sisi Sumber Daya Manusia. Banyaknya jumlah SDM Fungsional

Pemeriksa Pajak di KPP Madya Jakarta Barat mengakibatkan adanya

ketimpangan kompetensi antar Fungsional Pemeriksa Pajak. Kendala yang kedua

bersifat spesifik dan hanya terjadi di tahun 2017, yaitu adanya program

Pengampunan Pajak. Banyaknya pemeriksaan khusus yang dihentikan di tahun

2017 berpengaruh besar pada nilai nominal ketetapan pajak yang diterbitkan.

Realisasi kegiatan extra effort pemeriksaan dan penagihan pun menempati posisi

terendah di tahun 2017. Kendala ketiga merupakan kendala yang terjadi di semua

tahun, yaitu banyaknya jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan

PPh Badan Lebih Bayar dan SPT Masa PPN Lebih Bayar. Banyaknya jumlah

penyampaian SPT Lebih Bayar ini berpengaruh signifikan pada banyaknya

jumlah pemeriksaan rutin atas SPT Lebih Bayar di setiap tahun. Sama halnya

dengan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, Sumber Daya Manusia menjadi

kendala utama pada pelaksanaan kegiatan penagihan pajak di KPP Madya Jakarta

Barat. Jurusita Pajak hanya terdiri dari satu orang. Kendala pada tindakan

penagihan pajak pasif adalah terdapat Wajib Pajak yang tidak memberikan timbal

balik atas Surat Himbauan yang dikirimkan oleh Pelaksana Seksi Penagihan dan

tidak menghadiri Undangan Pembahasan Utang Pajak. Pada penerbitan Surat


93

Teguran, terdapat Surat Teguran yang dikirim kembali pos atau tidak sampai ke

tangan Penanggung Pajak karena alamat terkini Wajib Pajak atau Penanggung

Pajak sudah tidak sesuai dengan data yang tercantum dalam SIDJP. Kendala ini

juga pernah ditemui pada saat pemberitahuan Surat Paksa secara langsung oleh

Jurusita Pajak. Kendala yang dihadapi terkait penyampaian SPMP dan Penyitaan

adalah sulit ditemukannya barang milik Penanggung Pajak yang dapat dijadikan

objek sita. Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan Lelang yaitu adanya

keterbatasan birokrasi berupa proses pengajuan permohonan Lelang yang lama.

Kendala birokrasi lain yang dihadapi adalah lamanya proses penyelesaian usulan

pencegahan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat di

tingkat Kantor Wilayah. Kendala terakhir yang dihadapi berkaitan dengan

tindakan Pemblokiran rekening bank, yaitu tidak dapat diketahui secara pasti

kantor cabang bank tempat Penanggung Pajak terdaftar sebagai nasabah.

4. Upaya yang dilakukan untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan

kompetensi SDM Fungsional Pemeriksa Pajak adalah pelaksanaan In House

Training dan rapat pembinaan yang dilakukan secara berkala. IHT dan rapat ini

ditujukan khusus untuk Fungsional Pemeriksa Pajak. Fungsional Pemeriksa Pajak

juga diwajibkan untuk memanfaatkan secara optimal perangkat pendukung

pemeriksaan. Untuk kendala kedua, upaya yang telah dilakukan KPP Madya

Jakarta Barat pada tahun 2017 adalah menyiapkan daftar Wajib Pajak untuk

dilakukan pemeriksaan khusus setelah berakhirnya program Pengampunan Pajak.

Terkait banyaknya pemeriksaan rutin atas SPT Lebih Bayar yang terdapat di KPP

Madya Jakarta Barat, Kepala KPP Madya Jakarta Barat selalu mendorong para
94

Fungsional Pemeriksa Pajak untuk mempercepat penyelesaian pemeriksaan rutin.

Langkah ini dilakukan agar fokus Fungsional Pemeriksa Pajak dapat segera

dialihkan untuk melakukan pemeriksaan khusus sehingga penerbitan SKPKB

lebih optimal. Untuk kendala utama ketersediaan Jurusita Pajak, KPP Madya

Jakarta Barat belum mampu melakukan upaya penanganan. Upaya penanganan

kendala penerbitan Surat Himbauan adalah Jurusita Pajak melakukan himbauan

secara daring melalui aplikasi Whatsapp. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

hambatan pada penerbitan Surat Teguran adalah mencari alamat terkini tempat

kegiatan usaha Wajib Pajak di internet atau menanyakan langsung kepada

Account Representative. Hal yang sama juga dilakukan untuk pemberitahuan

Surat Paksa. Untuk kendala terkait pelaksanaan Penyitaan, Jurusita Pajak KPP

Madya Jakarta Barat berkoordinasi dengan seluruh Pemeriksa Pajak agar

Pemeriksa Pajak yang bersangkutan mencantumkan data-data terkait harta milik

Penanggung Pajak dalam Laporan Hasil Pemeriksaan. Untuk penanganan

hambatan pada pelaksanaan Lelang, Jurusita Pajak KPP Madya Jakarta Barat

menghubungi langsung pegawai KPKNL yang bertugas memproses pengajuan

permohonan Lelang. Kendala selanjutnya terkait lamanya proses penyelesaian

usulan pencegahan diatasi dengan cara Jurusita Pajak mengajukan usulan

Pencegahan pada awal tahun berjalan atau pada akhir tahun sebelum tahun

berjalan. Upaya yang dilakukan terkait kendala Pemblokiran adalah Jurusita

Pajak mencari kantor cabang tempat Penanggung Pajak sebagai nasabah melalui

internet berdasarkan pada informasi nomor rekening yang dimiliki Jurusita Pajak.
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku dan Sumber Lain

Ana Awa, Olivia Rambu, dan Norman Duma Sitinjak. 2017. Peranan Penagihan
Tunggakan Pajak terhadap Pertumbuhan Tunggakan Pajak. Jurnal Akuntansi
dan Perpajakan Vol. 3, No. 1: 1-9.

Azhari, Muhammad Faiza. 2017. Pengaruh Self Assessment System dan Pemeriksaan
Pajak terhadap Tax Evasion. Bandung: Universitas Pasundan.

Diana, Sari. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: Refika Aditama.

Febriana, Diah. 2017. Efektivitas Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan


Piutang Pajak. Skripsi, Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Surabaya.

Gunadi. 2002. Pajak Penghasilan. Jakarta: Salemba Empat.

Gunadi, M. Djoned. 2005. Administrasi Perpajakan. Jakarta: LPKPAP.

Heriyanti, Melina. 2019. Analisis Pengaruh Hambatan-hambatan dalam Penagihan


Pajak terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Pondok Aren. KTTA,
Tangerang Selatan: Politeknik Keuangan Negara STAN.

Ilyas, Wirawan B., dan Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba
Empat.

Iskandar, Daniati. 2016. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak
terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Survey pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying Periode 2009-2015). Skripsi,
Bandung: Universitas Pasundan.

Juniardi, Kukuh Putranda, Siti Ragil Handayani, dan Devi Farah Azizah. 2014.
Pengaruh Surat Ketetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan (Studi pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Malang Utara Tahun 2005-2013). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB) Vol.17, No.1: 1-8.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.


—. 2009. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
—. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
—. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

95
96

Pardiat. 2008. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.

Priantara, Diaz. 2002. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta: Djambatan.

Rahayu, Siti Kurnia. 2013. Perpajakan Indonesia: Konsep & Aspek Formal.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ramadhani, Novan. 2019. Tinjauan Pelaksanaan Kebijakan Pemeriksaan Pajak


Pasca Tax Amnesty di KPP Pratama Malang Selatan. KTTA, Tangerang
Selatan: Politeknik Keuangan Negara STAN.

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus, Buku 1 Edisi 8. Jakarta: Salemba
Empat.

Salsabila, Radita Nilna. 2019. Evaluasi Pelaksanaan Pencairan Piutang Pajak serta
Kontribusinya bagi Penerimaan Pajak di KPP Pratama Singosari Tahun
2016-2018. KTTA, Tangerang Selatan: Politeknik Keuangan Negara STAN.

Sambodo, Agus. 2014. Pajak dalam Entitas Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: Refika Aditama.

Soemitro, Rochmat. 2004. Asas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.


—. 2014. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
—. 2020. Hukum Pajak Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

Suhartono, Rudy, dan Wirawan B. Ilyas. 2010. Ensiklopedia Perpajakan. Jakarta:


Salemba Empat.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo, dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:
Salemba Empat.

2. Dokumen Publik atau Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945. Jakarta: Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun


2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Sekretariat
Negara.
97

Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun


2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: Sekretariat Negara.

Kementerian Keuangan. 2015. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


Nomor 184/KMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Jakarta:
Sekretariat Negara.

Kementerian Keuangan. 2006. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta: Sekretariat Negara.

Kementerian Keuangan. 2017. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta: Sekretariat Negara.

Direktorat Jenderal Pajak. 2015. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
27/PJ/2015 tentang Pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa Pajak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2017. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
11/PJ/2017 tentang Rencana, Strategi, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan
tahun 2017. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2017. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak Tahun
2017. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2018. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak Tahun
2018. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2019. Nota Dinas Direktur Jenderal Pajak Nomor ND-
44/PJ/2019 tentang Rencana Sumber Penerimaan Pajak Tahun 2019. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pajak.

3. Sumber Elektronik

Nagoro, Mukhamad Wisnu. Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia : Bagian


Kedua. 22 November 2018. https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-
sejarah-perpajakan-di-indonesia-bagian-kedua (diakses Januari 12, 2020).
—. Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia : Bagian Pertama. 14 November
2018. https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan-di-
indonesia-bagian-pertama (diakses Januari 16, 2020).
98

Wikipedia. 12 Agustus 2019. https://id.wikipedia.org/wiki/Jurusita_pajak (diakses


Juni 3, 2020).

Anda mungkin juga menyukai