Anda di halaman 1dari 20

Nama : Rendra Dwi Mardiansyah

Nama Kelompok : Urinaira / Kelompok 6

Nama Ilmiah : Body of Urinary Bladder

Warna kelompok : Putih

BIOGRAFI TOKOH KESEHATAN NASIONAL

1. DOKTER CIPTO MANGUNKUSUMO


Kelahiran : Jepara, 4 Maret 1886
Wafat : Jakarta, 8 Maret 1943
Cipto Mangunkusumo merupakan
seorang dokter sekaligus tokoh
pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ia
juga dikenal sebagai salah satu tokoh
dari Tiga Serangkai bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara. 
Bersama kedua tokoh tersebut, Cipto banyak menyebarluaskan ide pemerintahan
sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda.  Cipto
Mangunkusumo juga merupakan tokoh dalam Indische Partij, organisasi politik
yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri. Berbeda dengan kedua
tokoh lain yang mengambil jalur pendidikan, Cipto Mangunkusumo tetap berjalan
di jalur politik. Ia menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat).
PENDIDIKAN
Cipto Mangunkusumo merupakan putra tertua dari Mangunkusumo, seorang
priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa. Cipto Mangunkusumo
mengawali kariernya menjadi seorang guru bahasa Melayu di sekolah dasar di
Ambarawa. Ia bersekolah di STOVIA atau Sekolah Kedokteran di Batavia.  Selama
menempuh pendidikan di STOVIA, ia diberi julukan oleh gurunya sebagai Een
begaafd leerling atau murid yang berbakat. Julukan tersebut diberikan pada Cipto
karena ia dikenal sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin.  Berbeda
dengan teman-temannya, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca
buku, dan bermain catur. 
PENGHARGAAN
Pada 19 Desember 2016, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan beliau di
pecahan uang logam rupiah baru, Rp 200. Pada 17 Agustus 1964, namanya
diabadikan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) di Jakarta Pusat. RSCM dulunya adalah Centraal Burgerlijke Ziekenhuis
(CBZ), rumah sakit yang menjadi satu dengan STOVIA. Referensi:  Balfas. (1952).
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo: Demokrat Sejati. Jakarta: Pradjaparamita.
Kartodirdjo, Sartono. (1990). Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Sejarah
Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
Reksodihardjo, Soegeng. (1992). Dr. Cipto Mangunkusumo. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, dan Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta. 
2. PROF DR. M. SARDJITO

Kelahiran : Magetan, 13 Agustus 1888


Wafat : Yogyakarta, 5 Mei 1970
Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. (13
Agustus 1889 – 5 Mei 1970) adalah dokter
yang menjadi Guru Besar Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pada
masa perang kemerdekaan, ia ikut serta dalam
proses pemindahan Institut Pasteur di Bandung
ke Klaten. Selanjutnya ia menjadi Presiden Universiteit (sekarang disebut
Rektor) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang pertama dari awal
berdirinya UGM tahun 1949 sampai 1961, selanjutnya menjadi Rektor
ketiga Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namanya diabadikan sebagai
nama sebuah rumah sakit pusat rujukan provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta
yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Pada tanggal 8 November 2019,
Sardjito dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam
sebuah upacara di Istana Negara. Yang menerima penghargaan mewakili keluarga
ahli waris adalah Dyani Poedjioetomo, Cucu dari Sardjito.
PENDIDIKAN
 Sekolah Rakyat di Purwodadi dan Lumajang (1895—1901)
 Sekolah Belanda di Lumajang (1901—1907)

 Sekolah STOVIA di Jakarta (1907—1915)

 Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam (1921—1922)

 Mempelajari penyakit-penyakit iklim panas di Leiden (memperoleh gelar


doktor, 1923).
PERAN PROFESIONAL
 Setelah lulus dari STOVIA, Sardjito menjadi dokter di Rumah Sakit Djakarta
dan ikut dalam riset mengenai penyakit influenza pada tahun 1918 hingga 1919.
Sebelum melanjutkan studi ke Universitas Amsterdam, Ia juga menjadi dokter di
Institute Pasteur Djakarta dari tahun 1916 hingga 1920.
 Pulang dari Jerman, ia diberi tanggung jawab untuk memimpin Laboratorium
Semarang (1931-1944) dan menjadi Kepala Institute Pasteur Bandung (1945).
Dengan adanya pemindahan Institute Pasteur dari Bandung ke Klaten, akhirnya
Sardjito pindah ke Klaten pada tahun 1946. Dimana 3 tahun setelahnya (1949),
ia bersama Sultan Hamengkubuwono IX, Prof.Dr. Prijono,
Prof.Ir. Wreksodiningrat, Prof.Ir. Harjono dan lain-lain sepakat untuk
membentuk Universitas Gadjah Mada.
 Dan Sardjito terpilih menjadi rektor pertama UGM dari tahun 1949 hingga 1961.

3. PROF. DR. ABDULRACHMAN SALEH


Kelahiran : Batavia, 1 Juli 1909
Wafat : Yogyakarta, 29 Juli 1947
Marsekal Muda TNI (Anumerta) Prof. dr. Abdulrachman Saleh, Sp.F (1 Juli
1909 – 29 Juli 1947) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol" adalah
seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI),
penerbang olahraga, dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.
MASA KECIL
Abdulrachman Saleh dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1909 di Jakarta. Pada masa
mudanya, ia bersekolah di HIS (Sekolah rakyat berbahasa Belanda atau Hollandsch
Inlandsche School). Kemudian ia meneruskan pendidikannya ke MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) atau yang kini dikenal dengan SLTP, lalu pada tahun
1992 abdulrachman lulus dari AMS (Algemene Middelbare School) atau SMU,
Setelahnya ia mendaftar ke ke STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche
Artsen). Karena pada saat itu STOVIA dibubarkan sebelum ia menyelesaikan
studinya di sana, maka ia meneruskan studinya di GHS (Geneeskundige Hoge
School), semacam sekolah tinggi dalam bidang kesehatan atau kedokteran.
Ayahnya, Mohammad Saleh, tidak pernah memaksakannya untuk menjadi dokter,
karena saat itu hanya ada STOVIA saja. Ketika ia masih menjadi mahasiswa, ia
sempat giat berpartisipasi dalam berbagai organisasi seperti Jong Java, Indonesia
Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia.
KEGIATAN KEDOKTERAN DAN MILITER
Setelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami pengetahuan ilmu faal. Setelah
itu, ia mengembangkan ilmu faal ini di Indonesia. Oleh karena itu, Universitas
Indonesia pada 5 Desember 1958 menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai Bapak
Ilmu Faal Indonesia.
Ia juga aktif dalam perkumpulan olahraga terbang dan berhasil memperoleh ijazah
atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO
(Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang
radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah
pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar
tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia
dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio
Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki
dinas Angkatan Udara. Ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan
Udara Madiun pada 1946. Ia turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah
Radio Udara di Malang. Sebagai Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya
sebagai dokter, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter
di Klaten, Jawa Tengah.

AKHIR HIDUP

Pada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto dan Abdulrachman


Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka mampir
di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya.
Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini mendapat publikasi luas dari media
massa dalam dan luar negeri.

Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta


melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa
penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan
Belanda. Sore harinya, Suryadarma, rekannya baru saja tiba dengan mobil jip-nya
di Maguwo. Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40
Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan
menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan
akhirnya terbakar.

Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun
1962 dan sejak 17 Agustus 1952, Maguwo diganti menjadi Lanud Adisutjipto.

Abdulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang


Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 November 1974.

Pada tanggal 14 Juli 2000, atas prakarsa TNI-AU, makam Abdulrachman Saleh,


Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke
Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan,
Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.

Namanya diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di


Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran
dan Biologi Umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) yaitu (National Medical and General Biology Competition)
disebut Piala Bergilir Abdulrachman Saleh.
BIOGRAFI TOKOH KESEHATAN INTERNASIONAL

1. Florence Nightingale

Florence Nightingale (lahir di


Florence, I talia, 12 Mei 1820 –
wafat di London, Inggris, 13 Agustus
1910 pada umur 90 tahun) adalah
pelopor perawat modern, penulis dan
ahli statistik. I a dikenal dengan
nama Bidadari Berlampu (bahasa I
nggris The Lady With The Lamp) atas
jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada
perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan
rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada
pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan
mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah
yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan
pemerintahan I nggris.
Masa kecil

Florence Nightingale lahir di Firenze, I talia pada tanggal 12 Mei 1820 dan
dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota
tempat ia dilahirkan. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota
kelahirannya, Firenze dalam bahasa I talia atau Florence dalam
bahasa I nggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah
milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah
kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan
ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence
Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan
Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan
tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya
cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih
banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Perjalanan ke Jerman

Di tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih


jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta
Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran
(Katolik).
Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian
yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien.
I a jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke I nggris
dengan membawa angan-angan tersebut.
Belajar merawat

Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai
seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk
menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa "terpanggil"
untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard
Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of
Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah
membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.
Ditentang oleh keluarga

Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini
dikarenakan pada masa itu di I nggris, perawat adalah pekerjaan hina dan
sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil
dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah. Perawat pada masa
itu hina karena :
1. Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut"
(keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara
pergi.
2. Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam
keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi
sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita
tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak
senonoh
3. Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada
perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
4. Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan


baik tanpa merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman
perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah
dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang
tidak hormat dari pasiennya.
Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk
kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di
rumah sakit. I a tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat
yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan
keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk
mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia
belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang
takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi
perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga
Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit
untuk orang miskin di Perancis.

Kembali ke Inggris

Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan


mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute
for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang
terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga
bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤
25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat
hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena
mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam
akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan
tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
“ rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik,
tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka
menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan
ulama untuk orang I slam ”

Komite Rumah Sakit pun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan


Florence.
Perang Krimea

Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea.


Tentara I nggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara
Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih
menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang
sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel
pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan
bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa
diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki
wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan
kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat I nggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa
masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat
itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah
satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit
banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak
adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia
meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence
menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih
oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki
menumpang sebuah kapal.
Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit
pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi
lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung
bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-
prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di
halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong
tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup
pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar
jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat
lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi
satu dan mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter
kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-
tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat
para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia
mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung
di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.
Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;

1. Perban diganti secara berkala.

1. Obat diberikan pada waktunya.

2. Lantai rumah sakit dipel setiap hari.

3. Meja kursi dibersihkan.

4. Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari


penduduk setempat.
Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang
manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun
baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang
luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa
kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence Nightingale.
I a juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan
mengunci mereka dari luar pada malam hari. I ni dilakukan untuk
membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat
seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan
serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di I nggris menentang
anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit
di I nggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi
keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada
dibawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri,
Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia
keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.
Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak
berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya,
angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan
rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama
Florence berada disana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit
tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit
seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian
akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi
sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang
mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah
dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence
Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki
sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat
kematian menurun drastis.
Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian
disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya
beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence
kembali ke I nggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan
untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the
Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit
meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih
mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama.
Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada
saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa
pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah
rumah sakit.
Bidadari berlampu

Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu,
seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua
belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya
sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban
lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus
menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan
pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan
karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut
bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan
melaporkannya kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya
pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal
lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan,
membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan,
termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua
belas prajurit I nggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya
Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang
masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang
menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah
meninggal.
Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari
Berlampu". Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS,
menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena",
yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit
tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.
“ Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu
untukku. ”

Pulang ke Inggris

Florence Nightingale kembali ke I nggris sebagai pahlawan pada tanggal 7


Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa
yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea, dan
menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah
Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah keluarganya di
Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly.
Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam
Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea. Dia memalangi ibu
dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun
terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya - Nightingale
memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk
Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua.
Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan,
tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan
statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya.
Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer,
dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam
medik angkatan bersenjata.

Karir selanjutnya

Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu


untuk memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil
kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk
pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan
Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia
diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan
bernama "Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris
Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut
berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000
sebagai rasa terima kasih orang-orang I nggris karena Florence Nightingale
berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah
perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-
perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.
Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka
profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-
baik akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah disana
dan masyarakat akan lain sikapnya menghadai seseorang yang terdidik.
Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas
Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik pembukaan
sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan
baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea
telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat.
Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru
tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia
perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat
dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of
Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College
London.
Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik
mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya
dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan
sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit
sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit
Liverpool Workhouse Infirmary. I a juga berkampanye dan menggalang
dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah
tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun
diterapkan ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-
gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat
mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-
masing.

1. Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence


telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-
awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka
telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di
rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital,
Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse I nfirmary dan the
Hospital for I ncurables (Putney); dan diseluruh I nggris, seperti:
Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary;
Cumberland I nfirmary; Liverpool Royal I nfirmary dan juga di
Sydney Hospital, di New South Wales, Australia. Orang sakit
menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka
mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka
kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
2. Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang
Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini
menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan
sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di
kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh
dunia.
3. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan
bagian tentang perawatan bayi.
4. Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan
Universitas Medis Wanita.
5. Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama
Amerika", berkonsultasi dengan Florence Nightingale di I nggris, dan
membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan
pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda
Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.
6. Pada tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah
Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
7. Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di
hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence
Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence
Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda
jasa ini.
8. Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City
dari kota London.
9. Nightingale adalah seorang universalis Kristen. Pada tanggal 7
Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 –
sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."
Meninggal dunia

Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13


Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di
Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang
terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.
(Dikutip dari http:/ / id.wikipedia.org)

Anda mungkin juga menyukai