Anda di halaman 1dari 14

BIOGRAFI TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA

Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H.

&

KONDISI PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Filosofi Pendidikan

Pendidikan Profesi Guru Prajabatan

Disusun Oleh :

Naeli Kurniawati 2201670078

PENDIDIKAN BIOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Jln. K.H Ahmad Dahlan, Dusun III Dukuhwaluh, Kecamatan Kembaran Banyumas

November 2022/2023
BIOGRAFI
Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H.

Biodata Pribadi

Lahir 13 Agustus 1889


Purwodadi, Magetan, Keresidenan
Madiun, Jawa Timur

Meninggal 5 Mei 1970 (umur 80)


Yogyakarta, Indonesia

Ayah Sajit (seorang guru)

Istri Soeko Emi

Anak Pek Poedjioetomo (menjabat


kedudukan penting Kedutaan
Besar RI di Paris)

(sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sardjito)

RIWAYAT PENDIDIKAN

 Sekolah Rakyat di Purwodadi dan Lumajang (1895—1901)


 Sekolah Belanda di Lumajang (1901—1907)
 Sekolah STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) atau sekolah
kedokteran bagi masyarakat pribumi waktu itu di Jakarta (1907—1915)
 Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam (1921—1922) dan memperoleh
gelar Doktor bidang penyakit iklim panas atau tropis (1923)
 John Hopkins University Baltimore, Maryland Amerika Serikat (1924), Sardjito
mendapat gelar M.P.H. dan pada saat itu merupakan Sarjana Indonesia pertama
yang belajar disana

RIWAYAT PRESTASI DI BIDANG PENDIDIKAN

Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. mengabdikan dirinya untuk


pengembangan pendidikan di Indonesia selepas masa kemerdekaan. Beliau berperan
dalam proses pemindahan Institut Pasteur dari Bandung ke Klaten yang kelak
menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada sehingga dinobatkan menjadi
tokoh pendidikan pada masa kemerdekaan. Ayahnya bekerja sebagai seorang guru,
hal ini membuatnya selalu peduli dengan dunia pendidikan. Selain pandai dalam
pendidikan, Sardjito juga aktif di dalam organisasi dan himpunan mahapeserta didik
dan pernah menjadi Ketua Budi Utomo cabang Jakarta. Pada tahun 1949 ketika
banyak orang mempercakapkan bagaimana menciptakan rakyat cerdas, beliau
merupakan dokter yang jasanya dianggap sangat besar di bidang pendidikan. Sadjito
dikenal sebagai sosok yang berkontribusi dalam mempertahankan dan mengisi
perjuangan kemerdekaan khususnya di bidang kesehatan serta pendidikan. Beliau
menjadi Rektor pertama Presidein Universeteit atau Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta. Beliau menduduki jabatan tersebut mulai dari tahun 1950 hingga tahun
1961 selanjutnya, beliau juga menjadi Rektor ketiga Universitas Islam Indonesia
(UII) Yogyakarta periode 1961 sampai 1970. Hal ini identik dengan Dr. Sardjito
sebagai founding father yang membangun dan menggerakkan universitas tersebut.

RIWAYAT KARIR DR. SARDJITO


Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. pernah bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit
Jakarta selama satu tahun setelah lulus dari STOVIA lalu pindah ke Institut Pasteur
Bandung hingga tahun 1920 dan beliau tertarik untuk melakukan penelitian ketika
mengikuti tim penelitian khusus influenza di Institut Pasteur. Pada saat itu penyakit
influenza memang sedang menjadi masalah di masyarakat. Sebagai seorang dokter
sekaligus peneliti, Sardjito mencatatkan berbagai penemuan yang bermanfaat, seperti
obat penyakit batu ginjal (calcusol) serta obat penurun kolesterol (calterol). Sebelum
namanya diusulkan menjadi Pahlawan Nasional, pemberitaan arsip Harian Kompas, 9
November 1966 menyebutkan, Sardjito pernah menerima tanda penghargaan dari
Men/Pangad yang disampaikan oleh Kepala Pusat Sejarah Militer Angkatan Darat
(PUSSEMAD), Brigjen Sardjono atas jasanya dalam menyusun buku mengenai
sejarah militer. Dia juga pernah mendapatkan Bintang Jasa dari Presisden Soeharto
pada tahun 1970.

Kiprah dan perjuangan Prof. Dr. Sardjito dalam rentang waktu sejak masa
pergerakan nasional sampai periode Orde Baru secara otomatis telah diakui sebagai
tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya luar biasa bagi
pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Pemerintah Indonesia
pada tanggal 8 November 2019 melalui Keputusan Presiden RI No. 120/TK/Tahun
2019 secara resmi Presiden Joko Widodo menganugerahi Prof. Dr. Sardjito sebagai
gelar Pahlawan Nasional dalam upacara di Istana Negara. Gelar ini merupakan
pengakuan resmi dari pemerintah dan Negara Indonesia atas kiprah pejuang, dokter,
dan akademisi yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sardjito.

Sebagai Pahlawan Nasional, Prof. Dr. Sardjito dapat dijadikan sebagai sosok
yang inspiratif yang harus dijadikan teladan khususnya oleh semua sivitas akademika
UGM dan generasi muda Indonesia pada umumnya. Setidaknya, terdapat 5 nilai-nilai
yang diwariskan Prof. Dr. Sardjito kepada kita semua untuk diteladani yaitu konsisten
dalam kepedulian dan kepekaan sosial, menjunjung prinsip kesejawatan,
mengedepankan intelektualitas yang berwawasan luas dan beretika, memiliki jiwa
kepemimpinan dan nasionalis. Kelima nilai luhur itu terlihat jelas pada
kepribadiaannya yang bersahaja dan selalu berpegang teguh pada semboyan hidup
dengan memberi kita akan kaya. Sehingga, namanya diabadikan sebagai nama sebuah
rumah sakit pusat rujukan provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito.

Bahkan saat masa revolusi kemerdekaan, Sardjito mencipatakan makanan


ranasum bernama Biskuit Sardjito bagi para tentara pelajar yang sedang berjuang di
medan perang. Lebih lanjut, sebagai seorang peneliti, ia telah menerbitkan karya
bersama dengan ahli paeontologi G.H.R von Koenigswald. Adapun publikasi tersebut
berjudul The Occurence in Indonesia of Two Diseases Rhinoscleroma and
Bilharziasis Japonica Whose Spread is Rooted Deep in the Past, seperti dikutip dari
pemberitaan (Kompas.com, 27 Februari 2018). Selain itu, ia juga menerbitkan lebih
dari 10 karya ilmiah dalam berbagai bahasa antara lain Jerman, Inggris, dan Belanda.
Sardjito menghembuskan nafas terakhirnya pada 5 Mei 1970 di usianya yang ke-80
tahun. Walaupun, ia sudah tiada, kiprah dan inspirasi Sardjito terus membekas,
khususnya bagi para civitas acdemica UGM.
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan, Herman. 2019. Peran Ketokohan Sardjito Dalam Pendirian dan Penamaan
RSUP DR. Sardjito. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
<https://www.researchgate.net/publication/334666213_Peran_Ketokohan_
Sardjito_dalam_Pendirian_dan_Penamaan_RSUP_Dr_Sardjito/link/
5d391bd64585153e591f5c89/download >(diakses pada 18 Desember
2022)

Bahauddin. 2020. Pahlawan Nasional Prof. Dr. Sardjito: Ilmuwan Pejuang, Pejuang
Ilmuwan. Yogyakarta: UGM Digital Press.
<https://digitalpress.ugm.ac.id/book/253>(diakses pada 18 Desember
2022)

Tempo. Co. Yogyakarta, Mengenal Dokter Sardjito, Cendekiawan Kesehatan yang


Meninggal Hari ini di 1970, Mei2022.
<https://nasional.tempo.co/read/1588779/mengenal-dokter-sardjito
cendekiawan-kesehatan-yang-meninggal-hari-ini-di-1970> (diakses pada
18 Desember 2022)

Kompas. Com. Resmi Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Ini Profil Prof Dr
Sardjito,November2019,<https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/08/
175205265/resmi-dianugerahi-gelar-pahlawan-nasional-ini-profil-prof-dr-
sardjito?page=all> (diakses pada 18 Desember 2022)
PANDANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI

Perjalanan Kurikulum Pendidikan Nasional

Dalam perjalanannya hingga saat ini, pendidikan Indonesia belum mengalami


perkembangan yang berarti dari waktu ke waktu, Padahal sudah banyak para pembuat
kebijakan pendidikan di negara ini yang telah menghasilkan berbagai kebijakan
mereka untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Begitupun dengan kurikulum
pendidikan nasional di negara ini. Dapat dikatakan bahwa setiap pergantian menteri
pendidikan, dipastikan ada pergantian kurikulum. Niat pergantian kurikulum tersebut
sebenarnya memang bertujuan baik, yaitu untuk memajukan dunia pendidikan
Indonesia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tetapi yang terjadi di lapangan
malah sebaliknya. Ketika sang menteri pendidikan telah berhenti dari masa
jabatannya, maka berhenti pula program kurikulumnya, yang mana baru dijalankan
setengah jalan, sehingga tidak terlihat hasil nyata dari penggunaan kurikulum
tersebut. Bagaimanapun, selama ini Indonesia sudah berganti kurikulum setidaknya
sebanyak 11 kali pergantian. Kurikulum pertama pada tahun 1947 dinamakan
Rencana Pelajaran, Kemudian pada tahun 1964 masuk kurikulum Rencana
Pendidikan Sekolah Dasar, Kurikulum Sekolah Dasar di tahun 1968, lanjut
Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan 1973. Di tahun 1975 Indonesia
memasuki Kurikulum Sekolah Dasar, kemudian berganti menjadi Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 di tahun 1997, Rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) di tahum 2004. Lalu dua tahun kemudian (2006) beralih
ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan terakhir Kurikulum 2013. Jika
kita perhatikan secara umum, memang ada banyak faktor yang menjadi
penghambat kemajuan pendidikan nasional kita, di antaranya adalah:
 Budaya Feodalisme

Salah satu unsur penghambat kemajuan pendidikan Indonesia adalah jiwa


feodalisme yang belum bisa hilang dari jiwa dan sikap bangsa ini. Sistem pendidikan
kita selama ini memang belum mampu untuk mengaktifkan daya nalar peserta didik
atau peserta didik dalam mencari hikmah atau inti dari sebuah pengetahuan. Peserta
didik belum bisa mendapatkan rangsangan yang kuat dari sistem pendidikan nasional
untuk menjadi pemikir yang kritis terhadap sebuah permasalahan. Hal ini salah
satunya juga disebabkan karena masih lemahnya kurikulum pembelajaran kita dalam
penguasaan serta teknik penyelesaian masalah dengan menggunakan system Higher
Order Thinking Skills (HOTS), sebuah turunan metode belajar yang dicetuskan oleh
Benjamin Bloom lewat teori “Taksonomi Bloom”. Sedangkan, yang masih digunakan
oleh sistem pendidikan nasional kita masih berupa Lower-Middle Order Thinking
Skills, sehingga sistem pendidikan nasional bangsa ini harus dapat merubah cara
berfikir peserta didiknya dengan merangsang cara berfikir mereka menjadi lebih kritis
dan lebih lugas, tetapi tetap di dalam kerangka kesantunan, seperti yang telah
dicontohkan di dalam nilai-nilai kebajikan.

 Kesenjangan Teknologi

Majunya teknologi juga sangat berdampak kepada semua sendi kehidupan


kita, termasuk pendidikan. Dengan demikian, tidak bisa dihindari dan dipungkiri,
bahwasannya adaptasi dari kehidupan yang non teknologi menuju kehidupan yang
berteknologi memerlukan sebuah jembatan. Dalam dunia pendidikan, jembatan inilah
yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional bangsa ini, agar
pendidikan kita bisa beradaptasi dalam menghadapi perkembangan jaman yang serba
cepat ini. Jembatan ini dapat berupa pengenalan teknologi untuk kemajuan
pendidikan kepada seluruh stakeholder yang ada, seperti guru, peserta didik, orangtua
peserta didik, dan masyarakat, sehingga ketika harus dilangsungkan kegiatan
pembelajaran secara online, maka seluruh stakeholder tersebut akan menjadi terbiasa.
Untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan mungkin sudah dapat menguasai
teknologi informasi untuk pendidikan dengan cepat, dikarenakan infastrukturnya
yang sudah sangat memadai. Berbeda masalahnya dengan masyarakat yang masih
tinggal di daerah pedesaan, dimana infrastruktur teknologi informasi belum
maksimal, sehingga banyak kendala dalam penggunaannya. Pemerataan infrastruktur
teknologi ini memang harus dilakukan dengan segera. Dan dengan dana anggaran
yang ada untuk kemajuan pendidikan Indonesia, semoga hal ini bisa cepat terealisasi.

 Lemahnya Pengenalan Terhadap Tokoh Panutan

Faktor ketokohan memang tidak bisa serta merta ditinggalkan begitu saja di
dalam memajukan pendidikan sebuah negara. Indonesia sebenarnya adalah negara
yang kaya dengan tokoh pendidikan baik yang bertaraf nasional dan internasional
sekalipun, tetapi negara ini sepertinya masih kurang dengan penghargaan akan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh para tokoh pendidikan tersebut. Padahal jika melihat
sejarah bangsa ini, mayoritas pejuang kemerdekaan bangsa ini, pada awalnya
melakukan perjuangan mereka dengan berangkat dari aktifitas mereka sebagai guru,
seperti Ki hajar Dewantara, Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, M. Natsir, H.
Agus Salim, H. Cokroaminoto, dan bahkan panglima besar Jenderal Soedirman pun
adalah seorang guru. Artinya, mereka tidak hanya mampu mengeluarkan energi
positif di dalam lingkungan pendidikan saja, tetapi mampu untuk mengamalkannya
dan mengimplementasikannya dengan pikiran dan fisik mereka di kehidupan nyata.
Hal itulah yang membuat diri mereka menjadi sebagai orang-orang yang berjiwa
besar yang patut untuk kita teladani, dan harus kita kenalkan terus keteladanan
mereka kepada generasi penerus bangsa ini.
SOLUSI MENGENAI PENDIDIKAN SAAT INI YANG SEHARUSNYA

 Menurut Konsep Ki Hajar Dewantara

Kemajuan dunia pendidikan saat ini, tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh
tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara sebagai aktor utamanya. Ki Hajar
Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan,
keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki
kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Jadi menurut Ki Hajar Dewantara (2009), “pendidikan dan
pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan
hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam
arti yang seluas-luasnya”. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam proses “menuntun”, anak
diberi kebebasan namun pendidik sebagai “pamong” dalam memberi tuntunan dan
arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang
“pamong” dapat memberikan “tuntunan” agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa
kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Pendidikan
adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi individu
(peserta didik) baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.

Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menggunakan “Sistem


Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai
sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among, maka setiap pamong sebagai
pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha,
Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih
berpengalaman dan atau lebih berpengetahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi
contoh, memberi teladan. Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna,
sebagai pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman,
hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “central
figure” bagi peserta didik (Among).
b. Ing Madya Mangun, Karsa Mangun karsa berarti membina kehendak, kemauan
dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita
yang luhur. Sedangkan ing madya berarti di tengahtengah, yang berarti dalam
pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka. Jadi ing
madya mangun karsa mengandung makna bahwa pamong atau pendidik sebagai
pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan
anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya.
c. Tutwuri Handayani, Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh
perhatian dan penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih saying.
Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian
dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan
pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya.
Lingkungan sekolah (guru) saat ini memiliki peran sangat besar pembentukan
karakter peserta didik. Peran guru tidak sekedar sebagai pengajar semata, pendidik
akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya bagi peserta
didiknya. Guru haruslah menjadi teladan, sekaligus mentor dari peserta didik di
dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter demi tercapainya tujuan pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara.

 Menerapkan Konsep Merdeka Belajar

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 4 Tahun 2022


tentang “Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang
Standar Nasional Pendidikan” bahwa dalam rangka pengamalan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu menegaskan Pancasila sebagai
muatan wajib dalam kurikulum setiap jenjang pendidikan. Keputusan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor
56/M/2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan
Pembelajaran menekankan bahwa Kurikulum Merdeka harus diterapkan pada
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
Kurikulum Merdeka harus sudah terintegrasi dengan tema projek penguatan profil
pelajar Pancasila. Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila dilakukan
secara fleksibel, baik muatan maupun waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek
harus mengacu pada capaian profil pelajar Pancasila sesuai dengan fase peserta didik,
dan tidak harus dikaitkan dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran.

Dari pemaparan konsep kebijakan “Merdeka Belajar” yang dicanangkan oleh


Mendikbud Nadiem Makarim tesebut di atas menekankan adanya kemerdekaan dan
keleluasaan lembaga pendidikan dalam mengekplorasi secara maksimal kemampuan
dan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang secara alamiah memiliki
kemampuan dan potensi yang beragam (multikultural) yang menyebabkan
pembelajaran yang dilakukan harus berdiferensiasi. Pendidikan multikultural
memuculkan pembelajaran berdiferensiasi didalam kelas, yang mana guru diharuskan
dapat mengakomodir kebhinekaan kemampuan didalam kelas. Sudah tidak ada lagi
perihal kelas atau sekolah unggulan. Semua kelas memiliki kemampuan yang
heterogen. Dengan kata lain bahwa pembelajaran diferensiasi adalah menciptakan
suatu kelas yang beragam dengan memberikan kesempatan dalam meraih konten,
memproses suatu ide dan meningkatkan hasil setiap peserta didik, sehingga peserta
didik-peserta didik akan bisa lebih belajar dengan efektif. Pembelajaran
berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar peserta didik dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Ada 3 aspek pembelajaran
berdiferensiasi meliputi:
1. Kesiapan belajar (readiness) peserta didik
2. Minat peserta didik
3. Gaya belajar peserta didik
Pembelajaran diferensiasi menggunakan berbagai pendekatan (multiple
approach) dalam konten, proses dan produk. Konten berhubungan dengan apa yang
akan peserta didik-muird ketahui, pahami dan yang akan dipelajari. Dalam hal ini
guru akan memodifikasi bagaimana setiap peserta didik akan mempelajari suatu topik
pembelajaran. Proses merupakan cara peserta didik mendapatkan informasi atau
bagaimana ia belajar. Dalam arti lain adalah aktivitas peserta didik dalam
mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan berdasarkan konten yang
akan dipelajari. produk merupakan bukti apa yang sudah mereka pelajari dan pahami.
Peserta didik akan mendemostrasikan atau mengaplikasikan mengenai apa yang
sudah mereka pahami.

Keragaman peserta didik menjadi tantangan tersendiri bagi instansi


Pendidikan untuk membuat suatu perubahan dalam proses pembelajarannya yang
mana setiap peserta didik berhak mendapatkan Pendidikan yang layak sesuai
kurikulum Merdeka yang saat ini dijalankan. Target kurikulum yang telah disepakati
bersama memberi dampak positif bagi Pendidikan bahwa guru diharapkan bisa
memfasilitasi peserta didik dalam proses pembelajaran dimana setiap peserta didik
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
pentingnya penerapan pembelajaran berdiferensiasi bagi peserta didik agar dapat
mengatasi berbagai karakteristik peserta didik dan pemenuhan target kurikulum.

Anda mungkin juga menyukai