Anda di halaman 1dari 2

1) Siapakah Ki Ageng Suryomentaram?

Jawaban:

Ki Ageng Suryomentaram merupakan seorang Pangeran dan Filsuf dari Jawa. Ia


merupakan anak Raja Yogyakarta yang memilih jalan hidup sederhana sebagai rakyat jelata.
Ia adalah anak ke-55 dari Hamengkubowono VI yang lahir di lingkungan Keraton,
Yogyakarta.

2) Bagaimana konteks dan latar belakang yang mewarnai perjalanan hidupnya?

Jawaban:

Jiwa tergelitik oleh potret kehidupan manusia di luar kerajaan. Ia termanggu melihat para
petani yang bekerja keras untuk memperoleh makanan. Ini mengusik pikirannya, hingga ia
memutuskan untuk menggembara sebagai rakyat jelata. Keinginannya semakin mengebu-gebu.
Keinginannya untuk menjadi rakyat jelata sempat ditolak oleh Hamengkubowono VI. Lalu suatu
hari, ia lari dari istana. Dalam penggembaraannya, Suryomentaram memakai nama Natadansa
agar tak mudah ditelusuri asal-usulnya. Ia bekerja serabytan untuk memperoleh nafkah. Ia pernah
menjadi kuli dan menjual batik, buruh tani sebagai bentuk keingginannya untuk menjdi rakyat
jelata. Ia meminta izin kepada saudara tirinya H VIII untuk diizinkan meninggalkan istana. Ia
menjual segala harta miliknya dan diberikan kepada supir dan abdi dalemnya. Saat berada dalam
istana, Suryomentaram tidak menemukan sosok sejati sebagai pekerja. Barulah di luar istana ia
melihat sosok pekerja sejati pada diri masyrakat jelata. Ia membeli sebidang tanah dan
mengolahnya. Suryomentaram juga tertarik mempelajari ilmu psikologi manusia yang pada
akhirnya menulurkan karya yang bernama ilmu manusia.

3) Pokok-pokok pemikiran apa yang ia kembangkan?

Jawaban:

Sama seperti hidupnya, tulisan-tulisan Ki Ageng Suryomentara juga dicirikan oleh


gagasan tentang pencarian “kebahagiaan”, atau sebuah kondisi psikologis yang mirip dengan
“kebebasan spiritual”. Pertama kali dikenal sebagai Kawruh Beja, pemikiran filosofis ini di
kemudian hari lebih sering disebut dengan Kawruh Jiwa atau Ilmu Jiwa (Science of the Soul)
atau Ilmu tentang Pengetahuan Diri (Science of Self-knowledge). Perubahan istilah tersebut
agaknya ditujukan untuk lebih memberi penekanan makna pada pencapaian pengetahuan
seperti itu, yang tidak disangsikan lagi berhubungan erat dengan refleksi-refleksi mendalam
penggagasnya.1

Dasar dari “Ilmu Kebahagiaan” ini adalah pengakuan terhadap eksistensi manusia
sebagai sebuah simpangan (interchange) antara senang (bungah) dan susah (susah).
Dimilikinya perasaan bahagia (raos beja) dan tidak bahagia (raos cilaka) seperti itulah yang
kemudian membedakan antara manusia dengan binatang. Meski manusia juga adalah
makhluk dengan kebutuhan dasar sebagaimana binatang—misalnya kebutuhan bertahan
hidup (pangupa jiwa) dan melanjutkan keturunan (lestantuning jenis)—namun kemudian
manusia berbeda dengan mereka karena manusia menyadari kebutuhan-kebutuhan tersebut
(raos gesang/awareness of life). Konsep kebahagiaan atau ketidakbahagiaan yang umumnya
dipahami oleh manusia pada dasarnya bersumber dari kondisi terpenuhi atau tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut.

4) Bagaimana tanggapan saudara/i atas pemikiran dan gagasan yang ia kembangkan?

Jawaban:

Pemikiran Suryomentara tenta memunculkan tanggapan yang berbeda-beda bagi setiap


pembacanya. Namun merupakan suatu hal yang benar bahwa harta kekayaan tidak selalu
menentukan seseorang dapat hidup bahagia atau tidak.

5) Manakah point-point penting yang dapat kita catat dalam upaya kontekstualisasi dan
pemaknaan yang kita bangun?

Anda mungkin juga menyukai