Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan


dari-Nya, meminta ampunan dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari
kejahatan diri kita serta keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Ibadah Maliyah” ini sebagai tugas dari mata kuliah Al Islam
Kemmuhammadiyahan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang berperan sehingga makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya.
Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini.
Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama
bagi yang membutuhkannya.

Magelang, 19 September 2016


DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………….
……i
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………
……iii
BAB 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………….
1
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………..
2
A.
PENGERTIAN…………………………………………………………………………………………
….2
1. Zakat……………………………………………………………………………………5
2. Infaq……………………………………………………………………………………6
3. Shadaqoh………………………………………………………………………………6
4. Fidyah………………………………………………………………………………….7
5.
Kifarat………………………………………………………………………………….7
6. Qurban/Udhiyah……………………………………………………………………….8
7. Aqiqah…………………………………………………………………………………8
8. Al Hadyu………………………………………………………………………………9
9. Dam……………………………………………………………………………………9
B. URGENSI IBADAH
MALIYAH………………………………………………………………………..9
C. HIKMAH MELAKSANAKAN IBADAH
MALIYAH…………………………………………………10
D. MAKNA SPIRITUAL IBADAH MALIYAH BAGI KEHIDUPAN
SOSIAL………………………….11
E. PERMASALAHAN
KONTEMPORER………………………………………………………………..12
F. DALIL AL QUR’AN TENTANG IBADAH
MALIYAH……………………………………………….17
G. DALIL TENTANG MANFAAT IBADAH
MALIYAH…………………………………………………17
BAB III
……………………………………………………………………………………………….24
PENUTUP…………………………………………………………………………………………….
24
A.
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………
.24
B.
SARAN………………………………………………………………………………………………
…..24
BAB IV……………………………………………………………………………………………..
…25
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………………….25
BAB I
PENDAHULUAN

Harta bukan tujuan, melainkan sarana beribadah kepada Allah SWT. Harta yang
membawa kebaikan dan keberkahan, selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, juga wajib dizakati dan diinfakkan di jalan Allah SWT.
Banyak harta idealnya mendorong seseorang untuk lebih banyak beribadah kepada-
Nya. Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta yang
bermanfaat dan akan membuahkan berkah kepada harta dan kehidupan yang
bersangkutan.
Ibadah harta (ibadah maliyah) merupakan investasi amal yang tidak akan
berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal dunia, yang
dikenal dengan Amal Jariyah. Jenis-jenis ibadah harta antara lain zakat,
sedekah, dan udhiyyah (kurban). Ada juga akikah (tanda syukur menyambut anak
yang baru dilahirkan).
Ibadah harta yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja dengan jumlah
berapa saja adalah infak-sedekah. Allah SWT menjanjikan pelipatgandaan bagi
mereka yang berinfak sedekah di jalan Allah menolong sesama, menyantuni fakir-
miskin dan yatim piatu, mendanai dakwah atau syiar Islam dan sebagainya.
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir bibit yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap
butir: seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa saja yang Dia
kehendaki. Dan Allah Mahaluas karunia-Nya dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah: 261).
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramnya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah:
265).
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian
Manusia tidak akan pernah lepas dari harta karena harta merupakan
kebutuhan bagi manusia. Manusia bekerja keras untuk mendapatkan harta,
dengan harta manusia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang
sifatnya primer, sekunder atau tersier. Selain untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidup, dengan harta manusia bisa beribadah kepada Allah. Harta
menjadi alat bagi seseorang untuk mengabdikan dirinya kepada Allah.
Ibadah dengan harta ini disebut dengan ‘ibādah māliyah.
Dalam ibadah maliyah (harta) ada tiga istilah yang biasa digunakan.
Ketiga istilah tersebut antarlain zakat, infaq dan shadaqah. Karena
perbedaan istilah, maka ada perbedaan dalam definisi, hukum dan tata
caranya pelaksanaanya.
Zakat merupakan istilah untuk ibadah harta yang hukumnya wajib dan
ketentuannya sudah tercantum dalam al-Quran dan Hadits. Infaq merupakan
istilah ibadah harta yang hukumnya wajib tetapi ketentuannya tidak
dibuat oleh Allah dan Rasulullah. Shadaqah adalah sebutan untuk ibadah
harta yang hukumnya sunat.
Khusus tentang infaq, infaq wajib adalah infaq dari penghasilan yang
tidak dikenai kewajiban zakat. Misalnya para staf, karyawan, PNS, atau
pegawai lainnya yang memiliki penghasilan semuanya kena wajib infaq.
Hanya ada dua hukum dalam ibadah maliyah ini, yaitu wajib dan sunat.
Menurut para ulama, wajib adalah:
‫َمايُثَابُ َعلَى فِ ْعلِ ِه َويُ َعاقَبُ َعلَى تَرْ ِك ِه‬
“Sesuatu yang diganjar jika mengamalkannya dan disanksi jika
meninggalkannya”
Sedangkan sunat adalah:
‫َمايُثَابُ َعلَى فِ ْعلِ ِه َو الَ يُ َعاقَبُ َعلَى تَرْ ِك ِه‬
“Sesuatu yang diganjar jika mengamalkannya dan tidak disanksi jika
meninggalkannya”.
Letak perbedaan kedua hukum tersebut adalah adanya reward (pahala) dan
punishment (adzab). Mengamalkan yang wajib, mendapat reward dan
meninggalkannya mendapat punishment. Mengamalkan yang sunat memperoleh
reward tetapi meninggalkannya tidak diberi punishment.
1.1 Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan isim mashdar dari kata zakā yang berarti berkah,
tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut istilah para ulamah, zakat
adalah:
‫ص ٍة‬َ ْ‫ت َم ْخصُو‬ ٍ ‫ضهَا فِى َأوْ قَا‬ ِ ‫ص َوبَ ْع‬ٍ ْ‫ص بِ َوضْ ٍع َم ْخصُو‬
ٍ ْ‫ص ِم ْن َما ٍل َم ْخصُو‬
ٍ ْ‫ِإ ْعطَا ُء ج ُْز ٍء َم ْخصُو‬
‫لِ ُم ْستَ ِحقِّه‬
“Memberikan sebagian yang khusus, dari harta yang khusus, dengan
ketentuan yang khusus, dan sebagiannya disalurkan pada waktu yang
khusus, untuk yang berhak menerimanya”.
Sebagaimana definisi tersebut ada 5 unsur utama dalam zakat yaitu :
a. Sebagian harta, tidak seluruhnya
b. Harta yang dizakati adalah harta yang khusus misalnya harta
perdagangan (tijarah)
c. Ada ketentuan yang khusus dalam standar ukuran misalnya zakat
perdagangan adalah 2,5 % dari modal
d. Sebagian didistribusikan pada waktu tertentu seperti halnya zakat
fitrah dan zakat emas sebagai simpanan
e. Zakat hanya untuk mustahik yang sudah ditentukan (Q.S. at-Taubah
[9]: 60).
 Macam-Macam Zakat
Ahli fiqh membagi zakat kepada dua macam, pertama adalah zakat
fitrah dan kedua adalah zakat harta. Dalam fiqih zakat, ditentukan
harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (al-amwal az-
zakawiyah). Para ahli fikih secara eksplisit menyebutkan enam
jenis kekayaan yang wajib dizakati yaitu :
1. Emas dan perak.
2. Hasil tanaman dan buah-buahan.
3. Barang dagangan.
4. Binatang ternak
5. Hasil tambang.
6. Barang temuan (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 1986).
Abdurrahman Al-Jaziri dalam Kitabul Fiqh ‘ala Mazahibil Arba’ah,
secara eksplisit merumuskan lima jenis harta yang wajib dizakati,
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Barang Dagangan.
4. Barang tambang.
5. Hasil pertanian.
Sementara itu, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi, bahwa zakat harta itu
terbagi dalam empat kelompok. Pertama, kelompok tanaman dan buah-
buahan. Kedua, kelompok hewan ternak, Ketiga, kelompok emas dan
perak. Keempat, kelompok harta perdagangan. Sedangkan rikaz (harta
temuan), sifatnya hanya insidentil. (Zadul Ma’ad, 1925).
Zakat merupakan ibadah maliyah dan ijtima’iyah, yakni ibadah
sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia. Dengan semakin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan
kegiatan ekonomi dengan segala macam jenisnya, maka perkembangan
pola kegiatan ekonomi saat ini sangat berbeda dengan corak
kehidupan ekonomi di zaman Rasulullah. Tetapi substansinya tetap
sama, yakni adanya usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup-
nya.
Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata-pencaharian
masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta yang
dizakati juga mengalami perkembangan. Alquran sebagai kitab
suci yang universal dan eternal (abadi), tidak mengajarkan
doktrin yang kaku, tetapi memiliki ajaran yang elastis untuk
dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan itu
terlihat pada jenis-jenis harta yang dizakati.
Al-Qur’an bahkan menyebutkan dengan kata-kata “Amwalihim”, yakni
segala macam harta (QS.9:103) dan kata “kasabtum”, yakni segala
macam usaha yang halal (QS 2:267). Oleh karena itu, ulama
kontemporer memperluas harta benda yang dizakati dengan
menggunakan ijtihad kreatif yang berada dalam batasan-batasan
syari`ah.
Prof. Dr. Yusuf Qardhawi adalah salah seorang ulama kaliber dunia
yang mewakili ulama kontemporer itu. Qardhawi membagi al-amwal az-
zakawiyah kepada sembilan kategori, 1. Zakat binatang ternak, 2.
Zakat emas dan perak, 3. Zakat kekayaan dagang, 4. Zakat hasil
pertanian, meliputi tanah pertanian, 5. Zakat madu dan produksi
hewani, 6. Zakat barang tambang dan hasil laut, 7. Zakat investasi
pabrik, gedung, dll, 8. Zakat pencarian, jasa dan profesi, 9.
Zakat saham dan obligasi.
Kaidah yang digunakan ulama dalam memperluas kategori harta wajib
zakat adalah bersandar pada dalil-dalil umum, seperti (QS. 9:103
dan 2:267), juga berpegang pada syarat harta wajib zakat, yaitu
berpotensi untuk tumbuh dan berkembang.
Zakat secara garis besar dibagi dua, yaitu:
a. Zakat fitrah (badan) yang semata-mata merupakan pembersihan
jiwa.
b. Zakat harta (maal)
Zakat nafs (jiwa) disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk
menyucikan diri. Zakat fitrah dikeluarkan dan disalurkan kepada
yang berhak pada bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal (hari
raya Idul Fitri). Zakat ini dapat berbentuk bahan pangan atau
makanan pokok sesuai daerah yang ditempati, maupun berupa uang
yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau
makanan pokok tersebut.
Zakat fitrah ialah zakat yang wajib disebabkan berbuka dari
puasa Ramadhan. Hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik kecil atau
dewasa, laki-laki dan wanita, budak atau merdeka. Zakat fitrah itu
wajib atas setiap muslim yang memiliki kelebihan makanan selama
satu hari satu malam sebanyak satu sha’ (1 sha’ untuk ukuran
Indonesia kira-kira 3,5 liter) dari makanannya bersama
keluarganya.
Berikut ini ada beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah:
1. Waktu yang diperbolehkan, yaitu awal Ramadhan sampai hari
penghabisan Ramadhan.
2. Waktu wajib, yaitu dari terbenam matahari penghabisan Ramadhan.
3. Waktu yang baik, sunahnya dibayar sesudah salat subuh sebelum
pergi salat hari raya.
4. Waktu haram, yaitu zakat fitrah dibayar sesudah terbenam
matahari pada hari raya itu.
Zakat maal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk
menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat
wajib zakat.[1][20] Menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah bahwa zakat
harta itu terbagi dalam empat kualifikasi. Kualifikasi pertama
terdiri dari tanam-tanaman dan buah-buahan. Kualifikasi kedua
terdiri dari hewan ternak. Kualifikasi ketiga terdiri emas dan
perak. Kualifikasi keempat terdiri dari harta perdagangan.
Sedangkan rikaz (harta temuan) sifatnya insidental atau sewaktu-
waktu.
Berdasarkan sumber-sumber zakat yang didapat, maka ada beberapa
jenis sumber harta yang dapat dijadikan jenis-jenis zakat.
Beberapa sumber tersebut antara lain berupa:
1. Zakat profesi
2. Zakat perusahaan
3. Zakat surat-surat berharga
4. Zakat perdagangan mata uang
5. Zakat hewan ternak yang diperdagangkan
6. Zakat madu dan produk hewan
7. Zakat investasi properti
8. Zakat asuransi syariah
9. Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias dan
sektor lainnya
10. Zakat sektor rumah tangga modern
Ketentuan tentang sumber harta yang dapat dijadikan objek
zakat di atas merupakan hasil perkembangan dari perekonomian Islam
yang cukup baik di berbagai sektor. Sektor industri merupakan
sektor yang terus mengalami peningkatan dalam memberikan sumbangan
kepada perekonomian negara. Sektor industri ini merupakan salah
satu sektor yang cukup penting sebagai sumber zakat.
1.2 Pengertian Infaq
Infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti telah lewat, berlalu,
habis, mengeluarkan isi, menghabiskan miliknya, atau belanja
Menurut istilah, infaq adalah:
‫ت‬ ِ ‫ت َو ْال ُمبَا َحا‬ ِ ‫ب فِ ْي الطَّاعَا‬ ِ ِّ‫ال الطَّي‬ ِ ‫ِإ ْخ َرا ُج ْال َم‬
"Mengeluarkan harta yang thayib (baik) dalam ketaatan atau hal-hal
yang dibolehkan”
Perbedaan antara infaq dengan zakat terletak pada standar
ukuran, waktu dan mustahik. Jika zakat sudah tertentu sebagaimana
lima unsur utama zakat, maka infaq tidak ditentukan standar
ukuran, waktu penunaian, dan mustahiknya tidak terpaku sebagaimana
dalam Q.S. at-Taubah (9) ayat 60.
1.3 Pengertian Shadaqah
Ibadah harta pada umumnya disebut shadaqah. Shadaqah yang wajib
dan ditentukan standar pelaksanaannya disebut zakat. Shadaqah yang
wajib tapi tidak ditentukan standar pelaksanaannya disebut infaq.
Adapun shadaqah yang sunat disebut dengan kata shadaqah itu
sendiri.
Shadaqah bersal dari kata ash-shidqu yang berarti benar,
jujur. Falsafahnya, shadaqah merupakan bukti bahwa seseorang
memiliki keyakinan (aqidah) yang benar, jalan hidup (syariah) yang
benar dan prilaku (akhlak) yang benar. Selain itu, shadaqah
merupakan manifestasi kejujuran seseorang dalam kepemilikan harta.
Menurut istilah shadaqah adalah:
‫ب ِإلَى هللاِ تَ َعالَى‬ ِ ُّ‫َما تُ ْعطَى َعلَى َوجْ ِه التَّقَر‬
“Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah
ta’ala”.
Jika zakat dan infaq sudah ditentukan jenisnya seperti
uang, emas, perak, perdagangan, hewan ternak, dll. Maka shadaqah
tidak demikian, shadaqah boleh dengan barang-barang sebagaimana
disebut bisa juga denga apapun yang dimiliki. Bahkan wajah
sumringah dan senyuman pun bisa bernilai shadaqah. Seluruh
Kebaikan itu Shadaqah Rasulullah saw.Bersabda :
ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ف‬ ٍ ْ‫ُكلُّ َم ْعرُو‬
“Setiap kebaikan itu bernilai shadaqah” (H.R. Bukhari)"
Wajah Sumringah itu Shadaqah dalam hadits yang lain, Rasulullah
bersabda :
‫ق‬ ٍ ‫ط ْل‬
َ ‫ف َش ْيًئا َولَوْ اَ ْن ت َْلقَى َأخَ اكَ بِ َوجْ ٍه‬ ِ ْ‫الَتَحْ قِ َر َّن ِمنَ ْال َم ْعرُو‬
“Janganlah kamu menyepelekan kebaikan sedikitpun walaupun kamu
bertemu saudaramu dengan wajah sumringah” (H.R. Muslim).
Senyum itu Shadaqah :
ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ك‬ َ َ‫ك فِى َوجْ ِه َأ ِخ ْيكَ ل‬ َ ‫تَبَ ُّس ُم‬
“Senyumanmu terhadap wajah saudaramu bernilai shadaqah untukmu”
(H.R. Ibnu Hibban).
1.4 Pengertian Fidyah
Fidyah adalah menempatkan sesuatu pada tempat lain sebagai tebusan
(penggantinya), baik berupa makanan atau lainnya. Fidyah juga
berarti kewajiban manusia mengeluarkan sejumlah harta untuk
menutupi ibadah yang ditinggalkannya. Fidyah shaum wajib dilakukan
oleh seseorang yang tak sanggup karena kepayahan dalam melakukan
shaum fardhu khususnya di bulan Ramadhan, sebagai salah satu
bentuk rukhsah (dispensasi) yang diberikan Allah kepada mereka.
Karena Allah SWT tidak membebani hamba-hamba-Nya melainkan sesuai
dengan kemampuannya.
Selain itu Allah tidak pernah menjadikan syari’at yang
diturunkan-Nya menyulitkan hamba-Nya. Landasan normatif yang
dititahkan Allah SWT mengenai hal ini adalah firman-Nya dalam Al
Qur’an dan wajib bagi orang-orang yang berat melakukan shaum
memberi fidyah, yaitu dengan memberi makan satu orang miskin.
(Q.S. Al Baqarah, 2:184).
Hukum fidyah sebagaimana firman Allah SWT di atas adalah wajib
apabila :
a. Tidak mampu melakukan shaum misal karena lanjut usia
b. Orang sakit permanen yang kesembuhannya sangat sulit
c. Perempuan hamil atau perempuan yang sedang menyusui (yang
bersangkutan boleh memilih antara qadha shaum atau fidyah).
Jumlah fidyah adalah sejumlah makanan yang dikonsumsi pada bulan
Ramadhan, setiap hari tidak puasa diganti dengan fidyah makan
sehari untuk seorang miskin.
1.5 Pengertian Kifarat
Kifarat sumpah (bersumpah palsu), salah satu caranya adalah dengan
memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa
diberikan kepada keluarga sendiri atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan sorang hamba sahaya. Dalam hadits riwayat
Muslim juga diterangkan bahwa kifarat nadzar yang tidak dapat
dilakukan sama dengan kifarat sumpah.
Kifarat shaum (sebagai akibat melakukan pelanggaran shaum,
melakukan jima atau persetubuhan pada siang hari bulan Ramadhan
bagi mereka yang wajib melakukan shaum Ramadhan), selain bisa
dengan memerdekakan hamba sahaya bisa juga dengan melakukan shaum
selama dua bulan berturut-turut, tertapi juga bisa dengan memberi
makan kepada enam puluh orang fakir miskin.
Kifarat zhihar (mengharamkan istri dengan mempersamakannya dengan
ibu sendiri), adalah dengan memberikan makan enam puluh orang
miskin, selaian itu bisa juga dengan memerdekakan hamba sahaya
atau melakukan shaum selama dua bulan berturut-turut. Pelaksanaan
atau pemenuhan kifarat zhihar diwajibkan kepada suami sebelum
kembali (melakukan senggama) lagi kepada istrinya.
Kifarat membunuh (tak sengaja) adalah dengan memerdekakan hamba
sahaya atau diganti dengan puasa enam puluh hari bertutur-turut
atau dengan memberi makan enam puluh fakir miskin ditambah dengan
kewajiban membayar diyat, semacam uang duka kepada keluarga yang
terbunuh. Pemberian diyat (pembayaran sejumlah harta kepada
keluarga korban) ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, karena
sesuatu tindakan menghilangkan nyawa ssesorang dengan tidak
sengaja, juga sebagai tebusan bila ada maaf dari pihak keluarga
terbunuh. Untuk pembayaran diyat.
1.6 Pengertian Qurban / Udhiyyah
Udhiyyah adalah menyembelih binatang tertentu pada Hari Raya
Qurban (Idul Adha) atau Hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
dengan niat taqarub atau qurban (mendekatkan diri) kepada Allah
SWT. Udhiyyah (qurban) sebenarnya sudah menjadi syari’at para
Nabi dan Rasul Allah. Selain Nabi yang melakukan ibadah qurban,
putra Nabi Adam as (Qabil dan Habil) pernah melakukan ibadah
qurban.
Yang diabadikan secara khusus adalah qurban yang menjadi syari’at
Allah SWT yang dibawa Nabi Ibarahim as. Kemudian syari’at itu
dilestarikan menjadi syari’at Nabi Muhammad saw atas legitimasi
dan perintah Allah SWT yang diabadikan-Nya dalam al Qur’an surat
Al Kautsar, 108:2.
Adapun syarat-syarat dalam berqurban / udhiyyah :
Waktu pelaksanaan qurban/udhiyyah pada Hari raya Adha/Qurban (10
Dzulhijjah) setelah shalat sunnat Idul Adha dan Hari Tasyriq
(11,12 dan 13 Dzulhijjah).
Binatang qurban ialah unta, sapi atau kerbau, kambing, biri-biri
atau domba. Binatang-binatang tersebut hendaknya :
1. Tidak cacat (cacat mata, sakit, pincang, kurus dan tak berdaya,
rusak/pecah sebelah tanduknya atau telinganya).
2. Bulu binatang (kambing) lebih disukai yang berwarna putih mulus
atau bulu mulutnya, bulu kakinya dan bulu di sekitar matanya
berwarna hitam.
3. Sudah berumur satu tahun. Bila kesulitan mendapatkan binatang
berumur satu tahun boleh kambing jadza’ah (berumur sekitar 9-
11 bulan, tetapi gemuk, sehat tanpa cacat).
4. Dilakukan sendiri setelah usai melaksanakan shalat sunat Idul
Adha.
5. Satu ekor kambing berlaku untuk satu orang atau satu keluarga.
6. Satu ekor unta atau sapi atau kerbau berlaku bagi 7 orang.
1.7 Pengertian Aqiqah
Aqiqah adalah binatang (kambing atau domba) yang disembelih dalam
rangka menyambut anak yang baru dilahirkan. Aqiqah dilaksanakan
pada saat bayi berumur 7 hari, sekaligus dicukur habis rambutnya
(digunduli kepalanya) dan disyi’arkan namanya. Apabila pada hari
ke 7 tidak bisa dilaksanakan aqiqah, boleh diundurkan sampai hari
ke 14 atau hari ke 21. Pelaksanaan aqiqah setelah waktu tersebut
menjadi ihtilaf para ulama. Ada yang berpendapat, bahwa aqiqah
tetap dianjurkan akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan
tidak usah dilaksanakan lebih baik berkurban saja pada tanggal 10
Dzulhijjah atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 dzulhijjah).
 Pengertian Al-Hadyu
Al-Hadyu adalah melakukan penyembelihan binatang ternak (domba)
sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan, atau
sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang
mengerjakannya dalam prosesi ibadah umrah atau haji atau bagi
mereka yang memiliki kemampuan melakukannya, atau bagi mereka yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap larangan-larangan
tertentu dalam ibadah haji.
Al-Hadyu juga bisa mencakup segala bentuk penyembelihan binatang
yang dilakukan di Tanah Haram, baik sebagai pemenuhan dam, maupun
karena hal-hal lainnya seperti nadzar atau qurban. Bagi mereka
yang melakukan Haji Tamattu (mendahulukan umrah sebelum haji) atau
haji Qiran (melaksanakan haji dan umrah secara bersama-sama) wajib
melakukan alhadyu. Kalau tidak melakukan alhadyu, maka wajib
berpuasa 10 hari yang pelaksanaan puasanya 3 hari di tanah Suci
dan 7 hari di luar tanah suci.
 Pengertian Dam
Dam adalah menyembelih binatang tertentu sebagai sangsi terhadap
pelanggaran atau karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan
dalam rangka pelaksanaan ibadah haji dan umrah atau karena
mendahulukan umrah daripada haji (haji tamattu) atau karena
melakukan haji dan umrah secara bersamaan (haji qiran). Dam juga
diidentikkan dengan alhadyu sekalipun tidak selalu sama.
Dalam suatu hal alhadyu bisa lebih umum daripada dam dan dalam hal
lain dam bisa lebih umum daripada alhadyu. Dam dilakukan bukan
untuk membuat sesuatu yang rusak (batal) menjadi sah atau yang
kurang menjadi lengkap. Dam dilakukan sebagai salah satu bentuk
ketaatan kepada Allah SWT sekaligus juga sebagai salah satu bentuk
penghapusan atau kifarat atas pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah
dan atau umrah.
1.2 URGENSI IBADAH MALIYAH
Ibadah maliah sangat penting dilihat dari berbagai segi antara lain :
1. Membersihkan harta dari kotoran kebakhilan, keserakahan, kekejaman
dan kezaliman terhadap kaum fakir miskin.
2. Berfungsi ekonomi, membantu makanan bagi yang miskin atau memerlukan.
3. Memiliki fungsi sosial, dengan memberikan zakat kepada fakir miskin
bisa menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari
ketidak adilan sosial.
4. Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya) kepada
yang tidak memiliki harta sehingga terjalin keterpaduan antara orang
miskin dan orang kaya.
5. Mengikis segala bentuk kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat
akibat kesenjangan dan ketidakadilan sosial.
Dalam Al-Qur’anil karim, zakat dan shalat banyak sekali dijadikan dalam
satu ayat. Jadi artinya digandengkan. Ini menunjukkan bahwa urgensi
zakat sama dengan urgensi shalat. Abu Bakar Shiddiq yang biasanya
kebijakan-kebijakannya selalu lunak, pada saat ada kasus sejumlah umat
Islam yang rajin shalat tetapi tidak mau membayar zakat, kontan beliau
melakukan sebuah sikap yang sangat keras dengan sumpah, “Demi Allah.
Saksikan oleh kalian, demi Allah, saya akan berperang dengan orang-orang
yang sudah rajin shalat, tetapi tidak mau membayar zakat.” Allah SWT
berfirman dalam sebuah hadits qudsi “Anfiq, unfiq.” Yang artinya
“Infakkan hartamu ! Keluarkan zakatmu !” Allah yang akan menggantinya.
Barangsiapa yang membuka keran rezeki untuk kepentingan agama dan
kemanusiaan maka Allah akan membuka keran rezeki yang lebih besar dan
kontan di dunia sekarang. Nabi Muhammmad menyatakan tidak akan
berkurang harta karena sedekah dan zakat dijamin tidak akan ada orang
menjadi sengsara gara-gara infak dan zakat, tidak akan ada orang menjadi
menderita gara-gara infak dan zakat. Barangsiapa yang memberikan infak
atau zakat atau sedekah kepada orang yang memerlukannya, berarti dia
lelah menghutangkan sesuatu kepada Allah. Allah yang akan bertanggung
jawab untuk membayarnya.kepada Allah.

A. HIKMAH MELAKSANAKAN IBADAH MALIYAH


Ibadah maliyah membawa berkah baik kepada orang miskin selaku penerima maupun
orang kaya atau para agniya, diantara hikmahnya:
1. Bagi si kaya, sesuai dengan fungsinya, sebagai pembersih harta, selain
juga pembersih hati tuthohhiruhum watuzaqqiihim bihaa. Jadi dengan berzakat,
harta itu menjadi bersih dari hak-hak orang lain yang dititipkan oleh Allah
kepada orang kaya.
2. Bisa membersihkan hati dari penyakit tamak, rakus, kikir, dan serta
penyakit-penyakit hati lainnya. Jadi zakat memiliki satu kekuatan
transformatif dalam menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati muzakki.
3. Memberikan zakat atau infaq dan lainnya kepada fakir miskin bisa
menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari ketidak adilan
sosial.
4. Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya) kepada
orang miskin sehingga terjalin keterpaduan antara orang miskin dan orang
kaya.
5. Mengikis segala bentuk kejahatan yang bisa terjadi dalam masyarakat
akibat kesenjangan, kecemburuan dan ketidakadilan sosial.

B. MAKNA SPIRITUAL IBADAH MALIYAH BAGI KEHIDUPAN SOSIAL


Harta yang dititipkan Allah kepada manusia harus dijadikan sebagai bekal
beribadah kepada Allah SWT. Banyak harta harus mendorong seseorang untuk lebih
banyak beribadah kepada-Nya. Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana
ibadah, berarti harta yang bermanfaat dan akan membuahkan berkah kepada harta
dan kehidupan yang bersangkutan. Kewajiban syukur atas nikmat harta harus
dibuktikan dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai sarana ibadah kepada
Allah SWT.
Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkan dalam bentuk
ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk ibadah harta.
Investasi amal yang tidak akan berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan
sudah meninggal dunia adalah harta yang disumbangkan untuk amal jariah. Ibadah
maliah atau ibadah dengan harta termasuk bagian penting dalam syari’at Islam.
Ibadah maliyah seperti zakat termasuk ibadah ijtima’I, yaitu ibadah yang
dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan sosial kemasyarakatan. Ibadah
maliyah memiliki fungsi sosial yaitu dengan memberikan zakat atau infaq dan
lainnya kepada fakir miskin bisa menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan
dan menghindari ketidakadilan social, mengikis segala bentuk kejahatan yang
bisa terjadi dalam masyarakat akibat kesenjangan dan ketidakadilan sosial.
Zakat merupakan salah satu sendi di antara sendi-sendi Islam lainnya. Ia
(zakat) merupakan ibadah fardiyah yang berimplikasi luas dalam kehidupan
sosial (jama’iyah), ekonomi (iqtishadiyah), politik (siyasiyat), budaya
(tsaqafah), pendidikan (tarbiyah) dan aspek kehidupan lainnya. Zakat
merefleksikan nilai spiritual dan nilai charity (kedermawanan) atau filantropi
dalam Islam. Sejumlah ayat bertebaran dalam berbagai surat dalam al Qur’an
dan hadits Nabi ditemukan anjuran tentang pentingnya filantropi terhadap
sesama manusia, di antara QS. 30:39; QS. 9: 103; QS. 18:18. Dalam al Qur’an
surat at Taubah [9]: 103, misalnya secara tegas dikatakan bahwa:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Ayat tersebut mengandung spirit filantropi dalam Islam. Dua nilai penting yang
terkandung dalam spirit ayat filantropi di atas adalah bahwa zakat dan selalu
mengandung dimensi ganda. Dimensi kesalehan individual tercermin dalam
tazkiyat an nufus dalam zakat (penyucian dan pembersihan diri dan harta) pada
satu sisi dan refleksi kesalehan sosial pada sisi lain seperti empati dan
solidaritas pada sisi yang lain. Zakat sebagai media tazkiyat an nufus dalam
konteks di atas diungkapkan dalam dua istilah yaitu membersihkan dan
menyucikan. Membersihkan dalam konteks ayat tersebut mengandung makna bahwa
zakat itu membersihkan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dari sifat
kikir dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sungguhpun cinta
terhadap harta merupakan tabiat manusia yang bersifat inborn sebagaimana
digambarkan dalam QS. Ali Imran [3]:14.
Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini,
yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).
Sedangkan istilah menyucikan dalam ayat di atas mengandung makna bahwa zakat
memiliki satu kekuatan transformatif dalam menyuburkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati muzakki dan harta benda yang mereka kembangkan menjadi suci
lantaran terbayar-bayarnya hak-hak orang lain yang melekat di dalamnya. Nilai
filantropi zakat lainnya adalah kepedulian dan keadilan sosial kepada sesama
manusia, terutama kepada mereka (asnaf) yang menjadi sasaran (target group)
filantropi dalam Islam, yaitu orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan.
Filantropisme zakat dalam dinamika dan perkembangannya secara historis
memainkan peran ganda, sebagai instrumen pelaksanaan kewajiban ritual yang
berorientasi pada kepentingan-kepentingan individual yang bersifat vertikal
(hablun min Allah) dalam rangka tazkiyat an nufus sebagaimana dikatakan di
atas pada satu sisi, juga sebagai instrumen ekonomi transformatif, yaitu dalam
memberdayakan ekonomi dan pemecahan permasalahan kemiskinan umat pada satu
sisi yang lain.

E. PERMASALAHAN KONTEMPORER
A. Demi terjaganya ibadah maliyah berupa zakat, infaq dan shadaqah dari
kesalahan dan pelanggaran syariat, maka dana ZIS seyogyanya diamanahkan kepada
Lembaga Amil Zakat yang sudah memiliki izin dari pemerintah. Hal ini bisa
dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk Menteri.
Kepentingannya adalah agar terhindar dari sanki yang ditetapkan di dalam
Undang-undanga Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Sanksi tersebut
antara lain Sanksi Administratif (pembekuan atau penutupan LAZ) dan Sanksi
Pidana yaitu kurungan paling lama 5 tahun penjara dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000. Sanksi ini tentunyabagi yang melanggar undang-undang,
dalam hal ini pasal 25, pasal 37, dan pasal 38.
Pusat Zakat Umat (PZU), khususnya PZU Unit Cihideung hadir sebagai solusi bagi
umat dalam ibadah maliyah. Karena, PZU sudah memiliki izin dari pemerintah
ditandai dengan turunnya SK Menteri Agama Nomo3 552 Tahun 2001. Oleh karena
itu distribusikan dana ZIS Anda kepada mustahiknya melalui Pusat Zakat Umat
(PZU), LAZ legal perspektif syariat dan pemerintah.

B. Apa yang berkembang di tengah masyarakat untuk menyamakan antara qurban


dan zakat, sedikit banyak memang ada benarnya. Pada salah satu dimensi kecil
ibadah qurban, memang kita temukan nuansa sosial, yaitu ketika daging qurban
itu diberikan kepada fakir miskin. Namun tujuan utama penyembelihan hewan
qurban bukan terletak pada dimensi sosialnya. Jadi meski sama-sama punya
dimensi sosial dan terkait dengan ibadah yang menggunakan harta benda (ibadah
maliyah), namun keduanya tetap saja berbeda.

Diantara sekian banyak perbedaan antara qurban dengan zakat adalah:


Qurban hukumnya sunah sedangkan zakat hukumnya wajib.
Satu perbedaan yang paling fundamental antara qurban dan zakat adalah dari
sisi hukumnya.Ibadah menyembelih hewan qurban hukumnya bukan wajib melainkan
sunah. Sedangkan hukum mengeluarkan harta zakat bagi yang sudah memenuhi
ketentuannya adalah wajib. Kajian yang lebih mendalam tentang hukum qurban ini
bisa dibaca pada tulisan sebelumnya Punya Uang dan Mampu, Tapi Tidak Mau
Qurban, Dosakah? Oleh karena itu, secara logika dasar, seharusnya kita lebih
mendahulukan dan mementingkan bayar zakat ketimbang berqurban.
Qurban: Ibadah Ritual, Zakat: Ibadah Sosial yang dimaksud dengan ibadah ritual
adalah ibadah yang maknanya tidak bisa dipahami dengan akal sehat dan nalar
yang logis. Segala tata cara dan ketentuannya telah ditetapkan langsung oleh
Allah SWT. Dan terkadang memang kita sulit memahaminya dengan akal sehat. Oleh
karena itu para ulama sering menyebut ibadah ritual dengan julukan: ibadah
gairu ma’qulil ma’na (‫)غير معقول المعنى‬. Sebuah jenis ibadah yang maknanya tidak
bisa didekati dengan nalar dan logika. Dalam hal ini, intisari ibadah qurban
tidak terletak pada sedekah dan bagi-bagi daging kepada fakir miskin, tetapi
justru pada penyembelihannya itu sendiri. Asalkan hewan qurban itu sudah
disembelih dengan benar, maka selesailah sudah ibadahnya. Adapun dagingnya mau
dimakan atau mau dibuang, itu lain urusan. Ketika Nabi Ibarahim alaihissalam
selesai menyembelih kambing, tidak ada saat itu acara bagi-bagi daging kambing
kepada masyarakat. Memang kebetulan tempat dimana beliau menyembelih itu,
yaitu Mina, saat itu memang tidak ada penduduknya. Namun meski dagingnya Cuma
dibuang begitu saja, ritual penyembelihan qurban sudah sah, dan persembahan
kepada Allah tentu sudah diterima.

C. Pendapat kebanyakan ulama Indonesia mengatakan, bahwa satu nisab zakat


profesi adalah seharga dengan 93.6 gram emas murni, yang dihitung dari
penghasilan bersih yang telah dikeluarkan seluruh biaya hidup seseorang.
Pembayaran zakat profesi dilakukan setiap kali kita menerima gaji, maka saat
itu pula kita mengeluarkan zakat profesi yang besarnya 2,5 % tanpa kita
mempertimbangkan sudah nishab atau belum, sudah haul atau belum, ataupun sudah
di pergunakan untuk memenuhi kewajiban minimal dalam keluarga atau belum. Oleh
karena itu alasan ketidaktahuan bahwa kebutuhan-kebutuhan wajib dalam keluarga
tersebut pada hakekatnya kebutuhan yang sifatnya tersier atau kemewahan
semata, membayar zakat profesi dapat dilakukan seberapapun pendapatannya.

F. DALIL AL QUR’AN TENTANG IBADAH MALIYAH


1. Surah Al Baqarah Ayat 195

َ‫َوَأ ْنفِقُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َواَل تُ ْلقُوا بَِأ ْي ِدي ُك ْم ِإلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َوَأحْ ِسنُوا ۛ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

1. Surah Al Baqarah Ayat 215

‫يل ۗ َو َما تَ ْف َعلُوا ِم ْن‬ ِ ِ‫يَ ْسَألُونَكَ َما َذا يُ ْنفِقُونَ ۖ قُلْ َما َأ ْنفَ ْقتُ ْم ِم ْن خَ ي ٍْر فَلِ ْل َوالِ َد ْي ِن َواَأْل ْق َربِينَ َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكي ِن َوا ْب ِن ال َّسب‬
‫خَ ي ٍْر فَِإ َّن هَّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”.
Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuinya

2. Surah Al Baqarah Ayat 245

َ ِ‫اعفَهُ لَهُ َأضْ َعافًا َكث‬


َ‫يرةً ۚ َوهَّللا ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب ُسطُتُرْ َجعُون‬ َ ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هَّللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬
ِ ‫ُض‬

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

3. Surah Al Baqarah Ayat 261

‫اعفُ لِ َم ْن‬ ِ ‫ُض‬ ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأ ْنبَت‬
َ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُك ِّل ُس ْنبُلَ ٍة ِماَئةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهَّللا ُ ي‬
ِ ‫يَ َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َو‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.

4. Surah Al Baqarah Ayat 262

‫ف َعلَ ْي ِه ْم‬ٌ ْ‫َأ ًذى ۙ لَهُ ْم َأجْ ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َواَل خَ و‬ ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ ثُ َّم اَل يُ ْتبِعُونَ َما َأ ْنفَقُوا َمنًّا َواَل‬
َ‫َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُون‬
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan
dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di
sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.

5. Surah Al Baqarah Ayat 263

‫ص َدقَ ٍة يَ ْتبَ ُعهَا َأ ًذى ۗ َوهَّللا ُ َغنِ ٌّي َحلِي ٌم‬


َ ‫ُوف َو َم ْغفِ َرةٌ خَ ْي ٌر ِم ْن‬
ٌ ‫قَوْ ٌل َم ْعر‬
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi
Maha Penyantun.

6. Surah Al Baqarah Ayat 264

ۖ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر‬ ِ ‫اس َواَل يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل‬ ُ ِ‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِ ْال َمنِّ َواَأْل َذ ٰى َكالَّ ِذي يُ ْنف‬
ِ َّ‫ق َمالَهُ ِرَئا َء الن‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْب ِطلُوا‬
‫اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم‬ ُ ‫ص ْلدًا ۖ اَل يَ ْق ِدرُونَ َعلَ ٰى َش ْي ٍء ِم َّما َك َسبُوا ۗ َوهَّللا‬َ ُ‫صابَهُ َوابِ ٌل فَتَ َر َكه‬ َ ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َرابٌ فََأ‬
َ ‫فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل‬
َ‫ْال َكافِ ِرين‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu


dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.

7. Surah Al Baqarah Ayat 265

ِ ‫َت ُأ ُكلَهَا‬
‫ض ْعفَي ِْن‬ َ ‫ت هَّللا ِ َوت َْثبِيتًا ِم ْن َأ ْنفُ ِس ِه ْم َك َمثَ ِل َجنَّ ٍة بِ َرب َْو ٍة َأ‬
ْ ‫صابَهَا َوابِ ٌل فَآت‬ َ ْ‫َو َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ُم ا ْبتِغَا َء َمر‬
ِ ‫ضا‬
‫صي ٌر‬ ُ ‫هَّللا‬ َ
ِ َ‫ُص ْبهَا َوابِ ٌل فَط ٌّل ۗ َو ُ بِ َما تَ ْع َملونَ ب‬ ِ ‫فَِإ ْن لَ ْم ي‬
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka
hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
8. Surah Al Baqarah Ayat 267

‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم‬َ ِ‫ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخب‬
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما َأ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اَأْلر‬
ِ ‫ا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
‫هَّللا‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
‫بِآ ِخ ِذي ِه ِإاَّل ْن تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا َّن َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.

9. Surah Al Baqarah Ayat 268

ِ ‫ال َّش ْيطَانُ يَ ِع ُد ُك ُم ْالفَ ْق َر َويَْأ ُم ُر ُك ْم بِ ْالفَحْ َشا ِء ۖ َوهَّللا ُ يَ ِع ُد ُك ْم َم ْغفِ َرةً ِم ْنهُ َوفَضْ اًل ۗ َوهَّللا ُ َو‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-
Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

10. Surah Al Baqarah Ayat 271

‫ت فَنِ ِع َّما ِه َي ۖ وَِإ ْن تُ ْخفُوهَا َوتُْؤ تُوهَا ْالفُقَ َرا َء فَه َُو خَ ْي ٌر لَ ُك ْم ۚ َويُ َكفِّ ُر َع ْن ُك ْم ِم ْن َسيَِّئاتِ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ بِ َما‬ َّ ‫ِإ ْن تُ ْبدُوا ال‬
ِ ‫ص َدقَا‬
‫تَ ْع َملُونَ َخبِي ٌر‬

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
11. Surah Al Baqarah Ayat 272

‫ك هُدَاهُ ْم َو ٰلَ ِك َّن هَّللا َ يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء ۗ َو َما تُ ْنفِقُوا ِم ْن خَ ي ٍْر فََأِل ْنفُ ِس ُك ْم ۚ َو َما تُ ْنفِقُونَِإاَّل ا ْبتِغَا َء َوجْ ِه هَّللا ِ ۚ َو َما‬
َ ‫ْس َعلَ ْي‬
َ ‫لَي‬
َ ْ
َ‫تظل ُمون‬ ُ ‫اَل‬ ُ ْ ‫َأ‬ ُ َ َّ َ ْ
‫تنفِقوا ِمن خي ٍْر ي َُوف ِإل ْيك ْم َو نت ْم‬ ُ ْ ُ

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-


lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu
untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena
mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak
akan dianiaya (dirugikan).

12. Surah Al Baqarah Ayat 273

‫ْرفُهُ ْم‬
ِ ‫ف تَع‬ِ ُّ‫ض يَحْ َسبُهُ ُم ْال َجا ِه ُل َأ ْغنِيَا َء ِمنَ التَّ َعف‬ ِ ْ‫ضرْ بًا فِي اَأْلر‬ ِ ْ‫لِ ْلفُقَ َرا ِء الَّ ِذينَ ُأح‬
َ َ‫صرُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ اَل يَ ْستَ ِطيعُون‬
‫اس ِإ ْل َحافًا ۗ َو َما تُ ْنفِقُوا ِم ْن خَ ي ٍْر فَِإ َّن هَّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬
َ َّ‫بِ ِسي َماهُ ْم اَل يَ ْسَألُونَ الن‬

(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan


Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka
mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka
dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.

13. Surah Al Baqarah Ayat 274

ٌ ْ‫ار ِس ًّرا َو َعاَل نِيَةً فَلَهُ ْم َأجْ ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َواَل خَ و‬


َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْميَحْ زَ نُون‬ ِ َ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ْم بِاللَّ ْي ِل َوالنَّه‬

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara


tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

14. Surah Al Baqarah Ayat 276


‫ار َأثِ ٍيم‬
ٍ َّ‫ت ۗ َوهَّللا ُ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق هَّللا ُ ال ِّربَا َويُرْ بِي ال‬
ِ ‫ص َدقَا‬ ُ ‫يَ ْم َح‬

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.

15. Surah Al Baqarah Ayat 280

َ َ‫وَِإ ْن َكانَ ُذو ُع ْس َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ ِإلَ ٰى َم ْي َس َر ٍة ۚ َوَأ ْن ت‬


َ‫ص َّدقُوا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

16. Surah An Nisaa’ Ayat 8

‫ض َر ْالقِ ْس َمةَ ُأولُو ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكينُ فَارْ ُزقُوهُ ْم ِم ْنهُ َوقُولُوا لَهُ ْم قَوْ اًل َم ْعرُوفًا‬
َ ‫َوِإ َذا َح‬

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin,
maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik.

17. Surah An Nisaa’ Ayat 39


‫َو َما َذا َعلَ ْي ِه ْم لَوْ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َوَأ ْنفَقُوا ِم َّما َر َزقَهُ ُم هَّللا ُ ۚ َو َكانَ هَّللا ُ بِ ِه ْم َعلِي ًما‬

Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari
kemudian dan menafkahkan sebahagian rezeki yang telah diberikan Allah kepada
mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.

18. Surah An Nisaa’ Ayat 114


‫اس ۚ َو َم ْن يَ ْف َعلْ ٰ َذلِكَ ا ْبتِغَا َء‬ ٍ ‫ُوف َأوْ ِإصْ اَل‬
ِ َّ‫ح بَ ْينَ الن‬ ٍ ‫ص َدقَ ٍة َأوْ َم ْعر‬
َ ِ‫ير ِم ْن نَجْ َواهُ ْم ِإاَّل َم ْن َأ َم َر ب‬
ٍ ِ‫اَل َخي َْر فِي َكث‬
ِ ‫ت هَّللا ِ فَ َسوْ فَ نُْؤ تِي ِه َأجْ رًا ع‬
‫َظي ًما‬ َ ْ‫َمر‬
ِ ‫ضا‬

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-


bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar.

G. DALIL TENTANG MANFAAT IBADAH MALIYAH

1. Sedekah dapat meredakan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana


sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
« ِّ‫ب الرَّب‬
َ ‫َض‬ ْ ُ‫ص َدقَةَ السِّرِّ ت‬
َ ‫طفِي ُء غ‬ َ ‫» ِإ َّن‬
“Sesungguhnya sedekah yang tersembunyi, (dapat) meredam murka Allah Ta’ala”
(Shahih at-Targhib).

2. Sedekah menghapuskan kesalahan dan memadamkan percikan apinya,


sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
ْ ‫طفُِئ ْال َخ ِطيَئةَ َك َما ي‬
َ َّ‫ُطفُِئ ْال َما ُء الن‬
« ‫ار‬ ْ ُ‫ص َدقَةُ ت‬
َّ ‫» َوال‬
“Sedekah menghapuskan kesalahan, sebagaimana air memadamkan api” (Shahih at-
Targhib karya Asy-Syaikh Al-Albani).

3. Sedekah menjaga pelakunya terhindari dari api neraka, sebagaimana


sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
ِّ ‫» فَاتَّقُوا النَّا َر َولَوْ بِ ِش‬
« ‫ق تَ ْم َر ٍة‬
“Maka peliharalah (diri) kalian dari api neraka, sekalipun dengan sebiji buah
kurma (yang disedekahkan).”

4. Pelaku sedekah berada dalam naungan sedekahnya pada hari kiamat


nanti, sebagaimana hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
« ‫اس‬ َ ‫ص َدقَتِ ِه َحتَّى يُ ْق‬
ِ َّ‫ضى بَ ْينَ الن‬ َ ‫» ُكلُّ ا ْم ِرٍئ فِي ِظ ِّل‬
“Setiap orang berada di bawah naungan amalan sedekahnya, hingga digelar
pengadilan di antara manusia”
Yazid berkata :
‫صلَةً َأوْ َك َذا‬
َ َ‫ق فِي ِه بِ َش ْي ٍء َولَوْ َك ْع َكةً َأوْ ب‬ َ ‫َو َكانَ َأبُو َمرْ ثَد الَ ي ُْخ ِطُئهُ يَوْ ٌم ِإالَّ ت‬
َ ‫َص َّد‬
“Tidaklah satu hari Abu Martsad berbuat suatu kekeliruan, melainkan ia
(segera) bersedekah dengan sesuatu apa saja di hari itu (juga). Meskipun hanya
dengan sepotong kue (ka’kah) atau bawang putih atau semacamnya.” (Terdapat
dalam ash-Shahihain).

5. Pada amalan sedekah terkandung penawar untuk berbagai jenis penyakit


jasmani, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Obatilah penyakit-penyakit kalian melalui sedekah.”

Ibnu Syaqiq menuturkan, “Aku mendengar Ibnul Mubarak ditanya oleh seorang pria
mengenai nanah yang terus keluar dari lututnya sejak tujuh tahun lalu.
Sebenarnya ia telah berobat dengan bermacam-macam pengobatan, dan ia pun telah
berkonsultasi dengan banyak dokter, namun belum membuahkan hasil. Maka beliau
menjawab, “Pergilah dan galilah sumur di daerah yang membutuhkan air. Maka
sungguh aku berharap di sana akan muncul mata air dan (dengan usaha itu dapat)
menghentikan darah yang keluar dari lututmu. Maka pria itu melakukannya, lalu
sembuh.” (Shahih at-Targhib).

6. Penawar berbagai jenis penyakit hati, sebagaimana sabda Nabi


Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada orang yang mengeluhkan kekerasaan
hatinya kepada beliau :
َ ‫ط ِع ْم ْال ِم ْس ِكينَ َوا ْم َسحْ َرْأ‬
« ‫س ْاليَتِ ِيم‬ ْ ‫» ِإ ْن َأ َردْتَ ت َْليِينَ قَ ْلبِكَ فََأ‬

“Jika kamu hendak melembutkan hatimu, maka berilah makan orang miskin dan
usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad)

7. Bahwa Allah menolak berbagai macam musibah dengan sedekah,


sebagaimana dalam wasiat Yahya kepada Bani Israil :
« ‫ك َك َمثَ ِل َر ُج ٍل َأ َس َرهُ ْال َعد ُُّو فََأوْ ثَقُوا يَ َدهُ ِإلَى ُعنُقِ ِه َوقَ َّد ُموهُ لِيَضْ ِربُوا ُعنُقَهُ فَقَا َل َأنَا‬ َّ ‫َوآ ُم ُر ُك ْم بِال‬
َ ِ‫ص َدقَ ِة فَِإ َّن َمثَ َل َذل‬
‫ير فَفَدَى نَ ْف َسهُ ِم ْنهُ ْم‬ ْ ْ ‫َأ‬
ِ ِ‫» ْف ِدي ِه ِم ْن ُك ْم بِالقَلِي ِل َوال َكث‬
“Allah memerintahkan kepada kalian bersedekah, maka perumpamaan hal itu
seperti ibarat seorang laki-laki yang ditawan oleh musuh, kedua tangannya
diikat ke lehernya, lalu mereka membawa pria tersebut untuk mereka penggal
lehernya. Lalu tawanan ini berkata: ‘Saya tebus (diriku) dari kalian dengan
(tuntutan tebusan) sedikit dan banyak’. Lalu ia pun menebus dirinya dari
mereka.” (Shahihul Jami’ ).
Maka sedekah memiliki pengaruh yang mengagumkan dalam menolak berbagai bentuk
musibah, sekalipun mereka dari golongan orang fajir, zhalim, bahkan kafir
sekalipun. Maka sesungguhnya Allah Ta’ala menolak berbagai jenis musibah
melalui amalan sedekah ini. Ini merupakan perkara yang telah diketahui oleh
banyak orang, baik dari kalangan khusus mereka (para ulama) dan orang umum
(awam) sekalipun, bahkan penduduk bumi lainnya karena mereka telah mencobanya.

8. Bahwa seorang hamba baru bisa sampai pada hakikat kebajikan sejati
melalui amalan sedekah, sebagainya dalam firman-Nya Ta’ala:
‫﴾ سورة آل عمران‬٩٢﴿ ‫وا ِمن َش ْي ٍء فَِإ َّن هّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬
ْ ُ‫وا ِم َّما تُ ِحبُّونَ َو َما تُنفِق‬
ْ ُ‫وا ْالبِ َّر َحتَّى تُنفِق‬
ْ ُ‫لَن تَنَال‬

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS.3:92)

9. Bahwa seorang yang bersedekah di doakan oleh seorang malaikat di


setiap harinya, berbeda terbalik dengan orang yang menahan hartanya.
Mengenai hal tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
« ‫ اللَّهُ َّم‬: ‫ َويَقُو ُل اآلخَ ُر‬، ‫ اللَّهُ َّم َأ ْع ِط ُم ْنفِقًا خَ لَفًا‬: ‫ان يَ ْن ِزاَل ِن فَيَقُو ُل َأ َح ُدهُ َما‬
ِ ‫َما ِم ْن يَوْ ٍم يُصْ بِ ُح ْال ِعبَا ُد فِي ِه ِإالَّ َملَ َك‬
‫» َأ ْع ِط ُم ْم ِس ًكا تَلَفًا‬
“Tiada sehari pun yang dilewati oleh para hamba-Nya melainkan turun dua orang
malaikat, maka satu di antara mereka berkata :
‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi orang yang berinfaq’, dan malaikat lainnya
berkata, ‘Ya Allah berikanlah kebinasaan bagi orang yang menahannya’.”
(Terdapat dalam ash-Shahihain).

10. Bahwa pelaku sedekah dikaruniakan keberkahan baginya pada


hartanya, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengenai hal tersebut dengan sabdanya :

ٍ ‫ص َدقَةٌ ِم ْن َم‬
« ‫ال‬ ْ ‫ص‬
َ ‫ت‬ َ َ‫» َما نَق‬
“Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan.” (Terdapat dalam Shahih
Muslim).

11. Bahwa tidak ada harta yang tersisa bagi pemilik harta melainkan
apa yang telah disedekahkannya. Sebagaimana dalam firman-Nya Ta’ala :
‫﴾ سورة آل عمران‬٩٢﴿ ‫وا ِمن َش ْي ٍء فَِإ َّن هّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬
ْ ُ‫وا ِم َّما تُ ِحبُّونَ َو َما تُنفِق‬
ْ ُ‫وا ْالبِ َّر َحتَّى تُنفِق‬
ْ ُ‫لَن تَنَال‬

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS.3:92)
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada ‘Aisyah Radhiyallahu
‘Anha mengenai kambing yang dikurbankannya, “Apakah masih ada yang tersisa?”.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menjawab :
« ‫» َما بَقِ َي ِم ْنهَا ِإالَّ َكتِفُهَا‬
“Tidak ada yang tersisa (karena telah disedekahkan) melainkan bagian pundaknya
(saja).”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
« ‫» بَقِ َي ُكلُّهَا َغي َْر َكتِفِهَا‬
“Tersisa semuanya melainkan bagian pundaknya (saja).” (Terdapat dalam Shahih
Muslim).

12. Bahwa Allah melipatgandakan ganjaran bagi orang yang bersedekah,


sebagaimana firman-Nya ‘Azza wa Jalla :
‫﴾ سورة الحديد‬١٨﴿ ‫ضا َعفُ لَهُ ْم َولَهُ ْم َأجْ ٌر َك ِري ٌم‬
َ ُ‫ت َوَأ ْق َرضُوا هَّللا َ قَرْ ضا ً َح َسنا ً ي‬ َّ ‫ص ِّدقِينَ َو ْال ُم‬
ِ ‫ص ِّدقَا‬ َّ ‫ِإ َّن ْال ُم‬
Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan
(pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak. (QS.57:18)
Dan firman-Nya Ta’ala :
‫﴾ سورة‬٢٤٥﴿ َ‫ضا ِعفَهُ لَهُ َأضْ َعافا ً َكثِي َرةً َوهّللا ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب ُسطُ َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬
َ ُ‫َّمن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هّللا َ قَرْ ضا ً َح َسنا ً فَي‬
‫البقرة‬
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS.2:245)
13. Bahwa pengamal sedekah akan dipanggil dari arah pintu khusus dari
pintu-pintu surga, pintu yang disebut (dengan) pintu sedekah.
Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda :
« ‫ب‬ َّ ‫ي فِي ْال َجنَّ ِة يَا َع ْب َد هَّللا ِ هَ َذا خَ ْي ٌر فَ َم ْن َكانَ ِم ْن َأ ْه ِل ال‬
ِ ‫صالَ ِة ُد ِع َي ِم ْن بَا‬ َ ‫ق َزوْ َجي ِْن فِي َسبِي ِل هَّللا ِ نُو ِد‬ َ َ‫َم ْن َأ ْنف‬
‫ص َدقَ ِة َو َم ْن‬
َّ ‫ب ال‬ ِ ‫ص َدقَ ِة ُد ِع َي ِم ْن بَا‬ ‫َأ‬
َّ ‫ب ال ِجهَا ِد َو َم ْن َكانَ ِم ْن ْه ِل ال‬ ْ ْ ‫َأ‬
ِ ‫صاَل ِة َو َم ْن َكانَ ِم ْن ْه ِل ال ِجهَا ِد ُد ِع َي ِم ْن بَا‬ َّ ‫ال‬
ْ ْ ْ
‫ُول ِ َما َعلى َمن يُدعَى ِمن هَ ِذ ِه‬ َ ‫هَّللا‬ ُ ْ
َ ‫َّان فقا َل بُو بَك ٍر الصِّ دِّيق يَا َرس‬ ‫َأ‬ َ َ ِ ‫ب ال َّري‬ ْ
ِ ‫صيَ ِام د ُِع َي ِمن بَا‬ ْ ‫َأ‬ ْ
ِّ ‫َكانَ ِمن ه ِل ال‬
‫ب ُكلِّهَا قَا َل نَ َع ْم َوَأرْ جُو َأ ْن تَ ُكونَ ِم ْنهُ ْم‬ِ ‫ضرُو َر ٍة فَهَلْ يُ ْدعَى َأ َح ٌد ِم ْن هَ ِذ ِه اَأْلب َْوا‬ َ ‫ب ِم ْن‬ ِ ‫» اَأل ْب َوا‬
“Barangsiapa yang menginfakkan sepasang barang di jalan Allah, di surga dia
akan dipanggil, ‘Wahai hamba Allah, (pintu) ini adalah lebih baik.’ Maka
barangsiapa dari kalangan pengamal shalat, akan dipanggil dari pintu shalat.
Dan siapa dari kalangan praktisi jihad, akan dipanggil dari pintu jihad.
Barangsiapa dari ahli sedekah, akan dipanggil dari pintu sedekah. Barangsiapa
dari kalangan pengamal puasa, akan dipanggil dari pintu ar-Raiyan.” Lalu Abu
Bakar ash-Shiddiq bertanya, ‘Wahai Rasulullah, Tidak adakah orang yang
dipanggil dari banyak pintu-pintu penting (tersebut). Maka apakah ada
seseorang yang dipanggil dari semua pintu-pintu ini?’ Beliau menjawab, “Ya
ada, dan aku harap engkau termasuk dari mereka’.” (Terdapat dalam Shahih
Muslim).

14. Bahwa tiadalah amalan sedekah ini ketika berkumpul dengan amalan
puasa dan mengantarkan jenazah serta menjenguk orang sakit pada satu
hari yang bersamaan, melainkan demikian itu menjadikan pelakunya masuk
surga. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
« ‫ال‬ َ َ‫ فَ َم ْن تَبِ َع ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم َجنَازَ ةً ؟ ق‬: ‫ قَا َل‬. ‫ َأنَا‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ال َأبُو بَ ْك ٍر َر‬ َ ‫َم ْن َأصْ بَ َح ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم‬
َ َ‫صاِئ ًما ؟ ق‬
‫َأ‬
. ‫ نَا‬: ُ‫ض َي ُ َع ْنه‬ ‫هَّللا‬ ‫َأ‬ ْ ْ ‫َأ‬
ِ ‫ فَ َم ْن ط َع َم ِم ْن ُك ْم اليَوْ َم ِم ْس ِكينًا ؟ قَا َل بُو بَ ْك ٍر َر‬: ‫ال‬ ‫َأ‬
َ َ‫ ق‬. ‫ نَا‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫َأبُو بَ ْك ٍر َر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬َ َ‫ فَق‬. ‫ َأنَا‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ِ ‫ال َأبُو بَ ْك ٍر َر‬ َ َ‫ فَ َم ْن عَا َد ِم ْن ُك ْم ْاليَوْ َم َم ِريضًا ؟ ق‬: ‫قَا َل‬
َ‫ َما اجْ تَ َم ْعنَ فِي ا ْم ِرٍئ ِإالَّ َدخَ َل ْال َجنَّة‬: »
“Siapa di antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa ?” Abu Bakar menjawab,
“Aku.” Beliau bertanya (lagi), “Lalu siapa diantara kalian yang telah
mengantar jenazah?” Abu Bakar kembali menjawab, “Aku.” Beliau bertanya (lagi),
“Lalu siapa diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin hari ini?”
Abu Bakar kembali menjawab, “Aku.” Beliau bertanya (lagi), “Lalu siapa
diantara kalian yang telah menjengut orang sakit hari ini?” Abu Bakar kembali
menjawab, “Aku”. Maka Rasulullah bersabda, “Tidaklah semua ini berkumpul pada
diri seseorang melainkan ia masuk surga.” (HR. Muslim).
15. Bahwa pada amalan sedekah terdapat di dalamnya kelapangan dada,
kenyamanan dan ketenangan hati. Maka sesungguhnya Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menberikan tamtsil :
« َّ‫ق ِإال‬ ُ ِ‫ق فَالَ يُ ْنف‬ ُ ِ‫ق َك َمثَ ِل َر ُجلَ ْي ِن َعلَ ْي ِه َما جُ بَّتَا ِن ِم ْن َح ِدي ٍد ِم ْن ثُ ِديِّ ِه َما ِإلَى تَ َراقِي ِه َما فََأ َّما ْال ُم ْنف‬ِ ِ‫يل َو ْال ُم ْنف‬
ِ ‫َمثَ ُل ْالبَ ِخ‬
‫ت ُكلُّ َح ْلقَ ٍة‬ ْ َ‫ق َش ْيًئا ِإالَّ لَ ِزق‬ َ ِ‫ت َعلَى ِج ْل ِد ِه َحتَّى تُ ْخفِ َي بَنَانَهُ َوتَ ْعفُ َو َأثَ َرهُ َوَأ َّما ْالبَ ِخي ُل فَالَ ي ُِري ُد َأ ْن يُ ْنف‬ ْ ‫َت َأوْ َوفَ َر‬ ْ ‫َسبَغ‬
‫» َم َكانَهَا فَهُ َو يُ َو ِّس ُعهَا َوالَ تَتَّ ِس ُع‬
“Perumpamaan orang bakhil dan orang yang bersedekah seperti ibarat dua orang
yang mengenakan dua baju (jubatan) yang terbuat dari besi, melekat dari kedua
buah dadanya hingga tulang selangka·. Adapun orang yang bersedekah, tidaklah
ia bersedekah melainkan semakin lapang (bajunya) atau memenuhi bagian-bagian
kulitnya, hingga menutupi jari-jarinya dan menghilangkan bekas-bekas.
Sedangkan orang bakhil, maka tidaklah ia enggan menginfakkan sedikitpun (dari
hartanya) melainkan setiap lingkaran semakin mengeret pada tempatnya, orang
itu berusaha merenggangkannya, tetapi tidak merenggang-renggang (juga).”
(Terdapat dalam Ash-Shahihain)
Pengamal sedekah setiap kali ia bersedekah maka baginya ketenangan hati dan
kelapangan dada. Setiap kali ia bersedekah, makin luas dan tenang serta
lapang. Makin menguat kebahagiaannya dan makin besar kesenangannya. Kalaulah
pada amalan sedekah tidak ada yang diharapkan selain keuntungan ini saja,
niscaya seorang hamba secara hakiki akan tetap terus memperbanyak dan
menyegerakan sedekahnya. Allah Ta’ala berfirman :
‫﴾ سورة الحشر‬٩﴿ َ‫ق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَُأوْ لَِئكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
َ ‫َو َمن يُو‬
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung.. (QS.59:9)

16. Bahwa orang yang bersedekah sekiranya dari kalangan ulama, maka
dia berada di seutama-utamanya kedudukan di sisi Allah. Sebagaimana
dalam sabda beliau :
« ‫ص ُل فِي ِه َر ِح َمهُ َويَ ْعلَ ُم هَّلِل ِ فِي ِه َحقًّا فَهَ َذا‬
ِ َ‫ نَفَ ٍر َع ْب ٍد َر َزقَهُ هَّللا ُ َماالً َو ِع ْل ًما فَهُ َو يَتَّقِي فِي ِه َربَّهُ َوي‬: ‫ِإنَّ َما ال ُّد ْنيَا َألرْ بَ َع ِة‬
ِ ‫ض ِل ْال َمن‬
‫َاز ِل‬ َ ‫» بَِأ ْف‬
“Sesungguhnya (keadaan penduduk) dunia terbagi menjadi empat (keadaan),
(yaitu) seorang hamba yang Allah karuniakan harta dan ilmu, maka dengannya ia
bertakwa kepada Rabbnya, menyambung tali silaturahmi dan ia mengetahui bahwa
di dalamnya terdapat hak Allah, maka orang ini berada pada kedudukan yang
paling utama ..” (Al-Hadits).
17. Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menempatkan kaya yang
disertai sedekah berada di tingkatan yang sama dengan al-Qur`an yang
disertai pengamalannya. Demikian itu dalam sabda beliau :
« ُ‫فَه َُو يُ ْنفِقُه‬ ِ َ‫ َر ُج ٌل آتَاهُ هَّللا ُ ْالقُرْ آنَ فَه َُو يَقُو ُم بِ ِه آنَا َء اللَّ ْي ِل َوالنَّه‬: ‫الَ َح َس َد ِإالَّ فِي ْاثنَتَ ْي ِ‘ن‬
ً‫ َو َر ُج ٌل آتَاهُ هَّللا ُ َماال‬. ‫ار‬
ِ َ‫اللَّي ِْل َوالنَّه‬
‫ار‬ ِّ ‫» فِي ْال َح‬
‫ق آنَا َء‬
“Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali (kepada) dua orang. (Yaitu) seorang yang
diberikan al-Qur`an oleh Allah, lalu ia mengamalkannya siang dan malam. Dan
seorang yang dikaruniakan (kekayaan) harta oleh Allah, lalu ia menginfakkannya
di (jalan) kebenaran siang dan malam.”
Maka bagaimana sekiranya Allah mengaruniakan taufik-Nya kepada seorang hamba-
Nya dengan menghimpun demikain itu semuanya? Kita bermohon kepada Allah yang
Maha Dermawan akan karunia-Nya.

18. Bahwa seorang hamba dianggap telah menepati perjanjian antara


dirinya dengan Allah Ta’ala dan menyempurnakan akad transaksi jual beli
yang terikat dengan-Nya, pada saat ia mengorbankan jiwa dan hartanya di
jalan Allah. Sebagaimana yang disinyalir dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla
:
ً ‫ِإ َّن هّللا َ ا ْشتَ َرى ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َأنفُ َسهُ ْم َوَأ ْم َوالَهُم بَِأ َّن لَهُ ُم ال َجنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي َسبِي ِل هّللا ِ فَيَ ْقتُلُونَ َويُ ْقتَلُونَ َو ْعداً َعلَ ْي ِه َحقّا‬
﴿ ‫ك هُ َو ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم‬ ْ ‫يل َو ْالقُرْ آ ِن َو َم ْن َأوْ فَى بِ َع ْه ِد ِه ِمنَ هّللا ِ فَا ْستَ ْب ِشر‬
َ ِ‫ُوا بِبَي ِْع ُك ُم الَّ ِذي بَايَ ْعتُم بِ ِه َو َذل‬ ِ ‫فِي التَّوْ َرا ِة َواِإل‬
ِ ‫نج‬
‫﴾ سورة التوبة‬١١١
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS.9:111)

19. Bahwa sedekah merupakan bukti atas kesungguhan dan keimanan


seorang hamba, sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam:
ٌ ‫ص َدقَةُ بُرْ ه‬
« ‫َان‬ َّ ‫» َوال‬
“Sedekah itu adalah bukti.” HR. Muslim

20. Bahwa sedekah pensuci bagi harta, melepaskannya dari sikap-sikap


buruk (ad-dakhan) yang menerpanya, seperti kelalaian, sumpah dan dusta
serta kealpaan. Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewasiatkan
kepada para pedagang dengan sabda :
َّ ‫ض ُرهُ اللَّ ْغ ُو َو ْال َح ْلفُ فَ ُشوبُوهُ بِال‬
« ‫ص َدقَ ِة‬ ُ ْ‫َّار ِإ َّن ْالبَ ْي َع يَح‬
ِ ‫» يَا َم ْع َش َر التُّج‬
“Wahai para pedagang, sesungguhnya (pada) perdagangan ini terjadi kealphaan
dan sumpah, maka campurilah dengan sedekah.” HR. Ahmad, an-Nasa`I, dan Ibnu
Majah. Juga terdapat dalam Shahih al-Jami’.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ibadah Maliyah merupakan ibadah yang termasuk dalam ibadah ghoiru mahdoh yaitu
segala perkataan dan perbuatan akan tetapi tidak ada aturan baku dari syariat
dan dia akan berniat ibadah apabila diniatkan dengan ikhlas dan dalam rangka
ibadah.
Ibadah harta (ibadah maliyah) merupakan investasi amal yang tidak akan
berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal dunia, yang
dikenal dengan Amal Jariyah.
Ibadah harta yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja dengan jumlah
berapa saja adalah infak-sedekah.
B. SARAN
Semoga dengan membaca dan mempelajari makalah ini dapat menambah wawasan kita
dalam beragama dan menjadi manusia yang yang islami seutuhnya. Kita sebagai
umat muslim sebaiknya menjaga, memelihara dan merawat agama kita dengan
mengkaji dan memahami agama islam dengan sebenar-benarnya. Oleh karena itu
kita wajib memahami ilmu-ilmu agama secara detail dan mendalam dalam hal
sekecil apapun agar selalu berada pada jalan yang benar. Karena secuil ilmupun
juga akan selalu bermanfaat ke depannya dan juga sangat beraarti untuk
menuntun kita kearah kehidupan yang lebih baik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.walisongo.ac.id/3763/2/102311008_Bab1.pdf
http://pzucihideung.blogspot.co.id/2013/01/ibadah-maliyah.html
http://alimurtadhoemzaed.blogspot.co.id/2013/05/zakat-profesi-dalam-tinjauan-
hukum-islam.html
http://www.agustiantocentre.com.html

Anda mungkin juga menyukai