Anda di halaman 1dari 40

Journal Reading

Chest Tube Drainage of the Pleural Space: A

Concise Review for Pulmonologists

Oleh:

Miftahul Jannah 1830912320009

Dastin Andre 1830912310004

Rafael Bisma Bratajaya Tanjoto 1830912310145

Dian Pertiwi Hariati 1830912320011

Pembimbing

dr. Ahmad Ghozali, Sp.BTKV.,FIHA.,MH

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN

BANJARMASIN

Mei, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………….. 1

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………………. 3

JOURNAL READING…………………………………………………………………………… 15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….. 37

2
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi dan Tujuan Chest Tube

Normalnya, paru-paru memiliki suatu lapisan yaitu pleura. Pleura terdiri

dari dua macam, yaitu pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis

melapisi dinding dada dan diafragma dari dalam, sedangkan pleura visceralis

melapisi paru-paru. Kedua lapisan ini membentuk suatu rongga (intrapleural

space) yang berisi sekitar 50 mL cairan serosa, yang memungkinkan kedua

lapisan tersebut meluncur satu sama lain tanpa adanya gesekan. Di dalam rongga

pleura ini terbentuk suatu tekanan negatif yang dapat menyebabkan udara

mengalir dari tekanan positif atmosfer masuk ke paru-paru. Saat inspirasi, tekanan

di dalam rongga pleura menjadi semakin negatif saat masing-masing lapisan

tertarik ke arah yang berbeda. Saat ekspirasi, tekanan di dalam rongga pleura dan

rongga paru meningkat sampai melebihi tekanan atmosfer, sehingga udara dapat

mengalir keluar dari paru-paru.

Pleura parietal dan visceral

3
Chest tube digunakan saat tekanan negatif di dalam rongga paru mulai

berubah menjadi bertekanan positif. Ketika udara atau cairan masuk ke dalam

rongga pleura, paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna. Chest tube

digunakan untuk menyedot cairan dan udara di dalam rongga pleura dan

mengembalikan fungsi paru-paru agar dapat mengembang kembali dengan baik.4

Beberapa hal penting yang dijadikan target pemasangan chest tube yang

adekuat adalah:

1. Cairan dan udara dapat dikeluarkan secepat mungkin

2. Mencegah cairan dan udara yang sudah disedot agar tidak kembali ke rongga

pleura

3. Mengembalikan tekanan negatif di rongga pleura agar paru dapat

mengembang kembali.

Oleh karena itu, sistem drainase yang digunakan harus memenuhi

beberapa kriteria berikut:

1. Memungkinkan cairan dan udara keluar dari paru

2. Mempunyai “katup satu arah ” untuk mencegah cairan dan udara kembali ke

paru

3. Didesain agar sistem drainase berada di bawah level paru sehingga dapat

memanfaatkan gaya gravitasi dalam proses drainase.3

Teknik Pemasangan

Selang chest tube berukuran 20 inchi (six-foot) agar pasien lebih leluasa jika

harus bergeser dan bergerak, tanpa harus membebani chest tube. Hal ini juga

4
bertujuan untuk mencegah drainase tertarik kembali ke dalam paru-paru setelah

napas yang dalam. Secara umum, ukuran diameter chest tube dikelompokkan

berdasarkan usia pasien.2,5

Ukuran diameter selang berdasarkan usia

Tube size Age of patient

8FR – 12FR Infants, young children

16FR – 20FR Children, young adults

24FR – 32FR Most adult sizes

36FR – 40FR Larger adult sizes

Tube thoracostomy merupakan prosedur invasif dan komplikasi dapat

terjadi jika kita tidak mengetahui anatomi thoraks dan mempunyai pengalaman

yang baik. Ada tiga metode yang digunakan dalam tube thoracostomy, yaitu

teknik blunt dissection, teknik Seldinger, dan dengan menggunakan trocar. Teknik

Seldinger dilakukan dengan cara memasukkan introducer needle, diikuti dengan

guide wire, kemudian nantinya akan dilakukan dilatasi melalui guide wire. Jika

ingin menggunakan trocar, kita harus berhati-hati agar tidak terjadi penetrasi paru-

paru ataupun cedera pada organ thoraks lainnya.2,5

British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan “triangle of safety”

sebagai daerah untuk insersi chest tube. Area ini ditandai oleh batas anterior

musculus latissimus dorsi, batas lateral dari musculus pectoralis mayor, superior

dari garis horizontal yang sejajar dengan puting, dan dengan apex di bawah axilla.

Sebagian besar dokter bedah melakukan pemasangan chest tube pada ICS IV atau

5
V pada anterior axillary atau mid-axillary line karena pada daerah ini, lapisan

dalam otot intercostal tipis, kecuali pada bagian yang ada neurovascular bundles-

nya. Untuk menghindari cedera pada neurovascular bundles, chest tube diinsersi

sedikit di atas margin superior kosta di bawahnya. Pada keadaan pneumothorax

letak apeks, daerah alternatif untuk pemasangan chest tube adalah pada ICS I

dekat scapula.2,5-7

Triangle of safety

Berikut langkah-langkah pemasangan chest tube dengan teknik blunt

dissection:

1. Posisikan pasien supine atau 45o (menurunkan risiko elevasi diafragma dan

malposisi chest tube ke rongga abdomen) dengan posisi tangan pada sisi yang

akan dipasang chest tube diletakkan di belakang kepala (abduksi dan rotasi

eksternal)

2. Tentukan daerah yang akan diinsisi

6
3. Lakukan tindakan septik dan antiseptik pada daerah pemasangan dengan

menggunakan povidone iodine 10%

4. Persempit daerah pemasangan dengan doek steril

5. Injeksi anestesi lokal (Lidocaine 1-2%) pada daerah pemasangan

6. Lakukan insisi pada daerah yang telah ditentukan, sejajar dengan costa

7. Blunt dissection sampai ke pleura

8. Masukkan chest tube ke dalam rongga pleura dengan menggunakan klem

arteri, kemudian lakukan fiksasi dengan jahitan dan ditutup dengan dressing

transparan

9. Sambungkan chest tube dengan sistem drainase2,5

Teknik pemasangan chest tube

Chest tube yang tepat masuk ke dalam rongga pleura dapat ditandai dengan

hal berikut:

1. Ditemukan “swing” (naik turun) cairan pada chest drain

2. “Bubbling” pada cairan ketika pasien batuk

7
3. Keluarnya cairan dari rongga pleura

4. Chest drain berkabut (fogs up)2,5

Cara Kerja3,8

Sistem Satu Botol

Cara yang paling simpel dalam melakukan drainase di paru adalah

dengan menggunakan satu botol yang dimasukkan selang dengan kedalaman 2 cm

di bawah air, sedangkan yang satu lagi (selang pendek ) diletakkan di tutup botol

(tidak ditenggelamkan di dalam air), sehingga memungkinkan udara keluar ke

atmosfer. Selang yang berada di bawah air dihubungkan dengan chest tube,

menciptakan suatu “katup satu arah” yang memungkinkan udara dan cairan keluar

dari dalam paru, dan sebaliknya mencegah udara dan cairan masuk kembali ke

dalam paru (water seal). Udara yang keluar dari paru ditandai dengan gelembung

udara yang terlihat di dalam air, dan selanjutnya udara akan keluar melalui selang

yang lebih kecil.

Sistem satu botol

8
Sistem satu botol merupakan kombinasi dari water seal dan fluid

collection bottle. Jika cairan didrainase dari paru ke dalam botol, maka level air di

dalam botol akan meningkat dan selang akan terendam air lebih dalam dari 2 cm.

Semakin tinggi level air di dalam botol, semakin besar tekanan yang ada bagi

udara di dalam paru untuk keluar melewati air di dalam botol. Secara teori,

masalah tersebut dapat diatasi dengan cara mengeluarkan cairan yang didrainase.

Oleh karena itu, sistem drainase satu botol lebih efektif jika hanya digunakan

untuk udara saja, seperti pada pneumothorax tanpa komplikasi.

Sistem Dua Botol

Sistem drainase dua botol menutupi kekurangan dari sistem drainase

satu botol. Botol pertama berfungsi sebagai penampung cairan yang didrainase,

sedangkan botol yang kedua tidak akan terganggu dan berfungsi sebagai water

seal yang berisi air dengan ketinggian tetap 2 cm. Dengan cara ini, proses

drainase cairan dalam jumlah besar akan menjadi lebih efektif.

Sistem dua botol

9
Sistem drainase satu botol maupun dua botol bergantung pada gaya

gravitasi sehingga udara dan cairan dapat keluar dari dalam paru. Oleh karena itu,

sistem drainase diletakkan di bawah level dada pasien agar bekerja efektif. Tetapi,

ketika terjadi kebocoran udara yang besar ke dalam rongga pleura, drainase tidak

akan cukup dilakukan hanya dengan bantuan gaya gravitasi, sehingga perlu

dibantu dengan suction.

Sistem Tiga Botol

Terkadang kita perlu memberikan tekanan negatif lebih ke dalam

rongga pleura agar paru-paru dapat mengembang kembali, atau mempercepat

pengeluaran udara dari dalam rongga pleura. Botol ketiga ini berfungsi untuk

mengatur seberapa besar tekanan negatif yang dapat ditransmisikan ke dalam

paru-paru (suction control bottle). Hal ini berkaitan dengan seberapa dalam selang

botol suction terendam dalam air, misalnya jika selang berada pada kedalaman 20

cm air, suction maksimum yang dapat diberikan pada pasien adalah -20cmH2O.

Sistem tiga botol

Suction tidak selalu diperlukan. Jika suction diper1lukan untuk

meningkatkan perbedaan tekanan antara rongga pleura dan sistem drainase, maka

suction perlu diatur secara tepat untuk menghindari hal yang tidak diinginkan

10
terhadap pasien. Jika tekanan suction terlalu tinggi, komplikasi dapat terjadi

misalnya seperti terbentuknya hematoma di distal selang, invaginasi jaringan ke

dalam lubang selang, kerusakan jaringan, dll.

Sistem drainase gabungan (disposable)

Indikasi4,7

Beberapa indikasi pemasangan chest tube adalah:

1. Pneumothorax (open dan closed)

2. Tension pneumothorax

3. Hemothorax

4. Hemopneumothorax

5. Chylothorax

6. Efusi pleura

7. Empyema

8. Akumulasi cairan dan udara post operasi, contohnya setelah bedah jantung

atau thoracotomy

11
Kontraindikasi2,4,9

Kontraindikasi absolut pemasangan chest tube hampir tidak ada, sedangkan

untuk kontraindikasi relatif contohnya:

1. Penderita koagulopati atau sedang menggunakan antikoagulan

2. Infeksi pada daerah pemasangan

3. Hemothorax masif

4. Perlekatan pleura multipel

5. Emphysematous blebs

6. Pasien dengan distress napas berat

Jika beberapa kondisi tersebut terjadi dan pasien stabil, kita dapat

memikirkan dan menimbang-nimbang pemasangan chest tube jika dibandingkan

dengan komplikasi yang dapat terjadi, dengan catatan bahwa pasien harus

diberikan perhatian khusus.

Komplikasi5

Meskipun chest tube mempunyai manfaat yang besar dalam kasus bedah

thoraks, beberapa komplikasi juga dapat ditemukan pada pemasangan chest tube

yaitu secara teknis dan dapat berupa infekasi antara lain:

1. Malposisi chest tube

2. Drainase terhambat

3. Lepasnya chest tube

4. Reexpansion Pulmonary Edema (REPE)

5. Emfisema subkutan

12
6. Cedera saraf

- Horner’s syndrome

- Cedera nervus phrenicus

- Cedera long thoracic nerve

- Ulnar neuropathy

7. Cedera jantung dan vaskuler

- Cedera jantung

- Cedera arteri paru-paru

- Oklusi arteri subklavia

- Cedera arteri interkostalis dan arteriovenous fistula

8. Residual pneumothorax

9. Perforasi esophageal

10. Fistula

- Bronchocutaneous

- Pleurocutaneous

11. Rekurensi tumor pada tempat pemasangan

12. Cardiac Dysrhythmia

13. Herniasi bulla paru lewat tempat pemasangan

14. Chylothorax

15. Infeksi

Evaluasi dan Pelepasan Chest Tube4,7,10

Untuk evaluasi pemasangan chest tube, lakukan assessment paru berupa

respiratory rate (RR), pernapasannya, suara napas, dan SpO2 setiap 2 jam sekali.

13
Perhatikan daerah insersi dan drainase yang keluar, sistem drainase juga harus

selalu terletak di bawah level paru-paru. Chest tube tidak boleh tersumbat atau

bengkok.

Harus diwaspadai jika drainase yang didapat dari paru-paru berjumlah >250

ml darah atau sekitar >500 ml cairan dalam waktu satu jam, atau jika > 1,5 liter

cairan didrainase dalam waktu 24 jam. Terlalu banyak darah yang keluar menjadi

indikasi bahwa harus dilakukan prosedur thoracotomy untuk memperbaiki

pembuluh darah yang bermasalah.

Indikasi pelepasan chest tube:

1. Cairan atau udara yang didrainase sedikit atau tidak ada lagi

2. Pernapasan dada simetris, bunyi napas bilateral

3. Pasien bernapas secara normal tanpa distress napas

4. Tidak ada bubbling pada water-seal chamber saat ekspirasi

5. Chest x-ray menunjukkan hasil yang bagus

Saat pelepasan chest tube, paru-paru harus mengembang dengan sempurna,

oleh karena itu pasien diminta untuk menahan napas dan melakukan maneuver

Valsava (misalnya dengan cara ekhalasi dengan glottis tertutup) agar udara tidak

masuk kembali ke dalam rongga pleura.

Pada post
pelepasan chest tube, chest x-ray harus dilakukan untuk mengetahui

kondisi paru-paru pasien. Assesment kondisi dan keadaan klinis pasien, apabila

kondisi pasien memburuk, lakukan lagi chest x-ray. Monitor tanda-tanda vital

(HR, SpO2, RR, dan BP) dan setiap 1 jam selama 4 jam post pelepasan.

14
BAB II

JOURNAL READING

Drainase Tabung Dada dari Ruang Pleura: Tinjauan

Singkat untuk Ahli Paru

Pemasangan chest tube adalah prosedur umum yang biasanya dilakukan

untuk tujuan mengeringkan udara atau cairan yang terkumpul di rongga pleura.

Tabung dada berukuran kecil (≤14F) umumnya direkomendasikan sebagai terapi

lini pertama untuk pneumotoraks spontan pada pasien yang tidak berventilasi dan

efusi pleura secara umum, dengan kemungkinan pengecualian hemotoraks dan

efusi ganas (dimana pleurodesis segera direncanakan) . Drainase dada dengan

lubang besar mungkin berguna untuk kebocoran udara yang sangat besar, serta uji

coba pasca-tidak efektif dengan drainase dengan lubang kecil. Pemasangan chest

tube harus dipandu oleh pencitraan, baik ultrasonografi samping tempat tidur atau,

yang lebih jarang, computed tomography. Teknik yang disebut trocar harus

dihindari. Sebagai gantinya, diseksi tumpul (untuk tabung >24F) atau teknik

Seldinger harus digunakan. Semua tabung dada terhubung ke perangkat sistem

drainase: katup flutter, segel bawah air, sistem elektronik atau, untuk kateter

pleura yang menetap (IPC), botol vakum. Sistem drainase tiga botol klasik

membutuhkan pengisapan dinding (eksternal) atau drainase gravitasi ("segel air")

(yang pertama tidak direkomendasikan secara rutin kecuali yang terakhir tidak

15
efektif). Waktu optimal untuk pelepasan tabung masih menjadi kontroversi;

namun, penggunaan sistem drainase digital memfasilitasi pengambilan keputusan

yang terinformasi dan bijaksana di area tersebut. Tes penjepitan saluran sebelum

penarikan tabung umumnya tidak dianjurkan. Nyeri, penyumbatan saluran air, dan

pelepasan yang tidak disengaja adalah komplikasi umum dari saluran air kecil;

komplikasi yang paling ditakuti termasuk cedera organ, hemotoraks, infeksi, dan

re-ekspansi edema paru. IPC merupakan terapi paliatif lini pertama efusi pleura

ganas di banyak pusat.

Pendahuluan

Penempatan selang dada (juga disebut tabung thoracostomy) adalah prosedur

umum dalam praktek klinis sehari-hari yang dilakukan untuk mengalirkan cairan,

darah, atau udara dari rongga pleura. Ini juga berfungsi sebagai rute untuk

menanamkan antibiotik (empiema pasca-pneumonektomi), agen sklerosis

(pleurodesis), serta fibrinolitik, DNAse, dan / atau saline (efusi parapneumonik

rumit dan empiema). Di sisi lain, indwelling pleural catheters (IPC) menjadi terapi

paliatif lini pertama untuk efusi pleura jinak yang simtomatik dan persisten.

Konsensus ahli baru-baru ini telah menyatakan bahwa fellowship pulmonologi

intervensi di Amerika Serikat harus melakukan minimal prosedur penempatan

thoracostomy dan IPC yang dipandu gambar setiap tahun untuk akreditasi

standar1. Akibatnya, pulmonologists harus akrab dengan indikasi utama,

kontraindikasi, aspek teknis, dan komplikasi memasukkan tabung dada di rongga

pleura; semuanya akan dibahas secara ringkas dalam ulasan ini.1

1. Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan Chest Tube

16
Indikasi pemasangan drainase dada interkostal yang paling umum termasuk

pneumotoraks, efusi parapneumonik rumit atau empiema, hemotoraks, pleurodesis

samping tempat tidur, dan setelah operasi kardio-toraks atau prosedur torakoskopi

untuk memungkinkan ekspansi paru yang tepat. Selain itu, IPC memberikan

bantuan gejala pada pasien dengan efusi maligna besar, efusi jinak yang resisten

terhadap terapi medis, efusi yang gagal mengikuti upaya pleurodesis, dan efusi

yang berhubungan dengan paru-paru yang tidak dapat diperluas.1

Type of intercostal drain Indication


Classical chest tube/catheter Pneumothorax
 Large or symptomatic primary spontaneous
pneumothorax*
 Secondary spontaneous pneumothorax

 Pneumothorax in patients on mechanical


ventilation
 Tension pneumothorax†

 Large or symptomatic iatrogenic/traumatic


pneumothorax
 Occult traumatic pneumothorax‡ associated
with hemothorax
Pleural effusions

 Infected effusion (complicated


parapneumonics, empyema)
 Malignant or benign effusions requiring
bedside pleurodesis§
 Hemothorax

 Chylothorax∥

Postoperatively

 Thoracic, cardiac, or esophageal surgery

 Thoracoscopy

Indwelling/tunneled pleural Large symptomatic malignant effusion¶


catheter

17
Type of intercostal drain Indication
Symptomatic malignant effusion after a failed
pleurodesis
Symptomatic malignant effusion with
unexpandable lung
Symptomatic benign effusion resistant to medical
therapy**

Satu-satunya kontraindikasi absolut untuk torakostomi tuba adalah kurangnya

persetujuan atau kerja sama pasien. Kontraindikasi relatif termasuk koagulopati

yang tidak dikoreksi (misalnya, pasien dengan rasio normalisasi internasional>

1,5-2 atau dengan jumlah trombosit <50.000 / µL) dan akses instrumental ke

rongga pleura tanpa panduan gambar pada pasien dengan adhesi pleuro-paru yang

substansial atau multilokulasi. Pemasangan chest tube di atas area kulit yang

terinfeksi harus dihindari.1

2. Tipe dari Chest Tube

Ada banyak jenis chest tube atau kateter, tetapi pada dasarnya mereka

diklasifikasikan menurut ukuran dan metode pemasangan. Tabung dada yang

tersedia secara komersial terbuat dari bahan yang berbeda, termasuk polivinil

klorida, polietilen, dan silikon. Mereka bisa lurus, miring, atau melingkar di

ujungnya ("ekor babi"). Mereka berisi sejumlah lubang di sepanjang sisi dan

ujung, dan semuanya memiliki garis radiopak dengan celah yang berfungsi untuk

menandai lubang drainase paling proksimal (lubang "sentinel"). Beberapa tabung

memiliki lumen ganda, yang kecil biasanya digunakan untuk irigasi.1

Diameter internal dan panjang tabung dada menentukan laju aliran udara atau

cairan melalui saluran pembuangan, menurut hukum Poiseuille (cairan) dan

persamaan Fanning (gas). Ukuran chest tube mengacu pada diameter luarnya dan

18
diberikan dalam “French” (F) atau “Charrière” (Ch), dengan 1F sesuai dengan

sepertiga milimeter. Jadi, tabung 12F berdiameter 4 mm. Ukuran chest tube

biasanya berkisar antara 8F dan 36F (Gambar 1). Perbedaan umum dibuat antara

tabung dada lubang kecil (SBCT) dan tabung dada lubang besar (LBCT), tetapi

ukuran ambang batas untuk menetapkan kategorisasi ini ditetapkan pada 14F atau

20F7,8. Untuk tujuan tinjauan ini, SBCT didefinisikan sebagai 14F atau kurang,

dan LBCT lebih besar dari 14F, kecuali dinyatakan lain. Dalam kategorisasi ini,

beberapa penulis juga lebih memilih untuk mempertimbangkan sekelompok

tabung medium-bore (16-24F). IPC adalah kateter silikon 15.5F fenestrated,

panjang 66 cm dengan lubang samping di atas 24 cm distal, yang dibuat

terowongan untuk mencegah pencabutan dan infeksi.1

Ukuran chest tube yang optimal untuk pengelolaan penyakit pleura masih menjadi

perdebatan. Pedoman British Thoracic Society menyarankan bahwa pada

pneumotoraks dan efusi yang bersifat ganas atau menular (termasuk empiema)

SBCT biasanya memadai, meskipun ada kekurangan data uji coba secara acak.

19
Namun, uji coba terkontrol acak Intervensi Terapi dalam Efusi Malignant

(TIME1) menemukan bahwa tabung dada 12F dikaitkan dengan kegagalan

pleurodesis yang lebih tinggi daripada tabung dada 24F (30% vs. 24%) pada 100

pasien dengan efusi ganas, menunjukkan bahwa ukuran tabung dada penting

untuk kemanjuran pleurodesis12. Selain itu, meskipun tabung dada yang lebih

kecil menghasilkan rasa sakit yang jauh lebih sedikit daripada yang lebih besar,

perbedaannya mungkin tidak signifikan secara klinis (rata-rata skala analog visual

22 vs 26,8). Berdasarkan pendapat ahli, penggunaan selang dada 20F

direkomendasikan dalam situasi berikut: (1) ada kekhawatiran klinis akan adanya

kebocoran udara yang sedang berlangsung (atau risiko yang signifikan, seperti

pada pneumotoraks traumatis atau dehiscence bronkial), (2) pneumotoraks

iatrogenik dari barotrauma (ventilasi mekanis), (3) hemotoraks, dan ( 4) drainase

pasca operasi rongga dada1

Sistem Drainase Dada

Setelah chest tube dipasang, chest drainage system (CDS) dipasang. Pada

dasarnya ada empat jenis CDS: katup Heimlich satu arah, sistem tiga wadah

analog, CDS digital atau elektronik, dan botol vakum sederhana (untuk drainase

IPC).

1. Katup Heimlich

Katup Heimlich satu arah adalah perangkat sederhana yang berisi katup flutter

karet yang tersumbat selama inspirasi (tekanan intrapleural dan intratube negatif),

sehingga mencegah udara memasuki ruang pleura; sementara tetap terbuka selama

ekspirasi (tekanan pleura positif) memungkinkan keluarnya udara atau cairan dari

20
ruang pleura (Gambar 3). Katup Heimlich

digunakan untuk manajemen rawat jalan

pneumotoraks (termasuk pasien dengan

kebocoran udara persisten) atau

pneumotoraks tension. Ada kateter 8F yang

tersedia secara komersial ditambah

dengan katup dan ventilasi satu arah mandiri, yang memungkinkan mobilitas

penuh pasien selama pengobatan pneumotoraks (misalnya, Ventilasi Pleura

Roket).1

2. Sistem drainase dada tiga kompartemen

Unit plastik tiga bilik (mis., Pleur-evac, Atrium) mungkin adalah CDS yang

paling umum digunakan. Mereka termasuk ruang koleksi, ruang segel air dan

ruang kontrol hisap, yang saling berhubungan. Aliran cairan atau udara ke dalam

ruang pengumpulan. Ruang segel air menampung kolom air (2 cm) yang

mencegah udara tersedot ke dalam rongga pleura dengan inspirasi. Terakhir,

ruang hisap dapat menggunakan mekanisme hisap basah (kolom air) atau kering

(regulator katup) yang memungkinkan tingkat hisap disetel hingga −40 cm H2O

21
untuk perangkat kering versus maksimum −25 cm untuk air kolom; −20 cm H2O

menjadi tingkat standar awal yang telah ditentukan sebelumnya (Gambar 4).

Ruang hisap ini dapat dipasang ke dinding kontinyu (eksternal) hisap untuk

mengeluarkan udara atau cairan, atau dapat ditempatkan pada "segel air" tanpa

mekanisme hisap aktif (drainase gravitasi).1

Gelembung yang terputus-putus atau konstan di dalam ruang segel air merupakan

indikasi kebocoran udara, yang seringkali lebih terlihat saat pasien batuk.

Penyebab gelembung selain robekan pleura visceral termasuk tabung yang

bermigrasi dengan lubang drainase di luar kulit, atau penutupan yang tidak

memadai dari situs penyisipan tabung dada. Selain itu, patensi chest tube

diverifikasi dengan mengamati fluktuasi pernapasan dari cairan di dalam ruang

segel-air saat pasien dalam drainase gravitasi; tidak ada fluktuasi yang

menunjukkan bahwa tuba tersumbat atau paru benar-benar mengembang dan telah

menyumbat lubang tuba dada di dalam rongga dada. Berayunnya cairan di tabung

pengumpul selama siklus pernapasan ("pasang") juga merupakan karakteristik

dari tabung dada yang ditempatkan dengan benar.1

22
Apakah akan menerapkan "suction atau no suction" (dengan "suction" yang

berarti external suction, dan "no suction" yang berarti water seal) adalah

keputusan yang harus dibuat secara individual.6 Sebaiknya mulai dengan segel air

pada pasien dengan pneumotoraks, efusi pleura, atau setelah operasi reseksi paru

(bukan operasi pengecilan paru atau pneumonektomi). Hanya jika kebocoran

udara terus berlanjut atau paru-paru tidak benar-benar mengembang, sebaiknya

dilakukan pengisapan. Saat menggunakan segel air (sebagai kebalikan dari sistem

drainase digital), wadah harus tetap berada di bawah dada.1

Dalam kasus efusi pleura masif, drainase awal harus dikontrol untuk mencegah

perluasan kembali edema paru. Selang harus dijepit jika pasien mengalami gejala

pernapasan (misalnya, batuk, sesak atau nyeri dada, sesak napas atau desaturasi

oksigen) atau direkomendasikan setelah pengeringan 1,5 L. Drainase dapat

dihentikan hingga satu jam atau lebih, atau sampai gejala hilang, dan kemudian

dilanjutkan.1

3. Sistem drainase digital

Sistem drainase digital (misalnya, Thopaz, Medela; Atmos; Dentrex, Redax)

secara bertahap digunakan dalam pneumotoraks dan setelah operasi toraks

(Gambar 5). Perangkat ini mengurangi variabilitas antar pengamat dalam

penilaian kebocoran udara karena mereka menyediakan pencatatan digital terus

23
menerus dari kebocoran udara, drainase fluida dan tekanan intrapleural. Mereka

mempertahankan tekanan intratoraks yang telah ditentukan (biasanya −8 cm

H2O), dan sistem mengintervensi hanya jika diperlukan untuk mencapai nilai

yang diinginkan. Sistem digital memberi pasien kebebasan untuk berjalan tanpa

harus dipasang di dinding penghisap. Secara keseluruhan, sistem elektronik ini

berkontribusi untuk memperpendek masa rawat inap dengan mengarah ke

pelepasan tabung dada lebih awal. Selain itu, pasien dapat dipulangkan dengan

perangkat ini di tempatnya, jika perlu.1

4. Botol vakum

Drainase cairan pleura melalui IPC dilakukan dengan menghubungkan katup satu

arah eksternal ke botol vakum. Yang terakhir ini dipasok oleh pabrikan IPC

(kapasitas 1 L) atau, sebagai alternatif, botol vakum drainase sekali pakai Redon

(kapasitas 200, 400, dan 600 mL) dapat digunakan (Gambar 6). Alih-alih

menggunakan botol vakum untuk drainase pleura, kateter Aspira menggunakan

pompa manual, yang dipasang ke kateter dan kantong penampung sejajar.Pasien

24
meremas pompa untuk memulai efek vakum dan cairan mengalir ke kantong

penampung.1

Sesi drainase pertama umumnya harus menghindari pengangkatan lebih dari 1,5 L

(atau kurang jika drainase menyebabkan nyeri dada atau batuk sekunder akibat

paru-paru yang tidak dapat dikeluarkan), seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Setelah itu, tidak ada data untuk memandu frekuensi drainase yang optimal.

Biasanya bervariasi dari sekali sehari hingga 2 hingga 3 kali seminggu atau

bahkan dapat disesuaikan dengan gejala pasien. Sebuah uji coba terkontrol acak

yang baru selesai disukai setiap hari daripada drainase IPC alternatif karena itu

menyebabkan tingkat pleurodesis spontan yang lebih tinggi (47% vs 24%) dalam

periode yang lebih singkat (54 vs 90 hari).1

Techniques for Chest Tube Placement

SBCT dan tabung dada medium-bore biasanya ditempatkan menggunakan teknik

Seldinger, sedangkan LBCT (> 24F) dapat dimasukkan dengan diseksi tumpul

atau teknik trocar. Teknik Seldinger telah menjadi metode penempatan tabung

yang paling luas karena kemudahan pemasangan dan peningkatan kenyamanan

pasien. Sebaliknya, teknik trocar sudah usang dan tidak boleh digunakan karena

secara signifikan meningkatkan risiko salah penempatan drainase dan perforasi

organ.

25
Pemasangan selang dada dapat dilakukan di samping tempat tidur atau kamar

endoskopi untuk sebagian besar pasien, dengan pengecualian yang dipasang

setelah operasi kardio-toraks. Sebuah tabung dada tunggal cukup untuk sebagian

besar indikasi drainase, tetapi kadang-kadang dua tabung simultan atau berturut-

turut mungkin diperlukan untuk drainase yang efektif dari kumpulan cairan

terinfeksi yang tidak berkomunikasi setelah uji coba fibrinolitik intrapleural.1

Persiapan, posisi pasien, dan anestesi lokal


1.

Setelah penjelasan tentang keuntungan dan kemungkinan komplikasi dari

prosedur, pasien harus memberikan persetujuan tertulis, kecuali dalam situasi

darurat. Radiografi dada terbaru harus tersedia untuk operator. Pemberian

antibiotik profilaksis sebelum pemasangan tabung dada (misalnya, sefazolin 2 g

dosis tunggal intravena) hanya direkomendasikan pada pasien dengan cedera

dada tembus. Selain anestesi lokal, sedasi sadar dengan opioid (misalnya, 2,5 mg

morfin intravena, fentanil) atau benzodiazepin (misalnya, 1-2 mg midazolam

intravena) dapat dipertimbangkan saat memasukkan LBCT pada pasien cemas

yang secara hemodinamik stabil.1

26
Langkah pertama adalah memposisikan pasien sesuai dengan lokasi yang dipilih

untuk pemasangan saluran pembuangan. Idealnya, chest tube harus dimasukkan

pada ruang interkostal ke-4 sampai ke-5 di anterior atau mid-axillary line. Untuk

mengakses area ini, pasien diposisikan terlentang, berbaring di tempat tidur pada

45 ° -60 °, sedikit diputar, dan dengan lengan ipsilateral di belakang leher atau di

atas kepala. Posisi dekubitus lateral dengan hemitoraks yang terkena juga

dimungkinkan, tetapi sering kali tidak ditoleransi oleh pasien dengan efusi pleura

masif. Jika pasien memiliki kumpulan cairan yang terletak di posterior (misalnya,

empiema), ia akan berada dalam posisi duduk dengan dokter berdiri di belakang.

Akhirnya, pada pasien dengan pneumotoraks, ruang interkostal kedua di garis

mid-klavikula (posisi Monaldi) telah lama disarankan sebagai tempat alternatif.

Namun, itu bukan pilihan terbaik karena sayatan berada di lokasi yang sangat

terlihat dengan potensi meninggalkan bekas luka yang tidak sedap dipandang,

ruang interkostal sempit di situs ini, dan membutuhkan penetrasi otot pektoralis.

Akibatnya, hanya jika digunakan kateter yang sangat tipis (8F), titik penyisipan

27
ini dapat dianggap sebagai pilihan yang dapat diterima, terutama pada

pneumotoraks apikal atau anterior.1

USG di samping tempat tidur harus digunakan untuk menandai titik masuk semua

tabung dada pada pasien dengan efusi pleura untuk mencegah penempatan yang

salah dan mengurangi risiko cedera organ yang tidak disengaja yang terkait

dengan prosedur. Adalah umum untuk memasukkan saluran pembuangan

menggunakan apa yang disebut teknik tangan bebas, di mana dokter menandai

titik masuk di bawah panduan AS dan prosedur dilakukan segera setelahnya

sementara pasien tetap tidak bergerak. Prosedur di mana ahli radiologi menandai

lokasi tusukan dan dokter melakukan prosedur tabung torakotomi di kemudian

hari (teknik "X menandai titik") sangat tidak dianjurkan, karena hampir tidak

mungkin bagi pasien untuk mengambil posisi yang sama ketika sedang ditandai.

Pencitraan waktu nyata, menggunakan US atau computed tomography, mungkin

diperlukan saat memasukkan saluran pembuangan ke dalam efusi kecil atau yang

secara anatomis sulit diakses. Operator AS yang berpengalaman dapat

28
mendeteksi pembuluh darah interkostal yang rentan menggunakan probe linier,

sehingga menghindari tusukan arteri interkostal yang tidak disengaja.1

Pemasangan chest tube adalah teknik aseptik penuh; oleh karena itu, sarung

tangan steril, gaun pelindung, masker bedah, dan tirai harus digunakan.

Desinfeksi kulit dengan larutan povidone-iodine 10% atau klorheksidin 2%

terbatas pada area target, dan disarankan untuk mengusap dari titik penyisipan ke

arah luar dengan gerakan melingkar. Setelah tirai steril diatur, infiltrasi anestesi

lokal pada kulit, jaringan subkutan (jarum 25G) dan pleura parietal (jarum 21G)

dengan mepivakain 1% atau 2% (atau alternatifnya, lidokain 1% atau 2%) harus

dilakukan. Saat udara atau cairan disedot, jarum ditarik sampai berhenti;

kemudian, anestesi lokal lebih lanjut disuntikkan, sehingga memungkinkan

infiltrasi efektif pleura parietal. Yang penting, riwayat alergi atau reaksi

hipersensitivitas sebelumnya terhadap anestesi lokal harus dicatat sebelum

pemberiannya. Selain itu, tidak jarang jumlah anestesi lokal yang berlebihan

menghasilkan sistem saraf pusat sementara (misalnya, mengantuk, kebingungan,

kejang, temuan neurologis fokal) dan toksisitas kardiovaskular (misalnya,

29
hipotensi, aritmia). Infiltrasi total hingga 20 mL mepivacaine 2% atau lidokain

2% dapat diterima.1

Penjelasan bertahap yang mendetail tentang teknik penyisipan selang dada berada

di luar cakupan artikel ini. Terlepas dari teknik yang diadopsi, tabung harus

ditempatkan pada margin rusuk superior untuk menghindari cedera pada bundel

neuromuskuler interkostal.

Tabung dada dengan lubang kecil (teknik Seldinger)


2.

SBCT biasanya ditempatkan menggunakan teknik kateter-over-guide wire

(Seldinger), di mana kawat pemandu dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui

jarum pengantar; kawat harus lewat tanpa hambatan. Kemudian, jarum dicabut

dan dilator dipasang di atas kawat menggunakan sedikit gerakan memutar.

Setelah itu, selang dada dipasang di atas kawat pemandu dan ke dalam rongga

pleura, di tempat yang tersisa. Dalam kasus pneumotoraks, SBCT diarahkan ke

apeks, tetapi untuk efusi pleura, SBCT diarahkan ke inferior dan posterior ke

dalam reses diafragma. Jahitan sutra atau sintetis monofilamen (nomor 1)

bersama dengan balutan perekat mengamankan tabung pada posisinya. Stopcock

30
3 arah yang terpasang menghubungkan tabung dengan sistem drainase. Sebuah

radiografi dada untuk mengkonfirmasi posisi tabung dada adalah wajib.1

Keuntungan dari SBCT termasuk kebutuhan untuk sayatan kecil (menghasilkan

jaringan parut minimal), penyisipan kurang menyakitkan, dan tolerabilitas yang

lebih baik oleh pasien. Namun, penyumbatan lumen menjadi perhatian, sehingga

disarankan untuk menyiram 20 mL saline setiap 8-12 jam sebagai pencegahan.

Tabung dada berukuran besar (teknik diseksi tumpul)


3.

Diseksi tumpul adalah teknik standar untuk memasukkan LBCT. Ini

membutuhkan sayatan kulit dan jaringan subkutan yang cukup besar untuk

memungkinkan masuknya jari ke dalam rongga pleura untuk menghindari atau

menghancurkan perlengketan pleuro-pulmonal dan memastikan posisi selang

dada yang tepat. Sebelum penyisipan jari, forsep arteri atau penjepit Kelly harus

digunakan untuk membedah jaringan interkostal secara tumpul. Sayatan kulit

harus dibuat beberapa sentimeter di bawah tepi atas rusuk di mana ruang pleura

akan diakses, sehingga memungkinkan pembuatan terowongan jaringan subkutan

yang membantu mencegah masuknya kembali udara setelah tabung dilepas (efek

31
coulisse ). Tabung dada harus ditahan di tempatnya menggunakan bahan jahitan

tebal (sutra nomor 0 atau 1). Sebuah "U-stitch" tambahan biasanya ditempatkan

di sekitar tabung, dan diikat untuk menutup luka setelah tabung dilepas. Adapun

SBCT, radiografi dada harus diperoleh untuk memeriksa posisi yang tepat,

kecuali tabung dada ditempatkan pasca operasi. Lubang sentinel setidaknya harus

2 cm di luar batas tulang rusuk. Meskipun LBCT kurang rentan terhadap

penyumbatan atau kerutan daripada SBCT, mereka mewakili pendekatan yang

lebih invasif.1

Kateter pleura yang menetap


4.

Penyisipan IPC memerlukan terowongan subkutan kateter antara dua sayatan

(sekitar 5 cm terpisah). Manset poliester ditempatkan setengah jalan di sepanjang

bagian terowongan ini dan bertindak sebagai penghalang infeksi dan mendorong

adhesi ke jaringan subkutan untuk mengamankan kateter di tempatnya. Ruang

pleura diakses menggunakan teknik Seldinger dengan dilator Teflon "peel-away".

Dengan bagian kateter yang berfenestrasi di dalam rongga dada, bagian luarnya

berisi katup satu arah yang memungkinkan cairan dan udara keluar, tetapi tidak

32
masuk, setelah dipasang pada botol vakum. Ada tiga produsen IPC: PleurX

(CareFusion) yang terus menjadi standar industri, Kateter Pleural IPC Roket, dan

Sistem Drainase Pleural Aspira (Bard).1

Prosedur ini biasanya dilakukan di rawat jalan, tempat penitipan anak, kecuali

pasien telah dirawat karena alasan lain. Direkomendasikan untuk meresepkan

analgesia yang memadai (misalnya, asetaminofen ditambah opioid lemah)

setidaknya selama dua minggu setelah penempatan IPC. Drainase cairan pleura

intermiten dilakukan di rumah oleh anggota keluarga terlatih atau penyedia

layanan kesehatan.1

Pelepasan Chest tube

Kebanyakan chest tube cocok untuk dibiarkan di dalam rongga pleura

selama lebih dari 2 minggu. Namun, semakin lama tabung menetap, semakin

besar risiko komplikasi infeksi lokal. Di sisi lain, sistem drainase aspirasi yang

dirancang untuk thoracentesis terapeutik (8F), yang kadang-kadang dapat

digunakan untuk mengeringkan kumpulan empyematous kecil, biasanya terbuat

dari poliuretan dan harus dibuang selambat-lambatnya tiga hari setelah insersi

awal.1

33
Chest tube ditarik ketika mencapai tujuan terapeutik yang telah ditentukan

sebelumnya atau menjadi tidak berfungsi. Pada pasien dengan pneumotoraks atau

setelah operasi toraks, percobaan penjepitan dan radiografi dada tidak diperlukan

sebelum pengangkatan tabung torakostomi untuk mendeteksi pneumotoraks

berulang, asalkan alat perekam drainase digital menunjukkan bahwa pasien tidak

memiliki kebocoran udara. Aliran udara yang dapat diterima untuk pelepasan

chest tube adalah di bawah 20 mL / menit selama 8-12 jam bila tidak ada hisapan

yang diterapkan, atau kurang dari 40mL / menit selama 6 jam sesuai dengan

penulis lain. Namun, saat perangkat drainase pleura analog konvensional

digunakan, chest tube ditarik keluar jika paru-paru tetap mengembang penuh pada

radiografi dada yang dilakukan dari penghisapan, dan tidak ada gelembung udara

di ruang segel air yang diamati. Chest tube yang bergelembung udara tidak boleh

dijepit, karena dapat menyebabkan tension pneumotoraks. Jika ada keraguan

tentang adanya kebocoran udara, beberapa dokter lebih memilih untuk melakukan

percobaan klem, manuver berisiko yang memerlukan pemantauan ketat terhadap

pasien dan umumnya menyebabkan penundaan pelepasan chest tube yang tidak

perlu. 1

Dalam kasus efusi pleura, ambang keluaran cairan untuk pembuangan

drainase dada tidak terstandarisasi dan tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Dalam situasi pasca operasi, chest tube dapat ditarik dengan aman

dengan output harian hingga 450 mL / 24 jam. Setelah pleurodesis, beberapa ahli

paru mengeluarkan drain ketika produksi cairan di bawah 100-150 mL / hari

34
sementara yang lain melakukannya pada waktu tertentu (misalnya, 24 jam) setelah

pemberian agen sklerosis, terlepas dari keluaran volume cairan.1

Dalam persiapan untuk pelepasan, tabung harus dilepas dari suction,

ditempatkan pada segel air dan dilepas dengan cepat di akhir ekspirasi selama

manuver Valsava sambil menempatkan pembalut steril di atas tempat insersi.

Setelah menjahit lubang, pembalut oklusif dengan povidone-iodine diterapkan

pada luka. Pada pasien IPC, ketika output cairan pleura turun menjadi kurang dari

50 mL pada tiga drainase berturut-turut, diasumsikan pleurodesis spontan, asalkan

US samping tempat tidur menyingkirkan adanya cairan pleura (yaitu, penurunan

drainase tidak dapat dikaitkan dengan penyumbatan kateter). Dalam keadaan ini,

kateter pleura dapat dilepas. Pleurodesis spontan terjadi pada sekitar 50% pasien.

Untuk penarikan IPC, adhesi yang mengelilingi manset perlu dibebaskan,

biasanya dengan pengarah alur logam.1

Komplikasi

Tingkat rata-rata komplikasi selama atau setelah pemasangan chest tube

kurang dari 10%, dan terutama tergantung pada pengalaman operator, ukuran

selang dan penggunaan pencitraan untuk memandu insersi. Lebih sedikit

komplikasi muncul saat operator berpengalaman memasukkan SBCT di bawah

panduan gambar. Dalam audit Inggris dari 58 rumah sakit, 824 prosedur drainase

dada dievaluasi, dimana 83% berhubungan dengan SBCT, 80% menggunakan

teknik Seldinger, dan sekitar setengahnya dilakukan di bawah US real-time.

Komplikasi langsung yang paling sering adalah nyeri (4,1%), kegagalan untuk

35
menempatkan drain (2,4%) dan reaksi vasovagal (2,1%), sedangkan komplikasi

yang tertunda termasuk nyeri (18%), penyumbatan drain (7,4%), copot yang tidak

disengaja (7,3) %), dan emfisema subkutan (3,4%). Sejauh menyangkut LBCT

(≥20F), komplikasi pasca pemasangan yang sering dilaporkan adalah malposisi

(6,5%), sumbatan drainase (5,2%), cedera organ (1,4%), dan empiema (1,4%)1

* Komplikasi umum. †Paling umum pada pasien dengan trauma tembus dada atau retensi

hemotoraks. ‡Manifestasi (massa pulsatil, sensasi teraba, murung mesin) bisa tertunda

hingga beberapa tahun setelah prosedur indeks.

36
Malposisi chest tube dapat diklasifikasikan sebagai intrafissural,

intraparenchymal, dan subcutaneous. Hal-hal tersebut harus dicurigai pada

awalnya jika chest tube tidak terkuras, dan didukung oleh temuan radiografi dada.

Namun seringkali, computed tomography diperlukan untuk menilai malposisi

tabung dengan lebih baik. Dalam kasus kesalahan penempatan intraparenkim,

chest tube yang berfungsi kedua harus ditempatkan sebelum melepas yang asli

untuk menghindari tension pneumotoraks atau emfisema subkutan yang luas.

Daripada dipasang kembali, tabung nonfungsional yang copot harus diganti,

karena risiko infeksi terkait dengan pemasangan kembali bagian luar tabung.

Hemotoraks dapat terjadi akibat laserasi arteri interkostal atau, yang lebih jarang,

dari cedera tumor pleura yang mengalami vaskularisasi. Meskipun komplikasi ini

biasanya terlihat selama atau setelah prosedur, terkadang perdarahan menetap

tidak terdeteksi karena efek tamponade dari chest tube itu sendiri sampai drainase

dilepas. Emfisema subkutan yang melibatkan dinding dada, leher, dan wajah

muncul sebagai krepitasi subkutan, dan mudah dideteksi pada radiografi dada.

Untungnya, ini biasanya merupakan komplikasi ringan dan sembuh sendiri.

Blokade tabung atau migrasi lubang sentinel keluar dari rongga pleura harus

diperiksa. Komplikasi ini mungkin memerlukan penggantian tabung thoracostomy

dan bahkan sayatan atau drainase subkutan. Komplikasi yang terkait dengan

penggunaan IPC terjadi pada 10% -20% pasien. Banyak yang umum terjadi pada

drain tube dada, seperti yang disebutkan di atas, meskipun yang lain lebih spesifik

untuk prosedur ini. Penyumbatan IPC dan lokulasi simptomatik (yaitu, efusi

multiseptated yang gagal untuk mengevakuasi melalui IPC paten) mungkin

37
memerlukan fibrinolisis intrapleural. Infeksi terkait IPC berkembang pada sekitar

5% kasus dan menetap menjadi perhatian terkuat. Namun, infeksi umumnya

ringan dan sering dapat dikelola secara konservatif (misalnya, antibiotic ics, saline

lavage, drainase bahan yang terinfeksi melalui IPC), tanpa perlu penglepasan IPC

segera.1

Kesimpulan

Tube thoracostomy adalah prosedur yang dapat dilakukan oleh ahli paru terlatih.

Selain chest tube pasca operasi, sebagian besar prosedur terdiri dari pemasangan

SBCT yang dipandu oleh AS dengan teknik Seldinger pada pasien dengan

pneumotoraks, efusi / empiema parapneumonik yang rumit, atau efusi pleura

ganas. Hemothoraces biasanya membutuhkan LBCT, yang dapat dipasang dengan

Seldinger atau teknik diseksi tumpul. Deteksi kebocoran udara pada pasien

dengan pneumotoraks atau setelah operasi toraks telah meningkat pesat dengan

penggunaan CDS elektronik. Akhirnya, IPC menjadi terapi lini pertama untuk

efusi pleura jinak yang bergejala ganas dan persisten. Mereka biasanya

ditempatkan sebagai kasus sehari dan memungkinkan drainase cairan intermiten

jangka panjang dalam pengaturan rawat jalan.1

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Porcel JM. Chest Tube Drainage of the Pleural Space: A Concise Review for

Pulmonologists. Tuberc Respir Dis (Seoul). 2018;81(2):106-115.

doi:10.4046/trd.2017.0107

2. Kuhajda, I, et al. Tube thoracostomy; chest tube implantation and follow up.

Journal of Thoracic Disease. 2014 Oct. 6(4):470-479.

3. Zisis, C, et al. Chest drainage systems in use. Annals of Translational

Medicine. 2015 Mar. 3(3):43.

4. Mohammed, H. Chest tube care in critically ill patient: A comprehensive

review. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis. 2015 Oct.

64(4):849-855.

5. Kesieme, E.B., et al. Tube Thoracostomy: Complications and Its

Management. Pulmonary Medicine. 2011 Aug. 1155(2012):1-10

6. Masyhudi, A. N. F. 2014. Hubungan Jumlah Volume Drainase Water Sealed

Drainage dengan Kejadian Edema Pulmonum Reekspansi pada Pasien Efusi

Pleura Masif. Universitas Diponegoro: Media Medika Muda.

7. The Royal Children’s Hospital Melbourne. 2016. Chest Drain Management.

Australia: Melbourne Children’s

8. Caroll, P. 2017. Chest Tube and Drainage Management.

(http://www.rn.org/courses/coursematerial-98.pdf, Diakses pada tanggal 1

Juni 2021)

39
9. Rosadi, A. 2014. Komplikasi Pemasangan Kateter Toraks pada Berbagai

Penyakit Pleura. Jakarta: JRI

10. Durai, R. Managing a Chest Tube and Drainage System. AORN Journal. 2010

Feb. 91(2):275-283.

40

Anda mungkin juga menyukai