Oleh
Rini Widya Ningsih
(1301470041)
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An. J dengan Diagnosa Medis
Pneumpthoraks di Ruang 13 RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Telah diperiksa dan disetujui
oleh :
A. PENGERTIAN
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-
Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti
misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau
torakosentesis adalah kateter dipasang pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
B. INDIKASI
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura viseralis dan
parietalis yang menyebabkan rongga pleura sebenarnya, bukan rongga pleura potensial
(Ward, dkk : 2006)
Pneumothoraks adalah kumpulan udara atau gas lain di rongga pleura yang
menyebabkan paru kolaps (Kozier & Erb : 2003).
2. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga pleura, biasanya
akibat trauma atau pembedahan (Kozier & Erb: 2003)
3. Efusi pleura.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura (Irman Somantri, 2008)
4. Epiema
Empiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga pleura. Pus dapat
mengisi satu lokasi pleura atau mengisi seluruh rongga pleura (Muttaqin : 2008)
C. TUJUAN PEMASANGAN
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
D. TEMPAT PEMASANGAN
1. Apikal
Letak selang pada ICS 3 mid klavikula
2. Basal
Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris
E. SISTEM DRAINASE
Karena rongga pleuranya normal
mempunyai tekanan negatif yang
memungkinkan ekspansi paru, semua
selang yang tersambung dengan rongga
pleura harus disegel sehingga udara atau
cairan tidak dapat masuk. Selang
mungkin disambungkan ke katup satu
arah atau ke water sealed drainage
(WSD). Pada WSD, cairan yang ada di
dasar wadah mencegah udah masuk ke dalam selang dan rongga pleura saat klien menarik
napas.
Ada beberapa jenis sistem WSD : sistem gravitasi satu dan dua botol, sistem
pengisapan dua dan tiga botol, dan sistem unit disposabel.
1. Sistem Botol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran pengumpul,
yang berakhir di dalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi
udara; cairan tetap di dalam botol. Sistem satu botol bergantung pada gravitasi dan
tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem dua botol menggunakan botol satu untuk menerima cairan atau udara dari
klien dan botol dua untuk membuat segel air. Udara atau cairan dari rongga pleura
diterima oleh botol satu. Udara dari botol satu disalurkan ke botol dua, udara keluar dari
air, menuju ventilasi udara. Cairan dari rongga pleura tetap di dalam botol satu. Sistem
ini menggunakan gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (1), sebuah botol water
seal (2), dan sebuah botol kontrol pengisapan (3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan
sistem dua botol kecuali bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai
sebuah selang kontrol manometer dibawah permukaan air steril. Kedalaman selang
dibawah permukaan air ini menentukan besarnya pengisapan pada rongga pleura. Botol
kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan untuk pengisapan. Sistem
ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan pengisapan untuk drainase
(Kozier & Erb : 2003).
F. PENATALAKSANAAN
1. Memberi Posisi
Posisi yang ideal adalah “semi fowler”. Untuk meningkatkan evakuasi udara dan
cairan, posisi pasien diubah setiap dua jam. Pasien diperlihatkan bagaimana
menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang dada. Didorong untuk batuk,
napas dalam, dan ambulasi. Pemberian obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan
nyeri dan meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Mempertahankan Kepatenan Sistem
Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension penumotoraks. Bila
tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension pneumotoraks terjadi bila udara
masuk ke ruang pleura selama inspirasi, tetapi tidak dapat keluar selama eskpirasi.
Proses ini terjadi bila ada obstruksi pada seang sistem drainase dada. Semakin banyak
udara terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru kolaps, dan
jaringan lunak dalam dada tertekan. Tanda dan gejala tension pneumotoraks:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Agitasi
d. Berkeringat
e. Pergeseran garis tengah trakhea
f. Bunyi napas pada paru-paru cedera tidak ada.
g. Perkusi hiperresonan pada perkusi diatas paru-paru yang cidera.
h. Hipotensi.
i. Henti jantung.
j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis)
Asuhan keperawatan ditunjukan untuk mempertahakan kepatenan dan fungsi
yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat selang sesering mungkin untuk
mendrainase cairan kedalam wadah. Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk
mencegah terlipat dan terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai.
Jangan naikkan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena drainase akan
kembali ke dalam dada.
3. Memantau Drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk
menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada tehadap perubahan
tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan pendarahan atau adanya
pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi
selang atau kegagalan selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan keperawatan yang
dianjurkan adalah :
a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi pasien.
b. Bila bekuan terlihat, renggangkan selang antara dada dan unti drainase, dan
tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.
c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan menuju wadah drainase untuk
melepaskan secara perlahan bekuan ke arah wadah drainase.
d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dada dianjurkan.
Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien sangat beresiko.
Melakukan pemeriksaan secara visual untuk menyakinkan ruag water seal terisi
sampai garis adir dua cm. Bila pengisapan diberikan, yakinkan garis air pada tabung
penghisapan sesuai dengan jumlah yang diindikasikan. Bila pompa penghisapan cairan
pleuran darurat digunakan, periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi
udara.
Observasi segel di bawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak adanya
fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru-paru terlalu mengembang atau ada obstruksi
pada sistem. Gelembung yang terus-menerus pada water seal tanpa penghisap dapat
menunjukkan bahwa selang telah berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu
untuk memeriksa seluruh sistem terhadap adanya alat yang terlepas dan melihat selang
dada untuk melihat penempatannya di luar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada sehibungan
dengan perbaikan pneumotoraks dapat menunjukkan adanya fistula bronkopleura. Ini
biasa terjadi pada pengesetan ventilasi mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi
(Somantri : 2008).
G. INDIKASI PENGANGKATAN SELANG DADA
1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara.
2. Drainase <50-100 cc cairan perhari.
3. 1-3 hari pasca bedah jantung.
4. 2-6 hari pasca bedah toraks.
5. Kosongnya rongga empiema.
6. Drainase serosanguinosa (cairan serous) di sekitar sisi pemasangan selang dada
(Somantri : 2008)
H. KOMPLIKASI
1. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius lokal habis, terutama 12 – 48 jam setelah
insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgetik.
2. Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini akan
menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni ke bawah
diafragma atau di bawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini didapat apabila
menggunakan trokar.
3. Dengan kateter yang steril dan dengan drain yang terpasang baik, maka infeksi jarang
terjadi. Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena
itu bila jumlah cairan yang keluar di bawah 50 cc, maka drain harus dicabut dari rongga
pleura, oleh kateter selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya
infeksi.
I. PERAWATAN SELANG DADA
Ø Peralatan
1. Sistem water-seal
2. Air steril dalam wadahnya
3. Plester
4. Air lisol/steril
Ø Prosedur
1. Isi bilik water sealed dengan air sampai ketinggian sama dengan cairan ke dalam
botol.
2. Jika digunakan penghisap, isi bilik kontrol pengisap dengan air steril sampai
ketinggian 20 cm atau sesuai yang diharuskan.
3. Sambungkan kateter drainase dari pasien dengan selang yang menuju botol
penampung.
4. Jika digunakan penghisap, hubungkan selang bilik kontrol pengisap keunit
pengisap. Nyalakan unit pengisap dan naikkan tekanan hingga timbul gelembung
secara tetap dalam bilik kontrol pengisap.
5. Tandai ketinggian awal pada bagian luar unit drainase. Tandai peningkatan setiap
jam/hari.
6. Pastikan selang tidak menggulung atau tersumbat.
7. Pertahankan kepatenan selang dengan plester.
8. Dorong klien untuk mencari posisi yang nyaman. Jika klien berbaring lateral,
usahakan selang tidak tertekan tubuh klien. Anjurkan klien untuk sering mengubah
posisi tubuh.
9. Lakukan bantuan latihan gerak beberapa kali sehari untuk lengan dan bahu yang
sakit.
10. Dorong klien untuk meakukan napas dalam dan batuk secara teratur.
11. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari ketinggian cairan dalam bilik water sealed.
12. Observasi dan laporkan segera jika terjadi pernapasan cepat, sianosis, tekanan
dalam dada, emfisema sub kutan, dan gejala hemoragi.
(Anas Tamsuri : 2008).
J. PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan dan infeksi
5. Mengabsorpsi drainase
6. Mempercepat proses penyembuhan
c. Indikasi
1. Balutan kotor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridemen jaringan nekrotik
d. Persiapan Alat
e. Prosedur
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Anamnesa
1. Identitas Pasien : Terdiri dari nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Keluhan Utama
a. Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan pasien
b. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif,
sedangkan pada pneumothorak
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat yang menceritakan perjalanan penyakit pasien
hingga pasien dibawa ke rumah sakit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit yang dulu pernah diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang.
Contohnya: Ca paru, TBC, dll.
6. Riwayat Psikososial : Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan
yang dilakukan terhadap dirinya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Darah lengkap dan kimia darah
3. Bakteriologis
4. Analisis cairan pleura
5. Pemeriksaan radiologis
6. Biopsi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan dengan immobilitas, tekanan
dan nyeri.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (trauma jaringan) dan agen cedera
fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya benda asing dalam tubuh
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan informasi.
C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan dengan immobilitas, tekanan
dan nyeri.
Intervensi Rasional
Pertahankan posisi nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
peninggian kepala tempat tidur (head ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
up)
Bila selang dada dipasang :
a. Periksa pengontrol penghisap, a. Mempertahankan tekanan negative intrapleural
batas cairan sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
b. Observasi gelembung udara botol ekspansi paru optimum dan/ atau drainase cairan
b. Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan
penampung
lubang angin dari pneumothorak. Naik turunnya
c. Klem selang pada bagian bawah
gelembung udara menunjukkan ekspansi paru
unit drainase bila terjadi kebocoran
c. Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system
d. Awasi pasang surutnya air
d. Fluktuasi (pasang surut) menunjukkan perbedaan
penampung dan water seal
tekanan inspirasi dan eksprirasi
e. Catat karakter/jumlah drainase
e. Berguna dalam menevaluasi perbaikan
selang dada.
kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan
yang memerlukan upaya intervensi
Berikan oksigen melalui kanul/masker, Alat dalam menurunkan kerja napas; meningkatkan
latih napas dalam dan batuk efektif penghilangan distress respirasi dan sianosis b.d
hipoksemia.
Perawatan :
Observasi pola napas dan komplikasi Agar pasien tercukupi oksigennya dan pola napasnya
efektif, serta untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang bisa memperparah kondisi klien
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (trauma jaringan) dan agen cedera
fisik (pemasangan selang dada)
Kemungkinan dibuktikan dengan : RR dan nadi meningkat, raut wajah pasien seperti
menahan rasa sakit, pasien merasa tidak nyaman
Tujuan : kenyamanan pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
- nyeri berkurang bahkan hilang
- RR dan nadi kembali normal yaitu 16-24x/menit dan 60-100x/menit
Intervensi Rasional
Berikan tehnik relaksasi distraksi Mengalihkan perhatian apsien terhadap rasa
nyerinya sehingga nyeri pasien berkurang
Jika nyeri tidak berkurang, kolaborasikan Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan pasien
dengan dokter untuk pemberian obat
analgesik
Observasi skala nyeri setelah intervensi yang Sebagai evaluasi terhadap interensi yang telah
telah dilakukan dilakukan dan untuk merencanakan intervensi
selanjutnya
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi infalamsi pada daerah yang terpasang WSD
- Tidak timbul rasa nyeri
- Suhu tubuh normal (36 - 37,5oC)
Intervensi :
Intervensi Rasional
Rawat daerah yang terpasang WSD secara Untuk menjaga kebersihan daerah yang
teratur terpasang WSD sehingga dapat meminimalisir
peluang terjadinya infeksi.
Ajarkan kepada keluarga untuk merawat Untuk melindungi tubuh dari resiko infeksi
daerah WSD dan instruksikan untuk
merawatnya secara teratur
Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan Mencegah kontaminasi lingkungan terhadap
yang benar. Serta ajarkan kepada pasien yang dapat memicu terjadinya infeksi
pengunjung untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien
Ajarkan kepada pasien dan keluarga Mendeteksi adanya infeksi sedini mungkin
tanda/gejala infeksi dan kapan harus sehingga dapa segera dilakukan tindakan
melaporkan ke pusat kesehatan agar infeksi tidak semakin parah
Intervensi :
Intervensi Rasional
Berikan peran aktif pasien/ orang terdekat Belajar ditingkatkan bila individu secara
dalam proses belajar, misalnya: diskusi, aktif berperan
partisipasi kelompok
Berikan informasi tertulis dan verbal sesuaiMembantu pasien dan orang terdekat
indikasi. Masukkan daftar artikel dan bukumembuat pilihan berdasarkan informasi
yang berhubungan dengan kebutuhantentang masa depan.
pasien/ keluarga dan dorong membaca dan
memdiskusikan apa yang mereka pelajari
Informasikan kepada pasien tentang efek- Mengurangi ras cemas pasien akibat
efek pemasangan WSD terpasangnya alat di tubuhnya
Tinjau ulang pengetahuan pasien akanMengetahui keefektifan intervensi yang
penyakit dan proses pengobatannya telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Irman, Somantri. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Surtiningrum, Anjas S,Kep, dkk. 2009. Standar Operasional Prosedur Tindakan Keperawatan
Keterampilan Dasar dalam Keperawatan. Semarang : Telogorejo.
Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC.
Ward, Jeremy P.T dkk. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga