Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

UNTUK MEMENUHI LAPORAN TUGAS PRAKTEK KLINIK


KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH II

Oleh
Rini Widya Ningsih
(1301470041)

POLTEKKES KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN LAWANG
November 2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An. J dengan Diagnosa Medis
Pneumpthoraks di Ruang 13 RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Telah diperiksa dan disetujui
oleh :

Malang, 12 November 2015


Mahasiswa

Rini Widya Ningsih


(1301470041)

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi


Ruang 13 Prodi D4 Keperawatan Lawang
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-
Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti
misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau
torakosentesis adalah kateter dipasang pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
B. INDIKASI
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura viseralis dan
parietalis yang menyebabkan rongga pleura sebenarnya, bukan rongga pleura potensial
(Ward, dkk : 2006)
Pneumothoraks adalah kumpulan udara atau gas lain di rongga pleura yang
menyebabkan paru kolaps (Kozier & Erb : 2003).
2. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga pleura, biasanya
akibat trauma atau pembedahan (Kozier & Erb: 2003)
3. Efusi pleura.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura (Irman Somantri, 2008)
4. Epiema
Empiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga pleura. Pus dapat
mengisi satu lokasi pleura atau mengisi seluruh rongga pleura (Muttaqin : 2008)
C. TUJUAN PEMASANGAN
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

D. TEMPAT PEMASANGAN
1. Apikal
 Letak selang pada ICS 3 mid klavikula

 Dimasukkan secara antero lateral


 Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

2. Basal
 Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris

 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

E. SISTEM DRAINASE
Karena rongga pleuranya normal
mempunyai tekanan negatif yang
memungkinkan ekspansi paru, semua
selang yang tersambung dengan rongga
pleura harus disegel sehingga udara atau
cairan tidak dapat masuk. Selang
mungkin disambungkan ke katup satu
arah atau ke water sealed drainage
(WSD). Pada WSD, cairan yang ada di
dasar wadah mencegah udah masuk ke dalam selang dan rongga pleura saat klien menarik
napas.
Ada beberapa jenis sistem WSD : sistem gravitasi satu dan dua botol, sistem
pengisapan dua dan tiga botol, dan sistem unit disposabel.
1. Sistem Botol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran pengumpul,
yang berakhir di dalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi
udara; cairan tetap di dalam botol. Sistem satu botol bergantung pada gravitasi dan
tekanan ekspirasi positif untuk drainase.

Sistem dua botol menggunakan botol satu untuk menerima cairan atau udara dari
klien dan botol dua untuk membuat segel air. Udara atau cairan dari rongga pleura
diterima oleh botol satu. Udara dari botol satu disalurkan ke botol dua, udara keluar dari
air, menuju ventilasi udara. Cairan dari rongga pleura tetap di dalam botol satu. Sistem
ini menggunakan gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (1), sebuah botol water
seal (2), dan sebuah botol kontrol pengisapan (3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan
sistem dua botol kecuali bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai
sebuah selang kontrol manometer dibawah permukaan air steril. Kedalaman selang
dibawah permukaan air ini menentukan besarnya pengisapan pada rongga pleura. Botol
kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan untuk pengisapan. Sistem
ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan pengisapan untuk drainase
(Kozier & Erb : 2003).

2. Sistem Unit Disposabel


Sistem unti disposabel terdiri atas tiga ruangan : ruang pengumpul dengan sub
ruangan; ruang water seal; dan ruang pengisapan. Ketinggian cairan diruang pengisapan
menentukan besarnya tekanan pengisapan yang diberikan kepada klien. Konfigurasi
yang tepat dari ruangan ini berbeda-beda sesuai pabriknya. Pada beberapa alat, bila
ruang pengumpul terisi oleh drainase, ruang ini dapat diganti atau dipasang kembali
tanpa mengganggu keseluruhan sistem (Kozier & Erb : 2003).

F. PENATALAKSANAAN
1. Memberi Posisi
Posisi yang ideal adalah “semi fowler”. Untuk meningkatkan evakuasi udara dan
cairan, posisi pasien diubah setiap dua jam. Pasien diperlihatkan bagaimana
menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang dada. Didorong untuk batuk,
napas dalam, dan ambulasi. Pemberian obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan
nyeri dan meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Mempertahankan Kepatenan Sistem
Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension penumotoraks. Bila
tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension pneumotoraks terjadi bila udara
masuk ke ruang pleura selama inspirasi, tetapi tidak dapat keluar selama eskpirasi.
Proses ini terjadi bila ada obstruksi pada seang sistem drainase dada. Semakin banyak
udara terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru kolaps, dan
jaringan lunak dalam dada tertekan. Tanda dan gejala tension pneumotoraks:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Agitasi
d. Berkeringat
e. Pergeseran garis tengah trakhea
f. Bunyi napas pada paru-paru cedera tidak ada.
g. Perkusi hiperresonan pada perkusi diatas paru-paru yang cidera.
h. Hipotensi.
i. Henti jantung.
j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis)
Asuhan keperawatan ditunjukan untuk mempertahakan kepatenan dan fungsi
yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat selang sesering mungkin untuk
mendrainase cairan kedalam wadah. Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk
mencegah terlipat dan terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai.
Jangan naikkan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena drainase akan
kembali ke dalam dada.
3. Memantau Drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk
menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada tehadap perubahan
tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan pendarahan atau adanya
pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi
selang atau kegagalan selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan keperawatan yang
dianjurkan adalah :
a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi pasien.
b. Bila bekuan terlihat, renggangkan selang antara dada dan unti drainase, dan
tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.
c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan menuju wadah drainase untuk
melepaskan secara perlahan bekuan ke arah wadah drainase.
d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dada dianjurkan.
Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien sangat beresiko.

Potensial komplikasi pembongkaran selang dada :


a. Terbentuknya tekanan negatif berlebihan dapat menyebabkan aspirasi jaringan paru-
paru ke dalam lubang selang dada.
b. Ruptur alveoli.
c. Kebocoran pleura menetap.
d. Kerusakan garis jahitan.
e. Iskemia miokardia akut.
f. Peningkatan tekanan paru-paru.
g. Peningkatan aliran balik vena ke jantung kanan.
h. Pergeseran septum ventrikular ke kiri.
i. Ancaman pada pengisian darah ventrikel kiri.
4. Memantau Water Seal (Segel Air)

Melakukan pemeriksaan secara visual untuk menyakinkan ruag water seal terisi
sampai garis adir dua cm. Bila pengisapan diberikan, yakinkan garis air pada tabung
penghisapan sesuai dengan jumlah yang diindikasikan. Bila pompa penghisapan cairan
pleuran darurat digunakan, periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi
udara.
Observasi segel di bawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak adanya
fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru-paru terlalu mengembang atau ada obstruksi
pada sistem. Gelembung yang terus-menerus pada water seal tanpa penghisap dapat
menunjukkan bahwa selang telah berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu
untuk memeriksa seluruh sistem terhadap adanya alat yang terlepas dan melihat selang
dada untuk melihat penempatannya di luar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada sehibungan
dengan perbaikan pneumotoraks dapat menunjukkan adanya fistula bronkopleura. Ini
biasa terjadi pada pengesetan ventilasi mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi
(Somantri : 2008).
G. INDIKASI PENGANGKATAN SELANG DADA
1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara.
2. Drainase <50-100 cc cairan perhari.
3. 1-3 hari pasca bedah jantung.
4. 2-6 hari pasca bedah toraks.
5. Kosongnya rongga empiema.
6. Drainase serosanguinosa (cairan serous) di sekitar sisi pemasangan selang dada
(Somantri : 2008)
H. KOMPLIKASI
1. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius lokal habis, terutama 12 – 48 jam setelah
insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgetik.
2. Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini akan
menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni ke bawah
diafragma atau di bawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini didapat apabila
menggunakan trokar.
3. Dengan kateter yang steril dan dengan drain yang terpasang baik, maka infeksi jarang
terjadi. Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena
itu bila jumlah cairan yang keluar di bawah 50 cc, maka drain harus dicabut dari rongga
pleura, oleh kateter selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya
infeksi.
I. PERAWATAN SELANG DADA
Ø Peralatan
1. Sistem water-seal
2. Air steril dalam wadahnya
3. Plester
4. Air lisol/steril

Ø Prosedur
1. Isi bilik water sealed dengan air sampai ketinggian sama dengan cairan ke dalam
botol.
2. Jika digunakan penghisap, isi bilik kontrol pengisap dengan air steril sampai
ketinggian 20 cm atau sesuai yang diharuskan.
3. Sambungkan kateter drainase dari pasien dengan selang yang menuju botol
penampung.
4. Jika digunakan penghisap, hubungkan selang bilik kontrol pengisap keunit
pengisap. Nyalakan unit pengisap dan naikkan tekanan hingga timbul gelembung
secara tetap dalam bilik kontrol pengisap.
5. Tandai ketinggian awal pada bagian luar unit drainase. Tandai peningkatan setiap
jam/hari.
6. Pastikan selang tidak menggulung atau tersumbat.
7. Pertahankan kepatenan selang dengan plester.
8. Dorong klien untuk mencari posisi yang nyaman. Jika klien berbaring lateral,
usahakan selang tidak tertekan tubuh klien. Anjurkan klien untuk sering mengubah
posisi tubuh.
9. Lakukan bantuan latihan gerak beberapa kali sehari untuk lengan dan bahu yang
sakit.
10. Dorong klien untuk meakukan napas dalam dan batuk secara teratur.
11. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari ketinggian cairan dalam bilik water sealed.
12. Observasi dan laporkan segera jika terjadi pernapasan cepat, sianosis, tekanan
dalam dada, emfisema sub kutan, dan gejala hemoragi.
(Anas Tamsuri : 2008).
J. PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan dan infeksi

4. Mencegah kontaminasi oleh kuman

5. Mengabsorpsi drainase
6. Mempercepat proses penyembuhan
c. Indikasi
1. Balutan kotor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridemen jaringan nekrotik
d. Persiapan Alat

1. Bak instrumen steril


2. Gunting lurus
3. Pinset cirugi 1
4. Pinset anatomi 2
5. Sarung tangan 2 pasang
6. Mangkok kecil steril
7. Cairan NaCl
8. Betadine
9. Alkohol 70 %
10. Verband
11. Kasa, lidi kapas
12. Sampiran
13. Selimut mandi
14. Plester
15. Larutan desinfektan
16. Perlak dan pengalas
17. Piala ginjal 2

e. Prosedur

 Fase Pra Interaksi


1. Lakukan verifikasi data/program.
2. Kaji obat yang diresepkan oleh dokter dan teknik dalam perawatan luka.
3. Kaji keadaan luka.
4. Kaji skala nyeri dan terapi analgesik yang digunakan.
 Fase Orientasi
1. Menempatkan alat di dekat klien
2. Beri salam terapeutik dan memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
4. Menjaga privacy dan keamanan
5. Mencuci tangan
6. Persiapan alat dengan prisip steril
 Fase Kerja
1. Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka
dengan selimut mandi.
2. Memasang perlak dan pengalas di bawah area luka.
3. Letakkan piala ginjal pada area yang mudah dijangkau. Salah satu piala ginjal
diberi larutan desinfektan untuk merendam instrumen yang sudah dipakai.
4. Kenakan sarung tangan bersih.
5. Hilangkan perekat yang tersisa dengan alkohol 70% dengan menggunakan
pinset cirugi.
6. Angkat balutan kasa pelindung dan letakkan di piala ginjal, jaga jangan sampai
menarik drain/selang, jaga kotoran pada luka agar tidak terlihat oleh klien.
7. Lepaskan sarung tangan, letakkan di piala ginjal.
8. Tuang larutan garam fisiologis, betadine ke dalam mangkok.
9. Memakai sarung tangan steril.
10. Inspeksi drainase dan integritas luka, hindari dengan yang terkontaminasi,
palpasi kanan kiri luka dengan kasa steril.
11. Bersihkan luka dengan larutan garam fisiologis dari area yang kurang
terkontaminasi ke area yang terkontaminasi.
12. Gunakan kasa kering steril untuk mengeringkan luka.
13. Olesi dengan betadin solution 10% dengan lidi kapas, gunakan teknik yang
sama seperti pembersihan luka.
14. Memasang kasa steril (kasa kontaminasi, absorbsi, pelindung dengan
menggunakan pinset anatomi).
15. Melepas sarung tangan, meletakkan di piala ginjal.
16. Memasang plester
17. Ambil perlak dan pengalas dari klien.
 Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi kepada klien setelah dilakukan tindakan.
2. Merapikan klien, dan memberikan posisi yang nyaman.
3. Membereskan alat.
4. Berpamitan
5. Mencuci tangan
6. Evaluasi : menanyakan apa yang dirasakan klien setelah dilakukan perawatan
luka.
7. Dokumentasikan tindakan yang dilakuakn, waktu pelakasanaan, keadaan luka
yang ditemui saat perawatan luka, respon klien, catat hal-hal yang tidak normal
serta laporkan dengan lengkap.

K. MENGGANTI BOTOL WSD


a. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aquades ditambah desinfektan.
b. Selang WSD diklem dulu.
c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem.
d. Amati undulasi dalam selang WSD.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Anamnesa

1. Identitas Pasien : Terdiri dari nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan
pekerjaan.
2. Keluhan Utama
a. Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan pasien
b. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif,
sedangkan pada pneumothorak
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat yang menceritakan perjalanan penyakit pasien
hingga pasien dibawa ke rumah sakit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit yang dulu pernah diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang.
Contohnya: Ca paru, TBC, dll.
6. Riwayat Psikososial : Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan
yang dilakukan terhadap dirinya.
 Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, dan RR.


2. Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, apakah composmentis, apatis, somnolen,
sopor atau koma. Bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah
pasien selama dilakukan anamnesa, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
3. ROS (Review of System)
 B1 (Breath)

1. Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak


2. Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
3. Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
4. Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
5. Fremitus fokal
6. Perkusi dada : hipersonor
7. Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
8. Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
9. Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor,
biopsi paru.
 B2 (Blood)

1. Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )


2. Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
3. Hipertensi / hipotensi
4. CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik
5. Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
 B3 (Brain)

1. Tentukan GCS pasien


2. Tentukan adanya keluhan pusing,
3. Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7
jam.
4. ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.
5. Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri misallnya nyeri dada
sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah
saat bernapas, nyeri menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
 B4 (Bladder)

Kaji beberapa hal yang berhubungan dengan system perkemihan, meliputi:


1. Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi,
inkontinensia
2. Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar
500cc/hari dan berwarna kuning bening
3. Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
4. Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral. Intake cairan
yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
5. Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
 B5 (Bowel)

1. Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau


2. Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
3. Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
4. Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
5. Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
6. Peristaltic usus tiap menitnya
7. Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair atau berdarah)
8. Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari
 B6 (Bone)

1. Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)


2. Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan fraktur
3. Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
4. Keadaan turgor kulit

 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
2. Darah lengkap dan kimia darah
3. Bakteriologis
4. Analisis cairan pleura
5. Pemeriksaan radiologis
6. Biopsi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan dengan immobilitas, tekanan
dan nyeri.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (trauma jaringan) dan agen cedera
fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya benda asing dalam tubuh
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan informasi.

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan dengan immobilitas, tekanan
dan nyeri.

 Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman


pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis.
 Tujuan : pola nafas efektif
 Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
 Intervensi :

Intervensi Rasional
Pertahankan posisi nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
peninggian kepala tempat tidur (head ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
up)
Bila selang dada dipasang :
a. Periksa pengontrol penghisap, a. Mempertahankan tekanan negative intrapleural
batas cairan sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
b. Observasi gelembung udara botol ekspansi paru optimum dan/ atau drainase cairan
b. Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan
penampung
lubang angin dari pneumothorak. Naik turunnya
c. Klem selang pada bagian bawah
gelembung udara menunjukkan ekspansi paru
unit drainase bila terjadi kebocoran
c. Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system
d. Awasi pasang surutnya air
d. Fluktuasi (pasang surut) menunjukkan perbedaan
penampung dan water seal
tekanan inspirasi dan eksprirasi
e. Catat karakter/jumlah drainase
e. Berguna dalam menevaluasi perbaikan
selang dada.
kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan
yang memerlukan upaya intervensi
Berikan oksigen melalui kanul/masker, Alat dalam menurunkan kerja napas; meningkatkan
latih napas dalam dan batuk efektif penghilangan distress respirasi dan sianosis b.d
hipoksemia.
Perawatan :
Observasi pola napas dan komplikasi Agar pasien tercukupi oksigennya dan pola napasnya
efektif, serta untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang bisa memperparah kondisi klien
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (trauma jaringan) dan agen cedera
fisik (pemasangan selang dada)
 Kemungkinan dibuktikan dengan : RR dan nadi meningkat, raut wajah pasien seperti
menahan rasa sakit, pasien merasa tidak nyaman
 Tujuan : kenyamanan pasien terpenuhi
 Kriteria hasil:
- nyeri berkurang bahkan hilang
- RR dan nadi kembali normal yaitu 16-24x/menit dan 60-100x/menit

Intervensi Rasional
Berikan tehnik relaksasi distraksi Mengalihkan perhatian apsien terhadap rasa
nyerinya sehingga nyeri pasien berkurang
Jika nyeri tidak berkurang, kolaborasikan Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan pasien
dengan dokter untuk pemberian obat
analgesik
Observasi skala nyeri setelah intervensi yang Sebagai evaluasi terhadap interensi yang telah
telah dilakukan dilakukan dan untuk merencanakan intervensi
selanjutnya

3. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya benda asing dalam tubuh


 Kemungkina dibuktikan oleh: adanya inflamasi didaerah yang terpasang WSD, suhu
tubuh meningkat, nyeri pada daerah yang terpasang WSD
 Tujuan : tidak terjadi infekasi pada pasien

 Kriteria hasil :
- Tidak terjadi infalamsi pada daerah yang terpasang WSD
- Tidak timbul rasa nyeri
- Suhu tubuh normal (36 - 37,5oC)
 Intervensi :

Intervensi Rasional
Rawat daerah yang terpasang WSD secara Untuk menjaga kebersihan daerah yang
teratur terpasang WSD sehingga dapat meminimalisir
peluang terjadinya infeksi.
Ajarkan kepada keluarga untuk merawat Untuk melindungi tubuh dari resiko infeksi
daerah WSD dan instruksikan untuk
merawatnya secara teratur
 Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan Mencegah kontaminasi lingkungan terhadap
yang benar. Serta ajarkan kepada pasien yang dapat memicu terjadinya infeksi
pengunjung untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien
 Ajarkan kepada pasien dan keluarga  Mendeteksi adanya infeksi sedini mungkin

tanda/gejala infeksi dan kapan harus sehingga dapa segera dilakukan tindakan
melaporkan ke pusat kesehatan agar infeksi tidak semakin parah

Kolaborasikan untuk member antibiotik jikaMengendalikan factor pemicu infeksi


diperlukan
Batasi jumlah pengunjung jika diperlukan Meminimalkan pemicu infeksi
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan informasi.
 Kemungkinan dibuktikan dengan : pasien sering bertanya, ketidakakuratan
mengikuti instruksi, pasien tampak gelisah.
 Tujuan : pengetahuan pasien dapat terpenuhi
 Kriteria hasil:
- Pasien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/ proses penyakit dan rencana
pengobatan
- Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan

 Intervensi :

Intervensi Rasional
Berikan peran aktif pasien/ orang terdekat Belajar ditingkatkan bila individu secara
dalam proses belajar, misalnya: diskusi, aktif berperan
partisipasi kelompok
Berikan informasi tertulis dan verbal sesuaiMembantu pasien dan orang terdekat
indikasi. Masukkan daftar artikel dan bukumembuat pilihan berdasarkan informasi
yang berhubungan dengan kebutuhantentang masa depan.
pasien/ keluarga dan dorong membaca dan
memdiskusikan apa yang mereka pelajari
Informasikan kepada pasien tentang efek- Mengurangi ras cemas pasien akibat
efek pemasangan WSD terpasangnya alat di tubuhnya
Tinjau ulang pengetahuan pasien akanMengetahui keefektifan intervensi yang
penyakit dan proses pengobatannya telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Irman, Somantri. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Surtiningrum, Anjas S,Kep, dkk. 2009. Standar Operasional Prosedur Tindakan Keperawatan
Keterampilan Dasar dalam Keperawatan. Semarang : Telogorejo.
Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC.
Ward, Jeremy P.T dkk. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai