Anda di halaman 1dari 6

Latar belakang

Diare adalah gejala umum yang disebabkan oleh infeksi gastrointestinal oleh berbagai
patogen, termasuk bakteri, virus, dan protozoa. Diare lebih sering terjadi di negara
berkembang karena kurangnya air minum yang aman, sanitasi dan kebersihan, serta status
gizi yang lebih buruk. Menurut angka terbaru yang tersedia, diperkirakan 2,5 miliar orang
tidak memiliki fasilitas sanitasi yang layak, dan hampir satu miliar orang tidak memiliki
akses ke air minum yang aman. Lingkungan yang tidak sehat ini memungkinkan patogen
penyebab diare lebih mudah menyebar (Cairo et al., 2020).

Diare adalah pembunuh utama anak-anak terhitung sekitar 8 persen dari semua
kematian di antara anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia. Sebagian besar
kematian akibat diare terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun yang tinggal di Asia
Selatan dan Afrika sub-Sahara (UNICEF, 2018).

Diare merupakan penyakit endemik yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB).
sering disertai dengan kematian di Indonesia. Diare masih menjadi salah satu masalah
kesehatan di Indonesia sebagai penyumbang angka kematian terbesar pada kelompok anak
usia 29 hari – 11 bulan. Diare merupakan penyakit terbanyak nomor 2 penyebab kematian
pada anak di Indonesia yaitu sebanyak 746 kematian terhitung pada tahun 2019. Angka
kesakitan diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 6,8%. Kelompok
umur dengan prevalensi diare tertinggi (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) adalah pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9% (Kemenkes RI, 2019).
A. Pengertian diare

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar sebanyak tiga kali sehari
dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses hingga lunak dan cair yang dapat disertai
dengan muntah atau feses berdarah (WHO, 2017). Diare adalah suatu kondisi dimana
seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan bisa hanya air dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes, 2011).

B. Etiologi diare

Diare disebabkan oleh sejumlah organisme bakteri, virus dan parasit, yang sebagian
besar disebarkan oleh air yang terkontaminasi feses. Infeksi lebih sering terjadi ketika sanitasi
buruk dan kebersihan air aman untuk minum, memasak, dan pembersihan yang tidak
memadai. Rotavirus dan Escherichia coli adalah dua agen penyebab diare sedang hingga
berat yang paling umum di negara berpenghasilan rendah. Patogen lain seperti spesies
Cryptosporidium dan Shigella juga dapat menyebabkan infeksi diare. Pola etiologi spesifik
lokasi juga perlu dipertimbangkan. Penyebab diare selanjutnya adalah malnutrisi. Anak Anak
yang meninggal karena diare sering menderita gizi buruk yang membuat mereka sakit
sehingga lebih mudah terkena diare.

Diare merupakan penyebab utama gizi buruk pada anak balita dan menyebabkan
penyakit diare gizi buruk mereka semakin parah (WHO, 2017).

Air yang terkontaminasi kotoran manusia, misalnya dari selokan, septic tank, dan
jamban, menjadi perhatian khusus. Kotoran hewan juga mengandung mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare. Diare juga dapat menular dari orang ke orang, keadaan ini
diperparah dengan kebersihan diri yang buruk. Makanan merupakan penyebab utama diare
jika dimasak atau disimpan dalam kondisi yang tidak higienis. Penyimpanan dan penanganan
air yang tidak aman juga merupakan faktor risiko yang penting. Ikan dan makanan laut dari
air yang tercemar juga dapat berkontribusi terhadap penyakit diare (WHO, 2017).

Menurut Susilaningrum, Nursalam dan Utami (2013) ada beberapa perilaku Salah
satu hal yang dapat meningkatkan resiko diare adalah tidak memberikan ASI eksklusif secara
penuh selama 6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol, menyimpan makanan matang
pada suhu ruang, air minum terkontaminasi bakteri tinja, tidak mencuci tangan setelah buang
air besar, setelah buang air besar, dan sebelum makan.

C. Mekanisme diare

Diare dapat terjadi karena mekanisme dasar seperti gangguan osmotik, gangguan
sekresi dan gangguan motilitas usus. Gangguan osmotik terjadi karena adanya makanan atau
zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh dan menyebabkan tekanan osmotik dalam usus
meningkat sehingga air dan elektrolit mengalami pergeseran ke dalam rongga usus.
Gangguan sekresi terjadi akibat rangsangan toksin dalam usus yang akan menyebabkan
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan menyebabkan diare.

Hiperistaltik pada usus juga mengakibatkan berkurangnya kemampuan usus dalam


menyerap makanan dan akhirnya menyebabkan diare (Ambarwati & Nasution, 2015).

D. Manifestasi Klinis

Menurut Kemenkes RI (2015), tanda dan gejala diare pada anak adalah sebagai
berikut:

sebuah. Diare akut

1) Diare dengan dehidrasi berat : lesu atau tidak sadarkan diri, mata cekung, tidak bisa
minum atau malas minum, turgor kulit kembali sangat lambat.

2) Diare dehidrasi ringan/sedang: gelisah, rewel, mudah tersinggung, mata cekung, turgor
kulit kembali lambat.

3) Diare tanpa dehidrasi : bayi sadar, mata tidak cekung, tidak haus berlebihan dan turgor
kulit normal.

b. Diare persisten atau kronis dengan/tanpa dehidrasi

c. Diare disentri: ada darah di tinja

E. Klasifikasi dan gejala diare


Diare dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu diare akut yaitu diare yang terjadi secara
tiba-tiba dan berlangsung maksimal 3-5 hari, bila diare berkepanjangan diare berlangsung
lebih dari 7 hari, diare kronis bila diare berlangsung lebih dari 14 hari (Ambarwati dan
Nasution , 2015)

Klasifikasi dan gejala menurut buku panduan LINTAS Diare (2011) yaitu sebagai
berikut:

GEJALA KLASIFIKASI
Ada dua atau lebih tanda-tanda berikut:
sebuah. Letargis atau tidak sadarkan diri
b. Mata cekung. Diare Dehidrasi Berat

c. Tidak bisa minum atau malas minum.


d. Turgor kulit kembali sangat lambat
Ada dua atau lebih tanda-tanda berikut:
sebuah. Gelisah, cerewet
b. Mata cekung
c. Selalu ingin minum, ada rasa haus Diare Dehidrasi Sedang/Ringan

d. Turgor kulit kembali secara perlahan


Ada dua atau lebih tanda-tanda berikut:
sebuah. Keadaan umum baik dan sadar
b. Mata tidak cekung Diare Tanpa Dehidrasi

c. Tidak ada rasa haus yang berlebihan


d. Turgor biasa

F. Komplikasi diare

Komplikasi yang paling parah akibat diare adalah dehidrasi. Saat mengalami diare air
dan kehilangan elektrolit melalui feses cair, muntah, berkeringat, urin, dan pernapasan.
Dehidrasi terjadi ketika kehilangan cairan tidak segera diganti (WHO, 2017).

Menurut Ambarwati dan Nasution (2015) akibat diare akut dan kronis dapat terjadi :

sebuah. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)

Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis


metabolik) karena:
1) Kehilangan natrium bikarbonat dengan feses

2) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna, sehingga badan
keton menumpuk di dalam tubuh.

3) Akumulasi asam laktat terjadi karena anoksia jaringan

4) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oliguria dan anuria).

5) Transfer ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

b. hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang mengalami diare dan lebih sering terjadi
pada anak yang sebelumnya menderita KKP.

c. Gangguan Nutrisi

Saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi yang mengakibatkan kenaikan
berat badan anak cenderung menurun, hal ini dikarenakan orang tua khawatir diare atau
muntahnya akan semakin parah.

d. Gangguan Sirkulasi

Diare dengan atau tanpa muntah dapat menyebabkab gangguan peredaran darah berupa syok
hipovolemik, akibat berkurangnya perfusi jaringan dan hipoksia, asidosis yang semakin
parah.

Bibliography

IDAI 2015. Tinja Bayi Normal atau Tidak. Diakses tanggal 24 November 2022 Dari
http://idai.go.id.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2018.
https://www.diskes.baliprov.go.id/profil-kesehatan-provinsi-bali diakses tanggal 24
November 2022.

Anda mungkin juga menyukai