MONETER 1
Disusun oleh:
GWM Page 1
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan dalam
maklah ini kami membahas “ Giro Wajib Minimum atau Requirement Reserves “.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh
alam semesta.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bias bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepanya bisa lebih baik.
Raden M. Deandra
BAB I
GWM Page 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap negara memiliki ketentuan yang berbeda mengenai besarnya GWM, disesuaikan dengan
kondisi dan kebijkan moneter pada masing-masing negara. Untuk negara-negara yang sistem
moneternya sudah stabil, maka besarnya GWM relatif rendah. Makalah ini hanya membahas GWM untk
valuta rupiah pada Bank umum biasa (bukan bank syariah).
Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah telah dilakukan untuk mengendalikan
keadaan perekonomian suatu negara, salah satunya adalah kebijakan moneter. Kebijakan
Moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang
diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang bereda.
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas, maka dapat merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
BAB II
GWM Page 3
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Reserve requirement (RR) atau legal reserve requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan
istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara
dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank (Dendawijaya, 2009:115). LRR atau
GWM merupakan instrumen Bank Indonesia untuk membuat kebijakan moneter dalam
pengendalian inflasi, nilati tukar (kurs) dan jumlah uang yang beredar. Sedangkan bagi
perbankan sendiri, selain haru memenuhi GWM juga harus menyediakan Kas yang berupa
uang tunai untuk memenuhi kebutuhan operasional jika nasabah akan mengambil
simapanannya secara tunai. Dengan demikian selain menjaga GWM, bank juga harus menjaga
cash ratio-nya yang besarnya tergantung perhitungan atau kebutuhan masing-masing bank,
saat ini berkirar antara 0.5% sampai 1,25% dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
Saat ini terdapat 3 jenis GWM yang perlu dipenuhi oleh bank yaitu : GWM Primer dalam
bentuk giro pada Bank Indinesia minimal 8% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), GWM
Sekunder minimal 4% bisa dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan , GWM
LDR. jika Loan to Deposit Rasio (LDR) dibawah 78% atau melebihi 92% (PBI Nomor :
15/15/PBI/2013).
Alat likudid bank pada umumnya berupa Kas dan Giro pada Bank Indonesia, yang
merupakan aset tidak produktif (tidak menghasilkan) jadi mempunyai perilaku yang
bertolak belakang dengan pendapatan bank, dalam arti bahwa semakin tinggi cash
rasio maka akan menurunkan pendapatan bank. Dengan demikian pengelolaannya
harus dilakukan secermat dan setepat mungkin, agar setiap saat bank dapat memenuhi
kewajibannya kepada nasabah, tetai dijaga agar tidak terjadi Idle Fund. Pengelolaannya
ibaratnya seperti orang menggenggam telur, terlalu kencang pecah dan kendor juga
pecah (karena terlepas dari genggaman). Untuk itu diperlukan keahlian khusus atas
dasar pengalaman yang sangat baik dan sempurna.
Setiap negara memiliki ketentuan yang berbeda mengenai besarnya GWM, disesuaikan
dengan kondisi dan kebijkan moneter pada masing-masing negara. Untuk negara-
negara yang sistem moneternya sudah stabil, maka besarnya GWM relatif rendah.
KEBIJAKAN MONETER
GWM Page 4
1. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah Regulasi jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga
oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan mata uang. Jika
ekonomi sedang memanas, bank sentral (seperti (BI) Bank Indonesia) dapat menarik
uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan cadangan atau menaikkan tingkat
diskonto untuk membuatnya dingin. Jika pertumbuhan sedang melambat, dapat
membalikkan proses – meningkatkan jumlah uang beredar, menurunkan kebutuhan
cadangan dan menurunkan tingkat diskonto. Kebijakan moneter mempengaruhi suku
bunga dan jumlah uang beredar.
Berdasarkan jenisnya, Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur
dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual
atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain
diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan
tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami
kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah
uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
GWM Page 5
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan
jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk
menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk
menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar
dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit
untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang
lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek
likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito
berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan
pinjaman (loan requests) nasabahnya. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1e, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat
diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana
pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan
bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun
banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2008). Semakin tinggi
Loan to Deposit Ratio (LDR) maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan
asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit
macetnya akan kecil).
Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank yang sudah ditarik atau
dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain.
Sedangkan yang termasuk dalam pengertian dana pihak ketiga adalah giro, deposito,
dan tabungan (Sinungan, 2000). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya
standar nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah antara 85%-
100%. Dalam membicarakan masalah Loan to Deposit Ratio (LDR) maka yang perlu
GWM Page 6
kita ketahui adalah tujuan penting dari perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR). Tujuan
perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah untuk mengetahui serta menilai
sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan
operasinya. Dengan kata lain, Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan sebagai suatu
indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.
Perhitungan loan deposit ratio ( LDR )
Loan deposit ratio merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit atau
pembayaran yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. Nilai LDR dapat
ditentukan melalui suatu formula yang ditentukan oleh bank Indonesia melalu surat
edaran bank Indonesia NO. 3/30/DPNP tanggal 14 desember 2001 yaitu:
LDR = TOTAL KREDIT / TOTAL DANA PIHAK KE 3 + EQUITY
GWM Page 7
untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono,
2002).
PENGERTIAN
Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas
Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini
dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan
yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum
bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan
BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets
adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk
menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut
manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi
GWM Page 8
pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang
terjadi.
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan
keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai
bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total
Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional
(BOPO).
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan
likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama
hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua
permohonan kredit yang layak dibiayai.
Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian
digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian
lainnya, yaitu penilaian terhadap : 1. Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha
Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau
sering disebut dengan Legal Lending Limit.
3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
- Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator
kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga
intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana.
- Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio
kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai
berikut:
GWM Page 9
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit
sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).
Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat
menyebabkan naik turunnya NPL suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :
c. Kondisi perekonomian :
Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur
dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai
pengaruh terhadap NPL diantaranya adalah sebagai berikut:
- Inflasi :
Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi
dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.
- Kurs rupiah :Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga terhadap NPL suatu bank
karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga
internasional.
Net Interest Margin (NIM) “marjin bunga bersih” adalah ukuran perbedaan antara bunga
pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga
yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif
GWM Page 10
terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor
perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan
memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang
dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada
pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata
aktiva).
Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun
penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku
bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana
yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin
bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada
penyebaran bunga bersih.
Perhitungan :
NIM dihitung sebagai persentase dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata
pinjaman bank untuk nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu
memperoleh pendapatan bunga sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $
3,00. NIM kemudian dihitung sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan
bunga bersih sama dengan bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan
kepada pelanggan.
PENILAIAN CAPITAL
1. Capital
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank
baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat
ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari
jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah
nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai
Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah
modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
GWM Page 11
PENILAIAN ASET
Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang
dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara
pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu
transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua
pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian
dan tanpa paksaan. (3.1. SPI 1, SPI 2007)
Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu properti tertentu bagi
penggunaan tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak
berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan
oleh properti tertentu kepada badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagian
dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari properti
tersebut atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. (3.1. SPI 2, SPI
2007)
Nilai Investasi merupakan nilai properti untuk investor tertentu atau kelompok investor
tertentu untuk tujuan investasi yang teridentifikasi. Konsep Nilai Investasi atau Manfaat
Ekonomi (worth) ini mengkaitkan properti khusus dengan investor khusus, kelompok
investor, atau badan usaha dengan kriteria-kriteria dan tujuan-tujuan investasi yang
teridentifikasi. Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi suatu properti dapat lebih tinggi
atau lebih rendah dari Nilai Pasar properti. Istilah Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi
hendaknya jangan dirancukan dengan Nilai Pasar properti investasi. Walau
bagaimanapun, Nilai Pasar dapat mencerminkan sejumlah penaksiran atas Nilai
Investasi atau Manfaat Ekonomi secara individual, atau properti tertentu. Nilai Investasi,
atau manfaat ekonomi berkaitan dengan Nilai Khusus. (3.2. SPI 2, SPI 2007)
Nilai Bisnis yang Berjalan adalah Nilai suatu bisnis secara keseluruhan. Konsep ini
melibatkan penilaian terhadap suatu bisnis yang berjalan, di mana alokasi atau
pembagian dari Nilai Bisnis Yang Berjalan secara keseluruhan menjadi bagian-bagian
penting yang memberikan kontribusi kepada keseluruhan bisnis, tetapi tidak satu pun
dari komponen tersebut membentuk dasar untuk Nilai Pasar. Oleh karena itu konsep
Nilai Bisnis yang Berjalan dapat diterapkan hanya pada properti yang merupakan
bagian penyertaan badan usaha atau perusahaan. (3.3. SPI 2, SPI 2007
Nilai Asuransi adalah nilai properti sebagaimana yang diatur berdasarkan kondisi-
kondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam
definisi yang jelas dan terinci. (3.4. SPI 2, SPI 2007)
GWM Page 12
Nilai Kena Pajak adalah nilai berdasarkan definisi yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penaksiran nilai, dan atau
penentuan pajak properti. Walaupun beberapa peraturan perundang-undangan
mungkin mengutip Nilai Pasar sebagai dasar penaksiran nilai, metodologi penilaian
yang digunakan untuk mengestimasi nilai dapat menghasilkan nilai yang berbeda
dengan Nilai Pasar sebagaimana telah didefinisikan dalam SPI 1. Oleh karena itu Nilai
Kena Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagai Nilai Pasar sebagaimana didefinisikan
dalam SPI 1 kecuali diindikasikan sebaliknya secara eksplisit. (3.5. SPI 2, SPI 2007)
Nilai Sisa adalah nilai suatu properti, tanpa nilai tanah, seperti jika dijual secara terpisah
untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk penggunaannya saat ini serta
tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat
diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila
memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep
nilai realisasi bersih (net realisable value). Dalam setiap analisis, komponen-komponen
yang termasuk atau tidak termasuk hendaknya diidentifikasi.(3.6. SPI 2, SPI 2007)
Nilai Jual Paksa adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu
properti dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu
pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Jual Paksa dapat
melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan
mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual. Istilah Nilai Likuidasi seringkali
digunakan dan memiliki arti sama dengan Nilai Jual Paksa. (3.7. SPI 2, SPI 2007)
Nilai Khusus adalah istilah yang terkait dengan unsur luar biasa dari nilai sehingga
melebihi Nilai Pasar. Nilai Khusus dapat terjadi, misalnya oleh karena kaitan fisik,
fungsi, ataupun ekonomi dari properti dengan properti lainnya seperti properti yang
bersambungan. Nilai khusus merupakan suatu penambahan nilai yang dapat diterapkan
untuk pemilik/ pengguna tertentu atau pemilik/pengguna prospektif dari properti dan
bukan pasar secara keseluruhan. Nilai khusus hanya dapat diterapkan untuk pembeli
dengan kepentingan khusus. Nilai penggabungan (marriage value) merupakan
penambahan nilai hasil penggabungan dua atau lebih hak atas properti,
merepresentasikan contoh khusus dari nilai khusus. Nilai khusus dapat dikaitkan
dengan elemen-elemen Nilai Bisnis yang Berjalan, dan Nilai Investasi atau Manfaat
Ekonomi. Penilai harus memastikan bahwa kriteria tersebut berbeda dengan Nilai
Pasar, dengan menyatakan sejelas-jelasnya Asumsi Khusus yang dibuat. (3.8. SPI 2,
SPI 2007)
Nilai Jaminan Pinjaman merupakan nilai properti yang ditentukan oleh penilai dengan
penaksiran secara berhati-hati atas marketabilitas properti di masa mendatang dengan
memperhatikan aspek kesinambungan jangka panjang properti, kondisi pasar lokal dan
normal, dan penggunaan saat ini serta alternatif penggunaan properti yang sesuai.
Elemen-elemen yang bersifat spekulatif tidak dapat diperhitungkan dalam penilaian
Nilai Jaminan Pinjaman. Nilai Jaminan Pinjaman akan didokumentasikan secara jelas
dan transparan. (3.9. SPI 2, SPI 2007)
GWM Page 13
PENILAIAN MANAJEMEN
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.
Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank
mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank
diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan
dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan.
Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang
dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan
kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi
ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem,
sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner
manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas,
risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus.
PENILAIAN EARNING
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah
kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank
selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan
kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu
saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat
kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan
pada dua macam, yaitu :
1) Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif
diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit
ditambah dengan nilai maksimum 100.
GWM Page 14
Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau
lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1
dengan maksimum 100.
PENILAIAN LIQUIDITY
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang
Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara
kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana
yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak
termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang
berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan
atas dua maca rasio, yaitu :
1) Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya
adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau
lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100.
2) Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi
nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah
4 dengan nilai maksimum 100.
GWM Page 15
PENILAIAN SENSITIVITY
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga
dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku
bunga; Kelebihan modal / Potensi Kerugian Suku Bunga X 100 %
2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar
dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai
tukar;
BAB III
PENUTUP
GWM Page 16
Kesimpulan
Giro Wajib Minimum disingkat GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib
dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar Persentase
tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank / DPK. Dalam perhitungan GWM, DPK berpedoman
kepada laporan DPK dalam Rupiah dan Valuta Asing pada Laporan Berkala Bank Umum. Giro
wajib minimum ini merupakan kewajiban bank dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian bank
dan berperan sebagai instrument moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.
DAFTAR PUSTAKA
GWM Page 17
Bank Indonesia, SE BI No.23/17/13/PPP tetang Giro Wajib Minimum tanggal 28
Februari 1992
Bank Indonesia, PBI No.15/15/PBI/2013 tanggal 24-12-2013 tentang Giro Wajib
Minimum (GWM)
Riyadi, Selamet, Banking Assets And Liabilitiy Management Edisi Ketiga, Lembaga
Penebrit FE UI, 2006
Wijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, 2009
GWM Page 18