Anda di halaman 1dari 8

Tugas Paper

KEDUDUKAN, POSISI, SERTA HUBUNGAN PANCASILA


DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945

Mata Kuliah : Pancasila


Dosen Pengampu : Dr. M Nursi, M. Si
Kelas /Kelompok : Ak1B /Kelompok 4

Disusun Oleh :
1. Bunga Nafila Firanti (2210011311049)
2. Azilaturrahmi Ardiyanti (2210011311051)
3. Sri Afrah Wandri (2210011311066)

Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Bisnis
Oktober 2022
A. KEDUDUKAN DAN MAKNA PEMBUKAAN UNDANG UNDANG DASAR
NEGARA RI TAHUN 1945

1. Kedudukan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 18


Agustus 1945, yang kemudian disebut dengan UUD 1945, adalah Undang-Undang Dasar
Proklamasi, artinya sebagai perwujudan dari tujuan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Pada saat ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan dimuat dalam Lembaran
Negara Nomor 7 Tahun II tanggal 16 Februari 1946, UUD 1945 terdiri dari bagian
Pembukaan, Batang Tubuh, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Demikian pula Pasal II
Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD Negara RI Tahun 1945 menentukan: “Dengan
ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.”
Meskipun Pembukaan merupakan bagian dari UUD 1945, Pembukaan mempunyai
kedudukan setingkat lebih tinggi dari Pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945. Kedudukan lebih
tinggi ini karena Pembukaan UUD 1945: (a) mengandung jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan suasana kerohanian dari terbentuknya Negara RI; (b) memuat tujuan
negara dan dasar negara Pancasila; (c) menajdi acuan atau pedoman dalam perumusan Pasal-
pasal UUD 1945. Dengan demikian Pembukaan UUD 1945 merupakan
Staatsfundamentalnorm atau yang disebut dengan Norma Fundamental Negara, Pokok
Kaidah Fundamental Negara, atau Norma Pertama, yang merupakan norma tertinggi dalam
suatu negara. Ia merupakan norma dasar (Grundnorm) yang bersifat pre-supposed’ atau
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dan karena itu tidak dibentuk oleh suatu norma
yang lebih tinggi. Ia juga merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-
norma hukum di bawahnya, termasuk menjadi dasar bagi pembentukan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar suatu negara. Ia juga merupakan landasan dasar filosofis yang
mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Menurut Hans Kelsen
bahwa norma hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang
lebih tinggi, dan norma hukum yang lebih tinggi itu tidak boleh bertentangan dengan norma
lain yang lebih tinggi lagi, begitu seterusnya hingga rangkaian norma ini diakhiri oleh suatu
norma dasar tertinggi (staatsfundamentalnorm). Pendapat Kelsen ini kemudian dikenal
dengan Stufentheorie.

Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945

Istilah “pokok-pokok pikiran” Pembukaan UUD 1945 pertama kali tertuang dalam
Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Pembukaan UUD 1945
mengandung 4 (empat) pokok pikiran, yaitu: (1) Negara persatuan yang melindungi dan
meliputi segenap bangsa seluruhnya; (2) Negara kesejahteraan yang hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (3) Negara yang berkedaulatan rakyat; (4) Negara
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Keempat pokok pikiran tersebut jika dilihat dari alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
tampaknya hanya diambilkan dari sebagian pokok pikiran yang terkandung dalam alinea
keempat dan belum menggambarkan seluruh pokok pikiran yang ada dalam setiap alinea.
Karena menurut Pasal II Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD 1945 yang dinyatakan
sebagai UUD 1945 adalah bagian Pembukaan dan pasal-pasalnya, maka 4 (empat) pokok
pikiran yang dinyatakan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 tersebut sudah tidak lagi
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Di samping itu keberadaan Penjelasan UUD 1945
memang tidak lazim bagi suatu Undang-Undang Dasar. Keberadaan Penjelasan UUD 1945
juga penuh “misteri”, karena tidak pernah ikut dibahas dan ditetapkan oleh BPUPKI dan
PPKI, dan tiba-tiba ikut dimuat dalam Lembaran Negara No.7 Tahun 1959 setelah Dekrit
Presiden 1959.
Karena itu dalam mengelaborasi pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945, tidak harus mengacu pada Penjelasan UUD 1945. Pokok-pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dapat dielaborasi dengan mengacu pada makna yang
terkandang dalam setiap alinea1.
Pokok-pokok Pikiran Setiap Alinea Pembukaan UUD 1945
Aline Bunyi Alinea Makna
a
1 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan 1. Pengakuan terhadap prinsip universal yang
adalah hak segala bangsa dan oleh berupa hak kemerdekaan sebagai hak asasi
sebab itu, maka penjajahan di atas setiap bangsa yang harus dijunjung tinggi.
dunia harus dihapuskan, karena tidak 2. Menunjukkan keteguhan dan kuatnya
sesuai dengan peri kemanusiaan dan pendirian bangsa Indonesia dalam
peri keadilan. menentang penjajahan atau imperialisme di
mana saja karena bertentangan dengan
perikemanusiaan dan rasa keadilan.
2 Dan perjuangan pergerakan 1. Pengakuan dan penghargaan secara
kemerdekaan Indonesia telah obyektif bahwa kemerdekaan Negara
sampailah kepada saat yang Indonesia adalah hasil perjuangan dan
berbahagia dengan selamat sentausa pergerakan bersama seluruh bangsa
mengantarkan rakyat Indonesia ke Indonesia.
depan pintu gerbang kemerdekaan 2. Pengakuan akan kesadaran bahwa
Negara Indonesia yang merdeka, kemerdekaan Negara Indonesia bukanlah
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. akhir perjuangan melainkan merupakan
pintu masuk bagi terwujudnya sebuah
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
3 Atas berkat rahmat Allah Yang Maha 1. Pengakuan yang didasarkan atas keyakinan
Kuasa dan dengan didorong oleh yang kuat bahwa pada hakekatnya
keinginan luhur, supaya berkehidupan kemerdekaan Negara Indonesia adalah
kebangsaan yang bebas, maka rakyat takdir, kehendak, rahmat, dan sekaligus
Indonesia menyatakan dengan ini amanat dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang
kemerdekaanya. harus dijaga dan dipertahankan.
2. Kesadaran bahwa disamping takdir,
kehendak, dan rahmat Tuhan Yang Maha
Kuasa, kemerdekaan Negara Indonesia juga
merupakan cita-cita luhur yang telah sejak
lama diperjuangkan.
4 Kemudian daripada itu untuk 1. Tujuan Negara yang harus menjadi acuan
membentuk suatu Pemerintahan bagi penyelenggaraan pemerintahan:
Negara Indonesia yang melindungi melindungi segenap bangsa Indonesia dan
segenap bangsa Indonesia dan seluruh seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum
memajukan kesejahteran umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang

1
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi
yang berdasar kemerdekaan, dan keadilan sosial.
perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2. Negara Konstitusional, yaitu negara yang
Maka disusunlah kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar.
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu 3. Negara Republik Demokrasi dengan dasar
Undang-Undang Dasar Negara kedaulatan rakyat.
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu 4. Dasar Negara: Ketuhanan Yang Maha Esa,
susunan Negara Republik Indonesia Kemanusian yang adil dan beradap,
yang berkedaulatan rakyat dengan Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
berdasar kepada Ketuhanan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Maha Esa, kemanusian yang adil dan permusyawaratan /perwakilan, Keadilan
beradap, persatuan Indonesia, sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; yang
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat lazim disebut dengan PANCASILA.
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

2. Hubungan antara Proklamasi dan Pembukaan UUD Negara RI 1945

Pembukaan UUD 1945 pada prinsipnya adalah penuangan jiwa Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam pandangan Notonagoro, Pembukaan UUD 1945
adalah pernyataan kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur Proklamasi
17 Agustus 1945. Pembukaan UUD 1945 merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Karena itu Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah oleh
siapa pun, termasuk oleh MPR hasil Pemilu berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, sebab
mengubah Pembukaan berarti pembubaran Negara.
Pembukaan UUD 1945 adalah hasil rancangan dari Panitia Kecil yang dibentuk oleh
Panitia Perancang UUD yang oleh Soekiman disebut dengan Gentlemen’s Agreement
(Perjanjian Luhur) sedang Moh. Yamin menyebutnya dengan Jakarta Charter (Piagam
Jakarta). Pada mulanya naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 yang dihasilkan oleh
Panitia Kecil itu oleh BPUPKI dipecah menjadi dua, yaitu bagian “Pernyataan Indonesia
Merdeka” (alinea 1 s.d 3) dan bagian ‘Pembukaan” (alinea 4).Namun karena peristiwa
sejarah menjelang detik-detik Proklamasi rancangan naskah “Pernyataan Indonesia Merdeka”
yang telah disiapkan oleh BPUPKI tidak jadi dibacakan. Karena itulah dalam Sidang PPKI 18
Agustus 1945 disepakati untuk kembali ke naskah “preambule” atau “mukadimah” lama
dengan beberapa perubahan.

B. POSISI DAN PERAN UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSIONALISME

UUD 1945 sebagai konstitusi negara


Para penyusun UUD 1945 memandang, konstitusi lebih luas bila dibandingkan dengan undang-
undang dasar (UUD). UUD hanya sebagian daripada hukum dasarnya negara. UUD adalah hukum dasar
negara yang tertulis. Selain itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Undang-undang Dasar merupakan:

1. Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.


2. Dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara.
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.

Sebagai hukum dasar tertulis atau konstitusi tertulis

UUD 1945 mengandung pengertian:


1. Bersifat mengikat, baik bagi penyelenggara negara, lembaga negara, lembaga kemasyarakatan,
maupun seluruh warga negara.
2. UUD 1945 berisi norma-norma, kaidah-kaidah, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati oleh semua komponen negara.
3. UUD 1945 berfungsi sebagai hukum yang tertinggi sehingga menjadi sumber dan pedoman
hukum bagi setiap peraturan perundangan yang ada di bawahnya.
4. Setiap tindakan dan kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara negara harus sesuai dan
berpedoman pada UUD 1945.

Dalam konteks Indonesia, konstitusi yang membentuk negara kesatuan yang berbentuk republik
sebagaimana kita saksikan hari ini merupakan karya dari para pendiri negara. UUD 1945 dirancang
pertama sekali oleh BPUPK dan dibahas lagi untuk disahkan menjadi konstitusi untuk pertama oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 merupakan kesepakatan para pendiri negara yang
berasal dari berbagai latar belakang ilmu dan asal daerah. Dengan demikian, konstitusi tersebut dapat
dikatakan lahir dari sebuah kompromi yang dilakukan dengan cara yang demokratis. Ketika konstitusi
sudah terbentuk, di dalamnya paling tidak terkandung dua bagian pokok.
Manfred Nowak mengemukakan ada dua bagian pokok konstitusi, yaitu bagian formiil dan bagian
materiil. Bagian formil mengandung aturan-aturan yang berhubungan dengan badan-badan tertinggi
dalam negara, prosedur dan penetapan badan-badan tersebut, dan prinsip-prinsip struktural pokok dari
negara. Bagian formil konstitusi juga memuat masalah kekuasaan sekaligus batasan kekuasaan
masing-masing badan-badan penyelenggara negara. Adapun bagian materiil meletakkan nilai-nilai,
maksud dan tujuan yang hendak dicapai negara, demokrasi, keadilan sosial, tata pemerintahan yang
baik, perlindungan lingkungan dan hak-hak dasar manusia/warga negara. Dengan demikian, bagian
materiil konstitusi juga memuat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi negara dalam rangka
melindungi hak-hak warga negara dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Agak berbeda, namun masih dalam lingkup yang sama, Sri Soemantri dengan mengamini
pendapat J.G. Steenbeek berpendapat bahwa konstitusi itu berisi tiga hal pokok, yaitu :
1. adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negara;
2. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental; dan
3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.

Pendapat Nowak dan Soemantri sesungguhnya berada dalam satu alur, hanya saja disampaikan
dengan bahasa yang berbeda. Keduanya sama-sama menyampaikan bahwa materi muatan konstitusi
memuat hal-hal yang berhubungan kekuasaan dan lembaga yang akan menjalankan kekuasaan negara
(formiil), serta hal-hal yang berhubungan dengan jaminan hak asasi manusia (materiil).
Bila kerangka materi muatan konstitusi yang disampaikan Nowak dan Soemantri dibawa dalam
konteks UUD 1945, maka di dalamnya diatur hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan negara,
lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara, tujuan negara, hak-hak asasi manusia
dengan segala aspeknya, dan keadilan sosial.
Mengenai kekuasaan negara, berdasarkan Pasal 1 UUD 1945, kekuasaan tertinggi negara berada
di tangan rakyat. Artinya, konstitusi menempatkan rakyat sebagai subjek yang memiliki atau
memegang kedaulatan tertinggi negara. Kedaulatan rakyat dimanifestasikan dalam bentuk bahwa
rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga perwakilan dan kepala
pemerintahan/presiden melalui pemilihan umum (Pasal 22E UUD 1945)
Kekuasaan negara atas nama rakyat tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara sesuai
dengan UUD 1945, seperti oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, BPK, dan lembaga negara
lainnya. Masingmasing lembaga dimaksud menjalankan bagian dari kekuasaan negara yang
diserahkan kepadanya sesuai konstitusi. Setiap lembaga memiliki hubungan kewenangan dan saling
mengawasi (checks and balances) antara satu dengan yang lain.
Disamping mengatur tentang kekuasaan negara, UUD 1945 juga mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan jaminan hak asasi manusia, pemajuan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
Dalam Pembukaan UUD 1945, dimuat apa yang menjadi tujuan hidup bernegara. Pada bagian batang
tubuh diatur tentang jaminan terhadap hak-hak dasar warga negara dan setiap manusia. Bahkan juga
dimuat berbagai kewajiban negara untuk melindungi, memajukan dan menegakan hak asasi manusia;
kewajiban untuk melindungi fakir miskin dan anak terlantar; kewajiban untuk memajukan
kesejahteraan umum melalui pendidikan; dan kewajiban lainnya dalam rangka pencapaian tujuan
melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Selanjutnya, pada saat konstitusi yang berlaku dalam sebuah negara dinilai sudah ketinggalan,
dalam arti terdapat bagian-bagiannya yang tidak lagi relevan dengan perkembangan masyarakat,
konstitusi tersebut terbuka untuk diubah. Hanya saja, para pakar hukum konstitusi, salah satunya K.C.
Where mencoba untuk mengklasifikasi konstitusi dari aspek cara perubahannya menjadi dua, yaitu
konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid. Bila tidak diperlukan proses khusus untuk
mengamandemennya, maka konstitusi itu disebut “konstitusi fleksibel”, namun bila diperlukan proses
khusus, maka ia disebut “ konstitusi rijid”. Sri Soemantri berpendapat, UUD 1945 termasuk konstitusi
yang rijid. Sebab persyaratan yang ditetapkan untuk mengubah UUD 1945 sebagaimana diatur dalam
Pasal 37 “cukup berat”. 14 Dalam arti, terdapat syarat dan tata cara khusus yang diatur sebagai
mekanisme perubahan UUD 1945. Bahkan, syarat perubahan UUD 1945 sebagaimana diatur dalam
Pasal 37 setelah perubahan jauh lebih berat dibanding sebelum perubahan. Hal itu dapat dibaca
selengkapnya dalam Pasal 37 UUD 1945 sebagai berikut :

1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya limapuluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
Dalam perjalanan sejarah konstitusi Indonesia, UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 dan diberlakukan kembali sesuai Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 (setelah
sebelumnya digantikan oleh Konstitusi RIS dan UUDS 1950), telah mengalami perubahan pada tahun
1999-2002. Dalam perubahan tersebut, terdapat lembaga negara yang dihapus seperti Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), dan terdapat pula lembaga baru yang diadopsi, seperti MK dan KY.
Kehadiran dua lembaga baru tersebut adalah dalam rangka memperkuat keberadaan Kekuasaan
Kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, juga
ditegaskan juga mengenai mekanisme peralihan kekuasaan negara melalui pemilihan umum.
Pada saat yang sama, perubahan UUD 1945 juga memperkuat jaminan terhadap hak asasi
manusia. Sebelumnya, hak yang secara tegas dicantumkan dalam konstitusi hanyalah hak untuk
berserikait dan berkumpul. Setelah perubahan UUD 1945, hak asasi manusia diatur lebih lengkap,
baik terkait jenisnya maupun mengenai pembebanan kepada negara untuk menghormati, melindungi
dan memajukan hak asasi manusia

C. HUBUNGAN PANCASILA DAN UUD 1945

Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 Sesuai dalam Pembukaan UUD 1945,
Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Dengan demikian,
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 memiliki hubungan timbal balik, yaitu secara formal dan
material.
Hubungan Pancasila dan UUD 1945 Secara Formal.
Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara RI tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, terutama pada
alinea 4 yang merupakan inti dari Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok
Kaedah Negara yang Fundamental dan punya 2 kedudukan, yaitu sebagai dasar tertib hukum
Indonesia sekaligus sebagai tertib hukum tertinggi. Selain sebagai Mukadimah, Pembukaan UUD
1945 memiliki fungsi dan kedudukan yang berbeda dengan pasal-pasalnya. Pembukaan UUD 1945
dengan Pancasila sebagai intinya, nyatanya tidak bergantung pada batang tubuh UUD 1945, tapi
justru menjadi sumbernya. Pancasila sebagai Pokok Kaedah Negara yang Fundamental juga menjadi
dasar kelangsungan hidup negara Indonesia. Pancasila adalah inti dari Pembukaan UUD 1945 yang
memiliki kedudukan kuat, tetap, tidak dapat diubah-ubah, dan melekat pada kehidupan negara
Republik Indonesia. Baca juga: Makna Pembukaan UUD 1945 Alinea 2: Isi, Penjelasan, &
Kedudukan Isi Butir-Butir Pengamalan Pancasila Lengkap Sila 1 Sampai 5 Isi Pembukaan UUD 1945
Alinea 1: Kedudukan, Makna, Penjelasan 2. Hubungan Pancasila dan UUD 1945 Secara Material
Berdasarkan kronologi sejarahnya, materi Pancasila dirumuskan terlebih dulu sebagai dasar negara
dalam rapat BPUPKI. Setelah itu, baru disusul dengan Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian,
Pembukaan UUD 1945 adalah tertib hukum tertinggi di Indonesia, sedangkan Pancasila merupakan
sumber dari tertib hukum itu sendiri. Pembukaan UUD 1945 adalah Pokok Kaedah Negara yang
Fundamental dengan Pancasila sebagai inti sarinya.

4 Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 yang Berkaitan dengan Pancasila:


1. Ketuhanan Yang Maha Esa (penjabaran sila ke-1 Pancasila) serta Kemanusiaan
yang adil dan beradab (penjabaran sila ke-2 Pancasila)
Pemerintah dan penyelenggara negara lain wajib memiliki budi pekerti kemanusiaan yang
luhur, termasuk bertakwa kepada Tuhan YME dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
2. Persatuan (penjabaran sila ke-3 Pancasila)

Pokok pikiran pertama menekankan bahwa negara dan masyarakat Indonesia wajib
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi/golongan.

3. Keadilan sosial (penjabaran sila ke-5 Pancasila)

Berisi cita-cita negara dalam mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.

4. Kedaulatan rakyat (penjabaran sila ke-4 Pancasila) Berkaitan dengan dasar politik
negara, yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat.

Teman-teman, itulah penjelasan hubungan antara Pancasila dan UUD 1945.

Meski Pancasila dan UUD 1945 adalah dua instrumen negara yang berbeda, kedua akan terus
berhubungan.

Pancasila tidak bisa dipisahkan dari UUD 1945, dan sebaliknya.

Pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena dalam
pembukaan UUD 1945 memuat falsafah dasar negara yaitu Pancasila.

Semua produk hukum yang ada di indonesia tidak boleh bertentangan dengan uud 1945.

Hal ini disebabkan karena uud 1945 merupakan sumber hukum tertinggi di indonesia.

Anda mungkin juga menyukai