Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
KONFRONTASI TERHADAP MALAYSIA

A. Latar Belakang
Pertikaian saudara serumpun kita ini sampai sekarang memang tidak ada habisnya. Selesai
satu masalah, tak lama kemudian muncul masalah baru. Namun tetap nilai – nilai persaudaraan
masih dijunjung tinggi oleh kedua negara. Kali ini penulis tidak membahas tentang nilai – nilai
persaudaraan, namun lebih condong ke pembahasan pertikaian antara kedua negara ini.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah peristiwa perang terkait persengketaan


wilayah dan penolakan penggabungan wilayah Sabah, Brunei, dan Sarawak. Pertikaian ini terjadi
antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962 - 1966. Peristiwa konfrontasi Indonesia-
Malaysia ini bahkan membuat Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1965.

Soekarno menganggap pembentukan Negara Federasi Malaysia adalah proyek


neokolonialisme Inggris. Soekarno khawatir kawasan Malaya akan jadi pangkalan militer Barat di
Asia Tenggara. Menurut Soekarno, hal itu bisa mengganggu stabilitas di kawasan Asia Tenggara.
Selain Indonesia, Filipina juga tak setuju dengan berdirinya Negara Federasi Malaysia. Filipina
mengklaim Sabah yang akan menjadi bagian dari negara federasi itu dimiliki Kesultanan Sulu yang
disewakan kepada Inggris.

Indonesia menjajaki upaya diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini. Pada 31 Mei 1963,
Presiden Soekarno bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Tuanku Abdul Rahman di Tokyo,
Jepang. Baca juga: Panas Dingin Hubungan Indonesia-Malaysia, Mau Sampai Kapan? Pertemuan itu
ditindaklanjuti lewat Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri di Manila, Filipina pada 7-11 Juni 1963.
Menlu Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah mencapai kesepakatan soal pembentukan Negera
Federasi Malaysia. Ketegangan pun mereda.

B. Malaysia Melanggar Kesepakatan

Namun hubungan kembali memanas karena PM Tuanku Abdul Rahman menandatangani


dokumen pembentukan negara federasi Malaysia dengan Inggris. Naskah itu ditandatangani di
London, Inggris pada 9 Juli 1963. Dalam naskah, disebut Negara Federasi Malaysia akan dibentuk
pada 31 Agustus 1963, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Malaya yang ke-6. Langkah
Malaysia mengganggu hubungan ketiga negara dan rencana pertemuan puncak Konferensi Tingkat
Tinggi di Manila pada pertengahan Juli 1963.

Pada pertemuan puncak di Manila, Filipina, dihasilkan tiga dokumen yakni Deklarasi Manila,
Persetujuan Manila, dan Komunike Bersama. Terbentuk konfederasi tiga negara yakni Maphilindo
(Malaya, Filipina, dan Indonesia). Rencana pembentukan negara federasi Malaysia, disepakati akan
diselesaikan oleh PBB.
Indonesia dan Filipina sepakat pembentukan negara federasi Malaysia asalkan sesuai
kehendak rakyat yang akan dipersatukan. Sekretaris Jenderal PBB U Thant pun membentuk tim
penyelidik pada Agustus 1963. Sayangnya Pemerintah Malaysia keburu memproklamasikan
berdirinya Negara Federasi Malaysia pada 16 September 1963. Padahal, hasil penyelidikan belum
diumumkan secara resmi oleh PBB. Empat negara bagian yang tergabung dalam federasi yakni
Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Sabah, dan Sarawak.

Indonesia pun murka akan langkah Malaysia yang lagi-lagi melanggar kesepakatan. Sehari
sesudah proklamasi pendirian negara, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan
Malaysia.

C. PERANG

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa
Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia
mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan
dan sabotase. Pada 27 Juli, Soekarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia".
Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh
gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik
dengan Malaysia. Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak
bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.
Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para
perusuh membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan
Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan
massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Di sepanjang perbatasan di Kalimantan,
terjadi peperangan perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tidak resminya mencoba menduduki
Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan
Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap
Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga
(Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri
dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatra yang terdiri
dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran
operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebagai Pangkopur-I.
Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13
Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo
sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL
dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau
dan Kalimantan Timur.

Di bulan Agustus, 16 agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan


Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan
pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan
dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka
adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang
terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus
mereka yaitu Special Air Service (SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200
pasukan Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara Kalimantan.

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba
membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis,
Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan
membunuh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan menumpas juga Pasukan
Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Soekarno menarik Indonesia
dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru
(Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah
menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan
Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris
dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak
dapat mengikuti penyerang melalui perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service,
baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia. Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni,
mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan
berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed
Constabulary. Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang
melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus
dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari"
oleh warga Malaysia.
BAB II
PENUTUP

AKHIR KONFRONTASI INDONESIA - MALAYSIA

Menjelang akhir tahun 1965, gejolak politik dan ekonomi di Indonesia semakin kacau. Puncaknya
ketika terjadi Gerakan 30 September atau G30S. Terjadinya G30S membuat Soekarno lengser dan
digantikan Soeharto.

Semangat perlawanan terhadap Malaysia pun runtuh bersamaan dengan kekuatan Soekarno.
Permasalahan konfrontasi Indonesia-Malaysia pun resmi berakhir setelah tercapainya Persetujuan
Bangkok. Persetujuan Bangkok ditandangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, Wakil
Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narciso Ramos, Menteri
Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam, Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman. Melalui
persetujuan ini kedua negara juga sepakat untuk segera memulihkan hubungan diplomatik dan
menghentikan konflik. Pada 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB yang
diikuti dengan semakin eratnya hubungan Indonesia-Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA

 Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Penyebab, Perkembangan, dan Akhirnya (kompas.com)


 Penyebab Indonesia menjalankan konfrontasi dengan Malaysia - Donisaurus
(donisetyawan.com)
 Sejarah Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia Halaman all - Kompas.com
 Konfrontasi Indonesia–Malaysia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anda mungkin juga menyukai