PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah politik luar negeri yang dialami Indonesia pada hakekatnya
diabdikan untuk kepentingan nasional. Pada masa pemerintahan Soekarno,
kepentingan nasional yang utama bagi bangsa Indonesia adalah pengakuan
akan kedaulatan politik dan pembentukan indentitas nasional bagi bangsa
(nation building). Kepentingan tersebut diterjemahkan dalam suatu kebijakan
luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan terhadap
kedaulatan bangsa, serta untuk menunjukkan karakter yang dimiliki bangsa
Indonesia pada negara-negara lain (Soenarko : 1996, 98). Implementasi dari
kepentingan nasional tersebut adalah dengan menjalin hubungan dengan
negara-negara Asia-Afrika yang baru terbebas dari penjajahan. Kepentingan
nasional untuk menunjukkan karakter adalah dengan menunjukkan krakter
bangsa Indonesia yang merupakan karakter bangsa mandiri dan tidak berada
di bawah tekanan bangsa lain. Oleh karena itu, pada saat kepemimpinan
Soekarno sangat menolak segala bentuk penjajahan dari negara lain.
Sesuai dengan prinsip dan sifat politik luar negeri yang darurat pada
masa Orde Lama yaitu bebas aktif dan anti-imperialisme, anti-kolonialisme,
Soekarno menolak semua bentuk kolonialisme dan imperialisme. Salah satu
bentuk penolakan terhadap imperialisme dan kolonialisme adalah dengan
tindakannya yang konfrontatif terhadap pembentukan Federasi Malaysia oleh
Inggris. Pembentukan Federasi Malaysia merupakan latar belakang yang
memicu pertikaian antara Indonesia dan Malaysia. Soekarno beranggapan
bahwa pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai bentuk ‘Proyek
neo-kolonialisme Inggris’ yang membahayakan revolusi Indonesia
(Poesponegoro dan Notosusanto : 1993, 354). Indonesia juga mendukung
perjuangan rakyat Kalimantan Utara yang tidak setuju terhadap masuknya
Brunei ke dalam Malaysia dan mengajukan pembentukan suatu negara
merdeka Kalimantan Utara.
Pada tanggal 20 Januari 1963, Dr. Subandrio menggunakan istilah
konfrontasi untuk merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap
Malaysia. Dia membenarkan rumusan itu dengan mengatakan, “Malaysia
telah secara terbuka menjadi antek imperialis dan bertindak dengan rasa
permusuhan terhadap Indonesia.” (Leifer : 1980, 116). Presiden Soekarno
pun menegaskan bahwa, “Indonesia akan melakukan kebijakan konfrontasi
terhadap Malaysia.” (Leifer : 1980, 116). Untuk menghadapi rencana
pembentukan Negara Federasi Malaysia, pemerintah Indonesia sudah
mengupayakan jalan damai yaitu melalui perundingan. Hal itu terbukti dengan
beberapa perundingan seperti Konferensi Menteri-menteri Luar Negeri di
Manila pada tanggal 9 – 17 April 1963, Pertemuan Tokyo yang dilaksanakan
Presiden Soekarno dan Perdana Mentri Teuku Abdul Rahman pada tanggal
31 Mei – 1 Juni 1963.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana latar belakang terjadinya konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia?
b. Bagaimana politik luar negeri Indonesia pada masa konfrontasi dengan
Malaysia di bawah pemerintahan Presiden Soekarno?
c. Bagaimana penjelasan dan alasan berakhirnya konfrontasi antara
Indonesia dengan Malaysia?
d. Bagaimana upaya politik luar negeri Indonesia dalam menyelesaikan
konfrontasi dengan Malaysia?
C. TUJUAN
a. Mengetahui latar belakang terjadinya konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia.
b. Mengetahui politik luar negeri Indonesia pada masa konfrontasi dengan
Malaysia.
c. Mengetahui alasan berakhirnya konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia.
d. Mengetahui upaya-upaya politik luar negeri Indonesia dalam
menyelesaikan konfrontasi dengan Malaysia.
D. MANFAAT
a. Menambah wawasan tentang sejarah politik luar negeri Indonesia.
b. Menambah kesadaran akan pentingnya politik luar negeri Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONFRONTASI
Konfrontasi Indonesia–Malaysia atau yang lebih dikenal
sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah peristiwa perang mengenai
persengketaan wilayah dan penolakan penggabungan wilayah Sabah, Brunei,
dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada
tahun 1962 hingga 1966. Perang ini berawal dari keinginan Federasi
Malaya atau lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu. Pada
tahun 1961 Federasi Malaya ingin menggabungkan Brunei, Sabah, dan
Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Perjanjian
Manila.
Oleh karena itu, keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno
yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal
sebagai "boneka Inggris" merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam
bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam
negeri dan pemberontakan di Indonesia.
Namun, ada juga pendapat bahwa kampanye Sukarno menentang
pembentukan Federasi Malaysia sebenarnya dimotivasi oleh keinginan untuk
menyatukan Semenanjung Malaya dan seluruh pulau Kalimantan di bawah
kekuasaan Indonesia dan untuk menyelesaikan konsep atau
gagasan Indonesia Raya atau Melayu Raya yang sebelumnya ditinggalkan
dimana konsep atau gagasan tersebut dibuat oleh Sukarno dan Kesatuan
Melayu Muda (KMM), Ibrahim Yaacob untuk mempersatukan bangsa Melayu
yang terpisah selama penjajahan pada era kolonialisme barat.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada tahujn 1961, Kalimantan dibagi menjadi 4 (empat) administrasi.
Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dan Semenanjung
Malaya untuk membentuk Federasi Malaysia. Rencana ini ditentang oleh
Pemerintahan Indonesia, Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia
hanya sebuah boneka Inggris dan konsolidasi Malaysia hanya akan
menambah kontrol Inggris di kawasan ini sehingga dikhawatirkan
mengancam kemerdakaan Indonesia.
Jenderal Ahmad Yani tidak bersedia mengerahkan pasukan untuk
menyerbu Malaysia karena tidak merasa tentara Indonesia cukup siap
menghadapi Malaysia yang dibelakangi (diback-up) Inggris. Namun Jenderal
A. H. Nasution tidak setuju untuk mengganyang Malaysia karena khawatir isu
Malaysia akan ditunggangi PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan
politik di Indonesia. Melihat dukungan tentara yang setengah-setengah,
Presiden Soekarno kecewa sebab ia ingin sekali mengganyang Malaysia.
Sejak itulah, hubungan Soekarno dan PKI bertambah kuat.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah yang berjudul ‘Konfrontasi terhadap
Malaysia’, saya menyadari bahwa terdapat banyak sekali kekurangan
maupun kesalahan dalam penyusunan baik dari segi bahasa maupun isi
materi. Oleh karena itu, saya memohon kepada Bapak Akhmad Shodiq S. Pd.
Selaku guru mata pelajaran Sejarah Indonesia dan pembimbing, serta kepada
pembaca makalah ini untuk memberikan kritik dan saran yang membangun.
Kritik dan saran yang membangun sangat bermanfaat dan membantu penulis
dalam menyempurnakan isi dari makalah yang berjudul ‘Konfrontasi terhadap
Malaysia’ ini.
DAFTAR PUSTAKA