Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin adalah sebuah periode politik Indonesia yang dapat dilihat dengan
memuncaknya posisi Presiden Soekarno yang didukung oleh TNI dan PKI dalam
menggerakkan politik nasional. Sehingga arah negara dan kebijakannya selaras dengan ide
Soekarno seperti pembebasan paksa Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia. Konsepsi
Nasionalis, Agama, Komunis diperkenalkan sebagai bentuk penyatuan seluruh ide-ide yang
membentuk Indonesia. Indonesia juga condong berhubungan dengan negara-negara baru dan
negara komunis. Pengaruh dari tokoh lainnya hamper tidak terlihat, karena setiap urusan
kenegaraan berada di tangan presiden.

Masa Demokrasi ditandai dengan adanya konfrontasi politik dengan berbagai pihak, kekacauan
ekonomi yang semakin parah, dan pemusatan kekuatan pada tiga kutub yang saling mempengaruhi
(Soekarno, PKI, TNI). Periode demokrasi terpimpin dimulai sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, berakhir dengan berpindahnya tampuk kekuasaan kepada Soeharto yang menandai
dimulainya Orde Baru pada tahun 1967.

B.Ciri-Ciri Masa Demokrasi Terpimpin


1. Pemerintah otoritarian, memuncaknya kekuasaan presiden atas negara.
2. Dukungan kuat dari unsur militer yang menjadi kekuatan politik baru
3. Dukungan kuat dari PKI sebagai pendukung setia presiden Soekarno
4. Lembaga legislatif lemah, dapat diatur bahkan dibubarkan presiden (MPRS dan DPR-GR)
5. Peran partai politik terbatas, bahkan dapat dibubarkan presiden (Masyumi dan PSI)
6. Gerakan separatis yang masih berlangsung dari masa sebelumnya.
7. Politik luar negeri yang keras dan memihak blok timur.
8. Kebijakan-kebijakan monumental banyak dilakukan di tengah krisis ekonomi yang terus
memburuk.
9. Negara mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat.
C.Sejarah Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

Masa demokrasi terpimpin dimulai dari disampaikannya Dekrit Presiden pada 5 Juli
1959. Dekrit ini berisi mengenai pembubaran konstituante, pembentukan DPA dan MPR,
serta kembalinya konstitusi Indonesia pada UUD 1945. Kebijakan ini disambut baik oleh
kalangan yang jengah dengan ketidakstabilan politik nasional selama sembilan tahun (1950-
1959) yang berdampak pada kondisi ekonomi yang semakin memburuk. Pada masa ini, posisi
presiden Soekarno menjadi sangat kuat dengan dukungan dari TNI dan kemudian PKI.
Soekarno banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan atas pemikirannya
tentang revolusi Indonesia, yang oleh banyak pihak dianggap terlalu ekstem dan membawa
Indonesia jatuh lebih jauh ke dalam jurang kekacauan.

D.Perkembangan Ekonomi

Untuk merencanakan perekonomian Nasional, presiden membentuk Dewan Perancang


Nasional pada Agustus 1959. Badan ini diketuai oleh Muh. Yamin yang bertugas untuk
mempersiapkan RUU Pembangunan Nasional dan melakukan penyelenggaraan
pembangunan. Badan ini kemudian berganti menjadi Badan Perancang Pembangunan
Nasional (Bappenas) pada tahun 1963. Masuknya masa demokrasi terpimpin terjadi Bersama
dengan kekacauan ekonomi, pemerintah memprioritaskan penurunan inflasi dan pengurangan
mata uang yang beredar. Pemerintah juga mengimbau untuk melakukan penghematan dan
penertiban manajemen terhadap seluruh perusahaan. Tapi di sisi lain, pemerintah tidak
mampu menahan ambisi politiknya seperti dalam perhelatan Ganefo dan Conefo yang
menghabiskan banyak biaya. Di sisi lain konfrontasi Malaysia dan Irian Barat juga
menghabiskan banyak anggaran karena Indonesia membeli banyak alat-alat militer dari Uni
Soviet.

Kehidupan masyarakat Indonesia kurang lebih 80% bersifat agraris, sehingga barang-
barang produksi yang dijual sangat murah dan agregatnya sangat jauh dibandingkan dengan
impor yang dilakukan negara. Sementara kredit luar negeri akan memberikan pengaruh
politik yang sangat kuat, karena keadaan perang dingin yang memaksa untuk berpihak
kepada salah satu blok atau pakta. Usaha-usaha pemerintah dalam memperbaiki ekonomi
umumnya tidak berjalan baik karena adanya kepentingan politik yang memakan biaya besar,
dan politik internasional yang menghambat lancarnya keluar masuk bantuan atau kredit.

E.Perkembangan Politik

1. Pembebasan Irian Barat

Pembebasan Irian Barat menjadi program utama pemerintah Indonesia sejak


diputuskan permasalahannya dalam Konferensi Meja Bundar Desember 1949. Program ini
baru digenjot pelaksanaannya pada masa demokrasi terpimpin. Indonesia mengusulkan
pembahasan ini dalam Konferensi Perdana Menteri dan kemudian Sidang Dewan Keamanan
PBB pada 1956 sampai dengan 1960 hingga Indonesia memutuskan hubungan diplomatiknya
pada bulan Agustus. Amerika Serikat ditunjuk PBB untuk membantu menyelesaikan masalah
Irian Barat, namun pada saat yang sama Indonesia mempersiapkan opsi militer. Jenderal
Nasution mengamankan perjanjian senjata dengan Moskow, sementara Soekarno
mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Hal ini direspon Belanda dengan
memperkuat perbatasan. Operasi Mandala dilakukan di bawah Pimpinan Mayjen Soeharto
berhasil menguasai Terminabuan. Belanda mendapat tekanan dari AS untuk berunding,
karena Indonesia mendapatkan dukungan penuh dari Uni Soviet. Konflik berkelanjutan akan
membuat AS dan Uni Soviet terlibat dalam agresi di Pasifik Barat Daya. Belanda melunak,
dan akhirnya menyepakati Perjanjian New York pada Agustus 1962. Perjanjian ini
ditindaklanjuti dengan penyerahan Irian Barat dari PBB ke RI secara sementara pada 1 Mei
1963.

2. Gerakan Non-Blok

Politik Luar Negeri Indonesia didasarkan pada prinsip bebas-aktif, sehingga dapat
berhubungan dengan negara manapun yang berusaha mewujudkan perdamaian. Tidak terikat
pada blok barat ataupun timur. Hal ini diterjemahkan dalam keikutsertaan Indonesia dalam
Gerakan Non-Blok. Gerakan ini berupaya untuk membentuk kekuatan netral dan mencegah
konflik berkelanjutan antara AS dan Soviet sebagai dua kutub politik dunia. Gerakan ini juga
menangani konflik-konflik seperti India-RRC, India Pakistan, dan kemudian Indonesia-
Malaysia. Dua kali Konferensi Tingkat Tinggi di Beograd dan Kairo berupaya untuk
memberikan tekanan kepada PBB untuk menekan konflik antara AS-Soviet dan
memperingatkan bahaya perang antara keduanya. Meski begitu, dengan semakin
memanasnya konflik Irian Barat, Indonesia menempel blok timur karena bersedia membantu
persenjataan untuk berperang.

3. Konfrontasi Malaysia

Konfrontasi ini dimulai setelah Tengku Abdul Rachman mengumumkan pembentukan


Federasi Malaya pada 27 Mei 1961, kebijakan ini didukung oleh Inggris dalam persiapannya.
Kebijakan membuat hubungan Indonesia-Malaysia memanas yang dianggap mengganggu
revolusi Indonesia dengan hadirnya pangkalan militer Inggris. Selain itu, Federasi Malaysia
dianggap sebagai proyek neokolonial Inggris. Indonesia, Filipina, dan Malaya melalui PBB
melakukan peninjauan keinginan rakyat untuk bergabung dalam federasi. Namun federasi
diproklamasikan sebelum peninjauan dilakukan oleh PBB. Indonesia memutuskan hubungan
ekonomi dengan wilayah-wilayah Federasi Malaya pada 21 September 1963. Konflik pecah
di Kalimantan Utara, dan diskusinya berjalan alot sampai Mei 1964. Presiden kemudian
mengucapkan Dwi Komando Rakyat sebagai tanda masuknya konfrontasi pada fase perang.
Konflik ini mereda pada pertemuan di Tokyo pada 20 Juni 1964 untuk membuat Komisi
Asia-Afrika dan menghentikan permusuhan terhadap Malaysia.

4. Keluar dari PBB

Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB pada Januari 1965, disebabkan oleh
diterimanya Malaysia sebagai anggota PBB bahkan dewan keamanan tidak tetap. Aksi ini
sangat disayangkan karena Indonesia kehilangan forum yang besar untuk memperjuangkan
penyelesaian konfliknya dengan Malaysia. Hal ini kemudian diganti dengan menginisiasi
berdirinya New Emerging Forces (NEFO) sekaligus berlangsungnya Conference of New
Emerging Forces (CONEFO) dan Games of Emerging Forces (GANEFO). Meski begitu
program ini tidak berjalan efektif, karena PBB adalah forum yang sangat penting, dan
kebijakan Indonesia yang memperbanyak lawan disbanding lawan sangatlah buruk. Hal ini
berlawanan dengan sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Indonesia baru
masuk kembali ke PBB pada masa Orde Baru.

F. Penyimpangan-Penyimpangan Demokrasi Terpimpin


Era demokrasi terpimpin yang ditandai dengan menguatnya posisi presiden Soekarno,
didukung oleh TNI dan PKI. Seluruh kebijakan negara hampir selalu dikeluarkan oleh
Presiden Soekarno, tanpa mempertimbangkan suara pihak-pihak lain. Penyimpangan yang
dilakukan antara lain :

1. Membubarkan DPR hasil pemilu pada 4 Juni 1960, kemudian membentuk DPR-GR karena
menolak anggaran belanja negara yang diusulkan pemerintah.
2. Membubarkan konstituante hasil pemilu melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959
3. Pembentukan MPRS yang disusun oleh presiden sendiri
4. Mengatur setiap sendi kehidupan negara melalui Manipol, Usdek, dan Nasakom
5. Mengangkat Ketua MPRS dan Ketua DPR-GR sebagai Menteri kabinet kerja.
6. Meningkatkan peranan ABRI dalam politik nasional
7. Membubarkan Masyumi dan PSI dalam kaitannya dengan PRRI dan Permesta.
8. Kekuasaan Presiden yang tidak terbatas, termasuk dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan
secara sepihak seperti keluar dari PBB, konfrontasi Irian Barat dan Malaysia, Mengadakan
CONEFO dan GANEFO.
G. Akhir Demokrasi Terpimpin
Gencarnya aktivitas politik internasional Indonesia seakan menutupi dinamika dalam
negeri. Di Jakarta, tiga poros PKI, TNI, dan Soekarno semakin kuat memberikan pengaruh
satu sama lain. Posisi PKI semakin kuat sebagai pendukung politik Soekarno, di sisi lain
menggiatkan upaya di akar rumput. Salah satunya mengusulkan “Angkatan Kelima” dengan
mempersenjatai buruh tani sebagai bentuk bantuan atas panggilan revolusi Soekarno. Hal ini
menimbulkan ketidaksenangan di kalangan TNI, yang menganggap PKI sudah melampaui
batas partai politik biasa. Muncul informasi yang menyatakan bahwa antara PKI atau TNI
sedang mempersiapkan kudeta pemerintahan karena ketidaksenangan tersebut.

30 September 1965 malam, sebuah aksi yang diduga dilakukan oleh PKI menewaskan
tujuh perwira tinggi TNI di Jakarta. Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto
selaku Men/PangAD untuk mengembalikan keamanan dan wibawa pemerintah setelah
kekacauan yang terjadi melalui Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar). Terjadi
dualisme kepemimpinan pada masa ini, karena roda pemerintahan sekarang dijalankan
Soeharto. Meski begitu, Soekarno menyampaikan Pel Nawaksara pada Sidang MPRS 10
Januari 1967, namun dianggap tidak cukup untuk mempertanggungjawabkan peristiwa yang
telah terjadi dalam hampir dua tahun ini.

Kamis, 20 Februari 1967 Presiden Soekarno memindahkan kekuasaan pada pengemban Tap
MPRS No. IX/MPRS/1966 yaitu Soeharto. Dengan ini masa demokrasi terpimpin kemudian
berakhir, dan dipimpin oleh Soeharto Indonesia memasuki masa Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai