Anda di halaman 1dari 19

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menyajikan mengenai hasil penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti
dan memberi gambaran terhadap faktor faktor yang mempengaruhi hemoroid pada pasien
bedah umum dengan menggunakan uji tabel silang kai kuadrat dari variabel independen
dan dependen yang telah ditentukan dengan uji chi-square yang dilihat dari hasil p value,
penelitian yang dilakukan peneliti di RS Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto
Jakarta Timur. Dengan sampel sebanyak 36 orang.

5.1 Analisa Univariat


Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel yang
diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah riwayat keluarga . Hasil analisa univariat
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Riwayat Keluarga di RS Bhayangkara Tingkat
I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur (n=36)
Riwayat Keluarga Jumlah Persentasi
Ada Riwayat 27 75%
Tidak ada Riwayat 9 25%
Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 5.1.1 menunjukan hasil penelitian dari 36 responden


dapat diketahui bahwa klien dengan riwayat keluarga hemoroid
sebanyak 27 orang(75%) dan klien tidak memiliki riwayat keluarga
dengan hemoroid sebanyak 9 orang (25%).

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Konstipasi di RS Bhayangkara Tingkat I.


Raden Said Sukanto Jakarta Timur (n=36)
Konstipasi Jumlah Persentasi
Konstipasi 19 52,8 %
Tidak Konstipasi 17 47,2%
Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 5.1.2 menunjukan hasil penelitian dari 36 responden


dapat diketahui bahwa klien yang mengalami konstipasi sebanyak 19
orang ( 52,8%) dank lien yang tidak mengalami konstipasi sebanyak 17
orang (47,2%).

1
2

Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Posisi Defekasi di RS Bhayangkara Tingkat I.


Raden Said Sukanto Jakarta Timur (n=36)
Posisi Defekasi Jumlah Persentasi
Duduk 4 11,1%
Jongkok 32 88,9%
Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 5.1.3 menunjukan hasil penelitian dari 36 responden


dapat diketahui bahwa klien yang posisi defekasi duduk sebanyak 4
orang (11,1%) dank lien dengan posisi defekasi jongkok sebanyak 32
orang (88,9%).

Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi Lama Defekasi di RS Bhayangkara Tingkat I.


Raden Said Sukanto Jakarta Timur (n=36)
Lama Defekasi Jumlah Persentasi
≤ 15 menit 22 61,1%
>15 menit 14 38,9%
Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 5.1.4 menunjukan hasil penelitian dari 36 responden


diketahui bahwa klien dengan lama defekasi ≤15 menit sebanyak 22
orang (61,1%) dank lien dengan lama defekasi >15 menit sebanyak 14
orang (38,9%).

Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi Derajat Hemoroid di RS Bhayangkara Tingkat


I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur (n=36)
Derajat Hemoroid Jumlah Persentasi
Grade 1 10 27,8%
Grade 2 12 33,3%
Grade 3 9 25,0%
Grade 4 5 23,9%
Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 5.1.4 menunjukan hasil penelitian dari 36 responden


diketahui bahwa klien dengan hemoroid derajat 1 sebanyak 10 orang
(272,8%), klien dengan derajat hemoroid grade 2 sebanyak 12 orang
(33,3%), klien dengan hemoroid derajat 3 sebanyak 9 orang (25%) dank
lien dengan hemoroid drajat 4 sebanyak 5 orang (13,9%).

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


3

5.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Perhitungan analisis
bivariat dari kedua variabel ini menggunakan cara perhitungan rumus chi square
untuk menganalisis kedua variabel yaitu variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen meliputi riwayat keluarga,konstipasi, posisi
defekasi dan lama defekasi sedangkan variabel dependen yaitu kejadian hemoroid.

Tabel 5.2.1 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hemoroid di RS


Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur
(n=36)

Riwayat P
Derajat Hemoroid Total
Keluarga value

Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Total

N % N % N % N % N %
Ada
6 60% 9 75% 8 29,6% 4 88,9% 27 75% 0,522
Riwayat
Tidak
Ada 4 40% 3 25% 1 11,1% 1 20% 9 25%
Riwayat
Total 10 27,8% 12 33,3% 9 25% 5 13,9% 36 100%

Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukan hasil analisis hubungan riwayat keluarga


dengan derajat hemoroid diperoleh bahwa responden yang menyatakan memiliki
riwayat hemoroid menyatakan hemoroid grade 1 sebanyak 6 orang (60%),
hemoroid grade 2 sebanyak 9 orang (75%), hemoroid grade 3 sebanyak 8 orang
(29,6%) dan hemoroid grade 4 sebanyak 4 orang (88,9%). Sedangkan yang tidak
memiliki riwayat keluarga hemoroid memiliki hemoroid grade 1 sebanyak 4 orang

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


4

(40%), hemoroid grade 2 sebanyak 3 orang (25%), hemoroid grade 3 sebanyak 1


orang (11,1%) dan hemoroid grade 4 sebanyak 1 orang (20%). Hasil analisis
diperoleh nilai p = 0,552 ini menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara riwayat keluarga dengan kejadian hemoroid(p value < 0,005).

Tabel 5.2.2 Hubungan Konstipasi dengan Kejadian Hemoroid di RS


Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur
(n=36)

P
Konstipasi Derajat Hemoroid Total
value

Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Total

N % N % N % N % N %

Konstipasi 6 60% 5 41,7% 6 66,7% 2 40% 19 52,8% 0,605

Tidak
4 40% 7 58,3% 3 33,3% 3 60% 17 47,2%
konstipasi
Total 10 27,8% 12 33,3% 9 25% 5 13,9% 36 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukan hasil analisis hubungan konstipasi dengan

derajat hemoroid diperoleh bahwa responden yang menyatakan konstipasi memiliki

hemoroid grade 1 sebanyak 6 orang (60%), hemoroid grade 2 sebanyak 5 orang

(41,7%), hemoroid grade 3 sebanyak 6 orang (66,7%) dan hemoroid grade 4

sebanyak 2 orang (40%). Sedangkan yang tidak mengalami konstipasi memiliki

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


5

hemoroid grade 1 sebanyak 4 orang (40%), hemoroid grade 2 sebanyak 7 orang

(58,3%), hemoroid grade 3 sebanyak 3 orang (33,3%) dan hemoroid grade 4

sebanyak 3 orang (60%). Hasil analisis diperoleh nilai p = 0,605 ini menunjukan

tidak adanya hubungan yang bermakna antara konstipasi dengan kejadian

hemoroid(p value < 0,005).

Tabel 5.2.3 Hubungan Posisi Defekasi dengan Kejadian Hemoroid di RS


Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur
(n=36)

Posisi P
Derajat Hemoroid Total
Defekasi value

Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Total

N % N % N % N % N %

Jongkok 9 90% 10 83,3% 8 88,9% 5 100% 32 88,9% 0,677

Duduk 1 10% 2 16,7% 1 11,1% 0 0% 4 11,1%

Total 10 27,8% 12 33,3% 9 25% 5 13,9% 36 100%

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


6

Berdasarkan tabel 5.2.3 menunjukan hasil analisis hubungan posisi defekasi

dengan derajat hemoroid diperoleh bahwa responden yang menyatakan posisi

defekasi jongkok memiliki hemoroid grade 1 sebanyak 9 orang (90%), hemoroid

grade 2 sebanyak 10 orang (83,3%), hemoroid grade 3 sebanyak 8 orang (88,9%)

dan hemoroid grade 4 sebanyak 4 orang (100%). Sedangkan posisi defekasi duduk

memiliki hemoroid grade 1 sebanyak 1 orang (27,8%), hemoroid grade 2 sebanyak

2 orang (16,7%), hemoroid grade 3 sebanyak 1 orang (11,1%) dan hemoroid grade

4 tidak ada (0%). Hasil analisis diperoleh nilai p = 0,677 ini menunjukan tidak

adanya hubungan yang bermakna antara posisi defekasi dengan kejadian

hemoroid(p value < 0,005).

Tabel 5.2.1 Hubungan Lama Defekasi dengan Kejadian Hemoroid di RS


Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur
(n=36)

Lama P
Derajat Hemoroid Total
Defekasi value

Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Total

N % N % N % N % N %
≤ 15
5 50% 2 16,7% 4 44,4% 3 60% 14 38,9% 0,227
menit
>15
5 50% 10 83,3% 5 55,6% 2 40% 22 61,1%
menit
Total 10 27,8% 12 33,3% 9 25% 5 13,9% 36 100%

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


7

Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukan hasil analisis hubungan lama defekasi dengan

derajat hemoroid diperoleh bahwa responden yang menyatakan lama defekasi ≤ 15

menit menyatakan hemoroid grade 1 sebanyak 5 orang (50%), hemoroid grade 2

sebanyak 2 orang (16,7%), hemoroid grade 3 sebanyak 4 orang (44,4%) dan

hemoroid grade 4 sebanyak 3 orang (60%). Sedangkan yang tidak memiliki

riwayat keluarga hemoroid memiliki hemoroid grade 1 sebanyak 5 orang (50%),

hemoroid grade 2 sebanyak 10 orang (83,3%), hemoroid grade 3 sebanyak 9 orang

(25%) dan hemoroid grade 4 sebanyak 2 orang (40%). Hasil analisis diperoleh

nilai p = 0,227 ini menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama

defekasi dengan kejadian hemoroid(p value < 0,005).

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat tentang hubungan riwayat keluarga, konstipasi, posisi defekasi dan lama defekasi

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


8

dengan kejadian hemoroid pada pasien poli bedah umum RS Bhayangkara Tingkat I.
Raden Said Sukanto Jakarta Timur. Dalam pembahasan ini yang dilakukan adalah
membandingkan hasil penelitian dan konsep teoritis termasuk penelitian-penelitian
sebelumnya.

6.1 Analisa Univariat

6.1.1 Faktor Riwayat Keluarga

Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden terdapat 32 (75%) klien


memiliki riwayat keluarga hemoroid.

Penelitian tersebut didukung oleh teori Smith (2012) Ada pun dalam kasus
hemorrhoid dimana yang diturunkan adalah adanya kelemahan dinding vena di
daerah anorektal yang didapat sejak lahir akan memudahkan terjadinya
hemorrhoid. Burnside (2009) Riwayat keluarga memiliki hubungan dengan
kejadian hemoroid diduga oleh karena adanya kemiripan pada pola diet maupun
gaya hidup dalam keluarga ataupun karena faktor genetik

Penelitian yang terkait dengan hasil diatas ialah penelitian yang dilakukan oleh
Tevan (2016) dengan judul “Hubungan Riwayat Keluarga, Konstipasi, Posisi
Defekasi, Dan Lama Defekasi Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Poli
Bedah Umum Rsud Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya” hasil penelitian dari
56 sampel, responden yang memiliki riwayat keluarga hemoroid sebesar 37
orang (62,13%)

Penelitian yang dilakukan oleh Windu (2015) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Rsud Dr Soedarso
Pontianak” menunjukan bahwa sebanyak 82,5% responden berusia memiliki
riwayat keluarga hemoroid.

Peneliti berpendapat bahwa riwayat keluarga memiliki kemungkinan yang besar


dalam terjadinya suatu penyakit, hal ini dikarenakan pola hidup yang cenderung
memiliki kemiripan satu dengan yang lain.

6.1.2 Faktor Konstipasi

Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden terdapat 19 (58,2%) klien


memiliki konstipasi.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


9

Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi buang air besar (BAB) yang kurang

dari 3 kali serminggu dengan feses yang keras dan kecil-kecil serta disertai

dengan kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar.Serat mampu mengatasi

konstipasi karena serat di metabolism oleh bakteri yang berada dan melalui

saluran cerna. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya

volume feses, melunakkan konsistensi feses, memperpendek waktu transit

diusus (Kusharto.2006).

Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan yang lama. Hal

ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani terjadi berulang kali, dan

semakin lama penderita mengejan maka akan membuat peregangannya

bertambah buruk bahkan menyebabkan hemoroid. (Muthmainnah,2013)

Penelitian yang terkait dengan hasil diatas ialah penelitian yang dilakukan oleh
Tevan (2016) dengan judul “Hubungan Riwayat Keluarga, Konstipasi, Posisi
Defekasi, Dan Lama Defekasi Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Poli
Bedah Umum Rsud Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya” hasil penelitian dari
56 sampel, responden yang memiliki konstipasi sebesar 41 orang (87,27%)

Penelitian yang dilakukan oleh Windu (2015) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Rsud Dr Soedarso
Pontianak” menunjukan bahwa sebanyak 95,7% responden berusia mengalami
konstipasi

Penelii berpendapat konstipasi dapat memperberat kejadian hemoroid, karena


jika seseorang mengalami kostipasi, saaf proses defekasi, klien akan mengejan
bahkan memungkinkan mengejan terlalu keras yang dapat menyebabkan
keluarnya pembuluh darah dari rectum akibat pembengkakan, yang biasa disebut
hemoroid.

6.1.3 Posisi Defekasi


Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden terdapat 32 (88,9%) klien
defekasi jongkok

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


10

Posisi dan perilaku saat buang air besar tergantung dari masing-masing

kebudayaan yang berlaku atau kebiasaan masing-masing orang. Pada beberapa

daerah seperti Asia Timur, pedesaan Timur Tengah, dan beberapa daerah di

Eropa Selatan terbiasa melakukannya dengan posisi jongkok. Sementara di

kebanyakan dunia Barat dengan posisi duduk. Pada beberapa kebudayaan,

setelah membuang air besar, bagian anus dan bokong dibersihkan dengan kertas

toilet atau kertas tisu, dan mungkin bahan lainnya seperti dedaunan. Ada pula

yang membersihkannya dengan basuhan air. (pearce 2002)

Dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam posisi

tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena di daerah

rektum dan anus. Berbeda halnya pada penggunaan jamban jongkok. Posisi

jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak

langsung dapat mencegah terjadinya hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan pada

posisi jongkok, valvula ilicaecal yang terle tak antara usus kecil dan caecum

dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk

mengeluarkan feses. (Dianawuri, 2009)

Penelitian yang dilakukan oleh Windu (2015) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Rsud Dr Soedarso
Pontianak” menunjukan bahwa sebanyak 54% responden posisi defekasi
jongkok

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tevan (2016) dengan judul


“Hubungan Riwayat Keluarga, Konstipasi, Posisi Defekasi, Dan Lama Defekasi
Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Poli Bedah Umum Rsud Dr.
Mohamad Soewandhie Surabaya” hasil penelitian dari 56 sampel, responden
yang posisi defekasi duduk sebanyak 32 orang (72,7%%)

Peneliti berpendapat dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus
tidak dalam posisi tegak, sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada
vena di daerah rektum dan anus, hal ini dipertegas dengan penelitian terdahulu

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


11

yang dilakukan oleh Bifirda Ulima (2012) yang menyatakan bahwa posisi BAB
duduk merupakan faktor risiko untuk terjadi hemoroid. Besarnya faktor ini
terhadap kejadian hemoroid dengan besar 0,33%. Hal tersebut dimungkinkan
ketika terlalu banyak tekanan (duduk) akan menimbulkan desakan yang hebat
didaerah anus sehingga vena didalamnya lama kelaman akan mengalami
pembesaran.

6.1.4 Lama Defekasi

Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden terdapat 22 (61,1%) klien


memiliki durai defekasi ≤15 m3nit.

Teori Gregory Thorkelson, MD, psikiatris di departemen gastroenterologi,

hepatologi, dan nutrisi di University of Pittsburgh mengatakan bahwa buang air

besar seharusnya tak boleh lebih dari 15 menit. Seseorang hanya perlu pergi

buang air besar jika memang sudah terasa keluar.

Penelitian yang dilakukan oleh Windu (2015) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Rsud Dr Soedarso
Pontianak” menunjukan bahwa sebanyak 72% responden memiliki durasi
defekasi kurang dari 15 menit

Penelitian yang dilakukan Tevan (2016) dengan judul “Hubungan Riwayat


Keluarga, Konstipasi, Posisi Defekasi, Dan Lama Defekasi Dengan Kejadian
Hemoroid Pada Pasien Di Poli Bedah Umum Rsud Dr. Mohamad Soewandhie
Surabaya” hasil penelitian dari 56 sampel, responden yang durasi defekasi
kurang dari 15 menit sebanyak 44 orang (83,1%%).

Peneliti berpendapat penyebab seseorang memiliki durasi yang lebih lama saat

defekasi dikarenakan kurangnya asupan serat yang cukup, sehingga

menyebabkan sulitnya proses defekasi tersebut, Frekuensi buang air besar salah

satunya dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Dan, tentunya kebiasaan makan

setiap orang pasti berbeda. Orang yang terbiasa mengonsumsi makanan berserat

tentu mempunyai pergerakan usus yang lebih baik sehingga buang air besarnya

akan lebih lancar setiap hari.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


12

6.1.5 Hemoroid
Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden terdapat 22 (33,3%) klien
dengan hemoroid grade 2.

Hemorrhoid atau wasir adalah dilatasi varikosus vena dari pleksus hemorrhoidal
inferior atau superior, akibat dari peningkatan tekanan vena yang
persisten(Dorlan,2006) Keadaan ini merupakan masalah yang sangat umum
terjadi dan telah dilaporkan dari ratusan tahun yang lalu. Survey di negara barat
menyebutkan bahwa setengah dari populasi berumur diatas 40 tahun menderita
penyakit ini dengan insidensi tertinggi antara 45 sampai 65 tahun dan ditemukan
seimbang antara pria dan wanita. Penyakit ini bisa disertai gejala mulai dari
ringan hingga berat. Walaupun penyakit ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat
menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman dan diperlukan tindakan.
(Welson,2007)

Hemorrhoid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
vena hemoroidalis. Beberapa faktor risiko telah diajukan adalah faktor kerusakan
dari tonus sphincter atau defisiensi sphincter ani, hereditas, obstruksi vena,
kebiasaan defekasi dan akibat langsung prolaps dari lapisan pembuluh darah.
Yang mengakibatkan obstruksi vena yaitu kehamilan, asites, tumor pelvis,
sirosis hepatis dan hemorrhoid dengan akibat langsung prolaps dari lapisan
pembuluh darah dapat terjadi karena factor endokrin, umur, kehamilan,
konstipasi dan juga tegangan yang lama saat defekasi. (Goliger,2009)

Penelitian yang dilakukan oleh Windu (2015) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien Di Rsud Dr Soedarso
Pontianak” menunjukan bahwa sebanyak 34% responden mengalami hemoroid
grade 2

Penelitian yang dilakukan Tevan (2016) dengan judul “Hubungan Riwayat


Keluarga, Konstipasi, Posisi Defekasi, Dan Lama Defekasi Dengan Kejadian
Hemoroid Pada Pasien Di Poli Bedah Umum Rsud Dr. Mohamad Soewandhie
Surabaya” hasil penelitian dari 56 sampel, responden yang memiliki hemoroid
grade 2 sebanyak 21 orang (28,17%)

6.2 Analisa Bivariat

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


13

6.2.1 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hemoroid

Hasil penelitian menyatakan 9 orang (75%) Yang mengalami hemoroid grade 2


memiliki riwayat keluarga hemoroid dengan nilai p value=0,522 yang artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dengan kejadian
hemoroid

Riwayat penyakit keluarga adalah riwayat medis dimasa lalu dari anggota
keluarga yang mempunyai hubungan darah, hal-hal yang relevan untuk riwayat
penyakit pasien dimasa lalu, releven pula untuk riwayat penyakit keluarga. Data-
data yang memberikan pandangan tentang penyakit pasien sekarang dan factor
risiko. Riwayat penyakit keluarga juga penting karena persamaan factor-faktor
fisik yang dimilik pasien dan keluarganya.

Penelitian yang dilakukan Tevan (2016) dengan judul “Hubungan Riwayat


Keluarga, Konstipasi, Posisi Defekasi, Dan Lama Defekasi Dengan Kejadian
Hemoroid Pada Pasien Di Poli Bedah Umum Rsud Dr. Mohamad Soewandhie
Surabaya” hasil penelitian dari 56 sampel, responden yang memiliki hemoroid
grade 2 sebanyak 21 orang (28,17%)

Penelitian yag dilakukan Windu (2015) diperoleh p value sebesar = 0,029 (p <
0,05) yang artinya Ho ditolak (Ha diterima), jadi dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hemoroid
pada pasien di RSUD Dr Soedarso Pontianak.

Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan


Muthamainah, (2012) di RSUP Dr.M. Djamil Padang, bahwa hasil penelitiannya
menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga
dengn kejadian hemoroid OR = 1 dengan Interval (CI) 95% = 0,759-9,368,
artinya riwayat hemoroid dalam keluarga bukan merupakan factor risiko.

Peneliti berpendapat Meskipun hubungan antara riwayat penyakit keluarga


dimasa lalu tidak memiliki hubungan yang relevan dengan kejadian hemoroid,
namun tidak dapat di pungkiri kebiasaan yang di lakukan oleh anggota keluarga
memiliki peranan yang sangat berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya
yang tinggal serumah terhadap kejadian hemoroid, seperti kebiasaan pola makan
rendah yang serat, kebiasaan mengkonsumsi makanan berminyak dan kebiasaan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


14

mengkonsusmsi makanan siap saji (sea food) yang merupakan faktor risko
terjadinya hemoroid.

6.2.2 Hubungan Konstipasi dengan Kejadian Hemoroid

Hasil penelitian menyatakan 7 orang (58,3%) Yang mengalami hemoroid grade


2 tidak mengalami konstipasi nilai p value=0,602 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara konstipasi dengan kejadian hemoroid.

Konstipasi adalah kesulitan atau hambatan pengeluaran tinja melalui kolon


(rectum), biasanya disertai kesulitan saat defikasi (buang air besar). Padan
keadaan normal, dalam 24 jam kolon harus dikosongkan secara teratur untuk
mengosongkan sisi makanan yang telah membusuk dan bakteri berikut zat-zat
lain yang tidak di perlukan tubuh. Selama 24 jam tersebut, ada yang melakukan
defikasi 1-3 kali.

Dikatakan konstipasi jika defikasinya jarang dan konsistensi tinjanya keras serta
sulit, keadaan konstipasi bias memicu berbagai masalah kesehatan lainnya
seperti hemoroid. Konstipasi dapat diatasi dengan meningkatkan konsumsi
cairan dan serat. (Ramayulis,2013)

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Windu (2015)
perhitungan uji statistik Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p value
sebesar = 0,043 (p < 0,05) yang artinya Ho ditolak (Ha diterima), jadi dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat konstipasi
dengan kejadian hemoroid pada pasien di RSUD Dr Soedarso Pontianak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Irawati (2009) di
Klinik Bedah RS Bhakti Wira Tamtama Kota Semarang, bahwa hasil
penelitiannya mengatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
konstipasi dengan kejadian hemoroid. (p value= 0,122).

Peneliti berpendapat konstipasi bukan salah satu faktor hemoroid berdasarkan


penelitian ini, karena hasil temuan dilapangan responden yang memiliki
hemoroid, tidak mengalami konstipasi. Dikarenakan pola makan yang cukup
baik dari responden.

6.2.3 Hubungan posisi defekasi dengan Kejadian Hemoroid

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


15

Hasil penelitian menyatakan 10 orang (83,3%) Yang mengalami hemoroid grade


2 tidak posisi defekasi jongkok nilai p value=0,677 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara posisi defekasi dengan kejadian hemoroid.

Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insiden hemoroid.dengan


pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam posisi tegak.
Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena didaerah rectum
dan anus. Berbeda halnya dengan penggunaan jamban jongkok, posisi jongkok
saat defikasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung
dapat mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi
jongkok valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat
menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk
mengeluarkan feces. (Mayasari,2013)

Hasil penelitian ini di dukung dengan hasi penelitian Windu (2015) dengan hasil
p value sebesar = 0,639 (p > 0,05) yang artinya Ho diterima (Ha ditolak), jadi
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara posisi saat
buang air besar dengan kejadian hemoroid pada pasien di RSUD Dr Soedarso
Pontianak.

Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tiza (2017) di RS. Dr.
Kariadi Semarang, bahwa hasil penelitiannya mengatakan tidak ada hubungan
yang signifikan antara posisi saat buang air besar dengan kejadian hemoroid
dengan nilai p value = 0,359

Peneliti berpendapat, posisi saat defeksi tidak berpengaruh besar dengan


kejadian hemoroid, karena posisi defekasi dipengaruhi juga oleh budaya dan
kebiasaan suatu daerah, jika klien mengkonsumsi makanan yang cukup akan
kandungan serat, posisi defekasi jongkok atau duduk pun tidak akan menjadi
masalah yang serius dari masalah hemoroid.

6.2.4 Hubungan lama defekasi dengan Kejadian Hemoroid

Hasil penelitian menyatakan 10 orang (83,3%) Yang mengalami hemoroid grade


2 tidak lama defekasi >15 menit nilai p value=0,227 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara posisi defekasi dengan kejadian hemoroid.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


16

Teori yang mendukung menurut Cameron (2007) menyatakan bahwa tekanan


yang terus menerus dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus
hemorrhoidalis sehingga menyebabkan hemoroid terutama pada usia lanjut
terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh dimana otot sphincter menjadi
tipis dan atonis sehingga berisiko terjadi hemoroid. Kurang aktifitas fisik
berpengaruh terhadap kejadian hemoroid sebesar 0,33%.

Teori yang mendukung menurut Sjamshuhidajat & jong (2014) menyatakan


bahwa kurang aktifitas mempengaruhi adanya kelemahan dinding vena di daerah
anorektal sehingga akan memudahkan terjadinya hemoroid. kurangnya aktifitas
menyababkan kerasnya feses karena tidak ada mobilisasi daerah abdomen
kekakuan pada otot-otot pada vena di daerah rektum dan anus sehingga jika
terjadi mengejan dapat memperburuk vena yang kaku sehingga terjadi hemoroid,
hal tersebut bisa dikarenakan lansia yang sering duduk terlalu lama dan jarang
olahraga ringan, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Oky
Sutarto Putra (2013) yang menyatakan bahwa duduk terlalu lama mengakibatkan
terjadinya hemoroid.

Penyakit wasir yang dikenal juga sebagai hemoroid ini biasanya ditandai dengan
rasa gatal dan panas dianus disertai kesulitan buang air besar. Hal ini disebabkan
oleh pelebaran atau pembesaran pembuluh vena didaerah poros usus atau
disekitar dubur akibat tekanan yang terus-menerus karena duduk yang terlalu
lama. Terlalu lama duduk lebih dari dua jam merupakan faktor risiko terjadinya
masalah hemoroid, hal ini dapat meningkatkan tekanan intra abdominal.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Windu (2015)
diperoleh p value sebesar = 0,046 (p < 0,05) yang artinya Ho ditolak (Ha
diterima), jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lama defekasi dengan kejadian hemoroid pada pasien di RSUD Dr Soedarso
Pontianak

Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Haris (2010) yang memperoleh
nilai p value = 0,327 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
lama defekasi dengan kejadian hemoroid.

Peneliti berpendapat, bahwa lamanya seseorang defekasi dapat dipengaruhi


dengan kurangnya makanan berserat untuk memperlancar proses defekasi.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


17

Sehingga perlu bagi klien untuk memperhatikan pola makan dan untuk
memperhatikan kandungan serat yang harus di konsumsi.

BAB VII
PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang berjudul Hubungan Riwayat
Keluarga, Konstipasi, Posisi defekasi dan lama defekasi dengan kejadian hemoroid pada
pasien poli bedah umum RS Bhayangkara Tingkat I. Raden Said Sukanto Jakarta Timur.

7.1 Kesimpulan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


18

Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu dengan toddler di Puskesmas Kecamatan
Cipayung, memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
7.1.1. Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden lebih banyak responden dengan
riwayat keluarga hemoroid sebanyak 32 (75%)

7.1.2. Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden lebih banyak responden dengan
konstipasi sebanyak 19 (58,2%)

7.1.3. Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden lebih banyak responden dengan
posisi defekasi jongkok sebanyak 32 (88,9%)

7.1.4. Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden lebih banyak responden dengan
lama defekasi > 15 menit sebanyak 22 (61,1%)

7.1.5. Hasil penelitian menunjukan dari 36 responden lebih banyak responden dengan
hemoroid sebanyak 22 (33,3%)

7.1.6. Hasil penelitian menyatakan 9 orang (75%) Yang mengalami hemoroid grade 2
memiliki riwayat keluarga hemoroid dengan nilai p value=0,522 yang artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dengan kejadian
hemoroid

7.1.7. Hasil penelitian menyatakan 7 orang (58,3%) Yang mengalami hemoroid grade
2 tidak mengalami konstipasi nilai p value=0,602 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara konstipasi dengan kejadian hemoroid

7.1.8. Hasil penelitian menyatakan 10 orang (83,3%) Yang mengalami hemoroid


grade 2 tidak posisi defekasi jongkok nilai p value=0,677 yang artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara posisi defekasi dengan kejadian hemoroid

7.1.9. Hasil penelitian menyatakan 10 orang (83,3%) Yang mengalami hemoroid


grade 2 tidak lama defekasi >15 menit nilai p value=0,227 yang artinya tidak
ada hubungan yang signifikan antara posisi defekasi dengan kejadian hemoroid.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Rumah Sakit


Diharapkan RS dapat memfasilitasi tenaga kesehatan dapat memberikan
informasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang hemoroid melalui
penyuluhan penyuluhan kesehatan.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


19

7.2.2 Bagi Profesi Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat sebagai pengembangan pengetahuan ilmu

keperawatan medical bedah tentang gambaran faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian hemorrhoid.

7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan peneliti selanjutnya mampu menggambarkan keseluruhan variabel
dilihat dari aspek biologis, psikologis, sosial, serta kultural yang dapat
mempengaruhi hemoroid dengan metode yang berbeda misalnya dengan
metode kualitatif melalui indepth interview dengan faktor-faktor yang lebih
kompleks.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai