Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN RESEARCH GROUP

NAMA RISET GRUP : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN


TAHUN ANGGARAN 2019

Judul:
DETERMINAN KEBAHAGIAAN PADA ANAK

Diusulkan Oleh

Dr. Rita Eka Izzaty, S.Psi., M.Si./NIP. 19730210 199802 2 001


Dra. Yulia Ayriza, M.Si., Ph.D./NIP. 19590703 198702 2 003
Nadia Miranti Kusumasari/NIM. 16112144023
Feplita Agustin Kusrianingtyas/NIM. 16112141049

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2019
PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya
laporan akhir penelitian ini dapat selesai sebagaimana mestinya. Tak lupa peneliti
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap Rektor Universtas
Negeri Yogyakarta, atas kesempatan dan dukungannya, kepada Ketua LPPM
Universitas Negeri Yogyakarta atas bimbingannya. Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas segala dukungan yang diberikan.
Tak lupa peneliti ucapkan kepada anggota dan tim pendukung penelitian, tempat
penyelenggaraan penelitian serta seluruh partisipan penelitian. Peneliti menyadari
masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan masukan
membangun demi perbaikan terhadap penelitian ini.

Yogyakarta, 30 Juli 2019


Peneliti

ii
ABSTRAK

Bertitik tolak dari pentingnya kebahagiaan bagi anak-anak sebagai indikator


kualitas kehidupan, dan masih minimnya kajian terkait kebahagiaan pada anak di
Indonesia, maka penelitian ini dilakukan dua fase dengan tujuan yang berbeda
namun berkelanjutan. Fase pertama yang sudah dilaksanakan tahun lalu yaitu
mengeksplorasi tentang arti, situasi, dan orang-orang yang menimbulkan perasaan
bahagia pada anak, dan fase kedua ini bertujuan untuk melakukan uji konstruk dari
konsep yang telah ditemukan tahun pertama sehingga menemukan determinan dari
kebahagiaan anak. Secara garis besar, rancangan 2 fase penelitian ini menggunakan
rancangan mixed method, yaitu metode campuran sekuensial eksploratori.
Rancangan ini dibagi menjadi dua fase, pertama fase kualitatif untuk menemukan
konsep awal dan fase kedua berupa rancangan kuantitatif untuk pengembangan alat
ukur berdasarkan hasil penelitian tahun pertama dalam bentuk pernyataan dengan
forced-choice option. Penelitian ini melibatkan 88 siswa Taman Kanak-kanak (TK)
serta 77 siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah dasar (SD). Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) Pada siswa TK, makna
kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat bahagia tersusun atas delapan
faktor yakni melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi orang lain dan mendapatkan
sesuatu, melakukan aktivitas yang menyenangkan, berinteraksi dengan hal di
sekitarnya, mendapatkan perhatian di hari istimewa, mendapatkan penghargaan
(atas prestasi), hal yang menyenangkan, berkumpul dengan keluarga, dan
menggambar; sedangkan pihak yang membuat bahagia tersusun atas tiga faktor
yakni keluarga inti dan tuhan, lingkungan terdekat anak, dan bukan keluarga inti;
dan (2) Pada siswa SD, makna kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat
bahagia tersusun atas delapan faktor yakni menerima sesuatu di hari raya
keagamaan dalam kumpulan keluarga, berada di rumah, bermain, melakukan
aktivitas seni, melakukan aktivitas menyenangkan, adanya interaksi sosial,
melakukan aktivitas fisik, dan adanya afiliasi di dalam dan di luar rumah serta
melakukan aktivitas keagamaan tidak wajib; sedangkan makna kebahagiaan yang
ditinjau dari pihak yang membuat bahagia tersusun atas satu faktor yakni keluarga
dan bukan keluarga.

Kata kunci : situasi dan pihak yang membuat bahagia, anak usia dini, anak sekolah dasar

iv
Determinants of Happiness for Children
Abstract

Based on the importance of happiness for children as an indicator of quality of


life, and the lack of studies related to happiness for children in Indonesia, this
research was conducted in two phases with different but sustainable goals. The
first phase that was carried out last year was to explore the meaning, situation,
and people who cause feelings of happiness for children, and the second phase
aims to conduct a construct test of the concept that had been discovered in the
first year so as to find out the determinants of children's happiness. As a whole,
this two phase study used a mixed method design, which is a exploratory
sequential mixture method. This design was divided into two phases, the first is
a qualitative phase to find out the initial concept, and the second phase is a
quantitative design to find out the determinants of children’s happiness by testing
the construct of the concept found in previous year. This study involved 88
kindergarten students, also 77 Madrasah Ibtidaiysh (MI) and elementary school
students. The conclusions of this study were: (1) For kindergarten students, the
meaning of happiness in terms of situation that make children happy was
composed of eight factors, namely, doing activities that benefit others and
getting things, doing fun activities, interact with things in surrounding, getting
attention on special days, getting awards (for achievements), fun things,
gathering with family, and drawing; while the meaning of happiness in terms of
those who make them happy was composed of three factors, namely, the nuclear
family and God, the closest environment of the children, and non nuclear family;
and (2) For early elementary school students, the meaning of happiness in terms
of situations that make children happy was composed by eight factors, namely,
receiving something on religious holidays during family gathering, being at
home, playing, doing artistic activities, doing fun activities, being involved in
social activities, doing physical activities, being affiliated inside and outside
their homes, and performing religious activities; while the meaning of happiness
in terms of people who make them happy was made up of one factor, namely,
family and non-family.

Keywords: the meaning of happiness, determinant, children


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................... i


Kata Pengantar............................................................................................... ii
Halaman Pengesahan .................................................................................... iii
Abstrak......................................................................................................... iv
Daftar Isi ....................................................................................................... v
Daftar Tabel.................................................................................................. vi

BAB I. Pendahuluan..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
B. Tujuan Penelitian..................................................................... 3

BAB II. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 4


A. Kesejahteraan Psikologis......................................................... 4
B. Kajian Anak............................................................................. 6
C. Kesejahteraan Psikologis pada Anak....................................... 6
D. Hasil Penelitian Tahun Pertama............................................... 7

BAB III. Metode Penelitian .......................................................................... 29


A. Rancangan dan Pendekatan penelitian .................................... 29
B. Subjek Penelitian .................................................................... 29
C. Lokasi Penelitian..................................................................... 29
D. Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 29
E. Metode Analisis Data ............................................................. 32

BAB IV. Hasil dan Pembahasan 33


A. Analisis Faktor Eksploratori pada Sampel Siswa TK............... 33
B. Analisis Faktor Eksploratori pada Sampel Siswa SD............... 46

BAB V. Kesimpulan dan Saran..................................................................... 54


A. Kesimpulan............................................................................... 54
B. Saran.......................................................................................... 54

Daftar Pustaka............................................................................................... 56
Lampiran ...................................................................................................... 70

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Arti Bahagia................................................................................... 8


Tabel 2. Situasi yang Membuat Bahagia..................................................... 9
Tabel 3. Pihak yang Membuat Bahagia...................................................... 10
Tabel 4. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Makna 19
Kebahagiaan..................................................................................
Tabel 5. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Situasi yang 20
Menimbulkan Kebahagiaan.........................................................
Tabel 6. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Orang-orang yang 21
Menimbulkan Kebahagiaan.........................................................
Tabel 7. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari Situasi 30
yang Membuat Bahagia Siswa TK...............................................
Tabel 8. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari Pihak 31
yang Membuat Bahagia Siswa TK...............................................
Tabel 9. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari Situasi 31
yang Membuat Bahagia Siswa SD...............................................
Tabel 10. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari Pihak 32
yang Membuat Bahagia Siswa SD...............................................
Tabel 11. KMO and Bartlett's Test pada sampel siswa TK.......................... 34
Tabel 12. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna 35
Kebahagiaan ditinjau dari Situasi yang Membuat Bahagia Siswa
TK.................................................................................................
Tabel 13. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna 36
Kebahagiaan ditinjau dari Pihak yang Membuat Bahagia Siswa
TK.................................................................................................
Tabel 14. KMO and Bartlett's Test pada sampel siswa SD........................... 46
Tabel 15. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna 47
Kebahagiaan ditinjau dari Situasi yang Membuat Bahagia Siswa
SD.................................................................................................
Tabel 16. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna 48
Kebahagiaan ditinjau dari Pihak yang Membuat Bahagia Siswa
SD.................................................................................................

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kebahagiaan hampir merupakan tujuan sebagian besar orang dalam
hidupnya (Diener, Oishi, & Lucas, 2003), tidak terkecuali latar belakang demografi
orang yang meliputi suku bangsa, pekerjaan, tingkat ekonomi, dan kelompok usia.
Oleh karena itu, telah banyak penelitian yang dilakukan tentang kebahagiaan.
Kebahagiaan didefinisikan sebagai fenomena kehidupan yang menyenangkan yang
sering dinamai sebagai kesejahteraan subjektif yang merefer pada evaluasi afektif,
meliputi keseimbangan afek positif dan afek negatif yang dialami, serta evaluasi
kognitif yang meliputi kepuasan hidup terhadap pengalaman hidup yang dicapainya
(Diener, Lucas, & Oishi, 2005).
Mengacu pada istilah subjektif, maka tidak ada indikator yang berlaku
umum untuk menandai kebahagiaan manusia yang berlaku umum di berbagai
belahan dunia. Sebagai contoh, indikator kebahagian bagi orang Mexico yang
diteliti pada tahun 2012 menemukan bahwa kesehatan, hubungan keluarga, dan
penghasilan merupakan hal yang paling penting untuk mencapai kebahagiaan atau
kesehateraan subjektif (Imagina Mexico, 2013 dalam Quezada, Landero, &
Gonzáles, 2016). Sementara dalam perbandingan antara budaya Barat dan Timur
tentang indikator kebahagiaan, masyarakat Barat lebih mementingkan pada
pencapaian prestasi pribadi sebagai indikator kebahagiaan, sedangkan masyarakat
Timur lebih mementingkan relasi sosial sebagai indikator kebahagiaan (Uchida,
Norasakkunkit, & Kitayama, 2004).
Mengingat begitu banyaknya orang dalam memaknai kebahagiaan yang
terkait dengan sosio-budaya, serta merespon rekomendasi para peneliti (van
Dierendonck, Díaz, Rodríguez-Carvajal, Blanco, & Moreno-Jiménez, 2008) untuk
mengembangkan penelitian tentang makna kebahagiaan dalam setting lintas budaya
yang berbeda-beda untuk melengkapi informasi tentang konsep kebahagiaan yang
sudah dikembangkan oleh Ryff, maka pada tahun 2018, Ayriza, Izzaty, &
Romadhani (2018) melaksanakan penelitian dengan tujuan menggali makna
2

kebahagiaan pada anak dan remaja melalui pendekatan kualitatif. Adapun


harapannya agar dapat dilakukan intervensi psikologis secara positif sesuai
indikator-indikator kebahagiaan yang ditemukan dari hasil penelitian untuk
meningkatkan kebahagiaan anak dan remaja, sehingga dapat dicapai pertumbuhan
dan perkembangan secara optimal.
Dalam penelitian tersebut, konsep kebahagiaan diungkap melalui tiga
dimensi, yaitu: (1) makna kebahagiaan, (2) situasi yang menimbulkan kebahagiaan,
dan (3) siapa yang membuat anak dan remaja bahagia. Partisipan yang dilibatkan
meliputi tiga kelompok usia, anak-anak prasekolah, anak-anak usia kanak-kanak
pertengahan, dan remaja awal. Hasil penelitian yang diperoleh pada masing-masing
kelompok usia menemukan indikator yang diuraikan secara terpisah pula.
Meskipun ada tiga kelompok usia, namun pada penelitian ini bermaksud
menindaklanjuti hanya dengan memfokuskan perhatian pada hasil yang ditemukan
pada anak-anak saja, baik usia prasekolah maupun usia kanak-kanak pertengahan.
Dari hasil penelitian pada (1) kelompok usia prasekolah, (a) Makna
bahagia merujuk pada afeksi positif 55 %, aktivitas yang dilakukan 28,9%,
mendapatkan sesuatu 8,89%, kondisi fisik yang positif 4,44%, serta menunjukkan
afiliasi 2,22%; (b) Situasi yang membuat bahagia adalah aktivitas sebesar
36,61%, belajar 11.61%, hiburan 9,82%, dan olahraga 2,62%, dan (c) Pihak yang
membuat bahagia adalah keluarga 77,92%, keluarga besar 3,90%, bukan
keluarga 19,48%, Tuhan (1,30%) dan mainan (1,30%). Sementara untuk (2)
kelompok anak-anak usia kanak-kanak pertengahan, (a) Makna bahagia merujuk
pada afeksi positif 69,23 %, aktivitas 12,82 %, mendapatkan sesuatu 10,26 %,
pencapaian 5,13 %, serta kondisi fisik positif 2,56%; (b) Situasi yang membuat
bahagia adalah melakukan aktivitas sebesar 80,25 %, ketika mendapatkan sesuatu
11.11%, ketika ada afiliasi 3,70 %, ketika melakukan aktivitas agama 3,70 %, pada
hari spesial 1,23 %, dan (c) Pihak yang membuat bahagia adalah keluarga 86,96
%, dan bukan keluarga 13,04 %.
Berdasarkan temuan penelitian eksploratif-kualitatif pada tahun pertama
tersebut, hasilnya belum memiliki konstruk yang akurat. Oleh sebab itu, penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi konstruk makna kebahagiaan
3

yang dikembangkan berdasarkan data-data kebahagiaan yang diperoleh dari


lapangan melalui penelitian tahun pertama tersebut. Dengan mengeksplorasi
konstruk makna kebahagiaan menggunakan teknik analisis faktor eksploratori,
maka akan didapatkan informasi berupa aspek-aspek apa saja yang berfungsi
sebagai determinan kebahagiaan anak. Analisis faktor terhadap makna kebahagiaan
ini benar-benar sangat diperlukan karena apabila terdapat kegagalan dalam
mengidentifikasi struktur dari aspek-aspek makna kebahagiaan, maka akan timbul
keraguan pada makna konstruk, yang pada akhirnya data makna kebahagiaan yang
diperoleh dipertanyakan kebenarannya.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya dengan


tujuan untuk menguji validitas konstruk kebahagiaan pada anak yang digali dengan
pendekatan kualitatif melalui uji fit model dengan data-data kuantitatif yang
diperoleh di lapangan.
4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis
1. Definisi
Kebahagiaan merupakan salah satu motivasi terbesar dari perilaku
manusia (Diener, 2009). Namun dalam beberapa dekade, psikolog lebih
banyak mengeksplor mengenai ketidakbahagiaan dan mengesampingkan
mengenai kesejahteraan psikologis (Diener, 2009). Literature mengenai
kesejahteraan psikologis berfokus pada mengapa dan bagaimana manusia
menjalani hidupnya dengan cara yang positif, baik secara kognitif dan reaksi
afektif.
Kesejahteraaan psikologis terdiri atas evaluasi individu akan
kehidupannya, termasuk di dalamnya afek positif, jarang merasakan emosi
yang negative, dan kepuasan hidup. Penelitian dari Tov & Diener (2008)
menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis dapat dibandingkan antar
budaya, tetapi terdapat pola spesifik yang membedakan kesejahteraan antara
satu budaya dengan budaya yang lainnya.
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang imateri, kesejahteraan
merupakan sebuah konsep inner of mind, yang mana kesejahteraan ialah
buah dari olah pikir seseorang. Kesejahteraan tidak dapat dikur dari
kepemilikan atas benda-benda bersifat materi. Terdapat orang-orang yang
dipandang orang lain memiliki materi berlebih dan dipandang sejahtera,
tetapi justru merasa tidak sejahtera. Hal sebaliknya pun berlaku. Seseorang
dipandang kurang secara materi, tetapi selama ia merasa sejahtera, maka
iapun sejahtera (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).
Terdapat dua sudut pandang untuk memaknai kesejahteraan. Kedua
pandangan tersebut ialah hedonik dan eudaimonia (Keyes, 2009). Tradisi
hedonic memandang kesejahteraan sebagai emosi positif. Sementara tradisi
eudaimonia melihat kesejahteraan sebagai indikator dari potensi seseorang
untuk berfungsi dengan lebih positif (Keyes, 2009).
Seligman (2011) mendefinisikan kesejahteraan sebagai merasakan
5

emosi positif berupa kebahagiaan. Pada perkembangannya Seligman


menyatakan bahwa kebahagiaan tidak hanya merasa senang, tetapi mencakup
evaluasi individu terhadap kehidupan yang telah ia jalani. Jadi, kesejahteraan
ialah hasil dari proses evaluasi afektif dan kognitif seseorang terhadap
kehidupannya (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).
Seseorang dikatakan sejahtera manakala ia lebih sering merasakan
emosi positif atau bahagia daripada emosi negatif, merasa puas akan tujuan
yang telah tercapai , dan merasa bermakna. Seseorang yang sejahtera dapat
dilihat dari emosi yang positif, relasi sosial yang hangat, dan merasa
bermakna (Seligman, 2011). Perbandingan antara afek positif dan afek
negative yang dirasakan akan menunjukkan taraf kesejahteraan psikologis
individu (Dush &Amato, 2000). Seseorang yang lebih sering merasakan afek
positif dan merasa puas terhadap kehidupannya dikatakan sebagai seseorang
yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi, sementara individu yang
lebih sering merasakan afek negatif digolongkan sebagai seseorang yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. (Pavot & Diener, 2008)
Seseorang yang sejahtera bukan berarti ia tidak pernah mengalami
emosi yang negatif. Emosi negatif seperti perasaan cemas atau tegang dapat
dirasakan ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai antara kenyataan dan
harapan. Namun individu tersebut dapat kembali merasakan sejahtera ketika
ia mampu mengelola dirinya dan mengubah perspektifnya, atau penilaiannya
menjadi lebih positif.

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis


Kesejahteraan psikologis memiliki dua dimensi yaitu kognitif dan
afektif. Afek positif merupakan perasaan semangat, aktif dan waspada. Afek
negative ialah ketegangan dan ketidaknyamanan akibat dari berbagai emosi
yang tidak menyenangkan sepeti marah, takut, rasa bersalah, tidak disukai,
dan gelisah. Dimensi kognitif mengarah pada kepuasan hidup, berdasar hasil
perbandingan dari segala peristiwa yang dialami dengan harapan dan
keingingnan. Individu merasa lebih puas dalam hidupnya jika dapat
6

menyesuaikan diri dan memiliki kepribadian yang kongruen (Diener 2000).


Bagian dari dimensi kognitif ialah kepuasan hidup. Kepuasan hidup yaitu
penilaian kognitif individu mengenai kehidupannya. Kepuasan hidup akan
semakin besar ketika semakin banyak aktifitas positif yang dilakukan
(Csikszentmihalyi, 1999).

B. Anak
Untuk memudahkan pemahaman, perkembangan anak biasanya
dideskripsikan dalam pola periode usia. Anak terbagai menjadi beberapa
periode perkembangan yaitu periode prenatal, infancy, masa kanak-kanak
awal, tengah dan akhir. Berikut penjelasan masing-masing tahapan:
1. Masa prenatal terjadi dari masa konsepsi hingga kelahiran.
2. Masa infancy ialah periode perkembangan yang terjadi dari lahir hingga
anak berusia 18 sampai 24 bulan. Pada masa ini anak berada pada masa
ketergantungan yang tinggi terhadap orang dewasa di sekitarnya. Anak
masih berada pada tahap belajar berbicara.
3. Masa kanak-kanak awal adalah periode pekembangan yang terjadi dari
akhir masa infancy hingga berusia 5 atau 6 tahun. Masa ini disebut pula
sebagai masa pra sekolah. Pada masa ini anak belajar peduli akan
dirinya, dan membangun kesiapan sekolah. Waktu mereka habis untuk
bermain dan bersama dengan rekan sebaya. Masa pra sekolah berakhir
ketika anak masuk sekolah dasar.
4. Masa kanak-kanak tengah dan akhir. Masa kanak-kanak awal dan akhir
terjadi antara usia 6 hingga 11 tahun atau disebut juga masa sekolah
dasar. Anak-anak menguasai kemampuan dasar membaca, menulis dan
aritmatik (Santrock, 2011).

C. Kesejahteraan Psikologis Pada Anak


Salah satu prediktor perubahan kesejahteraan ialah usia. Individu di
sekolah dasar memiliki afek positif yang tinggi. Pada penelitian juga
ditemukan bahwa siswa sekolah dasar memiliki afek positif yang lebih
7

tinggi dibandingkan dengan siswa di sekolah menengah pertama. Anak-


anak memiliki kesejahteraan lebih tinggi karena anak-anak belum
memahami konsep emosi yang kompleks, sementara remaja awal, telah
mengalami perubahan emosi (Greene, 1990; Chang, McBride-Chang,
Stewart & Au, 2003). Remaja mengalami perubahan emosi akibat dari
perubahan hormon dan perubahan kognitif.
Individu di sekolah dasar memiliki afek positif yang lebih tinggi, dan
memiliki kepuasan akan hidup yang lebih apabila mereka dibandingkan
dengan remaja. Remaja telah mengalami perubahan pola pikir, dan hal
tersebut mempengaruhi hubungan sosialnya (Ben-Zur, 2003). Sampai saat
ini, pembahasan mengenai kesejahteraan psikologis anak-anak dan remaja
masih sangat minim.

D. Hasil Penelitian Tahun Pertama


1. Hasil Studi Kebahagiaan Pada Anak Usia Dini
a. Makna Bahagia
Berdasarkan pemahaman anak usia 4 sampai 6 tahun arti bahagia
menunjukkan afeksi positif sebesar 55 % (emosi positif 35,56%, seperti senang,
ceria, bahagia, gembira; ekspresi seperti tertawa dan tersenyum sebesar 15,56%,
dan tidak adanya emosi negatif seperti tidak sedih dan tidak menangis sebesar
4.4%), aktivitas sebesar 28,9% (bermain 20%, berpergian 4,44%, membantu dan
belajar masing masing 2%), mendapat sesuatu 8,89%, kondisi fisik yang positif
seperti tidak capek dan sehat sebesar 4,44%, serta menunjukkan afiliasi
(banyaknya teman yang dimiliki) sebesar 2,22%.
Bila dilihat dari sebaran jumlah anak yang merespon, arti bahagia banyak
diartikan sebagai aktivitas bermain dan emosi positif senang. Pada aktivitas
bermain ada 18 anak atau sebesar 20% dari 28, 89% yang merespon. Sementara
untuk arti bahagia yang menunjukkan emosi positif senang sebanyak 16 anak atau
17,76%. Hasil penelitian terkait arti bahagia dapat dilihat dari Tabel 1. berikut ini.
8

Tabel 1. Arti Bahagia


Arti Bahagia Jumlah Prosentase
afeksi positif 50 55,56%
emosi positif 32 35,56%
senang 16 17,78%
bahagia 6 6,67%
ceria 6 6,67%
gembira 4 4,44%
ekspresi 14 15,56%
tertawa 8 8,89%
tersenyum 6 6,67%
tidak ada emosi negatif 4 4,44%
tidak sedih 2 2,22%
tidak menangis 2 2,22%
Aktivitas 26 28,89%
Aktivitas 26 28,89%
bermain 18 20,00%
berpergian 4 4,44%
membantu orang tua 2 2,22%
belajar 2 2,22%
Mendapat sesuatu 8 8,89%
Diberi 6 6,67%
baik 2 2,22%
Kondisi fisik positif 4 4,44%
Kondisi fisik yang positif 4 4,44%
tidak capek 2 2,22%
sehat 2 2,22%
afiliasi 2 2,22%
banyak teman 2 2,22%
Grand Total 90 100,00%

b. Situasi yang Membuat Bahagia


Situasi yang membuat sejahtera secara psikologis (bahagia) berupa aktivitas
sebesar 36,61% seperti belajar, jalan-jalan, makan, membaca buku, membantu ibu,
menulis cerita, menggambar, bersih-bersih, menyiram bunga, bercermin, makan
minum; yang meliputi bermain (20,54%), belajar di TK (11.61%), hiburan (9,82%:
berlibur, baca komik, nonton), olahraga (2,62%).
9

Tabel 2. Situasi yang Membuat Bahagia


Situasi yang Membuat Bahagia Jumlah Prosentase
Aktivitas 79 70,54%
Aktivitas 41 36,61%
belajar 13 11,61%
jalan-jalan 11 9,82%
makan 8 7,14%
membaca buku 2 1,79%
membantu ibu 1 0,89%
menulis cerita 1 0,89%
menggambar 1 0,89%
bersih-bersih 1 0,89%
menyiram bunga 1 0,89%
bercermin 1 0,89%
makan minum 1 0,89%
Bepergian Bersama Keluarga 1 0,89%
mudik 1 0,89%
Bermain 23 20,54%
Bermain 23 20,54%
Hiburan 11 9,82%
libur 7 6,25%
baca komik 3 2,68%
nonton 1 0,89%
Olahraga 3 2,68%
main bola 2 1,79%
main badminton 1 0,89%
Mendapat Sesuatu 14 12,50%
Diberi hadiah 14 12,50%
Teknologi 9 8,04%
Main Gadget/HP 9 8,04%
Afiliasi 5 4,46%
Interaksi Sosial 5 4,46%
disayang ayah 2 1,79%
kumpul keluarga 1 0,89%
banyak orang tersenyum 1 0,89%
bercanda 1 0,89%
Hari Spesial 3 2,68%
Hari Spesial 3 2,68%
ulangtahun 3 2,68%
Pencapaian 2 1,79%
Prestasi 2 1,79%
dipuji guru 1 0,89%
di surga 1 0,89%
Grand Total 112 100,00%
10

c. Pihak yang Membuat Bahagia


Pihak yang membuat bahagia adalah keluarga (77,92%, yang mencakup
keluarga inti sebesar 74,03% dan keluarga besar/nenek sebesar 3,90%), bukan
keluarga (19,48%, yang mencakup teman sebesar 16,88% dan guru sebesar
2,60%), Tuhan (1,30%) dan mainan (1,30%).
Tabel 3. Pihak yang Membuat Bahagia
Pihak yang Membuat Bahagia Jumlah Prosentase
Keluarga 60 77,92%
Keluarga Besar 3 3,90%
Nenek 3 3,90%
Keluarga Inti 57 74,03%
Adik 10 12,99%
Ayah 4 5,19%
Ibu 11 14,29%
Kakak 10 12,99%
Orangtua 22 28,57%
Bukan Keluarga 15 19,48%
Pengajar 2 2,60%
Guru 2 2,60%
Teman 13 16,88%
Teman 13 16,88%
Tuhan 1 1,30%
Allah 1 1,30%
Allah 1 1,30%
Mainan 1 1,30%
Mainan 1 1,30%
Mainan 1 1,30%
Grand Total 77 100,00%

d. Pembahasan Studi Satu Kebahagiaan Pada Anak Usia Dini


Hasil analisis makna kebahagiaan menurut anak usia dini sebagaimana yang
disajikan dalam Tabel 1. menunjukkan bahwa anak yang bahagia memiliki afeksi
positif sebesar 55,56%. Adapun afeksi yang paling menonjol adalah emosi positif
sebesar 35,56%; aktivitas sebesar 28,89% dimana aktivitas yang paling disenangi
adalah bermain (20%); mendapatkan sesuatu sebesar 8,89% dimana anak merasa
bahagia jika diberi sesuatu (6,67%) dibanding memberi sesuatu (2,22%); kondisi fisik
positif sebesar 4,44% yang meliputi sehat (2,22%) dan tidak capek (2,22%); serta
11

afiliasi atau mempunyai banyak teman sebesar 2,22%. Afeksi positif mendapatkan
respon paling tinggi karena kebahagiaan memang sering digambarkan dalam wujud
afeksi positif dan kepuasan hidup (Singh & Jha, 2008; Kuppens, Realo, Diener, 2008;
Diener, 1984). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini selaras dengan temuan Aloia dan Brecht (2014) yang menyatakan bahwa
afeksi positif berkorelasi positif dengan kebahagiaan, kesehatan mental, dan harga diri;
serta berhubungan negatif dengan depresi dan stres.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan ekspresi (tertawa dan tersenyum) dan
tidak ada emosi negatif (tidak sedih dan tidak menangis), emosi positif merupakan
afeksi positif yang paling menonjol. Emosi positif berperan penting dalam kebahagiaan
karena emosi positif umumnya dianggap sebagai cara yang baik untuk meningkatkan
kesejahteraan secara lebih luas (Bastian, Kuppens, Roover, & Diener, 2014). Secara
lebih rinci, dalam komponen emosi positif sendiri, aspek kesenangan merupakan aspek
yang mendapatkan respon paling besar dibandingkan aspek yang lainnya dengan
persentase sebesar 17,78%. Hasil tersebut mendukung penelitian Eryılmaz (2012) yang
menunjukkan bahwa jika individu memiliki lebih banyak pengalaman yang
memberikan kesenangan dan kepuasan, dan juga lebih sedikit pengalaman tidak
menyenangkan, maka mereka dianggap sebagai individu yang bahagia.
Sementara itu, apabila definisi bahagia ditinjau dari segi aktivitas, maka aktivitas
bermain (20%) merupakan aktivitas terfavorit dibandingkan bepergian (4,44%),
membantu orang tua (2,22%), dan belajar (2,22%). Jadi, berdasarkan hasil analisis data
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa arti bahagia menurut pemahaman anak
usia 4-6 tahun adalah memiliki emosi positif senang dan bermain. Penelitian yang
dilakukan oleh Nairn & IPSOS MORI Social Research Institute (2011) yang
membandingkan kehidupan anak-anak di Inggris, Swedia, dan Spanyol
mengungkapkan bahwa Inggris menduduki peringkat paling rendah dibandingkan dua
negara lainnya dalam kaitannya dengan kesejahteraan anak. Hal tersebut dikarenakan:
(1) anak-anak di Inggris memiliki lebih sedikit kesempatan untuk kegiatan luar ruangan
yang menyenangkan, (2) adanya keputusan pemerintah yang memotong pendanaan
untuk ruang bermain lokal yang tentu saja merugikan untuk kesejahteraan anak-anak,
terutama untuk anak-anak dari kelompok sosial ekonomi rendah, serta (3) kurangnya
12

dukungan orang tua, dimana orang tua Inggris memiliki lebih sedikit waktu luang untuk
menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka, karena pekerjaan dan komitmen
lainnya. Penelitian tersebut adalah salah satu bukti persuasif tentang peran bermain
untuk kebahagiaan dan kesejahteraan anak-anak secara keseluruhan.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa anak-anak memang suka bermain (Ogunyemi
& Ragpot, 2015). Bermain adalah suatu kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial yang
penting bagi perkembangan dan kesejahteraan individu dan komunitas yang sehat,
dimana unsur-unsur bermain biasanya meliputi kesenangan, rasa kebebasan, maupun
konstruksi bersama melalui penggunaan aturan atau ritme tertentu (Singer, 2015;
Playwork Principles Scrutiny Group (2005) dalam Gleave & Cole-Hamilton, (2012)).
Anak usia dini suka bermain, selain karena merupakan fitur dasar yang tertanam dalam
pendidikan mereka, juga karena bermain adalah naluri alamiah yang sudah ada dalam
diri mereka masing-masing (Singer, 2015; Ejieh, 2006). Ide anak dalam bermain
umumnya berpusat pada melakukan kegiatan yang menyenangkan secara bebas, berada
di luar ruangan, dan bersama teman-teman (Singer, 2013).
Berdasarkan temuan dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan, aktivitas
bermain terbukti menyenangkan bagi anak karena selain sebagai alat untuk pemenuhan
kebutuhan anak, bermain juga dapat menghasilkan emosi positif, melepaskan kelebihan
energi, memperkuat empati dan kepekaan terhadap orang lain (toleransi) melalui
pengambilan perspektif, mengoptimalkan pertumbuhan otak, mengasah imajinasi dan
kreativitas, serta meningkatkan kesehatan jangka panjang serta perkembangan kognitif-
motorik-emosional-sosial-mental anak (Sharif, 2014; Singer, 2013; Goldstein, 2012;
Whitebread, Basilio, Kuvalja, & Verma, 2012; Gleave & Cole-Hamilton, 2012; Veitch,
Salmon, & Ball, 2010; Haney & Bissonnette, 2011; Bell, Pellis, & Kolb, 2010; Kuo,
et.al., 2008; Apache, 2005; Casby, 2003). Kurangnya kesempatan bermain pada anak-
anak, atau adanya larangan bermain pada anak dapat membuat anak menderita baik saat
ini maupun dalam jangka panjang, misalnya akan berdampak pada faktor psikososial
seperti harga diri, mengurangi kapasitas mereka untuk berkomunikasi sehingga akan
mengakibatkan anak cenderung agresif dan terlibat kekerasan (Goldstein, 2012; Veitch,
Salmon, & Ball, 2010; Almon, 2003). Dengan adanya dukungan orang dewasa, ruang
bermain yang memadai, dan berbagai macam bahan permainan, anak-anak memiliki
13

kesempatan terbaik untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih sehat, bahagia, dan
produktif (Goldstein, 2012).
Kedua, terkait situasi seperti apa yang dapat membuat anak merasa bahagia. Hasil
analisis sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 2. menunjukkan bahwa situasi yang
membuat anak merasa bahagia adalah aktivitas sebesar 70,54% dimana aktivitas yang
paling menonjol adalah aktivitas sehari-hari sebesar 36,61% yang meliputi belajar di
taman kanak-kanak (11,61%), jalan-jalan (9,82%), makan (7,14%), membaca buku
(1,79%), serta membantu ibu, menulis cerita, menggambar, bersih-bersih, menyiram
bunga, bercermin, dan makan minum masing-masing memiliki persentase yang sama
besar yakni 0,89%. Kemudian aktivitas lain seperti bepergian bersama keluarga atau
mudik sebesar 0,89%; bermain sebesar 20,54%; hiburan sebesar 9,82% yang meliputi
liburan (6,25%), baca komik (2,68%), dan menonton (0,89%); serta olahraga (2,68%)
yang meliputi bermain bola dan bermain badminton berturut-turut sebesar 1,79% dan
0,89%. Situasi lain yang dapat membuat anak bahagia selain aktivitas adalah
mendapatkan sesuatu atau diberi hadiah (12,50%), teknologi atau bermain gadget/hp
(8,04%), afiliasi atau interaksi sosial (4,46%) berupa disayang ayah (1,79%),
berkumpul dengan keluarga (0,89%), banyak orang tersenyum (0,89%), dan bercanda
(0,89%); hari spesial berupa hari ulang tahun (2,68%), dan pecapaian atau prestasi
(1,79%) berupa di puji guru dan di surga yang masing-masing sebesar 0,89%.
Berdasarkan paparan di atas, aktivitas belajar di taman kanak-kanak adalah aspek
dari aktivitas sehari-hari yang merupakan situasi yang paling dapat membuat anak
merasa bahagia. Hal ini dikarenakan dalam perspektif pendidikan, kebahagiaan anak
memang banyak ditemukan terkait dengan program kegiatan belajar dan dukungan dari
guru melalui praktik dan metode pengajaran positif yang dilakukan guru, selain dapat
meningkatkan kemampuan akademik dan prestasi belajar anak, juga dapat
meningkatkan kesejahteraan anak (NSW Goverment, 2015; Eryilmaz, 2015; Cheng &
Furnham, 2002; Ash & Huebner, 2001). Oleh sebab itu, sekolah sebaiknya selalu
berusaha untuk memadukan proses kegiatan pembelajaran dengan pengembangan
kesejahteraan psikologis anak secara paralel, terintegrasi, dan lengkap karena kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat mengasah keterampilan anak, sehingga nantinya dapat
membantu untuk mengelola lingkungan anak secara efektif (NSW Goverment, 2015;
14

Baker, Dilly, Aupperlee, & Patil, 2003). Sementara itu, aspek pencapaian atau prestasi
yang berupa dipuji guru dan di surga merupakan aspek yang mendapatkan nilai
terendah (hanya direspon oleh 2 anak) karena anak usia dini belum menganggap
prestasi merupakan hal yang membuat mereka bahagia. Anak usia dini umumnya
sangat aktif (misalnya terus berlarian) sehingga menghabiskan waktu di sekolah bukan
untuk berprestasi, namun untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik
seperti bermain (berlarian, melompat, melempar), menulis, menyulam, dan sebagainya
(Sharif, 2014; Reunamo, et.al., 2014; Pate, et.al., 2013; Tucker, 2008). Kegiatan berupa
aktivitas fisik tersebut terbukti memberikan dampak langsung pada kesehatan dan
kesejahteraan anak-anak dan berfungsi sebagai strategi yang kuat untuk mencegah atau
meminimalkan terjadinya penyakit kronis di kemudian hari (Tremblay, Boudreau-
Lariviere, & Cimon-Lambert, 2012).
Hasil penelitian ketiga, terkait siapa yang membuat anak bahagia. Hasil analisis
sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa pihak yang paling
membuat anak bahagia adalah pihak keluarga sebesar 77,92% yang terdiri dari keluarga
besar (3,90%) dan keluarga inti (74,03%). Sementara itu, pihak lain yang meliputi
bukan keluarga (guru dan teman), tuhan, maupun mainan hanya mendapatkan respon
berturut-turut sebesar 19,48%; 1,30%; dan 1,30%. Temuan yang ada dalam penelitian
ini semakin memperkuat penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa keluarga
memang memiliki hubungan positif (mempengaruhi) kesejahteraan anak-anak (Ruini,
Vescovelli, Carpi, & Masoni, 2017; Gilligan, et.al., 2017; Pannilage, 2017; Stradzdins,
et.al., 2011; Holder & Coleman, 2007). Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
merupakan bagian integral dari masyarakat dalam menumbuhkan rasa bahagia pada
anak (Botha & Booysen, 2013). Keluarga yang berfungsi dengan baik sangat penting
dalam memastikan setiap anak yang tumbuh dapat memiliki masa kecil yang baik,
peluang hidup yang positif, serta mengoptimalkan kinerja dan produktivitas anak,
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perasaan bahagia pada anak itu sendiri
(Botha & Booysen, 2013; The Children’s Society, 2012).
Penelitian tentang pengaruh keluarga terhadap kesejahteraan atau kebahagiaan
anak sebenarnya telah berkembang pesat selama beberapa dekade terakhir. Penelitian
yang dilakukan Pannilage (2017) misalnya, telah berhasil menemukan bahwa anak-
15

anak merasa tidak bahagia apabila dalam keluarganya terjadi ketidakharmonisan


bahkan kekerasan dalam keluarga, pendapatan keluarga yang kurang stabil,
diskriminasi keluarga karena alasan sosial-budaya, serta kurangnya cinta, perhatian dan
kasih sayang kepada anak-anak. Penelitian Brown, Manning, & Stykes (2015) juga
menunjukkan bahwa: (1) anak-anak yang tinggal di luar keluarga cenderung kurang
sehat, daripada mereka yang tinggal bersama keluarga mereka, (2) tidak ada perbedaan
kebahagiaan pada anak-anak yang hidup dengan orang tua tunggal (ibu atau ayah saja),
orang tua kandung yang menikah dengan orang tua tiri, dan keluarga yang hidup
bersama tanpa menikah. Penelitian yang sedikit berbeda dilakukan oleh Botha &
Booysen (2013) yang menyimpulkan bahwa: (1) anak yang tinggal dalam keluarga
yang tidak berfungsi baik, memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah dan merasa
kurang puas dibandingkan mereka yang tinggal dalam keluarga yang seimbang, ini
berarti memiliki hubungan baik dalam keluarga sangat bermanfaat bagi kebahagiaan
dan kepuasan hidup anggota keluarga; (2) tingkat keterikatan yang tinggi dalam sebuah
keluarga (digambarkan dengan seberapa dekat anggota keluarga satu sama lain) juga
akan meningkatkan kebahagiaan dan kepuasaan hidup seseorang. Intinya, berbagai
temuan tersebut mengkonfirmasi pentingnya keluarga, dan bagaimana keluarga
berfungsi, untuk meningkatan kebahagiaan anggota keluarga baik secara individu
maupun keseluruhan.
Sementara itu, berdasarkan respon anak yang merasa bahagia berada dalam
keluarga inti (74,03%), orang tua adalah pihak yang memiliki peran paling dominan
(28,57%) dibandingkan peran ibu atau ayah secara terpisah (berturut-turut sebesar
14,29% dan 5,19%), serta adik dan kakak dengan proporsi yang sama yakni masing-
masing 12,99%. Peran orang tua sebagai agen pembentuk perasaan bahagia pada anak
dikarenakan adanya ikatan atau hubungan yang terbentuk sejak anak masih bayi. Pada
dasarnya, hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak sejak bayi tersebut
cenderung menjadi pondasi untuk semua hubungan lain yang membentuk kehidupan
individu di masa depan (Indumathy & Ashwini, 2017; Bowlby, 2008). Orang dewasa
yang melaporkan telah memiliki hubungan yang sehat dan berkualitas tinggi (meliputi
dukungan, pengasuhan, kasih sayang yang diterima) dengan orang tua mereka selama
masa kanak-kanak, terbukti memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih baik
16

dibandingkan dengan mereka yang tidak (Indumathy & Ashwini, 2017; Stafford, et.al.,
2016; Botha & Booysen, 2013; Mallers, 2010; Bowlby, 2008; Amato, 1994).
Selain itu, anak yang dipedulikan dan memiliki hubungan responsif dengan orang
tua sejak bayi, juga akan cenderung lebih dekat dengan orang tua dan merasa aman
bersama mereka, serta beresiko lebih rendah mengalami gangguan kesehatan dan
gangguan psikologis saat mereka dewasa nanti (Mallers, 2010; Bowlby, 1988).
Menurut The Children’s Society (2012), untuk meningkatkan kebahagiaan anak, orang
tua dapat mulai berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka, menjalin hubungan yang peduli dan penuh cinta,
serta meluangkan waktu bersama mereka. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara anak dan orang tua dalam keluarga memang sangatlah penting karena
hubungan tersebut adalah sumber cinta, kepercayaan, keintiman dan keamanan yang
diberikan orang tua kepada anak (Indumathy & Ashwini, 2017; Botha & Booysen,
2013). Secara naluriah, anak-anak menginginkan dan membutuhkan hubungan yang
positif dan penuh cinta dengan orang-orang terdekat mereka (The Children’s Society,
2012). Hubungan yang sehat yang dibentuk anak dengan orang tua sedari dini ini dapat
membuat kenangan kebahagiaan anak pada masa usia dini tersebut berlangsung dimasa
yang akan datang.
Pada akhirnya, berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa sangatlah penting untuk mengetahui makna kebahagiaan pada anak
usia dini, situasi seperti apa yang dapat membuat anak merasa bahagia, dan siapa yang
membuat anak bahagia. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak yang bahagia
akan berhasil di berbagai domain kehidupan, termasuk pernikahan (keluarga),
persahabatan (sosial), kesehatan (fisik), pendapatan dan pekerjaan, serta memiliki usia
yang panjang (Manago & Vaughn, 2015; Saphire-Bernstein & Taylor, 2013; Boehm &
Lyubomirsky, 2008; Grant, Christianson, & Price, 2007; Lyubomirsky, Sheldon, &
Schkade, 2005; Seligman, Steen, Park, & Peterson, 2005; Dush & Amato, 2005;
Lyubomirsky & King, 2005; Diener & Biswas-Diener, 2002; Danner, Snowdon, &
Friesen, 2001). Oleh sebab itu, studi tentang kebahagiaan pada anak-anak terutama
pada usia dini memiliki beberapa manfaat. Misalnya, mengembangkan metode untuk
menilai kebahagiaan pada anak-anak dapat memberikan sarana untuk menilai dampak
17

dari inisiatif masyarakat, sekolah, dan pemerintah terhadap kesejahteraan anak-anak


(NSW Goverment, 2015; Holder & Coleman, 2007). Selain itu, mengidentifikasi
korelasi dan prediktor kebahagiaan pada anak-anak dapat membantu orang tua,
pendidik, praktisi, maupun peneliti dalam mengidentifikasi penyebab anak merasa
tidak bahagia sehingga dapat dirumuskan strategi untuk meningkatkan kebahagiaan
mereka (Thompson & Aked, 2009; Holder & Coleman, 2007). Lebih lanjut, dengan
membandingkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kebahagiaan pada anak-anak
dengan mereka di remaja dan orang dewasa, kita dapat mulai memahami definisi
maupun mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan yang pada
akhirnya dapat berkontribusi dalam pengembangan kebijakan dan praktik yang lebih
efektif (Statham & Chase, 2010; Camfield & McGregor, 2009; Thompson & Aked,
2009; Rojas, 2008; Holder & Coleman, 2007).

2. Hasil Studi Dua: Makna Kebahagiaan Pada Kategori Anak Tengah (Usia
Sekolah Dasar)
Penelitian ini mencoba untuk menggali makna SWB menurut anak dari tiga
dimensi:
A. Apa yang dimaknai SWB;
B. Situasi apa yang menimbulkan SWB; dan
C. Siapa yang membuat anak mengalami SWB.
Berdasarkan hasil analisis data secara tematik, untuk dimensi A, diperoleh 5
kategori mayor yang menjadi indikator kebahagiaan bagi anak-anak masa kanak-kanak
pertengahan, yaitu: (1) adanya afeksi positif (69,23%), (2) melakukan aktivitas
(12,82%), (3) mendapatkan sesuatu (10,26%), (4) ada pencapaian (5,13%), dan (5)
adanya kondisi fisik positif (2,56%).
Kategori pertama ialah “adanya afeksi positif” terdiri dari emosi positif
(33,33%), ekspresi wajah (30,77%), tidak adanya emosi negatif (2,56 %) dan terkesan
(2,56%). Respon afeksi positif antara lain:“senang, gembira”, “tersenyum, tertawa”,
“tidak menangis”, “suka sesuatu”. Kategori kedua ialah “melakukan aktivitas” yang
terdiri dari bermain (7,69%) dan berpiknik (5,13%). Adapun respon “melakukan
aktivitas” antara lain seperti berikut: “ bermain bola”, “jalan-jalan liburan”. Kategori
18

ketiga ialah “mendapatkan sesuatu”, terdiri dari diberi sesuatu (7,69%) dan sesuatu yang
baik (2,56%). Contoh respon “mendapatkan sesuatu” ialah:“Dibelikan sepatu”, “Diberi
hadiah”, “Ada sesuatu yang baik”. Kategori keempat ialah “ada pencapaian” terdiri dari
bisa naik surga (2,56%) dan mendapat nilai baik (2,56%). Respon yang diberikan untuk
kategori ini ialah: “ bisa naik surga”, “mendapat nilai 100”, Kategori terakhir ialah
“kondisi fisik positif” terdiri dari satu kategori minor saja pada level koding axial, yaitu
bersih (2,56%). Respon yang diberikan untuk ketegori ini ialah: “rumah bersih”.
Dengan demikian, dari dimensi makna, anak-anak usia masa kanak-kanak
pertengahan menandai makna kebahagiaan dengan indikator adanya afeksi positif,
melakukan aktivitas, mendapatkan sesuatu, ada pencapaian serta pada kondisi
lingkungan fisik yang positif. Hasil analisis secara tematik untuk dimensi makna
kebahagiaan dapat dilihat pada Tabel 4.
19

Tabel 4. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Makna Kebahagiaan


Kategori Frekuensi Persentase
Adanya afeksi positif 27 69,23%
Emosi positif 13 33,33%
Ekspresi 12 30,77%
Tersenyum 8 20,51%
Tertawa 4 10,26%
Tidak ada emosi negatif 1 2,56%
tidak Menangis 1 2,56%
Terkesan 1 2,56%
suka sesuatu 1 2,56%
Melakukan aktivitas 5 12,82%
Aktivitas 5 12,82%
bermain 3 7,69%
Piknik 2 5,13%
Mendapat sesuatu 4 10,26%
Diberi sesuatu 3 7,69%
Dibelikan 1 2,56%
dipenuhi permintaan 1 2,56%
diberi sesuatu 1 2,56%
Sesuatu yang baik 1 2,56%
sesuatu yang baik 1 2,56%
Ada pencapaian 2 5,13%
Bisa ke surge 1 2,56%
Surge 1 2,56%
mendapat nilai 100 1 2,56%
dapat nilai 100 1 2,56%
kondisi fisik positif 1 2,56%
Bersih 1 2,56%
rumah bersih 1 2,56%
Grand Total 39 100,00%

Untuk dimensi tentang situasi yang menimbulkan kebahagiaan, ditemukan lima


kategori mayor yang dapat dijadikan indikator, yaitu: (1) melakukan aktivitas (80,25%),
(2) mendapatkan sesuatu (11,11%), (3) adanya afiliasi (3,7%), (4) melakukan aktivitas
keagamaan (3,7%), dan (5) pada hari spesial (1,23%).
Kategori pertama ialah “melakukan aktivitas” terdiri dari aktivitas itu sendiri
(29,63%), bermain (37,04%), di rumah (2,56 %), menerima hiburan (9,88%) dan
berolahraga (2,47%). Respon “melakukan aktivitas” antara lain:“menggambar, belajar,
berish-bersih”, “bermain, mencebur di sungai”, “ di rumah”, “berkemah, berlibur, naik
20

bus”, “berenang”, Kategori kedua ialah “mendapatkan sesuatu” yang terdiri dari satu
kategori minor, yaitu “diberi” (11,11%). Adapun respon “mendapatkan sesuatu” antara
lain seperti berikut. “ dibacakan cerita”, “diberi hadiah”. Kategori ketiga ialah “adanya
afiliasi”, juga terdiri dari satu kategori minor saja, yatu interaksi sosial (3,70%). Contoh
respon “afiliasi” ialah: “Banyak teman”, “Disayang ayah”, “Kumpul dengan keluarga”,
Kategori keempat ialah “melakukan aktivitas keagamaan” terdiri dari satu kategori
minor, yaitu aktivitas keagamaan (3,70%). Respon yang diberikan untuk kategori ini
ialah: “ketika mengaji”, “katika sholat”. Kategori terakhir ialah “hari spesial” terdiri dari
satu kategori minor saja dengan nama yang sama, yaitu pada hari special (2,56%).
Respon yang diberikan untuk ketegori ini ialah: “ketika hari raya lebaran”.
Dengan demikian, dari dimensi ini, anak-anak usia perkembangan masa kanak-
kanak pertengahan menandai situasi yang menimbulkan kebahagiaan dengan indikator
ketika melakukan aktivitas, mendapatkan sesuatu, adanya afiliasi, melakukan aktivitas
keagamaan, dan pada hari spesial. Hasil analisis secara tematik untuk dimensi situasi
yang menimbulkan kebahagiaan dapat dilihat pada Tabel 5,.
Tabel 5. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Situasi
yang Menimbulkan Kebahagiaan
Kategori Peresentase
Ketika melakukan aktivitas 80,25%
Aktivitas 29,63%
Balapan 1,23%
Belajar 6,17%
bersih-bersih 1,23%
jalan-jalan 6,17%
Makan 3,70%
melihat ikan 1,23%
membantu ibu 3,70%
Menggambar 6,17%
Bermain 37,04%
Bermain 34,57%
mencebur di kolam 1,23%
mencebur di sungai 1,23%
Di rumah 1,23%
di Rumah 1,23%
Hiburan 9,88%
Drumband 4,94%
kegiatan drama 1,23%
21

Kemah 1,23%
Libur 1,23%
naik bus 1,23%
Olahraga 2,47%
Berenang 2,47%
Ketika mendapat Sesuatu 11,11%
Diberi 11,11%
dibacakan cerita 1,23%
diberi hadiah 9,88%
Ketika ada affiliasi 3,70%
interaksi social 3,70%
banyak teman 1,23%
disayang ayah 1,23%
kumpul keluarga 1,23%
Ketika melakukan aktivitas keagamaan 3,70%
Aktivitas Keagamaan 3,70%
aktivitas keagamaan/ngaji 1,23%
berada di rumah Ibadah 1,23%
Sholat 1,23%
Pada hari special 1,23%
Hari special 1,23%
Lebaran 1,23%

Sementara dari dimensi tentang siapa yang membuat anak mengalami SWB
dengan dua kategori indikator mayor, yaitu: (1) keluarga (86,96%) dan (2) Non keluarga
(13,04%). Kategori pertama “keluarga” terdiri dari tiga indikator dari ketegori minor,
yaitu keluarga inti (81,16%), keluarga besar (4,35%), dan keluarga (1,45%). Respon
terhadap keluarga antara lain ialah: “ayah, ibu, adik, kakak, orang tua”; “Bibi (Budhe),
paman, kakek”; “keluarga”. Kategori “non keluarga” terdiri dari dua indikator dari
ketegori minor, yaitu teman (11,59%) dan guru (1,45%).
Dengan demikian, dari dimensi ini, anak-anak usia perkembangan masa kanak-
kanak pertengahan menandai siapa yang membuat anak mengalami kebahagiaan dengan
dua kategori indikator mayor, yaitu keluarga dan non keluarga. Hasil analisis secara
tematik untuk dimensi orang-orang yang menimbulkan kebahagiaan dapat dilihat pada
Tabel 6.
22

Tabel 6. Hasil Analisis secara Tematik untuk Dimensi Pihak yang


Menimbulkan Kebahagiaan
Kategori Frekuensi Persentase
Keluarga 60 86,96%
Keluarga Inti 56 81,16%
Adik 3 4,35%
Ayah 7 10,14%
Ibu 3 4,35%
Kakak 10 14,49%
Orangtua 33 47,83%
Keluarga Besar 3 4,35%
Budhe 1 1,45%
Kakek 1 1,45%
paman bibi 1 1,45%
Keluarga 1 1,45%
Keluarga 1 1,45%
Bukan Keluarga 9 13,04%
Teman 8 11,59%
Teman 8 11,59%
Pengajar 1 1,45%
Guru 1 1,45%
Grand Total 69 100,00%

Pembahasan Hasil Penelitian pada Anak Tengah (Usia Sekolah Dasar)


Berdasar hasil analisis data, anak-anak masa kanak-kanak pertengahan
memberikan makna kebahagiaan dengan lima indikator, yaitu: (1) adanya afeksi positif
(69,23%), (2) melakukan aktivitas (12,82%), (3) mendapatkan sesuatu (10,26%), (4)
ada pencapaian (5,13%), dan (5) adanya kondisi fisik positif (2,56%).
Secara keseluruhan yang nampak menonjol ialah anak-anak usia
perkembangan kanak-kanak awal (middle childhood) memberikan indikator-indikator
pada makna kebahagiaan maupun situasi yang menimbukan kebahagiaan dari hal-hal
yang mayoritas kasat mata serta dikaitkan dengan sifat-sifat positif dan atau tidak
adanya sifat negatif. Sebagai contoh, indikator makna kebahagiaan yang pertama
adalah adanya afeksi positif, terdiri dari respon “emosi positif” seperti senang dan
gembira (33,33%). Walaupun emosi bukan merupakan sesuatu yang kasat mata, tetapi
pemunculannya diekspresikan melalui wajah yang kasat mata seperti tersenyum dan
tertawa. Dalam hal ini, “ekspresi wajah” merupakan respon kedua anak-anak terhadap
23

kategori “afeksi positif” dalam mengindikasikan “makna kebahagiaan”. Asosiasi antara


“emosi positif” seperti “senang dan gembira” dengan “ekspresi wajah” seperti
“tersenyum dan gembira” sudah merupakan kejadian yang dialami anak-anak dalam
kehidupan mereka sehari-hari; anak-anak sejak kecil sudah diajarkan orang dewasa
untuk memberi label terhadap bermacam-macam emosi (Arthur, Beecher, Death,
Dockett, & Farmer, 2015), salah satu di antaranya ialah bahwa ekspresi wajah
tersenyum dan tertawa dapat digunakan untuk melabeli emosi positif seperti senang dan
gembira.
Indikator “melakukan aktivitas” dijelaskan dengan respon-respon seperti
bermain dan piknik atau jalan-jalan liburan itu menyenangkan. Pada dasarnya
melakukan aktivitas yang menyenangkan merupakan hal yang mampu menyalurkan
energi, menyenangkan, dan menjadikan sehat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Pressman, Matthews, Cohen, Martire, Scheier, Baum, &Schulz (2009) yang
menghasilkan kesimpulan bahwa sejumlah aktivitas senggang yang menyenangkan
secara akumulatif berasosiasi dengan kondisi psikososial yang positif, serta kondisi
kesehatan dan kebahagiaan. Mengenai pembahasan lebih dalam tentang bermain dengan
kebahagiaan akan dilakukan kemudian di bahasan tentang hal yang sama pada dimensi
B, yaitu situasi yang menimbulkan kebahagiaan ketika melakukan aktivitas.
Ketika seseorang menerima sesuatu, baik itu hadiah maupun hal lain yang
dirasa ada nilai positif bagi dirinya, tentu hal ini akan mendatangkan kebahagiaan karena
yang bersangkutan merasakan bersyukur akan sesuatu yang telah diterimanya . Hal ini
(mendapatkan sesuatu) menjadi salah satu indikator makna kebahagiaan bagi anak-anak
masa kanak-kanak pertengahan, yang sejalan dengan pendapat sejumlah peneliti dengan
memberikan salah satu definisi tentang bersyukur (gratitude) sebagai reaksi emosional
positif dalam merespon penerimaan atau keuntungan dari orang lain (Sansone &
Sansone, 2010).
Indikator lain dari makna kebahagiaan bagi anak-anak usia pertengahan ialah
kondisi fisik positif, dengan contoh respon “bahagia itu apabila rumah dalam keadaan
bersih”, respon ini hanya diberikan oleh seorang anak, namun mewakili himbauan
tenaga ahli kesehatan tentang kebersihan yang perlu dipelihara, dimulai dari dirinya
sendiri hingga lingkungan sekitarnya. Dikatakan bahwa kebersihan selalu berasosiasi
24

dengan kesejahteraan, dan pentingnya kebersihan dinyatakan dengan ungkapan


“Cleanliness is indeed next to the godliness” (Dani & Thigale, 2017, p. 240).
Indikator afeksi positif, “melakukan aktivitas”, “mendapatkan sesuatu” dan
“kondisi fisik positif” dengan masing-masing contoh responnya secara berturut-turut
ialah “bermain”, “menerima hadiah”, dan “rumah bersih” merupakan hal-hal yang dapat
diamati secara langsung. Hal ini sejalan dengan perkembangan kognitif anak-anak masa
perkembangan kanak-kanak pertengahan yang berada pada tahap operasional konkrit
(Piaget, dalam Santrock, 2011), sehingga kecenderungan responnya juga berupa hal-hal
yang konkrit dan dapat diamati secara langsung. Namun demikian, untuk indikator
“pencapaian (performed)” terdapat variasi respon, ada yang bersifat konkrit seperti
“mendapat nilai 100”, namun ada juga respon yang tidak sesuai dengan fase
perkembangan kognitif operasional konkrit yaitu “naik ke surga”. Bisa jadi “surga”
dalam hal ini merupakan hasil hafalan (memorizing) anak semata terhadap deskripsi
orang tua ketika melakukan percakapan dengan anak, mengingat Indonesia merupakan
negara religius dengan dasar negaranya memiliki sila pertama “Ke-Tuhan-an yang
Maha Esa (God)”, sehingga tidak heran penduduknya mayoritas bersifat religius, dalam
kehidupan sehari-hari sering menggunakan “naik surga” sebagai reward untuk tingkah
laku yang baik. Tentu saja deskripsi surga selalu dikaitkan dengan hal-hal yang positif,
dan kemungkinan inilah yang membuat anak merespon makna kebahagiaan dengan
“pencapaian” seperti respon pada “naik ke surga”. Atas dasar temuan ini, akan menarik
untuk diteliti lebih lanjut pada penelitian berikutnya tentang latar belakang konteks
kehidupan anak-anak usia pertengahan di Indonesia yang menganggap “naik ke surga”
sebagai hal yang membahagiakan.
Dari hasil analisis data tentang dimensi makna kebahagiaan, indikator-
indikator afeksi positif, adanya aktivitas, mendapatkan sesuatu, dan kondisi lingkungan
fisik positif dapat dikategorikan sebagai komponen afektif tentang reaksi emosional
positif (kebahagiaan); sedangkan indikator pencapaian dapat dikategorikan sebagai
komponen kognitif tentang evaluasi terhadap pencapaian harapannya (kepuasan).
Dengan demikian, meskipun dalam penelitian ini, konsep well-being sudah dibatasi
pada komponen afektif saja, namun fakta di lapangan diperoleh data tentang komponen
kognitif yang menyangkut pencapaian. Oleh karena itu, makna kebahagiaan anak-anak
25

masa kanak-kanak pertengahan di Yogyakarta, Indonesia cenderung selaras dengan


konsep subjective well-being dari Seligman (2011) yang terdiri dari dominasi afeksi
positif dibanding afeksi negatif, serta kepuasan terhadap tercapainya tujuan.
Sementara dari hasil analisis data terhadap dimensi B tentang situasi yang
menimbulkan kebahagiaan, diperoleh beberapa indikator yang cenderung bersifat
paralel dengan data dari dimensi A tentang makna kebahagiaan. Sebagai contoh, pada
dimensi A ada indikator “adanya aktivitas”, dan pada dimensi B diperoleh indikator
“ketika terjadi aktivitas”. Contoh lain, pada dimensi A ada indikator “mendapatkan
suatu”, dan pada indikator B diperoleh indikator “ketika mendapatkan sesuatu”. Yang
cenderung paralel juga ialah indikator “pencapaian” pada Dimensi A dengan salah
satunya contoh respon “naik ke surga”, pada dimens B dengan indikator “aktivitas
keagamaan” dengan contoh respon “ketika sholat” dan “ketika mengaji”. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator pada dimensi B tentang “situasi
yang menimbulkan kebahagiaan” mayoritas cenderung paralel dan bersifat mendukung
indikator-indikator yang terdapat pada dimensi A tentang “makna kebahagiaan”.
Untuk indikator ketika melakukan aktivitas, “bermain” menduduki prosentase
terbesar (37,04%) dibanding aktivitas lain seperti belajar, makan, olahraga dan yang
lainnya. Sudah selayaknya bermain dialami anak-anak masa kanak-kanak pertengahan
yang memang berada pada fase bermain, sehingga tentu saja anak-anak akan merasa
bahagia ketika aktivitas itu dilakukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan
Goldstein (2012) bahwa salah satu fakta yang tidak dapat dipungkiri ialah permainan
itu menyenangkan, dan kesenangan bermain secara signifikan mendukung
kesejahteraan dan kesehatan anak maupun orang dewasa, serta berimbas pada
peningkatan kualitas hidup mereka. Pendidik anak usia dini di Jepang, Amerika Serikat,
dan Swedia memiliki perspektif yang sama bahwa bermain merupakan aktivitas yang
menyenangkan (Izumy-Taylor, Samuelsson, & Rogers, 2010). Bermain sangat penting
bagi optimalisasi perkembangan anak, karena kontribusinya yang signifikan terhadap
perkembangan anak sudah terdokumentasi dengan baik dalam ilmu psikologi,
antropologi, sosiologi, serta kerangka teoretik dalam pendidikan, rekreasi, maupun
komunikasi (Hewes, 2015). Melalui bermain anak mengenal dunianya sendiri maupun
dunia orang lain (Goldstein, 2012), oleh karena itu, anak perlu diberi kesempatan
26

bermain, selain mampu mendatangkan kebahagiaan dan kesehatan, bermain juga


menstimulasi anak untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Sementara untuk indikator aktivitas keagamaan, meskipun terbukti
keterlibatan yang lebih banyak pada aktivitas agama dikaitkan dengan level
kebahagiaan yang lebih tinggi (Ferriss, 2002), namun dalam hal ini anak dengan
rentangan usia 6-8 tahun belum benar-benar memahami makna spiritualitas dalam
kehidupannya. Bisa jadi aktivitas-aktivitas keagamaan ini bersifat rewarding karena
orang tua dan orang dewasa di Indonesia terbiasa memuji anak yang rajin melakukan
ibadah.
Demikian juga dengan indiktor “hari spesial” dengan contoh respon “ketika
hari lebaran” dipandang sebagai hari yang membahagiakan bagi anak-anak, karena
sudah menjadi tradisi penduduk di Indonesia, di hari raya lebaran semua warga
mendapat liburan cukup panjang, dan kesempatan ini mereka gunakan untuk ulang
kampung (daerah asal kelahiran) dengan tujuan saling bersilaturahmi antar anggota
keluarga, dan untuk saling meminta maaf. Kesempatan untuk bertemu antar angota-
anggota keluarga inilah yang merupakan saat-saat membahagiakan bagi mereka. Terkait
dengan hal ini, indikator “adanya afiliasi” dengan contoh respon “kumpul keluarga”,
“banyak teman” juga semakin menguatkan bukti bahwa anak-anak di Yogyakarta
menganggap berkumpul dengan keluarga dan teman merupakan situasi yang
menimbulkan kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan budaya masyarakat Jawa
(Yogyakarta terletak di Jawa) yang suka guyub dengan semboyannya “Mangan ora
mangan sing penting ngumpul” yang artinya makan atau tidak yang terpenting adalah
berkumpul. Hal ini merupakan dasar filosofi orang Jawa yang menganggap kesatuan
anggota keluarga itu penting yang berefek pada semangat suka bergotong royong dan
berkumpul pada masyarakat (Depdikbud, 1984). Kebutuhan untuk bersosialisasi dan
berkumpul ini sudah terjadi sejak usia yang sangat muda, terbukti pada eksperimen
Addyman, Fogelquist, Levakova, & Rees (2018) yang menunjukkan bahwa anak lebih
terstimulasi untuk tertawa dan tersenyum ketika ada teman lain yang mendampingi
dibanding ketika ia sendirian, dan bahwa pendampingan oleh teman lain lebih
menstimulasi anak untuk tertawa dibanding stimulus humor yang diterimanya. Hal ini
juga menguatkan penelitian sebelumnya bahwa ketika seseorang bersama dengan
27

orang-orang lain, ia cenderung mengekpresikan afeksi positif (Diener & Biswas-Diener,


2008 dalam Diener & Ryan, 2009).
Dimensi C tentang siapa yang menimbulkan rasa kebahagiaan menghasilkan
indikator keluarga dengan contoh respon ayah, ibu, saudara, paman, bibi, kakek, nenek;
sementara untuk indikator non keluarga terdapat contoh respon antara lain guru dan
teman. Baik orang-orang dari keluarga maupun non keluarga yang mampu
menimbulkan rasa bahagia pada anak-anak masa kanak-kanak pertengahan ini ialah
orang-orang yang berada di lingkungan micro-system anak (Bronfenbrenner, 1979). Hal
ini dapat dipahami karena meninjau usia mereka baru berkisar 6-8 tahun, sehingga
jangkauan mereka masih terbatas pada lingkungan kehidupan yang terdalam seperti
keluarga, tetangga dan sekolah. Orang-orang itulah yang mampu mendatangkan rasa
bahagia, teman-teman dan saudara yang hampir sebaya dapat diajak bermain bersama,
orang tua mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan mereka, serta guru mampu
berinteraksi dan memberi nilai baik yang merupakan salah satu respon kebahagiaan
mereka dari indikator “pencapaian”.
Dalam hal asal kebahagiaan dari teman-teman dan saudara yang hampir
sebaya, dapat diasumsikan karena anak-anak membutuhkan partner sebayanya, baik
dari saudara ataupun teman-teman yang dapat mereka ajak bermain bersama. Hal ini
sejalan dengan penelitian Puroila, Estola, & Syrjälä (2012) yang mengungkap bahwa
pengalaman kebahagiaan anak ketika mereka menemukan teman-teman baik dan
pengalaman yang tidak menyenangkan ketika mereka dikeluarkan dari hubungan
kelompok sebayanya. Sementara mengenai kebahagiaan yang berasal dari orang tua
disebabkan mereka dipandang mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan mereka.
Hal ini sudah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain
penelitian Coyl-Shepherd & Newland (2013) yang menunjukkan bahwa keterlibatan
orang tua dalam konteks kehidupan keluarga seperti mengadakan komunikasi positif
dengan anak, memberikan pemeliharaan terhadap anak (caregiving), melakukan
aktivitas bermain bersama, serta memperhatikan masalah sekolah berkaitan dengan
perilaku kelekatan anak pada orang tuanya. Keterlibatan dan pengawasan orang tua juga
terbukti secara signifikan berkorelasi dengan kesejahteraan psikologis anak (Indumathy
& Ashwini, 2017). Dengan demikian, tidak heran apabila orang tua dipandang sebagai
28

salah satu sumber yang mendatangkan kebahagiaan, dan dalam penelitian ini terbukti
ayah dan ibu atau orang tua menduduki prosentase terbanyak dari keluarga inti (62.32%)
dalam membahagiakan anak-anak pada masa kanak-kanak pertengahan. Sumber
stimulator kebahagiaan lain bagi anak-anak pada masa kanak-kanak pertengahan
berasal dari guru, hal ini bila dihubungkan dengan kesejahteraan sekolah (school well-
being) model Allardt tahun 1989 (dalam Konu & Rimpela, 2002) pada aspek “loving”
yang menggambarkan kebutuhan sosial, hubungan guru dengan anak merupakan
sumber kesejahteraan anak; bahkan sering kali anak-anak menggambarkan perasaan
suka mereka terhadap sekolah dengan perasaan mereka terhadap guru mereka (Sabo,
1995, dalam Konu & Rimpela, 2002). Hubungan interpersonal dan atmosfir yang positif
di sekolah dapat mempengaruhi capaian prestasi yang meningkat dari para siswanya
(Samdal, 1998, dalam Konu & Rimpela, 2002). Dalam penelitian ini, jawaban anak pada
pencapaian nilai 100 pada Dimansi A (tentang apa yang menimbulkan kebahagiaan)
dapat dikaitkan dengan jawaban anak tentang guru sebagai salah satu sumber stimulator
kebahagiaan pada dimensi C. Oleh karena itu, kecakapan guru dalam mengajar dan
membina hubungan sangat penting bagi kebahagiaan siswa-siswanya.

Kesimpulan Hasil Penelitian Tahun (Fase) Pertama


Adapun simpulan dari penelitan ini ialah Makna bahagia pada anak usia dini
merujuk pada afeksi positif 55 %, aktivitas yang dilakukan 28,9%, mendapatkan
sesuatu 8,89%, kondisi fisik yang positif 4,44%, serta menunjukkan afiliasi 2,22%,
Situasi yang membuat bahagia adalah aktivitas sebesar 36,61%, belajar
11.61%, hiburan 9,82%, dan olahraga 2,62%, Pihak yang membuat bahagia adalah
keluarga 77,92%, keluarga besar 3,90%, bukan keluarga 19,48%, Tuhan (1,30%) dan
mainan (1,30%).
Pada kelompok usia anak-anak pertengahan, hasilnya ialah makna bahagia
merujuk pada afeksi positif 69,23 %, aktivitas 12,82 %, mendapatkan sesuatu 10,26 %,
pencapaian 5,13 %, serta kondisi fisik positif 2,56%; Situasi yang membuat bahagia adalah
melakukan aktivitas sebesar 80,25 %, ketika mendapatkan sesuatu 11.11%, ketika ada afiliasi
3,70 %, ketika melakukan aktivitas agama 3,70 %, pada hari spesial 1,23 %, dan (c) Pihak
yang membuat bahagia adalah keluarga 86,96 %, dan bukan keluarga 13,04 %.
29

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan dan Pendekatan Penelitian


Rancangan besar dari penelitian ini menggunakan pendekatan mixed-
method yang disebut dengan rancangan metode campuran sekuensial eksploratori.
Rancangan ini terdiri dari dua (2) fase. Fase pertama sudah dilakukan tahun 2018
dengan menggunakan pendekatan kualitatif-eksploratori dan fase kedua dilakukan
pada fase ini (tahun 2019) menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini
pun terdiri dari dua fase, yaitu fase: (1) konstruksi instrumen makna kebahagiaan
berdasarkan kajian tahun pertama, dan (2) identifikasi makna konstruk untuk
mengeksplorasi faktor-faktor (determinan) makna kebahagiaan anak.

B. Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan 88 siswa Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun) serta
77 siswa Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar (usia 7-12 tahun).

C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Sleman, yakni TK Al-Idad An-
Nuur, TK Rumahku Tumbuh, MI An-Nuur, dan SD Negeri Jombor Lor.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan data berupa instrumen dengan skala Likert empat
(4) alternatif pilihan jawaban yang terdiri dari dua bagian, yakni bagian pertama
untuk mengukur situasi yang membuat bahagia dan bagian kedua untuk mengukur
pihak yang membuat bahagia. Adapun skala Likert digambarkan dalam bentuk
emotikon smile, yang mana semakin besar ukuran emotikon smile mencerminkan
bahwa level kebahagiaan anak yang semakin tinggi (sangat bahagia), sedangkan
semakin kecil ukuran emotikon smile mencerminkan bahwa level kebahagiaan anak
yang semakin rendah (sangat tidak bahagia). Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa struktur kognitif anak prasekolah dan sekolah dasar masih
30

sangat sederhana, sehingga diasumsikan belum dapat secara akurat merespon


pernyataan sesuai dengan keadaan dirinya.

Tabel 7. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari


Situasi yang Membuat Bahagia Siswa TK
Dimensi No Indikator
Melakukan sesuatu 1 Belajar
(aktivitas) 2 Jalan-jalan
3 Makan
4 Membaca buku
5 Membantu ibu
6 Menulis cerita
7 Menggambar
8 Bersih-bersih
9 Menyiram bunga
10 Bercermin
11 Makan minum
Bepergian bersama 12 Mudik
keluarga
Bermain 13 Bermain
Hiburan 14 Libur
15 Membaca komik
16 Menonton TV
Olahraga 17 Bermain bola
18 Bermain bulu tangkis
Mendapatkan sesuatu 19 Diberi hadiah
Teknologi 20 Bermain gadget/handphone
Afiliasi (Interaksi sosial) 21 Disayang ayah
22 Kumpul keluarga
23 Banyak orang tersenyum
24 Bercanda
Hari special 25 Ulang tahun
Pencapaian (Prestasi) 26 Dipuji guru
27 Di surga
31

Tabel 8. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari


Pihak yang Membuat Bahagia Siswa SD
Dimensi No Indikator
Keluarga besar 28 Nenek
Keluarga inti 29 Adik
30 Ayah
31 Ibu
32 Kakak
33 Orang tua
Bukan keluarga 34 Guru
35 Teman
Tuhan 36 Allah
Mainan 37 Mainan

Tabel 9. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari


Situasi yang Membuat Bahagia Siswa SD
Dimensi No Indikator
Melakukan sesuatu 1 Balapan
(aktivitas) 2 Belajar
3 Bersih-bersih
4 Jalan-jalan
5 Makan
6 Melihat ikan
7 Membantu ibu
8 Menggambar
Bemain 9 Bermain
10 Mencebur di kolam
11 Mencebur di sungai
Di rumah saja 12 Di rumah saja
Melakukan kegiatan 13 Drumband
14 Drama
15 Kemah
16 Libur
17 Naik bus
Olahraga 18 Olahraga
Mendapatkan sesuatu 19 Diberi
20 Dibacakan cerita
21 Diberi hadiah
Ada afiliasi 22 Interaksi sosial
23 Banyak teman
24 Disayang ayah
25 Kumpul keluarga
Melakukan aktivitas 26 Mengaji
32

keagamaan 27 Berada di rumah ibadah


28 Sholat
Hari keagamaan 29 Lebaran

Tabel 10. Spesifikasi Instrumen Makna Kebahagiaan ditinjau dari


Pihak yang Membuat Bahagia Siswa SD
Dimensi No Indikator
Keluarga 30 Adik
31 Ayah
32 Ibu
33 Kakak
34 Orang tua
Keluarga lain 35 Budhe
36 Kakek
37 Paman bibi
Bukan keluarga 38 Teman
39 Guru

E. Metode Analisis Data


Pada penelitian ini, eksplorasi faktor (determinan) makna kebahagiaan
dilakukan menggunakan Analisis Faktor Eksploratori dengan bantuan program
IBM SPSS 21. Melalui analisis tersebut, ekstraksi faktor dilakukan dengan metode
Principal Component Analysis (PCA) dengan Varimax sebagai metode rotasi
faktornya.
33

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis faktor eksploratori dilakukan secara terpisah guna memperoleh


struktur faktor makna kebahagiaan ditinjau dari situasi yang membuat bahagia dan
pihak yang membuat bahagia masing-masing bagi subjek siswa TK dan
MI. Dikarenakan asumsi dasar dari analisis faktor eksploratori adalah adanya
korelasi antarbutir, maka untuk dapat melihat ada tidaknya korelasi tersebut,
dibutuhkan sampel yang cukup. Adapun nilai yang menunjukkan kecukupan
sampel analisis adalah nilai KMO-MSA (Kaiser Meyer Olkin-Measure of Sampling
Adequacy). Umumnya nilai KMO di atas 0,5 sudah menunjukkan sampel yang
cukup (Field, 2009). Kemudian Bartlett’s Test of Sphericity digunakan untuk
menentukan apakah matriks korelasi bukan merupakan matrik identitas, jika
signifikan (sig <0,05) maka analisis faktor dapat dilanjutkan (Hair, Black, Babin,
& Anderson, 2014).

A. Analisis Faktor Eksploratori pada sampel siswa TK


Analisis faktor eksploratori yang digunakan untuk mengetahui struktur
faktor kebahagiaan siswa TK dilakukan sebanyak dua putaran dikarenakan pada
putaran pertama terdapat 8 butir yang memiliki nilai anti-image matrices yang tidak
baik, yakni butir nomor 1, 9, 10, 15, 17, 20, 32, dan 37. Oleh sebab itu, dari 37 butir
pernyataan yang dibuat, pada akhirnya hanya ada 29 butir yang dianalisis. Hasil
komputasi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 11. menunjukkan nilai KMO-
MSA bagi makna kebahagiaan ditinjau dari situasi yang membuat bahagia dan
pihak yang membuat bahagia siswa TK berturut-turut sebesar 0,635 dan 0,634
dengan signifikansi Bartlett’s Test of Sphrecity masing-masing sebesar 0,000.
Berdasarkan hasil tersebut, maka analisis faktor dapat dilanjutkan.
34

Tabel 11. KMO and Bartlett's Test pada sampel siswa TK


Situasi Pihak
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling 0,635 0,634
Adequacy.
Bartlett's Test of Approx, Chi-Square 455,656 129,028
Sphericity Df 210 28
Sig, 0,000 0,000

Sementara itu, untuk nilai Anti-Image Matrices yang disajikan dalam Tabel
12. dan Tabel 13., terlihat bahwa semua butir telah memenuhi kriteria yang
ditetapkan. Anti-Image Matrices sendiri memuat ukuran kecukupan sampling
(MSA) untuk masing-masing variabel (dimana dalam penelitian ini yang dimaksud
variabel adalah butir pernyataan) yang kriterianya sama dengan kriteria KMO yakni
lebih besar dari 0,5 (Field, 2009). Selanjutnya, untuk melihat banyaknya faktor
yang terbentuk, maka dapat diinterpretasikan melalui output total variance
explained. Berdasarkan kriteria eigen value diatas 1 (Kaiser, 1960), maka terlihat
bahwa makna kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat bahagia siswa
TK tersusun atas delapan (8) faktor, sedangkan makna kebahagiaan yang ditinjau
dari pihak yang membuat bahagia siswa TK tersusun atas tiga (3) faktor. Terakhir,
untuk menentukan pemuatan butir ke dalam faktornya maka kriteria yang
digunakan skor loading factor. Skor loading factor tertinggi pada faktor yang
dimaksud itulah yang menunjukkan bahwa butir yang diuji merupakan butir
pengukur aspek tersebut.
35

Tabel 12. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna Kebahagiaan


ditinjau dari Situasi yang Membuat Bahagia Siswa TK
Anti Setelah Analisis Faktor Eksploratori
No
Image F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
F1 2 0,583 0,502
3 0,564 0,803
4 0,589 0,805
5 0,725 0,631
Sebelum Analisis Faktor Eksploratori

6 0,711 0,763
7 0,573 0,782
8 0,639 0,808
11 0,578 0,486
F2 12 0,724 0,454
F3 13 0,609 0,463
F4 14 0,602 0,795
16 0,611 0,754
F5 18 0,634 0,377
F6 19 0,635 0,420
F7 21 0,765 0,370
22 0,563 0,801
23 0,672 0,643
24 0,802 0,433
F8 25 0,545 0,788
F9 26 0,639 0,774
27 0,600 0,736
Eigen Value 4,202 1,999 1,728 1,421 1,281 1,224 1,050 1,006
Varians yang dijelaskan 2,431 2,038 1,818 1,813 1,771 1,435 1,405 1,199
Varians dalam % 11,576 9,707 8,656 8,632 8,431 6,835 6,689 5,712
Kumulatif varians dalam
11,576 21,283 29,939 38,571 47,002 53,837 60,526 55,238
%

Keterangan:
Konstruk awal sebelum Analisis Faktor Eksploratori
F1 = Melakukan sesuatu (aktivitas); F2 = Bepergian bersama keluarga; F3 =
Bermain; F4 = Hiburan; F5 = Olahraga; F6 = Mendapatkan sesuatu; F7 = Afiliasi
(Interaksi sosial); F8 = Hari spesial; F9 = Pencapaian (prestasi)

Konstruk setelah Analisis Faktor Eksploratori


F1 = Melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi orang lain dan mendapatkan
sesuatu; F2 = Melakukan aktivitas yang menyenangkan; F3 = Berinteraksi dengan
hal di sekitarnya; F4 = Mendapatkan perhatian di hari istimewa; F5 = Mendapatkan
pengharagaan (atas prestasi); F6 = Hal yang menyenangkan; F7 = Berkumpul
dengan keluarga; F8 = Menggambar
36

Tabel 13. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna Kebahagiaan


ditinjau dari Pihak yang Membuat Bahagia Siswa TK
Setelah Analisis Faktor
Anti
No Eksploratori
Image
F1 F2 F3
F1 28 0,591 0,859
Sebelum Analisis

EksploratoriF2 29 0,757 0,504


30 0,611 0,706
Faktor

31 0,579 0,837
33 0,605 0,782
F3 34 0,722 0,555
35 0,720 0,619
F4 36 0,596 0,873
Eigen Value 2,531 1,469 1,003
Varians yang dijelaskan 1,937 1,792 1,275
Varians dalam % 24,210 22,399 15,933
Kumulatif varians dalam % 24,210 26,609 62,542
Keterangan:
Konstruk awal sebelum Analisis Faktor Eksploratori
F1 = Keluarga besar; F2 =Keluarga inti; F3 = Bukan Keluarga; F4 = Tuhan

Konstruk setelah Analisis Faktor Eksploratori


F1 = Keluarga inti dan Tuhan; F2 = Lingkungan terdekat anak; F3 = Bukan keluarga
inti
Adapun penjelasan untuk masing-masing faktor yang terbentuk sebagai
konstruk makna kebahagiaan ditinjau dari situasi yang membuat bahagia siswa TK
sebagai berikut.
Faktor pertama menyumbang 11,576% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,377 - 0,808. Terdapat empat (4) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor pertama yakni butir nomor 5 (membantu ibu),
6 (menulis cerita), 8 (bersih-bersih), dan 18 (diberi hadiah). Berdasarkan pada
konten pernyataannya, maka faktor pertama dinamakan “Melakukan aktivitas yang
bermanfaat dan mendapatkan sesuatu”. Melakukan pekerjaan rumah tangga (seperti
membantu ibu dan bersih-bersih) disebut sebagai aktivitas yang bermanfaat karena
dapat meringankan pekerjaan orang tua (Goldscheider & Waite, 1991). Pada
umumnya, orang tua memang melibatkan anak dalam melakukan pekerjaan rumah
tangga karena dapat meningkatkan perkembangan holistik anak (Bazley & Ennew,
2006; Rosman, 2008) serta membangun karakter dan mengembangkan rasa
tanggung jawab anak (Goldscheider & Waite, 1991), yang pada akhirnya berperan
dalam membentuk kebiasaan penggunaan waktu yang sehat di kemudian hari
37

(Wikle, 2014). Anak merasa bahagia karena umumnya mereka mendapatkan pujian
setelah membantu melakukan pekerjaan rumah tangga. Fadhilah dan Khorida
(2013) menyatakan bahwa pada hakikatnya, anak memang senang dipuji. Dalam
sebuah survey yang dilakukan Dweck (2002), 80% orang tua melaporkan bahwa
memuji anak diperlukan agar mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Sementara studi yang dilakukan Hammond & Browne (2018) menyimpulkan
bahwa dibandingkan ayah, ibu lebih banyak memberikan pujian sebagai motif atas
partisipasi anak. Menulis cerita juga merupakan salah satu aktivitas yang
bermanfaat karena menulis memungkinkan individu untuk mendapatkan sejumlah
manfaat dari segi intelektual, fisiologis, maupun emosional (Smith, nd). Anak
senang menulis cerita karena menulis cerita mampu menghadirkan perasaan
bahagia yang lebih besar (Smith, nd). Melalui aktivitas menulis cerita, imajinasi
anak akan semakin berkembang dan membuat mereka dapat terlibat secara pribadi
dalam sebuah kisah sebagaimana mereka mengidentifikasi karakter serta mencoba
menafsirkan narasi dan ilustrasi (Mart, 2012). Pengalaman imajinatif tersebut
membantu anak mengembangkan potensi kreatif yang ada dalam diri mereka
sendiri (Ellis & Brewster, 2002). Selain ketiga aktivitas tersebut, anak juga merasa
bahagia ketika menerima benda-benda (diberi hadiah) karena benda-benda tersebut
dapat mereka manfaatkan untuk menghadirkan kebahagiaan, seperti mainan untuk
bermain dan juga hal-hal yang mereka sukai atau berguna seperti pakaian maupun
aksesori (Hong, Ra, Jang, 2015).
Faktor kedua menyumbang 9,707% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,463 - 0,795. Terdapat empat (4) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor kedua yakni butir nomor 2 (jalan-jalan), 13 (bermain),
14 (libur), dan 16 (nonton TV). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka
faktor kedua dinamakan “Melakukan aktivitas yang menyenangkan”. karena
kontennya merupakan contoh-contoh aktivitas yang menyenangkan. Hasil
penelitian Herliyanawati (2017) menunjukan bahwa jalan-jalan dapat merubah
perasaan anak yang semula tidak baik menjadi lebih baik. Ini berarti, anak menjadi
lebih bahagia dibanding sebelumnya melalui aktivitas jalan-jalan. Sementara itu,
bermain juga menghadirkan kebahagiaan bagi anak karena bermain menawarkan
38

kesenangan dan kebebasan (Fattore, Manson & Watson, 2009). Park (2000)
melaporkan bahwa kebahagiaan yang dialami selama masa kanak-kanak melalui
permainan, akan menjadi sumber kekuatan positif bagi kehidupan anak di masa
depan. Sama halnya dengan jalan-jalan dan bermain, libur juga membuat anak
merasa bahagia. Libur menghadirkan kebahagiaan pada anak karena dapat
menciptakan pengalaman unik (Durko & Petrick, 2013), meningkatkan perasaan
positif tentang kehidupan, keluarga, dan kesehatan (Gilbert & Abdullah, 2004),
serta membangun hubungan, membuat kenangan, dan meningkatkan ikatan dalam
keluarga (Byrnes, 2001; Kozak & Duman 2012; Newman 1996). Selain itu, banyak
kegiatan–kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan anak saat mereka libur,
misalnya bermain, bersantai, hingga mengembangkan keterampilan sosial yang
penting (Stewart, Watson, & Campbell, 2018). Terakhir, menonton televisi juga
menjadi salah satu sumber kebahagiaan anak karena televisi telah menjadi sumber
utama untuk hiburan anak melalui penyajian berbagai konten seperti kartun maupun
film (El- Houfey, & Elserogy, 2013). Temuan penelitian Ghilzai, Alam, Ahmad,
Shaukat, & Noor (2017) menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak menonton
kartun untuk bersenang-senang (41%), beraksi (23%) dan pembelajaran (17%).
Faktor ketiga menyumbang 8,656% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,370 - 0,805. Terdapat tiga (3) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor ketiga yakni butir nomor 4 (membaca buku), 21
(disayang ayah), dan 24 (bercanda). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka
faktor ketiga dinamakan “Berinteraksi dengan hal di sekitarnya” karena kontennya
melibatkan interaksi antara anak dengan lingkungan di sekitarnya. Studi yang
disarikan dari Scholastic pada tahun 2013 (Bridges, 2014) menunjukkan bahwa
anak-anak menganggap membaca buku untuk bersenang-senang itu penting. Selain
itu, anak juga merasa senang saat membaca buku karena buku adalah jendela dunia
(Shofaussamawati, 2014). Melalui buku, secara tidak langsung anak sudah
berinteraksi dengan dunia luar karena buku memungkinkan anak memiliki
perwakilan pengalaman yang dapat menembus batas-batas kehidupan (Tschida,
Ryan, & Ticknor, 2014). Sama halnya dengan membaca buku, interaksi antara anak
dengan ayah mereka, yang pada akhirnya membuat si anak merasa disayangi, juga
39

membuat anak merasa bahagia. Interaksi ayah dan anak adalah ikatan dan
keterikatan yang unik (Mackey, 2001). Akan tetapi, meskipun interaksi yang
dibangun antara ayah dan anak tergantung pada jenis kelamin anak (Mascaro,
Rentscher, Hackett, Mehl, &. Rilling, 2018), hubungan antara ayah dan
kebahagiaan sama kuatnya baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan
(Flouri & Buchanan, 2003). Faktanya, ayah memang merupakan sumber
kebahagiaan bagi anak selain ibu (Adiyanti, 2018; Amato, 1994; Hong, Kim, &
Jeun, 2016). Anak-anak dengan ayah yang terlibat dan penyayang terbukti lebih
berprestasi di sekolah; memiliki harga diri yang sehat; menunjukkan empati dan
perilaku pro-sosial yang baik; dan menghindari perilaku berisiko tinggi seperti
penggunaan narkoba, pembolosan, dan aktivitas nakal (Horn & Sylvester, 2002).
Terakhir, bercanda yang juga membuat anak terlibat dalam interaksi dengan orang
lain, terbukti membuat anak bahagia. Ini sejalan dengan Ahmad, Mohamed,
Hasnan, Ali, & Puad, (2018) yang menyatakan bahwa bercanda dapat membuat
bahagia dan mengurangi stress. Bahkan studi yang dilakukan Jennifer (2017)
menyimpulkan bahwa bercanda bagi anak bermanfaat dalam meningkatkan
imajinasi dan mengekspresikan empati terhadap orang lain.
Faktor keempat menyumbang 8,632% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,643 - 0,788. Terdapat dua (2) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor keempat yakni butir nomor 23 (banyak orang
tersenyum) dan 25 (ulang tahun). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka
faktor keempat dinamakan “Mendapatkan perhatian di hari istimewa” karena saat
di hari istimewa (ulang tahun) anak mendapatkan banyak perhatian yang
ditunjukkan dengan banyaknya orang yang tersenyum kepadanya. Menurut
pandangan ekspresi emosional, senyum adalah komponen utama dari tampilan
wajah yang terkait dengan dan disebabkan oleh perasaan bahagia atau gembira
(Kraut & Johnston, 1979). Anak merasa bahagia saat banyak orang tersenyum
kepadanya karena kebahagiaan itu menular (Hatfield, Cacioppo, & Rapson, 1994).
Pada prinsipnya, kebahagiaan seorang individu memang dikaitkan dengan
kebahagiaan orang lain. Ini berarti bahwa kebahagiaan bukan hanya fungsi dari
pengalaman atau pilihan individu saja, tetapi juga merupakan bagian dari
40

sekelompok orang (Fowler & Christakis, 2008). Sementara itu, anak juga bahagia
saat ulang tahun karena ulang tahun adalah salah satu momen istimewa dalam hidup
mereka. Setidaknya terdapat empat kegiatan yang dilakukan saat perayaan ulang
tahun anak, yakni makan bersama, menyanyikan lagu “selamat ulang tahun”,
meniup lilin, dan memberikan kado (Lee, Katras, & Bauer, 2009). Otnes, Nelson,
& McGrath (1995) menuturkan bahwa penyajian kue ulang tahun melambangkan
cinta dan kesenangan dengan cara mengkhususkan pada anak yang berulang tahun.
Oleh sebab itu, anak yang berulangtahun merasa bahagia karena telah diwujudkan
perayaan khusus untuknya (Otnes, Nelson, & McGrath, 1995; Shamgar-Handelman
& Handelman, 1991; Weil, 1986).
Faktor kelima menyumbang 8,431% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,774 - 0,803. Terdapat dua (2) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor kelima yakni butir nomor 3 (makan) dan 26 (dipuji
guru). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor kelima dinamakan
“Mendapatkan penghargaan (atas prestasi)” karena makan dan dipuji guru
merupakan contoh penghargaan yang didapatkan anak saat mereka berprestasi.
Faktanya, menggunakan pujian dan hadiah (dalam hal ini makan) membantu anak
tidak hanya merasa lebih bahagia, tetapi juga membuat mereka merasa lebih
dihargai dan lebih percaya diri (Nursing & Quality Department, 2014). Anak
senang makan karena makan memberikan manfaat pengalaman (seperti merasakan
rasa yang enak dan memuaskan rasa lapar) dan manfaat instrumental (seperti
menjadi kuat) (Maimaran, & Fishbach, 2014).
Sementara itu, terkait dengan pujian guru, hasil penelitian Butterworth, &
Bevan-Brow, (2007) menemukan bahwa semua siswa melaporkan merasa "sangat
senang" atau "senang" dan "sangat bangga" atau "bangga" ketika guru memuji
mereka. Hasil tersebut selaras dengan Dweck (1999) yang menyatakan bahwa anak
yang menerima umpan balik berupa tanggapan positif (pujian) akan merasa bahagia
atas diri mereka sendiri, sedangkan anak yang menerima umpan balik berupa
tanggapan negatif (kritik) cenderung merasa negatif atas kinerja dan diri mereka
sendiri. Ini berarti pujian guru berkontribusi dalam membantu siswa belajar,
meningkatkan motivasi dan harga diri, hingga mengurangi perilaku-perilaku
41

mengganggu (Schunk, 1990; Sutherland, Wehby, & Copeland, 2000).


Faktor keenam, menyumbang 6,835% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,420 - 0,736. Terdapat empat (4) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor keenam yakni butir nomor 11 (makan minum), 12
(mudik), 19 (diberi hadiah), dan 27 (di surga). Berdasarkan pada konten
pernyataannya, maka faktor keenam dinamakan “Hal yang menyenangkan” karena
kontennya merupakan contoh-contoh hal yang menyenangkan. Seperti yang telah
dijelaskan pada faktor lima, bahwa makan memberikan sejumlah manfaat bagi anak
yang pada akhirnya berkontribusi dalam memunculkan perasaan bahagia. Sama
halnya dengan makan, minum pun membuat anak bahagia karena juga menawarkan
pengalaman rasa yang enak. Hasil penelitian Green, Hadihardjono, Pries, Izwardy,
Zehner, Zehner, & Huffman (2019) menyebutkan bahwa biskuit manis dan
makanan ringan gurih adalah makanan ringan yang paling sering dikonsumsi anak;
sedangkan susu manis dan teh manis adalah minuman yang paling sering
dikonsumsi anak. Mudik juga termasuk hal yang menyenangkan karena saat mudik
ke kampung halaman, anak-anak dapat berjumpa kembali dengan orang-orang yang
mereka sayangi (Hong, Kim, & Jeun, 2016). Tidak berbeda dengan makan-minum
dan mudik, diberi hadiah juga termasuk hal yang menyenangkan bagi anak. Masih
dari temuan studi Hong, Kim, & Jeun (2016), anak-anak merasa senang ketika
menerima hadiah dari orang tua atau saudara mereka. Mereka merasakan sukacita
dan kesenangan setelah memiliki apa yang selama ini mereka inginkan. Dalam studi
tersebut, juga terlihat jika anak laki-laki (12,4%) merasakan kebahagiaan yang lebih
besar karena hadiah dibandingkan anak perempuan (5,3%), yang mengindikasikan
bahwa anak laki-laki merasakan lebih banyak kebahagiaan melalui hal-hal materi
dibandingkan anak perempuan. Terakhir, terkait berada di surga. Sama halnya
dengan konsep Tuhan, anak-anak umumnya juga belum sepenuhnya mengerti,
meskipun insting keagamaan sebenarnya sudah dimiliki anak sejak lahir dan akan
terus tumbuh bersamaan dengan insting sosial dan kematangan tubuh lainnya
(Woodworth dalam Jalaludin, 1996). Anak bahagia jika di surga karena
sepemahaman anak, surga terletak di langit dan merupakan tempat bagi orang-
orang yang baik (Susiba, 2018). Hal tersebut selaras dengan Newman & Graham
42

(2018) yang menyebutkan bahwa Islam menggambarkan surga sebagai tempat yang
dipenuhi dengan sukacita dan kebahagiaan.
Faktor ketujuh menyumbang 6,689% dari total varians dan memiliki skor
loading factor sebesar 0,801. Terdapat satu (1) butir pernyataan yang berfungsi
mengukur faktor ketujuh yakni butir nomor 22 (kumpul keluarga). Berdasarkan
pada konten pernyataannya, maka faktor ketujuh dinamakan “Berkumpul dengan
keluarga” karena kontennya adalah kumpul keluarga. Berkumpul dengan keluarga
membuat anak bahagia sebagaimana temuan Frey & Stutzer (2008). Layard (2005)
menyebutkan bahwa keluarga adalah sumber kebahagiaan yang utama. Bagi anak,
keluarga memiliki arti dan fungsi serta peranan yang sangat penting dan vital bagi
kelangsungan hidup maupun dalam menentukan makna dan tujuan hidupnya
(Watuliu, 2015). Para ahli berpendapat bahwa kebahagiaan anak bukan semata-
mata tergantung pada jumlah waktu yang dihabiskan bersama keluarga, namun juga
tergantung pada jenis kegiatan yang mereka lakukan bersama (Crouter, Head,
McHale, & Tucker, 2004; Larson & Richards, 1994). Berdasarkan pendapat
tersebut, maka saat berkumpul dengan keluarga, banyak kegiatan yang dapat
dilakukan anak bersama keluarga mereka, misalnya makan, bermain, membaca,
maupun mengerjakan pekerjaan rumah tangga (Milkie, Kendig, Nomaguchi, &
Denny, 2010). Kegiatan-kegiatan tersebut terbukti bermanfaat, terutama dalam
meningkatkan dan memperkuat ikatan orang tua-anak (Larson & Richards, 1994),
serta memfasilitasi komunikasi antaranggota keluarga dan membangun rasa
kebersamaan yang penting bagi perkembangan anak (Bronfenbrenner, 1979).
Terakhir, faktor kedelapan menyumbang 5,712% dari total varians dan
memiliki skor loading factor sebesar 0,782. Terdapat satu (1) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor kedelapan yakni butir nomor 7 (menggambar).
Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor kedelapan dinamakan
“Menggambar” karena kontennya adalah kegiatan menggambar. Pada umumnya,
gambar anak masih sederhana karena hanya terdiri atas garis, gerakan melingkar,
dan warna (Kervin & Mantei, 2015). Menurut Baroutsis, Kervin, Woods, &
Comber (2017), gambar adalah salah satu bentuk komunikasi. Berdasarkan hal
tersebut, anak kecil menggunakan gambar untuk membuat cerita atau narasi yang
43

mewakili atau menampilkan orang dan objek dalam cerita mereka (Kress, 1997).
Brook (2009) menuturkan jika menggambar memiliki beberapa manfaat,
diantaranya membantu anak dalam mengeksplorasi ide-ide mereka tentang dunia
sekitarnya, meningkatkan keterampilan visual dan spasial mereka, serta membuat
representasi visual dari pikiran dan perasaan yang sedang mereka alami. Studi yang
dilakukan Hong, Kim, dan Jeun (2016) menunjukkan bahwa anak-anak merasakan
kebahagiaan saat berhasil mengekspresikan imajinasi dan kreativitas melalui
kegiatan seperti menggambar, mendekorasi, dan membuat kerajinan tangan.
Bahkan menurut laporan Hendon & Bohon (2008), 28 dari 30 anak mengalami
perubahan suasana hati (mood) dari sedih menjadi senang, setelah diberi terapi
bermain termasuk didalamnya terapi bermain dengan menggambar dan mewarnai
gambar.
Sementara itu, penjelasan untuk masing-masing faktor yang terbentuk
sebagai konstruk makna kebahagiaan ditinjau dari pihak yang membuat bahagia
siswa TK sebagai berikut. Faktor pertama menyumbang 24,210% dari total varians
dan memiliki skor loading factor antara 0,504 - 0,837. Terdapat tiga (3) butir
pernyataan yang berfungsi mengukur faktor pertama yakni butir nomor 29 (adik),
31 (ibu), dan 36 (Allah). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor
pertama dinamakan “Keluarga inti dan Tuhan” karena adik dan ibu merupakan
keluarga inti sedangkan Allah merupakan Tuhan (bagi umat Islam). Kebahagiaan
yang hadir karena adanya adik dan ibu selaras dengan Botha & Booysen (2013)
yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan bagian integral dari
masyarakat dalam menumbuhkan rasa bahagia pada anak. Meskipun hubungan
yang terjalin antara anak dan adiknya adalah hubungan horizontal dan egaliter
(Dunn, 2015), namun adik tetap berkontribusi dalam memunculkan kebahagiaan
pada anak karena anak merasa mendapatkan teman baru, dapat bercerita pada orang
lain tentang adiknya, dapat berbagi kasih sayang dan mainan, serta dapat saling
bercanda (Samalin, 2003). Sementara itu, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa sama halnya dengan ayah, ibu juga merupakan sumber kebahagiaan bagi
anak (Adiyanti, 2018; Amato, 1994; Hong, Kim, & Jeun, 2016). Saat anak
mengalami kekecewaan, keterlibatan ibu mampu mengurangi rasa sedih; dan saat
44

intensitas keterlibatan tersebut ditambah, maka level kebahagiaan anak pun akan
bertambah pula (Vandevivere, van de Brande, Bosman, Mueller, & Braet, 2016).
Setiap anak yang tumbuh dan dididik oleh ibu pasti mencapai perkembangan fisik,
sosial, dan psikologis yang sesuai, sehingga anak memiliki penampilan yang jauh
lebih baik, terlihat lebih bahagia, dan menikmati masa kecilnya secara umum
(Ceka, & Murati, 2016). Terkait dengan Tuhan, anak ternyata juga merasa bahagia
atas adanya Tuhan sebagaimana temuan penelitian Yendork & Somhlaba (2016).
Meskipun anak belum sepenuhnya mengerti tentang Tuhan, namun Harmar (dalam
Ramayulis, 2011) berpandangan bahwa konsep Tuhan pada anak usia 3-6 tahun
lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Oleh sebab itu, konsep Tuhan
yang dihayati cenderung kurang masuk akal karena sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya (Susiba, 2018). De Ross, Iedema, & Miedema (2001)
menemukan bahwa ibu lah sosok pertama yang mempengaruhi pandangan anak
terhadap Tuhan, dimana Tuhan digambarkan sebagai entitas yang peduli, penuh
kasih, kuat, sekaligus pemberi hukuman (De Ross, Iedema, & Miedema, 2004).
Faktor kedua menyumbang 22,399% dari total varians dan memiliki skor
loading factor antara 0,619 - 0,782. Terdapat tiga (3) butir pernyataan yang
berfungsi mengukur faktor kedua yakni butir nomor 30 (ayah), 33 (orang tua), dan
35 (teman). Berdasarkan pada isi pernyataannya, maka faktor kedua dinamakan
“Lingkungan terdekat anak” karena kontennya merupakan orang-orang yang sangat
dekat dengan anak. Secara naluriah, anak-anak menginginkan dan membutuhkan
hubungan yang positif dan penuh cinta dengan orang-orang terdekat mereka (The
Children’s Society, 2012). Ayah sebagai salah satu bagian dari lingkungan terdekat
anak berperan sebagai panutan yang berkontribusi dalam mengajarkan nilai-nilai
dan pelajaran dalam memecahkan masalah yang mungkin akan dihadapi anak di
masa depan (Cano, Perales, & Baxter, 2018). Dengan adanya kehadiran sosok ayah,
mampu mencegah anak dari rendahnya identitas diri maupun prestasi akademik,
kesulitan hidup akibat perilaku maladaptif, serta perilaku beresiko seperti hubungan
seksual dini dan penyalahgunaan narkoba (East, Jackson, & O’Brien, 2006).
Sementara itu, orang tua adalah orang dewasa pertama yang bersosialisasi dengan
anak (Singh & Gupta, 2012). Kurangnya rasa cinta dari orang tua ditengarai dapat
45

menyebabkan masalah kesehatan mental jangka panjang serta mengurangi potensi


dan kebahagiaan anak secara keseluruhan (Winston & Chicot, 2016). Oleh sebab
itu, peran orang tua sebagai agen pembentuk perasaan bahagia pada anak
dikarenakan adanya ikatan atau hubungan yang sebetulnya sudah terbentuk sejak
anak masih bayi, dimana hubungan tersebut berperan sebagai pondasi untuk semua
hubungan lain yang membentuk kehidupan anak di masa depan (Indumathy &
Ashwini, 2017; Bowlby, 2008). Selain ayah dan orang tua, anak juga merasa
bahagia saat memiliki teman (Adiyanti, 2018; Hwang, Kim, & Tak, 2013; Thoilliez,
2011). Bagwell, Bender, Andreassi, Kinoshita, Montarello, dan Muller (2005)
menemukan bahwa dukungan sosial dari teman-teman melindungi anak dari
kesepian dan membantu mengurangi stress. Beberapa studi yang membandingkan
kualitas pertemanan mendokumentasikan bahwa kualitas pertemanan secara
keseluruhan bervariasi sesuai tingkatan kedekatan persahabatan. Studi tersebut
mengungkapkan jika persahabatan memiliki kualitas hubungan yang lebih baik
dibandingkan hanya sekedar teman dekat (Davis & Todd, 1985; Wright, 1985;
Mendelson & Kay, 2003).
Terakhir, faktor ketiga menyumbang 15,933% dari total varians dan
memiliki skor loading factor antara 0,555 – 0,859. Terdapat dua (2) butir
pernyataan yang berfungsi mengukur faktor ketiga yakni butir nomor 28 (nenek)
dan 34 (guru). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor ketiga
dinamakan “Bukan keluarga inti” karena nenek dan guru tidak termasuk dalam
keluarga inti. Meskipun nenek bukanlah keluarga inti, faktanya anak juga merasa
bahagia atas kehadiran sosok nenek dalam hidup mereka (Hong, Kim, & Jeun,
2016). Dalam kehidupan sehari-hari, dibanding kakek, nenek umumnya lebih
terlibat dalam ikatan keluarga, serta memiliki tindakan komunikasi yang empatik
dan suportif terhadap anak dan cucu mereka (Ivan, & Hebblethwaite, 2016). Oleh
sebab itu, nenek memiliki peran penting dan berpengaruh dalam keluarga yang
biasanya bertugas membantu membesarkan anak ketika ibu sedang bekerja, sakit,
bahkan meninggal (Jonasi, 2007). Sementara itu, adanya dukungan guru juga
terbukti membawa kebahagian tersendiri bagi anak (Kim, Kim, & Hong, 2009; Lee
& Lee, 2014). Dukungan guru merupakan sumber daya positif yang mencakup
46

penyediaan infomasi, pengakuan, dan tanggapan yang sesuai bagi anak (Brewster
& Bowen, 2004). Semakin banyak anak menerima dukungan positif dari guru,
maka anak akan menjadi siswa yang lebih berbahagia dan lebih bertanggungjawab
(Lee, 2016).

B. Analisis Faktor Eksploratori pada sampel siswa SD


Berbeda dengan sampel siswa TK, analisis faktor eksploratori yang
digunakan untuk mengetahui struktur faktor kebahagiaan siswa SD dilakukan
sebanyak tiga putaran dikarenakan pada putaran pertama terdapat 6 butir yang
memiliki nilai anti-image matrices yang tidak baik, yakni butir nomor 1, 17, 30, 33,
36, dan 37; sedangkan pada putaran kedua terdapat 2 butir yang memiliki nilai anti-
image matrices yang tidak baik, yakni butir nomor 8 dan 35. Oleh sebab itu, dari
39 butir pernyataan yang dibuat, pada akhirnya hanya ada 31 butir yang dianalisis.
Hasil komputasi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 14. menunjukkan nilai
KMO-MSA bagi makna kebahagiaan ditinjau dari situasi yang membuat bahagia
dan pihak yang membuat bahagia siswa SD berturut-turut sebesar 0,692 dan 0,675
dengan signifikansi Bartlett’s Test of Sphrecity masing-masing sebesar 0,000.
Berdasarkan hasil tersebut, maka analisis faktor dapat dilanjutkan.

Tabel 14. KMO and Bartlett's Test pada sampel siswa SD


Situasi Pihak
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling 0,692 0,675
Adequacy.
Bartlett's Test of Approx, Chi-Square 771,427 84,160
Sphericity df 325 10
Sig, 0,000 0,000

Sementara itu, untuk nilai Anti-Image Matrices yang disajikan dalam Tabel
15. dan Tabel 16., terlihat bahwa semua butir juga telah memenuhi kriteria yang
ditetapkan (≥ 0,5). Selanjutnya, untuk melihat banyaknya faktor yang terbentuk,
maka dapat diinterpretasikan melalui output total variance explained. Berdasarkan
kriteria eigen value diatas 1 (Kaiser, 1960), maka terlihat bahwa makna
47

kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat bahagia siswa SD tersusun
atas delapan (8) faktor, sedangkan makna kebahagiaan yang ditinjau dari pihak
yang membuat bahagia siswa SD tersusun atas satu (1) faktor. Terakhir, untuk
menentukan pemuatan butir ke dalam faktornya maka kriteria yang digunakan skor
loading factor. Skor loading factor tertinggi pada faktor yang dimaksud itulah yang
menunjukkan bahwa butir yang diuji merupakan butir pengukur aspek tersebut.
Tabel 15. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Instrumen Makna Kebahagiaan
ditinjau dari Situasi yang Membuat Bahagia Siswa SD
Anti Setelah Analisis Faktor Eksploratori
No
Image F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
F1 2 0,800 0,624
3 0,618 0,633
4 0,730 0,679
5 0,626 0,664
6 0,683 0,715
7 0,643 0,655
Sebelum Analisis Faktor Eksploratori

F2 9 0,767 0,602
10 0,653 0,513
11 0,712 0,728
F3 12 0,697 0,662
F4 13 0,644 0,892
14 0,583 0,836
15 0,557 0,545
16 0,676 0,673
F5 18 0,726 0,650
F6 19 0,741 0,509
20 0,723 0,730
21 0,704 0,694
F7 22 0,840 0,518
23 0,522 0,887
24 0,709 0,479
25 0,748 0,726
F8 26 0,564 0,776
27 0,781 0,527
28 0,785 0,664
F9 29 0,690 0,732
Eigen Value 6,122 2,515 2,302 1,501 1,410 1,218 1,193 1,137
Varians yang dijelaskan 2,676 2,474 2,332 2,173 2,161 1,964 1,851 1,769
Varians dalam % 10,291 9,515 8,968 8,357 8,312 7,555 7,118 6,803
Kumulatif varians dalam
10,291 19,805 28,774 37,131 45,443 52,998 60,116 66,919
%

Keterangan:
Konstruk awal sebelum Analisis Faktor Eksploratori
F1 = Melakukan sesuatu (aktivitas); F2 = Bermain; F3 = Di rumah saja; F4 =
Melakukan kegiatan; F5 = Olahraga; F6 = Mendapatkan sesuatu; F7 = Ada afiliasi;
F8 = Melakukan aktivitas keagamaan; F9 = Hari keagamaan
48

Konstruk setelah Analisis Faktor Eksploratori


F1 = Menerima sesuatu di hari raya keagamaan dalam kumpulan keluarga; F2 =
berada di rumah; F3 = bermain; F4 = melakukan aktivitas seni; F5 = melakukan
aktivitas menyenangkan; F6 = adanya interaksi sosial; F7 = melakukan aktivitas
fisik; F8 = adanya afiliasi di dalam dan di luar rumah serta melakukan aktivitas
keagamaan tidak wajib.

Tabel 16. Ringkasan Analisis Faktor Eksploratori Makna Kebahagiaan


ditinjau dari Pihak yang Membuat Bahagia Siswa SD
Sebelum Setelah Varians Kumulatif
Anti Eigen
No Analisis Faktor Analisis Faktor dalam varians
Image Value
Eksploratori Eksploratori % dalam %
31 .724 F1 F1 2.42 48.406 48.406
32 .642
34 .674
38 .633 F2
39 .722

Keterangan:
Konstruk awal sebelum Analisis Faktor Eksploratori
F1 = Keluarga; F2 = Bukan Keluarga

Konstruk setelah Analisis Faktor Eksploratori


F1 = Keluarga dan bukan keluarga
Adapun penjelasan untuk masing-masing faktor yang terbentuk sebagai
konstruk makna kebahagiaan ditinjau dari situasi yang membuat bahagia sebagai
berikut. Faktor pertama terdiri atas empat butir pernyataan yakni butir nomor 19
(diberi), 21 (diberi hadiah), 25 (kumpul keluarga), dan 29 (lebaran). Berdasarkan
pada konten pernyataannya, maka faktor pertama dinamakan menerima sesuatu di
hari raya keagamaan dalam kumpulan keluarga karena tradisi lebaran di Indonesia
identik dengan kumpul keluarga dimana anak-anak mendapatkan sesuatu/hadiah
dari saudara/kerabat mereka. Tradisi kumpul keluarga saat hari raya keagamaan
(mudik) bagi masyarakat Indonesia merupakan satu ritual tahunan yang memang
menjadi prioritas utama pada saat menghadapi hari raya keagamaan. Dalam
pelaksanaan migrasi spontan dan temporer ini, tidak ada beban berat dalam
hitungan besaran ekonomi atau biaya yang dikeluarkan, karena yang menjadi tujuan
adalah kebahagiaan dan kegembiraan untuk dapat berkumpul dengan handai taulan
49

dan keluarga di kampung halaman (Soebyakto, 2011). Selain kebahagiaan yang


hadir karena dapat berkumpul bersama keluarga pada momen istimewa,
kebahagiaan juga hadir manakala anak-anak mendapatkan sesuatu dari
saudara/kerabat mereka yang lebih tua (Herawati, 2015). Hal ini dikarenakan
kecenderungan anak-anak yang menghubungkan kebahagiaan dengan keadaan
eksternal yang berkaitan dengan materi, yang sejalan dengan Kim (2013) yang
menemukan bahwa anak-anak kecil merasakan kebahagiaan melalui hal-hal materi
seperti mainan yang bagus dan pakaian cantik.
Faktor kedua terdiri atas lima butir pernyataan yakni butir nomor 2
(belajar), 3 (bersih-bersih), 7 (membantu ibu), 12 (di rumah saja), dan 16 (libur).
Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor kedua dinamakan berada di
rumah karena aktivitas-aktivitas tersebut umumnya dilakukan anak saat berada di
rumah. Berada dirumah ternyata tidak membuat anak menjadi bosan karena
bagaimanapun rumah adalah tempat lahir, tumbuh, dan berkembangnya seorang
anak (Rakhmawati, 2015). Umumnya suasana rumah yang dibuat menyenangkan,
tentram, damai, dan harmonis akan membuat anak menjadi betah berada di rumah
(Ahmadi & Widodo, 2004). Disamping itu, anak-anak juga senang berada di rumah
karena banyak aktivitas yang dapat mereka lakukan, seperti membantu pekerjaan
rumah tangga (bersih-bersih, membantu ibu), santai dirumah saja saat hari libur,
hingga belajar.
Faktor ketiga terdiri atas empat butir pernyataan yakni butir nomor 4
(jalan-jalan), 9 (bermain), 10 (mencebur di kolam), dan 11 (mencebur di sungai).
Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor ketiga dinamakan bermain
karena kontennya merupakan contoh-contoh kegiatan bermain. Dikarenakan
bermain adalah lensa yang harus dilalui anak untuk menikmati dunianya
(Goldstein, 2012), maka semua jenis kegiatan bermain, dari fantasi hingga yang
kasar, berkontribusi dalam perkembangan anak baik perkembangan kognisi, fisik,
emosi, maupun sosial (Blasi, Hurwitz, & Hurwitz, 2012; Goldstein, 2012), terutama
di usia pra-sekolah dan awal sekolah (Alcock, 2007; Winther-Lindqvist, 2009).
Pada dasarnya, anak akan merasakan emosi positif seperti kebebasan, kesenangan,
kegembiraan, maupun ketenangan saat mereka bermain dalam permainan yang
50

mereka sukai (Hong, Kim, & Jeun, 2016; Hong, Ra, & Jang, 2015), dan saat setelah
bermain selesai, mereka mengalami emosi positif berupa hadirnya rasa
kelengkapan dan kepuasan (Fattore, Mason, & Watson, 2009).
Faktor keempat terdiri atas dua butir pernyataan yakni butir nomor 13
(drumband) dan 14 (drama). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor
keempat dinamakan melakukan aktivitas seni karena kontennya merupakan contoh-
contoh kegiatan seni. Baik Jeon (2016) maupun Ateca-Amestoy (2011)
berpendapat bahwa partisipasi dan keterlibatan dalam budaya, termasuk acara-
acara seni, memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi orang yang terlibat
dalam acara tersebut. Pendapat tersebut selaras dengan penelitian Bryson &
MacKerron (2013) yang berhasil menemukan bahwa dari 39 jenis kegiatan yang
diteliti, keterlibatan dalam teater-tari-konser berada pada peringkat kedua kegiatan
yang meningkatkan kebahagiaan. Adanya keterlibatan seni akan membuat anak
memiliki keterampilan dan tingkat penghargaan estetika yang lebih tinggi (Housen,
2002; Zakaras & Lowell, 2008) sehingga kemampuan untuk mempersepsikan,
merasakan, dan berpikir menjadi lebih berkembang (Wright, 2003).
Faktor kelima terdiri atas tiga butir pernyataan yakni butir nomor 5
(makan), 6 (melihat ikan), dan 20 (dibacakan cerita). Berdasarkan pada konten
pernyataannya, maka faktor kelima dinamakan melakukan aktivitas menyenangkan
karena aktivitas-aktivitas tersebut menimbulkan efek yang menyenangkan bagi
anak. Pada dasarnya, anak-anak kecil memenuhi kebutuhan dasar mereka akan
makanan dan mendapat kepuasan emosional melalui makanan. Dalam
penelitiannya, Hong, Ra, & Jang (2015) menemukan bahwa anak-anak merasa
senang ketika mereka menikmati makanan favorit. Umumnya mereka menyukai
makanan dengan kadar gula tinggi seperti permen, kue, maupun es krim. Makanan-
makanan tersebut menimbulkan kebahagiaan karena dapat mengaktifkan sekresi
serotonin atau yang disebut hormon kebahagiaan (Hart, 2008). Selain makan,
melihat ikan (terutama ikan hias) juga menjadi aktivitas yang menyenangkan.
Menurut Azizah (2011), ikan memang dianggap sebagai komoditas yang
berhubungan dengan kesenangan, dimana kesenangan tersebut timbul karena
keunikan masing-masing ikan misalnya bentuknya, corak dan keserasian warnanya,
51

kebiasaannya, maupun ukurannya (Bachtiar & Tim Lentera, 2004). Anak juga
senang dibacakan cerita karena cerita mampu menciptakan lingkungan belajar yang
bahagia dan menyenangkan (Mart, 2012). Rappaport (1995) mengamati bahwa
cerita memiliki efek kuat pada perilaku manusia yakni dengan menciptakan makna,
emosi, memori, hingga identitas.
Faktor keenam terdiri atas tiga butir pernyataan yakni butir nomor 22
(interaksi sosial), 23 (banyak teman), dan 27 (berada di rumah ibadah). Berdasarkan
pada konten pernyataannya, maka faktor keenam dinamakan adanya interaksi sosial
karena adanya hubungan timbal balik (interaksi) antara anak dengan individu lain
maupun kelompok. Interaksi sosial menjadi elemen dasar paling penting dalam
meningkatkan kebahagiaan, karena adanya komunikasi dan kesempatan
menunjukkan rasa kasih sayang satu sama lain (Jaafar, Idris, Ismuni, Fei, Jaafar,
Ahmad, & Sugandi, 2012). Studi yang dilakukan Strayer (1980) menemukan bahwa
anak-anak yang bahagia menyalurkan respon sosial positif pada anak-anak lain
berupa dukungan verbal maupun dukungan fisik dan memberi penguatan positif.
Ini berarti anak-anak yang bahagia membawa kebahagiaan bagi anak-anak lain
disekitar mereka melalui interaksi sosial yang sukses (Diener & Oishi, 2005).
Faktor ketujuh terdiri atas dua butir pernyataan yakni butir nomor 18
(olahraga) dan 28 (sholat). Berdasarkan pada konten pernyataannya, maka faktor
ketujuh dinamakan melakukan aktivitas fisik karena anak cenderung
memandangnya sebagai gerakan-gerakan fisik saat menjalankan aktivitas tersebut
dibanding value lainnya, termasuk ketika melakukan aktivitas ibadah. Meskipun
orang tua menganggap meraih kemenangan adalah alasan mengapa anak-anak
menyukai olahraga, namun survei kepuasan olahraga mengungkapkan bahwa
“bersenang-senang” adalah alasan utama bahwa sebagian besar anak suka
berpartisipasi dalam olahraga (Hedstrim & Gould, 2004; Seefeldt, Ewing, & Walk,
1992). Selain itu, partisipasi dalam olahraga juga terbukti bermanfaat secara
psikologis dengan cara mengurangi kecemasan dan depresi (DCMS/Unit Strategi
2002; Departement of Health, 2004; Scully, Kremer, Meade, Graham, & Dudgeon,
1999). Demikian pula dengan sholat, ibadah sholat termasuk pada aktivitas fisik
dengan intensitas ringan-sedang yang sangat bermanfaat karena dapat
52

menimbulkan relaksasi, meminimalkan stres, mengefektifkan aliran darah, dan


menguatkan otot (Agustin, 2014). Dengan lancarnya aliran darah dan perasaan
rileks dapat menstimulasi rasa kebahagiaan tersendiri.
Terakhir, faktor kedelapan terdiri atas tiga butir pernyataan yakni butir
nomor 15 (kemah), 24 (disayang ayah), dan 26 (mengaji). Berdasarkan pada konten
pernyataannya, maka faktor kedelapan dinamakan adanya afiliasi di dalam dan di
luar rumah serta melakukan aktivitas keagamaan tidak wajib (kegiatan mengaji
merupakan kegiatan keagamaan yang sifatnya sunnah untuk dikerjakan) karena
adanya kebutuhan anak untuk membina hubungan dengan orang lain, serta diterima
oleh mereka. Anak akan merasa senang, aman, dan berharga ketika dirinya diterima
dan memperoleh tempat dalam kelompok. Sebaliknya anak akan merasa cemas,
kurang berharga ketika dirinya tidak diterima bahkan disisihkan oleh kelompoknya.
Ini selaras dengan hasil penelitian Shayan & Gatab (2012) yang menemukan bahwa
individu yang bahagia akan berperilaku baik dalam kehidupan sosialnya. Selain itu,
individu yang bahagia akan lebih menyenangkan, lebih mudah percaya, dan
responsif terhadap lingkungan sekitar (Myers, 2012). Anak perlu berafiliasi karena
afiliasi adalah salah satu kebutuhan utama manusia selain kebutuhan akan prestasi
dan kebutuhan akan kekuatan atau kekuasaan (power) (McClelland, 1990 dalam
Andersen, 2018).
Sementara itu, jika ditinjau orang yang membuat bahagia, terlihat bahwa
hanya ada satu (1) faktor yang terbentuk. Faktor tersebut tersusun atas lima butir
pernyataan yakni butir nomor 31 (ayah), 32 (ibu), 34 (orang tua), 38 (teman), dan
39 (guru) yang selanjutnya dinamakan keluarga dan bukan keluarga. Penamaan
tersebut didasarkan pada ayah, ibu, dan orang tua yang termasuk dalam anggota
keluarga, sedangkan teman dan guru adalah bukan keluarga. Kebahagiaan dalam
keluarga itu seperti lingkaran karena tergantung pada kebahagiaan setiap anggota
keluarga, yaitu ayah, ibu, dan anak (Bardosono, Hildayani, Chandra, Wibowo, &
Basrowi, 2017). Aydin (2016) menyatakan bahwa orang tua yang sukses adalah
orang tua yang berhasil mengajarkan anak-anak mereka bagaimana memiliki
kehidupan yang bahagia dan terhormat. Kurangnya cinta dan perhatian dari orang
tua untuk anak-anak mereka adalah salah satu faktor kunci yang diidentifikasi
53

sebagai hal-hal yang menyebabkan anak tidak bahagia (Pannilage, 2017). Hong,
Ra, & Jang (2015) menambahkan bahwa anak-anak merasa bahagia ketika
menerima dukungan emosional seperti kasih sayang, keintiman, dan dorongan baik
dari orang tua maupun guru mereka.
Selain keluarga dan guru, hubungan dengan teman juga berkontribusi pada
kebahagiaan anak (Argyle 2001; Demir, Ozdemir, & Weitekamp, 2007; Holder &
Coleman, 2009; Myers & Diener, 1995). Temuan Baldassare, Rosenfield, & Rook
(1984), Demir & Weitekamp (2007), maupun Hussong (2000) melaporkan bahwa
persahabatan adalah prediktor terbaik bagi kebahagiaan. Hal ini memperkuat
temuan tentang pentingnya teman bagi kebahagiaan anak.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang telah
teridentifikasi tersebut merupakan determinan kebahagiaan yang khas sosio-kultur
anak-anak Indonesia. Melalui identifikasi ini, upaya peningkatan kesejahteraan
anak-anak Indonesia dapat dilakukan dengan pendekatan sesuai realita kebutuhan
yang berasal dari perspektif anak-anak itu sendiri, sehingga perkembangan yang
dialami anak-anak juga dapat bersifat positif dan optimal. Meskipun begitu, ada
keterbatasan penelitian yang perlu mendapat perhatian, yakni kemungkinan anak-
anak yang belum benar-benar akurat mampu menentukan pilihan dengan skala,
meskipun skala Likert dalam penelitian ini sudah ditampilkan dengan pictorical
alternatives, bisa jadi mereka cenderung memilih jawaban berdasarkan gambar
yang saat itu disenangi.
54

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa:
1. Pada siswa TK, makna kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat
bahagia tersusun atas delapan faktor yakni melakukan aktivitas yang
bermanfaat bagi orang lain dan mendapatkan sesuatu, melakukan aktivitas
yang menyenangkan, berinteraksi dengan hal di sekitarnya, mendapatkan
perhatian di hari istimewa, mendapatkan penghargaan (atas prestasi), hal yang
menyenangkan, berkumpul dengan keluarga, dan menggambar; sedangkan
makna kebahagiaan yang ditinjau dari pihak yang membuat bahagia tersusun
atas tiga faktor yakni keluarga inti dan tuhan, lingkungan terdekat anak, dan
bukan keluarga inti
2. Pada siswa SD, makna kebahagiaan yang ditinjau dari situasi yang membuat
bahagia tersusun atas delapan faktor yakni menerima sesuatu di hari raya
keagamaan dalam kumpulan keluarga, berada di rumah, bermain, melakukan
aktivitas seni, melakukan aktivitas menyenangkan, adanya interaksi sosial,
melakukan aktivitas fisik, dan adanya afiliasi di dalam dan di luar rumah serta
melakukan aktivitas keagamaan tidak wajib (seperti kegiatan mengaji
merupakan kegiatan keagamaan yang sifatnya sunnah untuk dikerjakan)
karena melalui kegiatan ini terpenuhinya kebutuhan anak untuk membina
hubungan dengan orang lain, serta diterima oleh mereka.; sedangkan makna
kebahagiaan yang ditinjau dari pihak yang membuat bahagia tersusun atas satu
faktor yakni keluarga dan bukan keluarga.

B. Saran
1. Bagi Orangtua dan Pendidik
Hasil penelitian dapat menjadi acuan untuk mendidik dan pengasuhan
anak, sehingga dapat membentuk generasi yang lebih baik lagi. Berbagai
hal dan aktivitas yang menurut anak membuatnya bahagia akan
55

mendorong anak untuk melakukan ativitas pengembangan diri yang


optimal
2. Bagi penelitian berikutnya. Penggunaan metode yang lain (misalnya
interview dengan orang terdekat anak ataupun menanyakan ulang setelah
2 minggu) untuk check dan recheck data kebahagiaan berdasarkan
pandangan anak TK dan SD, sehingga keabsahan data lebih akurat.
Selain itu, saran untuk penelitian berikutnya adalah makna kebahagiaan
digali dari perspektif orang dewasa dengan berbagai kelompok umur,
sehingga gambaran kebahagiaan menjadi lebih utuh, yakni sejak masa
kanak-kanak sampai masa dewasa.
56

DAFTAR PUSTAKA

Addyman, C., Fogelquist, C., Levakova, L., & Rees, S. (2018). Social facilitation
of laughter and smiles in preschool children. Front. Psychol. 9, 1-9.
https://dx.doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01048
Agustin, R. (2014). Gerakan fisik shalat sebagai prediksi komponen dasar aktivitas
fungsional fisik pada usia lanjut. Thesis. Universitas Indonesia
Ahmad, N.A., Mohamed, S., Hasnan, K.A., Ali, N., & Puad, F.N.A. (2018). The
use of teacher's joke increases students’ involvement inside classroom. The
International Journal of Social Sciences and Humanities Invention, 5(10),
5039-5046. https://dx.doi.org/10.18535/ijsshi/v5i10.06
Ahmadi, A., & Widodo, S. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Alcock, S. (2007). Playing with rules around routines: Children making meal times
meaningful and enjoyable. Early Years: An international journal of
research and development, 27(3), 281–294
Almon, J. (2003). The vital role of play in early childhood education. In S. Olfman
(Ed.), All work and no play: How educational reforms are harming our
preschoolers (pp. 17-42). Westport, CT: Praeger
Aloia, L.S., & Brecht, D. (2014). Psychological well-being as a function of
affectionate communication and emotional intelligence. Communication
Research Reports, 34(4), 297–306. https://dx.doi.org/10.1080/
08824096.2017.1350570
Amato, P. (1994). Father-child relations, mother-child relations, and offspring
psychological well-being in early adulthood. Journal of Marriage and the
Family, 56, 1031-1042.
Amato, P.R. (1994). Father–child relations, mother–child relations, and offspring
psychological well-being in early adulthood. Journal of Marriage & the
Family, 56, 1031–1043
Andersen, J. A. (2018). Managers’ motivation profiles: measurement and
application. SAGE OPEN, 8(2), 1–9.
https://dx.doi.org/10.1177/2158244018771732
Apache, R.R.G. (2005). Activity-based intervention in motor skill development.
Perceptual and Motor Skills, 100(3), 1011–1020.
https://dx.doi.org/10.2466/pms.100.3c.1011-1020
Argyle, M. (2001). The psychology of happiness. New York: Routledge.
Arthur, L., Beecher, B., Death, E., Dockett, S., & Farmer, S. (2015). Programming
and planning in early childhood settings. (6th ed). South Melbourne:
Cengage Learning Australia Pty Limited.
Ash, C., & Huebner, E.S. (2001). Environmental events and life satisfaction reports
of adolescents: A test of cognitive mediation. School Psychology
International, 22(3), 320 -336
Ateca-Amestoy, V. (2011). Leisure and subjective well-being. In Cameron, S. (ed.)
Handbook on the economics of leisure (pp. 52–76). Cheltenham: Edward
Elgar
Aydın, A. (2016). Mutluluk. Ankara: Pegem Akademi
Azizah, A. M. (2011). Strategi usaha budidaya ikan hias air tawar kelompok
57

pembudidaya ikan curug jaya Kota Depok Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor
Bachtiar, Y., & Tim Lentera. (2004). Budidaya ikan hias air tawar untuk ekspor.
Jakarta: Agromedia Pustaka
Bagwell, C.L., Bender, S.E., Andreassi, C.L., Kinoshita, T.L., Montarello, S.A., &
Muller, J.G. (2005). Friendship quality and perceived relationship changes
predict psychosocial adjustment in early adulthood. Journal of Social and
Personal Relationships, 22(2), 235-254
Baker, J. A., Dilly, L. J., Aupperlee, J. L., & Patil, S. A. (2003). The developmental
context of school satisfaction: Schools as psychologically healthy
environments. School Psychology Quarterly, 18(2), 206-221.
https://dx.doi.org/10.1521/scpq.18.2.206.21861
Baldassare, M., S. Rosenfield, & Rook, K. S. (1984). The types of social relations
predicting elderly well-being, Research on Aging, 6, 549–559
Bardosono, S., Hildayani, R., Chandra, D. N., Wibowo, Y., & Basrowi, R. W.
(2017). Bonding development between parents and children through playing
together to improve happiness. World Nutrition Journal, 1(1), 41-51.
https://dx.doi.org/10.25220/WNJ.V01i1.0009
Baroutsis, A., Kervin, L., Woods, A., & Comber, B. (2017). Understanding
children’s perspectives of classroom writing practices through drawings.
Contemporary Issues in Early Childhood, 20(2), 177-193.
https://dx.doi.org/10.1177/1463949117741743
Bastian, B., Kuppens, P., Roover, K.D., & Diener, E. (2014). Is valuing positive
emotion associated with life satisfaction?. Emotion, 14(4), 639-645.
https://dx.doi.org/10.1037/a0036466
Bazley, M. & Ennew, T. (2006). Child development (6th edition). Garmantown:
Aspen
Bell, H. C., Pellis, S. M., & Kolb, B. (2010). Juvenile peer play experience and the
development of the orbitofrontal and medial prefrontal cortices.
Behavioural Brain Research, 207(1), 7- 13.
https://dx.doi.org/10.1016/j.bbr.2009.09.029
Ben-Zur, H. (2003) Happy adolescents: The link between subjective well-being,
internal resources, and parental factors. Journal of Youth and Adolescence,
32, 67-79. https://dx.doi.org/10.1023/A:1021864432505
Blasi, M., Hurwitz, S. C., & Hurwitz, S. C. (2012). For parents particularly: To be
successful-let them play!. Childhood Education, 79(2), 101–102.
https://dx.doi.org/10.1080/00094056.2003.10522779
Boehm, J. K., & Lyubomirsky, S. (2008). Does happines promote career success?.
Journal of Career Assessment, 16(1), 101-116.
https://dx.doi.org/10.1177/1069072707308140
Botha, F., & Booysen, F. (2013). Family functioning and life satisfaction and
happiness in South African households. Cape Town: Economic Research
Southern Africa.
Bowlby, J. (1988). A secure base: Clinical applications of attachment theory.
London: Routledge Manago A., & Vaughn L. (2015). Social media,
58

friendship, and happiness in the millennial generation. In Demir M. (eds),


Friendship and happiness (pp. 187-204). Springer: Dordrecht.
Bowlby, S.R. (2008). Attachment, what it is, why it is important and what we can
do about it to help young children acquire a secure attachment. Verbal
presentation on the theme of Attachment to the Quality of Childhood Group
in the European Parliament on 8th January 2008. Retrieved from
http://www.allianceforchildhood.eu/files/QOC%20Sig%204.pdf
Bridges, L. (2014). The joy and power of reading: A summary of research and
expert opinion. New York: Scholastic Corporation
Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of human development: Experiments in
nature and design. Cambridge, MA: Harvard University Press
Brook, M. (2009). Drawing, visualisation and young children’s exploration of “big
ideas”. International Journal of Science Education, 31(3), 319–341.
https://dx.doi.org/10.1080/09500690802595771
Brown, S. L., Manning,W. D., & Stykes, J. B. (2015). Family structure and child
well-being: Integrating family complexity. J Marriage Fam, 77(1), 177–
190. https://dx.doi.org/10.1111/jomf.12145
Bryson, A., & MacKerron, G. (2013). Are you happy while you work?. CEP
discussion paper no. 1187.
Butterworth, V., & Bevan-Brow, J. (2007). Praising Ma-ori children: getting it
right. Set, 2007(1), 36-41
Byrnes, D. (2001). Travel schooling: Helping children learn through travel.
Childhood Education, 77(1): 345-50
Camfield, L. & McGregor, J.A. (2009). Editorial. Applied Research in Quality of
Life, 4(2), 129-134. https://dx.doi.org/10.1007/s11482-009-9078-6
Cano, T., Perales, F., & Baxter, J. (2019). A matter of time: Father involvement and
child cognitive outcomes. Journal of Marriage and Family, 81(1), 164-184.
https://dx.doi.org/10.1111/jomf.12532
Casby, M. W. (2003). The development of play in infants, toddlers, and young
children. Communication Disorders Quarterly, 24(4), 163-174.
https://dx.doi.org/10.1177/15257401030240040201
Ceka, A., & Murati, R. (2016). The role of parents in the education of children.
Journal of Education and Practice, 7(5), 61-64
Chan, L.L., & Idris, N. (2017). Validity and reliability of the instrument using
exploratory factor analysis and cronbach’s alpha. International Journal of
Academic Research in Business and Social Sciences, 7(10), 400-410.
https://dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v7-i10/3387
Chang, L., McBride-Chang, C., Stewart, S., & Au, E. (2003). Life satisfaction, self-
concept, and family relations in Chinese adolescents and children.
International Journal of Family Psychology, 17, 589-606
Cheng, H., & Furnham, A. (2002). Personality, peer relations, and self-confidence
as predictors of happiness and loneliness. Journal of Adolescence, 25(3),
327–339. https://dx.doi.org/10.1006/jado.2002.0475
Coyl-Shepherd, D.D., & Newland, L.A. (2012). Mothers' and fathers' couple and
family contextual influences, parent involvement, and school-age child
attachment. Early Child and Care, 1-17.
59

Crouter, A.C., Head, M.R., McHale, S.M., & Tucker, C.J. (2004). Family time and
the psychosocial adjustment of adolescent siblings and their parents.
Journal of Marriage and Family, 66, 147 – 162.
https://dx.doi.org/10.1111/j.0022- 2445.2004.00010.x-i1
Csikszentmihalyi, M. (1999). Implications of a systems perspective for the study of
creativity. In R. J. Sternberg (Ed.), Handbook of creativity. Cambridge:
Cambridge University Press.
Dani, A.P., & Thigale, P.S. (2017). To be clean is to be healthy: Cleanliness is next
to godliness. International Journal of Education and Research in Health
Sciences,3(4), 240-241
Danner, D. D., Snowdon, D. A., & Friesen, W. V. (2001). Positive emotions in
early life and longevity: Findings from the nun study. Journal of Personality
and Social Psychology, 80(5), 804 – 813. https://dx.doi.org/10.1037/0022-
3514.80.5.804
Davis, K.E., & Todd, M.J. (1985). Assessing friendship: Prototypes, paradigm
cases and relationship description. In S. Duck & D. Perlman (eds.)
Understanding personal relationships: An interdisciplinary approach (pp.
17–38). London: Sage Publication
DCMS/Strategy Unit. (2002). Game plan: A strategy for delivering government’s
sport and physical activity objectives. London: DCMS/Strategy Unit
De Roos, S.A., Iedema, J., & Miedema, S. (2001). Young children’s descriptions
of God: Influences of parents’ and teachers’ God concepts and religious
denomination of schools. Journal of Beliefs and Values, 22, 19-30
De Roos, S.A., Iedema, J., & Miedema, S. (2004). Influence of maternal
denomination, God concepts, and childrearing practices on young
children’s God concepts. Journal for the Scientific Study of Religion, 43(4),
519-535
Demir, M. & Weitekamp, L. A. (2007). ‘I am so happy ‘cause today I found my
friend: Friendship and personality as predictors of happiness. Journal of
Happiness Studies, 8(2), 181-211. https://dx.doi.org/10.1007/s10902-006-
9012-7.
Demir, M., Ozdemir, M., & Weitekamp, L. A. (2006). Looking to happy tomorrows
with friends: Best and close friendships as they predict happiness, Journal
of Happiness Studies, 8, 243–271. https://dx.doi.org/10.1007/s10902-006-
9025-2
Department of Health. (2004). At least five a week: Evidence on the impact of
physical activity and its relationship to health (A report from the Chief
Medical Officer). Retrieved from http://www.
dh.gov.uk/en/Publicationsandstatistics/Publications/PublicationsPolicyAnd
Guidance/ DH_4080994
Depdikbud. (1984). Ungkapan tradisional sebagai sumber informasi kebudayaan
Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Depdikbud, Proyek inventarisasi dan
dokumentasi kebudayaan daerah.
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95(3), 542-575.
https://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.95.3.542
60

Diener, E. (Ed.). (2009). Social indicators research series: Vol. 37. The science of
well-being: The collected works of Ed Diener. New York, NY, US: Springer
Science + Business Media. https://dx.doi.org/10.1007/978-90-481-2350-6
Diener, E., & Biswas-Diener, R. (2002). Will money increase subjective well-
being?. Social Indicators Research, 57(2), 119-169.
https://dx.doi.org/10.1023/A:1014411319119
Diener, E., & Ryan, K. (2009). Subjective well-being: A general overview. South
African Journal of Psychology, 39 (4), 391-406.
https://dx.doi.org/10.1177/008124630903900402.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being. The science of
happiness and life satisfaction. In C.R. Snyder & Shane J. Lopez. Handbook
of Positive Psychology (pp. 63 – 73). New York: Oxford University Press,
Inc
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). Personality, culture and subjective well-
being: emotional and cognitive evaluation of life. Annual Review
Psychology, 54, 403-425.
https://dx.doi.org/10.1146/annurev.psych.54.101601.145056
Dunn, J. (2015). Siblings. In J. E. Grusec & P. D. Hastings (Eds.), Handbook of
socialization: Theory and research (2nd ed., pp. 182–201). New York, NY:
Guilford Press.
Durko, A.M., & Petrick, J.F. (2013). Family and relationship benefits of travel
experiences: A literature review. Journal of Travel Research, 52(6), 720-
730. https://dx.doi.org/10.1177/0047287513496478
Dush, C. M. K., & Amato, P. R. (2005). Consequences of relationship status and
quality for subjective well-being. Journal of Social and Personal
Relationships, 22, 607 627. https://dx.doi.org/10.1177/0265407505056438
Dweck, C. S. (2002). Messages that motivate: How praise molds students’ beliefs,
motivation, and performance (In surprising ways). In J. Aronson (Ed.),
Improving academic achievement (pp. 37-60). New York: Academic Press
Dweck, C.S. (1999). Self-theories: Their role in motivation, personality and
development. Philadelphia: Psychology Press
East, L., Jackson, D., & O’Brien, L. (2006). Father absence and adolescent
development: A review of the literature. Journal of Child Health Care,
10(4) 283–295. https://dx.doi.org/10.1177/1367493506067869
Ejieh M. U. C. (2006). Pre-primary education in nigeria: Policy implementation and
problems. Elementary Education Online, 5(1) 58 – 64
El- Houfey, A.A., & Elserogy, Y.M. (2013). the effect of television watching habits
on the behaviours of primary school children in Assiut City, Egypt.
International Journal of Medicine and Medical Sciences, 46(4), 1391-1399
Ellis, G. & Brewster, J. (2002). Tell it Again! the new storytelling handbook for
primary teachers (2nd ed.). Harlow : Penguin English
Eryılmaz, A. (2012). A model of subjective well-being for adolescents in high
school. Journal of Happines Studies, 13(2), 275-289.
https://dx.doi.org/10.1007/s10902-011-9263-9
61

Eryılmaz, A. (2015). Positive psychology in the class: The effectiveness of a


teaching method based on subjective well-being and engagement increasing
activities. International Journal of Instruction, 8(2), 17-32.
https://dx.doi.org/10.12973/iji.2015.822a
Fadhilah, M., & Khorida, L.M. (2013). Pendidikan karakter anak usia dini.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Fattore, T., Manson, J., & Watson, E. (2009). When children are asked about their
well-being: Towards a framework for guiding policy. Child Indicators
Research, 2, 57-77.
Ferriss, A.L. (2002). Religion and the quality of life. Journal of Happiness Studies,
3 (3), 199-215.
Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd Ed.). London: Sage
Publication Ltd.
Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd Ed.). London: Sage
Publication Ltd.
Flouri, E., & Buchanan, A. (2003). The role of father involvement and mother
involvement in adolescents’ psychological well-being. British Journal of
Social Work, 33, 399-406
Fowler, J. H., & Christakis, N. A. (2008). Dynamic spread of happiness in a large
social network: longitudinal analysis over 20 years in the Framingham Heart
Study. BMJ, 337, 1-9. https://dx.doi.org/10.1136/bmj.a2338
Frey, B.S., & Stutzer, A. (2008). Economic consequences of mispredicting utility
(WWZ Discussion Paper 01/08). Basel: University of Basel, WWZ.
Ghilzai, S.A., Alam, R., Ahmad, Z., Shaukat, A., & Noor, S.S. (2017). Impact of
cartoon programs on children’s language and behavior. Insights in
Language Society and Culture, 2, 104-126
Gilbert, D., & Abdullah, J. (2004). Holiday taking and the sense of well-being.
Annals of Tourism Research, 31(1), 103-121
Gilligan, M., Suitor, J. J., Nam, S., Routh, B., Rurka, M., & Con, G. (2017). Family
networks and psychological well-being in midlife. Soc. Sci, 6(3), 1-14.
https://dx.doi.org/10.3390/socsci6030094
Gleave, J., & Cole-Hamilton, I. (2012). A world without play: A literature review
(A literature review on the effects of a lack of play on children’s lives).
London: British Toy & Hobby Association
Goldschneider, F. K. & Waite, L. J. (1991), New families, no families? The
transformation of the American home. Berkley: University of California
Express
Goldstein, J. (2012). Play in children’s development, health and well-being.
Brussels: Toy Inducstries of Europe (TIE)
Grant, A. M., Christianson, M. K., & Price, R. H. (2007). Happiness, health, or
relationships? Managerial practices and employee well-being tradeoffs.
Academy of Management Perspectives, 21(3), 51-63.
https://dx.doi.org/10.5465/amp.2007.26421238
62

Green, M., Hadihardjono, D.N., Pries, A.M., Izwardy, D., Zehner, D., Zehner, E.,
& Huffman, S.L. (2019). High proportions of children under 3 years of age
consume commercially produced snack foods and sugar‐ sweetened
beverages in Bandung City, Indonesia. Matern Child Nutr, 15, 1-14.
https://dx.doi.org/10.1111/mcn.12764
Greene, E. D. (1990). The logic of university students’ misunderstanding of natural
selection. Journal of Research in Science Teaching, 27(9), 875-885,
https://dx.doi.org/10.1002/tea.3660270907
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2014). Multivariate data
analysis (7th Ed.). Essex: Pearson Education Limited
Hammond, S.I., & Browne, C.A. (2018). Happily unhelpful: Infants’ everyday
helping and its connections to early prosocial development. Front Psychol,
9(1770), 1-8. https://dx.doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01770
Haney, M., & Bissonnette, V. (2011). Teachers’ perceptions about the use of play
to facilitate development and teach pro-social skills. Journal of Creative
Education, 2(1), 41-46. https://dx.doi.org/10.4236/ce.2011.21006
Hart, C. (2008). The natural hormone that curbs food and alcohol cravings, reduces
pain, and elevates your mood. St. Martin's Griffin; Revised and Updated
edition.
Hatfield, E., Cacioppo, J.T., & Rapson, R.L. (1994). Emotional contagion. New
York: Cambridge University Press
Hedstrom, R., & Gould, D. (2004). Research in youth sports: Critical issues status
(white paper summaries of the existing literature). East Lansing, MI:
Institute for the Study of Youth Sports, Michigan State University
Hendon, C., & Bohon, L.M. (2008). Hospitalized children’s mood differences
during play and music therapy. Child: Care, Health, and Development,
34(2), 141-144. https://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2214.2007.00746.x
Herawati, N. (2015). Lebaran menjadi ‘magnet’ untuk mudik bagi masyarakat
Jawa. Magistra, 93, 114-119
Herliyanawati, D. (2017). Komunikasi antar pribadi ibu kepada anak (Studi
deskriptif kualitatif komunikasi ibu kepada anaknya yang disekolahkan di
pondok pesantren dalam membangun motivasi belajar anak). Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hewes, J. (2015). Let the children play: Nature’s answer to early learning. Early
Childhood Learning Knowledge Center. Retrieved from: http://www.child-
encyclopedia.com /sites/default/files/ docs/suggestions/let-the-children-
play_jane-hewes.pdf, on 05 August 2018
Holder, M. D., & Coleman, B. (2009). The contribution of social relationship to
children’s happiness. J. Happiness Stud, 10(3), 329-349. DOI
10.1007/s10902-007-9083-0
Hong, Y., Kim, H., & Jeun, W. (2016). A study on what makes young children
happy. Asia-Pacific Journal Of Research In Early Childhood Education,
10(2), 47-70. https://dx.doi.org/10.17206/apjrece.2016.10.2.47
Hong, Y., Kim, H., & Jeun, W. (2014). A study on young children’s perceptions
about happy experience based on drawing. Early Childhood Education &
Care, 9(4), 131- 158
63

Hong, Y., Ra, Y., & Jang, H. (2015). A study of young children’s perceptions and
experiences of happiness. Asia-Pacific Journal of Research in Early
Childhood Education, 9(1), 39-64
Hong, Y., Ra, Y., Jang, H., Kim, H., & Jeun, W. (2013). Inquiry of happiness
education in early childhood. Seoul: Changjisa
Horn, W.F., & Sylvester, T. (2002). Father facts (4th ed.). Gaithersburg, MD:
National Fatherhood Initiative
Housen, A. (2002). Aesthetic thought, critical thinking and transfer. Arts and
Learning Research Journal, 18(1), 99-131
Hussong, A. M. (2000). Perceived peer context and adolescent adjustment, Journal
of Research on Adolescence, 10, 391–415.
Hwang, H., Kim, M., & Tak, J. (2013). A study of five-year-old children`s
happiness as measured by the cognition of being happy and the condition of
happiness. The Journal of Eco-Early Childhood Education, 12(4), 93-122.
Indumathy, J., & Ashwini, K. (2017). Parental bonding and psychological well-
being among young adults. The International Journal of Indian Psychology,
4(2), 77-85
Ivan, L., & Hebblethwaite, S. (2016). Grannies on the net: Grandmothers’
experiences of facebook in family communication romanian. Journal of
Communication and Public Relations, 18(1), 11-25
Izumy-Taylor, S., Samuelsson, I.P., & Rogers, C.S. (2010). Perspectives of play in
three nations: A comparative study in Japan, the United States, and Sweden.
Early Childhood Research and Practice, 12 (1).
Jaafar, J. L., Idris, M. A., Ismuni, J., Fei, Y., Jaafar, S., Ahmad, Z., Sugandi, Y. S.
(2012). The sources of happiness to the Malaysians and Indonesians: Data
from a smaller nation. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 65, 549–
556. https:// doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.164
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Jeon, H. (2016). A case study on aspects of young children’s play and responses of
the teacher in the art activities. Doctoral dissertation. Graduate School,
Ewha Womans University, Seoul, Korea
Jonasi, S. (2007). What is the role of a grandmother in a malawian society and how
can we as health care workers support her?. Malawi Med J., 19(3), 126–127
Kaiser, H. F. (1960). The application of electronic computers to factor analysis.
Educational and Psychological Measurement, 20, 141-151.
https://dx.doi.org/10.1177/001316446002000116
Kervin, L, Mantei, J (2016) Digital storytelling: Capturing children’s participation
in preschool activities. Issues in Educational Research, 26(2), 225–240
Keyes, C. L. M. (2009). The nature and importance of positive mental health in
America’s adolescents. In R. Gilman, E.S. Huebner, & M.J. Furlong.
Handbook of Positive Psychology in Schools (pp. 9 – 23). New York:
Routledge
Kim, J., Kim, E., & Hong, S. (2009). Efects of self-determination on the academic
achievement in Korean middle school students. Korean Journal of
Educational Psychology, 20, 243–264
64

Kim, S. (2013). The meaning of happiness as understood and articulated by young


children. Korean Journal of Early Childhood Education, 33(3), 377-400
Konu, A., & Rimpela, M. (2002). Well-being in school: A conceptual model.
Health Promotion International, 17 (1), 79-87
Kozak, M., & T. Duman. (2012). Family members and vacation satisfaction:
Proposal of a conceptual framework. International Journal of Tourism
Research, 14(2), 192-204.
Kraut, R.E., & Johnston, R.E. (1979). Social and emotional messages of smiling:
An ethological approach. Journal of Personality and Social Psychology,
37(9), 1539-1553
Kress, G. (1997). Before writing: Rethinking the paths to
literacy. London: Routledge.
Kuo, Y., Liao, H., Chen, P., Hsieh, W., & Hwang, A. (2008). The influence of
wakeful prone positioning on motor development during the early life.
Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics, 29(5), 367-376.
https://dx.doi.org/10.1097/DBP.0b013e3181856d54
Kuppens, P., Realo, A., & Diener, E. (2008). Role of positive and negative emotions
in life satisfaction judgment across nations. Journal of Personality and
Social Psychology, 95(1), 66 –75. https://dx.doi.org/10.1037/0022-
3514.95.1.66
Larson, R., & Richards, M.H. (1994). Divergent realities: The emotional lives of
mothers, fathers, and adolescents. New York: Basic Books
Layard, R. (2005). Happiness: Lessons from a new science. London: Allen Lane.
Lee, H., & Lee, J. (2014). Efects of teacher’s attachment perceived children to
school happiness of children: The mediated efects of learning fow and peer
competence. Youth Facility and Environment, 12, 81–91
Lee, J. (2016). Impact of school psychological environment variables on happiness
of korean youths. Japanese Psychological Research, 58(4), 310-319.
https://dx.doi.org/10.1111/jpr.12126
Lee, J., Katras, M.J., & Bauer, J.W. (2009). Children's birthday celebrations from
the lived experiences of low-income rural mothers. Journal of Family
Issues, 30(4), 532-553. https://dx.doi.org/10.1177/0192513X08327861
Lyubomirsky, S. (2008). How of happiness: A scientific approach to getting the life
you want. Seoul: knowledge nomad (Original work published in 2007)
Lyubomirsky, S., & King, L. (2005). The benefits of frequent positive affect: Does
happiness lead to succes. Psychological Bulletin, 131(6), 803-855.
https://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.131.6.803
Lyubomirsky, S., Sheldon, K. M., & Schkade, D. (2005). Pursuing happiness: The
architecture of sustainable change. Review of General Psychology, 9(2),
111-131. https://dx.doi.org/10.1037/1089-2680.9.2.111
Maat, S.M., Zakaria, E., Nordin, N.M., & Meerah, T.S.M. (2011). Confirmatory
factor analysis of the mathematics teachers’ teaching practices instrument.
World Applied Sciences Journal, 12(11), 2092–2096.
Mackey, W.C. (2001). Support for the existence of an independent man-to-child
affiliative bond: Fatherhood as a biocultural intervention. Psychology of
Men and Masculinity, 2(1), 51–66
65

Maimaran, M., & Fishbach, A. (2014). If it’s useful and you know it, do you eat?.
Journal of Consumer Research, 41, 642-655.
https://dx.doi.org/10.1086/677224
Mallers, M.H., Charles, S.T., Neupert, S.D., & Almeida, D.M. (2010). Perceptions
of childhood relationships with mother and father: Daily emotional and
stressor experiences in adulthood. Dev Psychol, 46(6), 1651–1661.
https://dx.doi.org/10.1037/a0021020Bowlby, 2008;
Mart, C. T. (2012). Encouraging Young Learners to Learn English through Stories.
English Language Teaching, 5(5), 101-106.
https://dx.doi.org/10.5539/elt.v5n5p101
Mascaro, J.S., Rentscher, K.E., Hackett, P.D., Mehl, M.R., &. Rilling, J.K. (2018).
Do fathers treat sons and daughters differently?. Environmental Science
Journal for Teens, September, 1-4
Mendelson, M. J., & Kay, A. C. (2003). Positive feelings in friendship: Does
imbalance in the relationship matter?. Journal of Social and Personal
Relationships, 20, 101–116.
Milkie, M.A., Kendig, S.M., Nomaguchi, K.M., & Denny, K.E. (2010). Time with
children, children's weil-being, and work-family balance among employed
parents. Journal of Marriage and Family, 72(5), 1329-1343
Myers, D. G. (2012). Psikologi sosial jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika
Myers, D. G., & Diener, E. (1995). Who Is Happy?. Psychological Science, 6, 10-
19. https://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9280.1995.tb00298.x
Newman, D. B., & Graham, J. (2018). Religion and well-being. In E. Diener, S.
Oishi, & L. Tay (Eds.), Handbook of well-being (pp. 1-12). Salt Lake City,
UT (USA): DEF Publishers.
Newman, R. (1996). Let’s take a trip!. Childhood Education, 72(5), 296
NSW Goverment. (2015). The wellbeing framework for schools. Sydney: NSW
Department of Education and Communities
Nursing & Quality Department (2014). Using praise and rewards to encourage
good behavior. London: Child and Adolescent Mental Health Services
Ogunyemi, F.T. & Ragpot, L. (2015). Work and play in early childhood education:
Views from Nigeria and South Africa. South African Journal of Childhood
Education, 5(3), 1-7. https://dx.doi.org/10.4102/sajce. v5i3.344
Otnes, C., Nelson, M., & McGrath, M.A. (1995). The children’s birthday party: A
study of mothers as socialization agents. Advances in Consumer Research,
22, 622-627
Pannilage, U. (2017). Impact of family on children’s wellbeing. Journal of
Sociology and Social Work, 5(1), 149-158.
https://dx.doi.org/10.15640/jssw.v5n1a15
Park, Y. (2000). The impact of the changing parent-child relationship on
adolescent' functioning. Paper presented at the 15th of the IACCP. July, 16-
21, Pultusk, Poland
Pate, R.P., Dowda, M., Brown, W.H., Mitchell, J., & Addy, C. (2013). Physical
activity in preschool children with the transition to outdoors. Journal of
Physical Activity and Health, 10(2), 170-175.
https://dx.doi.org/10.1123/jpah.10.2.170
66

Pavot, W., & Diener, E. (2008). The Satisfaction With Life Scale and the emerging
construct of life satisfaction. The Journal of Positive Psychology, 3(2), 137-
152. https://dx.doi.org/10.1080/17439760701756946
Pressman, S.D., Matthews, K.A., Cohen, S., Martire, L.M., Scheier, M., Baum, A.,
and Schulz, R. (2009). Association of enjoyable leisure activities with
psychological and physical well-being. Psychosomatic Medicine. 71(7),
725-732. https://dx.doi.org/10.1097/PSY.0b013e3181ad7978
Puroila, A., Estola, E., dan Syrjälä, L. (2012). Having, loving, and being: Children’s
narrated well-being in Finnish day care centres. Early Child Development
& Care, 182 (3-4), 345-362.
Quezada, L., Landero, R., & Gonzáles, M. T. (2016). A validity and reliability study
of the subjective happiness scale in Mexico. J Happiness Well-Being, 4(1),
90-10
Rakhmawati, I. (2015). Peran keluarga dalam pengasuhan anak. Konseling Religi,
6(1), 1-17
Ramayulis. (2011). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia
Rappaport, J. (1995). Empowerment meets narrative: Listening to stories and
creating settings. American Journal of Community Psychology, 23, 795-
807.
Reunamo, J., Hakala, L., Saros, L., Lehto, S., Kyhala, A., & Valtonen, J. (2014).
Children’s physical activity in day care and preschool. Early Years, 34(1),
32-48. https://dx.doi.org/10.1080/09575146.2013.843507
Rojas, M. (2008). Experienced poverty and income poverty in mexico: a subjective
well-being approach. World Development, 36(6), 1078–1093.
https://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2007.10.005
Rossman.P. (2008) The growing child: Developing the holistic child. Boston:
Houghton & Mifflin Publishers
Ruini, C., Vescovelli, F., Carpi, V., & Masoni, L. (2017) Exploring psychological
well-being and positive emotions in school children using a narrative
approach. Indo-Pacific Journal of Phenomenology, 17(1), 1-9.
https://dx.doi.org/10.1080/20797222.2017.129928
Samalin. (2003). 123 Sayang Semuanya. Bandung: Kaifa
Sansone, R.A., & Sansone, L.A. (2010). Gratitude and well-being: The benefits of
appreciation. Psychiatry (Edgmont), 7(11), 18-22.
Santrock, J.W. (2011). Life-span development (13th ed). New York: McGraw-Hill
Co.
Saphire-Bernstein, S., & Taylor, S. E. (2013).Close relationships and happiness . In
I. Boniwell, S. A. David, & A. C. Ayers (eds), Oxford handbook of
happiness (pp. 821-833). Oxford University Press: Oxford, UK.
Schunk, D. H. (1990). Self concept and school achievement. In C. Rogers & P.
Kutnick (Eds.), The school psychology of the primary school (pp. 70–91).
London: Routledge
Scully, D., Kremer, J., Meade, M., Graham, R., & Dudgeon, K. (1999). Physical
exercise and psychological well-being: a critical review. British Journal of
Sports Medicine, 32, 11–20
67

Seefeldt, V., Ewing, M., & Walk, S. (1992). Overview of youth sports programs in
the United States. Washington, DC: Carnegie Council on Adolescent
Development
Seligman, M. E. P. (2011). Flourish: A visionary new understanding of happiness
and well-being. New York, NY, US: Free Press.
Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. (2005). Positive
psychology progress: Empirical validation of interventions. American
Psychologist, 60(5), 410-421. https://dx.doi.org/10.1037/0003-
066X.60.5.410
Shamgar-Handelman, L., & Handelman, D. (1991). Celebrations of bureaucracy:
Birthday parties in Israeli kindergartens. Ethnology, 30, 293-312
Sharif, S. (2014). School playground: Its impact on children’s learning and
development. Singapore: Asia-Pasific Regional Network for Early
Childhood.
Shayan, N., & Gatab, T. A. (2012). The effectiveness of social skills training on
students’ levels of happiness. Procedia–Social Behavioral and Sciences, 46,
2693-2696. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.05.548.
Shofaussamawati. (2014). Menumbuhkan minat baca dengan pengenalan
perpustakaan pada anak sejak dini. Jurnal Perpusatakaan Libraria, 2(1),
46-59
Singer, E. (2013). Play and playfulness, basic features of early childhood education.
European Early Childhood Education Research Journal, 21(2), 172-184.
https://dx.doi.org/10.1080/1350293X.2013.789198
Singh, A., & Gupta, D. (2012) Contexts of childhood and play: Exploring parental
perceptions. Childhood, 19(2), 235-250
Singh, K., & Jha, S.D. (2008). Positive and negative affect, and grit as predictors
of happiness and life satisfaction. Journal of the Indian Academy of Applied
Psychology, 34, 40-45
Smith, M.C. (nd). The benefits of writing. Northern Illinois University: Center of
Interdisciplinary Study of Language and Literacy
Soebyakto, B. B. (2011). Mudik lebaran: Studi kualitatif. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 9(2), 61 – 67
Stafford, M., Kuh, D. L., Gale, C. R., Mishra, G., & Richards, M. (2016). Parent–
child relationships and offspring’s positive mental wellbeing from
adolescence to early older age. The Journal of Positive Psychology, 11(3),
326-337. https://dx.doi.org/10.1080/17439760.2015.1081971
Statham, J., & Chase, E. (2010). Childhood wellbeing: A brief overview. London:
Institute of Education, Loughborough University & University of Kent.
Stewart, H., Watson, N., Campbell, M. (2018). The cost of school holiday for
children from low income families. Childhood, 25(4), 51-529.
https://doi.org/10.1177/0907568218779130
Stradzdins, L., Lucas, N., Shipley, M., Mathews, R., Berry, H., Rodgers, B., &
Davies, A. (2011). Parent and child wellbeing and the influence of work and
family arrangements: a three cohort study. Canberra: Australian
Government Department of Families, Housing, Community Services and
Indigenous Affairs
68

Strayer, J. (1980). A naturalistic study of empathic behaviors and their relation to


affective states and perspective-taking skills in preschool children. Child
Development, 51, 815–822.
Susiba. (2018). Pendidikan akidah bagi anak usia dini. Jurnal Kependidikan Islam,
4(2), 155-168
Sutherland, K., Wehby, J., & Copeland, S. (2000). Effect of varying rates of
behaviour-specific praise on the on-task behaviour of students with
emotional and behavioural disorders. Journal of Emotional and
Behavioural Disorders, 8(1), 2–8
The Children’s Society. (2012). Promoting positive well-being for children: A
report for decision-makers in parliament, central government and local
areas. London: The Children’s Society
Thoilliez, B. (2011). How to grow up happy: an exploratory study on the meaning
of happiness from children’s voices. Child Indicators Research, 4(2), 323-
351.
Thompson, S., & Aked, J. (2009). A guide to measuring children’s well-being.
London: New Economics Foundation
Tov, W., & Diener, E. (2008). The well-being of nations: Linking together trust,
cooperation, and democracy. In Sullivan, B.A., Snyder, M., and Sullivan,
J.L. (Eds.), Cooperation: The political psychology of effective human
interaction (pp. 323-342). Malden, MA: Blackwell.
Tremblay, L., Boudreau-Lariviere, C., & Cimon-Lambert, K. (2012). Promoting
physical activity in preschoolers: a review of the guidelines, barriers, and
facilitators for implementation of policies and practices. Canadian
Psychology, 53(4), 280 –290. https://dx.doi.org/10.1037/a0030210
Tschida, C.M., Ryan, C.L., & Ticknor, A.S. (2014). Building on windows and
mirrors: encouraging the disruption of “single stories” through children’s
literature. Journal of Children’s Literature, 40(1), 28-39
Tucker, P. (2008). The physical activity levels of preschool-aged children: A
systematic review. Early Childhood Research Quarterly, 23, 547-558.
https://dx.doi.org/10.1016/j.ecresq.2008.08.005
Uchida, Y., Norasakkunkit, V., Kitayama, S. (2004). Cultural constructions of
happiness: Theory and empirical evidence. Journal of Happiness Studies, 5,
223–239
van Dierendonck, D., Díaz, D., Rodríguez-Carvajal, R., Blanco, A., & Moreno-
Jiménez, B. (2008). Ryff's six-factor model of psychological well-being, a
Spanish exploration. Social Indicators Research, 87(3), 473-479.
https://dx.doi.org/10.1007/s11205-007-9174-7
Vandevivere, E., van de Brande, S., Bosmans, G., Mueller, S.C., & Braet, C. (2016).
The role of attachment anxiety in maternal attentional processing of their
child’s face: An eye-tracking study. Journal of Experimental
Psychopathology, 7(3), 360-373. https://dx.doi.org/10.5127/jep.053015
Veitch, J., Salmon, J., & Ball, K. (2010). Individual, social and physical
environmental correlates of children’s active free-play: a cross-sectional
study. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity,
7(11), 1-10. https://dx.doi.org/10.1186/1479-5868-7-11
69

Watuliu, J. (2015). Peranan komunikasi keluarga dalam meningkatkan minat


belajar siswa smu di desa Warukapas kecamatan Dimembe kabupaten
Minahasa Utara. Acta Diurna, 4(4), 1-14
Weil, S. (1986). The language and ritual of socialization: Birthday parties in a
kindergarten context. Man, 21, 329-341
Whitebread, D., Basilio, M., Kuvalja, M., & Verma, M. (2012). The importance of
play. Toy Inducstries of Europe (TIE): Brussels
Wikle, J. (2014). Patterns in housework and childcare among girls and boys.
Journal of Research on Women and Gender, 5, 17-29
Winston, R., & Chicot, R. (2016). The importance of early bonding on the long-
term mental health and resilience of children. London J Prim Care
(Abingdon), 8(1), 12–14.
https://dx.doi.org/10.1080/17571472.2015.1133012
Winther-Lindqvist, D. A. (2009). Children’s development of social identity in
transitions–A comparative study. Doctoral dissertation. University of
Copenhagen, Denmark.
Wright, P. H. (1985). The acquaintances description form. In S. Duck & D. Perlman
(eds.) Understanding personal relationships: An interdisciplinary approach
(pp. 36-62). London: Sage Publication
Wright, S. K. (2003). The arts, young children, and learning. Boston: Allyn and
Bacon.
Yendork, J.S., & Somhlaba, N.Z. (2016). “I am happy because of god”: Religion
and spirituality for well-being in ghanaian orphanage-placed children.
Psychology of Religion and Spirituality, 8(2), 1-8.
https://dx.doi.org/10.1037/rel0000094
Zakaras, L., & Lowell, J. F. (2008). Cultivating demand for the arts: Arts learning,
arts engagement, and state art policy. Santa Monica, CA: RAND
Corporation
70

BIODATA KETUA PENELITI

A. IDENTITAS DIRI

Nama : Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si


NIDN : 0010027305
NIP. : 197302101998022001
Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 10 Februari 1973
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan / Pangkat : IIIc/Penata
Jabatan Akademik : Lektor
Bidang Ilmu/Minat : Psikologi/Psikologi Perkembangan
Program Studi/Jurusan : Psikologi
Fakultas : Fakultas Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat : Jl. Colombo No.1, Karangmalang, YK 55281
Telp./Faks. : 0274-586168, ext. 1411
Alamat Rumah : Jl. Kaliurang Km. 8,5 Perum. Dayu Permai B-2,
Yogyakarta 55581
Telp./email : 0274-888854/Email:rita_ekaizzaty@uny.ac.id

B. RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI


Tahun Lulus Program Perguruan Tinggi Jurusan
2013 Doktor Universitas Gadjah Mada Psikologi
2006 Master Universitas Gadjah Mada Psikologi
1998 Profesi Psikolog Universitas Gadjah Mada Psikologi
1996 Sarjana Universitas Gadjah Mada Psikologi

C. PELATIHAN/KURSUS PROFESIONAL
Tahun Jenis Pelatihan Penyelenggara Jangka Waktu
(dalam/luar negeri)
2015 Intensive English Course Ohio State University 2 minggu
dan Universitas Negeri
Yogyakarta
2013 Intensive Course in Mental The University of 5 hari (@8 jam)
Health- School of Population Melbourne (Centre For
Health International Mental
Health) - Australia
2013 Workshop Play Therapy Pasca Sarjana Program 2 hari
BK, UPI-Bandung
2009 Public Mental Health – Cooperati Master Program in 3 hari (@8 jam)
on, Strategies and Perspectives o Mental Health, Faculty
n Mental Health issues in the So of Applied Sciences,
uth‐ Munich University -
East Asian Region and Central E Jerman
urope
71

2007 Workshop Qualitative Research Fakultas Psikologi 2 hari


Methods-Grounded Theory-with UGM
Research
2004 Pelatihan Mengenali Jakarta : Ditjen 2 hari
Permasalahan Perkembangan DIKTIP2TK
Anak TK. Buku Ajar PGTK.
2001-2002 Academic English Course Exeter College,United 6 bulan
Kingdom (Inggris)
2001 Short-course “Assessment and University of Exeter, 8 hours
Evaluation in Early Child School of Education and
Education’ Lifelong Learning,
Inggris

D. PENGALAMAN MENGAJAR (5 tahun terakhir)


Mata Kuliah Program Institusi Sem/Tahun Akademik
Analisis S2 S2 Dikdas Semester Gasal 2016/2017 & 2017/2018
Pengubahan UNY
Tingkah Laku
Teori Psikologi S2 S2 Psi UNY Semester Gasal 2016/2017 & 2017/2018
Psikologi S1 S1 Psi UNY 1. Semester Gasal 2015/2016 (S1-Bk)
Perkembangan 2. Semester Gasal 2015/2016 (S1-
Anak Dan Remaja Psikologi)
3. Semester Gasal 2016/2017 &
2017/2018
Observasi S1 S1 Psi UNY Semester Gasal 2016/2017
Perkembangan S1 S1 1. Semester Genap 2013-2014 (Mipa-
Peserta Didik Pend.Matematika dan Fbs-Pbi)
2. Semester Gasal 2014-2015 (BK (2
Kelas) dan PLB Kelas, Uny)
3. Semester Genap 2014-2015
(Pendidikan Seni Musik-Fbs)
Perkembangan S1 Jurusan 1. Semester Genap 2015-2016
Dewasa dan Lansia Psikologi 2. Semester Genap 2016-2017

Modifikasi Perilaku S1 Jurusan Semester Gasal 2017/2018


Psikologi
Modifikasi Perilaku S2 Psikologi 1. Semester Gasal 2015-2016
2. Semester Gasal 2016-2017
Psikologi S2 Psikologi Semester Genap 2015-2016
Kepribadian
Psikologi Abnormal S2 Psikologi Semester Gasal 2015-2016
Asesmen dalam BK S2 Bimbingan dan Semester Gasal 2015-2016
Konseling
Perkembangan S2 Prodi Semester Genap 2013-2014
Peserta Didik Pendidikan Semester Genap 2014-2015
Dasar, UNY Semester Genap 2015-2016
Semester Genap 2016-2017
Pendidikan Anak S2 Prodi Semester Gasal 2014-2015
72

Usia Dini Pendidikan


Luar Sekolah,
Penulisan Karya S2 Prodi Psikologi, 1. Semester Genap 2014-2015
Ilmiah 2. Semester Gasal 2016/2017 &
2017/2018
Pengembangan S2 Prodi Psikologi, Semester Genap 2014-2015
Motivasi UNY
Proposal Tesis S2 Prodi Psikologi, Semester Genap 2016-2017 dan
UNY 2017/2018

E. PRODUK BUKU/BAHAN AJAR


Mata Kuliah Jenjang Jenis Bhn. Ajar Penerbit
Pendidikan (Cetak)
Perilaku Anak Buku Populer (2017) Jakarta : PT Elex Media
Prasekolah: Masalah Komputindo, ISBN 978-
dan Cara 60204-20161-5
Menghadapinya
Model Konseling Anak S1 Buku Ajar (2016) Bandung : Rosda Karya .
Usia Dini ISBN : 978-602-446-054-9
Perkembangan Peserta S1 Buku Ajar (2004) Yogyakarta : UNY Press.
Didik ISBN 978-979-8418-64-8

F. PENGALAMAN PENELITIAN (5 Tahun terakhir)


Thn. Judul Penelitian Sumber Dana Jumlah
2017 Kesiapan Belajar, IQ dan Prestasi DIPA UNY Rp. 20.000.000,-
Belajar Siswa kelas 1 SD (Pascasarjana)-Ketua
2017 Evaluasi Psikometri Dan Penelitian Fundamental- Rp. 75.000.000,-
Pengembangan DIKTI (Anggota)
Differential Aptitude Test
2017 Eksplorasi Konsep Kesehatan DIPA UNY (Anggota) Rp. 20.000.000,-
Mental Sekolah
Berdasarkan Prosper Model
2016 Orientasi dan Gaya Belajar Orang DIPA UNY (anggota) Rp 15.000.000,-
Dewasa di Program-Program
PNF
2016 Pengembangan Buku Ajar Penelitian Strategi Rp. 85.000.000,-
Bimbingan dan Konseling Anak Nasional (Ketua)
Usia Dini berbasis Nilai-nilai
Budaya (Tahun kedua)
2015 Pengembangan Buku Ajar Penelitian Strategi Rp. 80.000.000,-
Bimbingan dan Konseling Anak Nasional (Ketua)
Usia Dini berbasis Nilai-nilai
Budaya (Tahun pertama)
2015 Kajian PAUD Model Berbasis BAPPEDA Kabupaten Rp. 90.000.000,-
Kearifan Lokal di Kabupaten Sleman (Ketua)
Sleman
2015 Pengembangan Instrumen Penelitian Fundamental Rp. 60.000.000,-
Kesiapan Sekolah Berbasis (Anggota)
Perkembangan Anak
2015 Identifikasi Sekolah Humanis: Penelitian Pascasarjana Rp. 15.000.000,-
73

Perspektif well-being di sekolah (anggota)


2015 Penguatan Peran Ibu dalam Penelitian Unggulan Rp. 50.000.000,-
Mendukung Ketahanan Keluarga (anggota)
Siaga di Kawasan Rawan
Bencana di Yogyakarta
2014 Pengembangan Buku Cerita DIPA UNY (ketua) Rp. 20.000.000,-
Tematik Sebagai Media
Pembelajaran Pengenalan
Membaca pada Anak Prasekolah
2014 Pengembangan Model-Model Hibah Pasca Dikti Rp. 75.000.000,-
Pembelajaran untuk Peningkatan (anggota)
Kualitas PAUD
2013 Penguatan Peran Ibu dalam Penelitian Unggulan Rp.50.000.000,-
dan Mendukung Ketahanan Keluarga (anggota)
2014 Siaga di Kawasan Rawan
Bencana di Yogyakarta
2012 Pengembangan Media DIPA UNY (anggota) Rp. 50.000.000,-
Pendidikan untuk Antisipasi
Anak terhadap Kekerasan
2012 Pengembangan Kota Layak Anak Bappeda Kota Yogyakarta Rp. 80.000.000,-
(anggota)
2012 Pengembangan Strategi FIP, UNY (ketua) Rp. 5.000.000,-
Pembelajaran Kooperatif untuk
Membentuk Kemampuan
Metakognisi Mahasiswa

G. KARYA ILMIAH*Buku/Bab Buku/Jurnal/Prosiding (5 tahun


terakhir)

Tahun Judul Conference/Penerbit/Jurnal

2017 Prediktor Prestasi Belajar Siswa Kelas Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah
1 Sekolah Dasar Mada.,Volume 44 Nomor 2, Agustus
2017.,p-ISSN 0215-8884, e-ISSN 2460-
867X.,Hlmn: 153-164.,Penulis: Rita Eka
Izzaty, Yulia Ayriza, Farida Agus
Setiawati. Terakreditasi SK Akreditasi
Nomor: 2E/KPT/2015.
Web Jurnal:
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/27
454/17398
DOI:https://doi.org/10.22146/jpsi.27454
2017 "Exploring the Construct of School REID Journal, diterbitkan PPs UNY.,pada
Readiness Based on Child Volume 3, Nomor 1, Tahun
Development for Kindergarten 2017.,ISSN:2460-6995.,Penulis: Farida
Children", /view/13663/9905 Agus Setiawati, Rita Eka Izzaty, Agus
Triyanto. Hlm 42-49
https://journal.uny.ac.id/index.php/reid/artic
le
74

2016 Pengembangan Perangkat Prima Edukasia, Departement of Primary


Pembelajaran untuk Meningkatkan Education, the Graduate School of
Motivasi Belajar dan Karakter Yogyakarta State University., Volume 4
Bersahabat Siswa Kelas IV SD", Nomor 2, Juli 2016.,ISSN: 2460-
9927.,Penulis: Diana Setyorini, Rita Eka
Izzaty., Hlm 120-133
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/articl
2016 The Implementation of an Integrative Asia Pacific Journal of Multidisciplinary
Model of Adventure-Based Counseling Reasearch, Vol. 4, No. 4, November 2016.
and Adlerian Play Therapy Value- Philippines. P-ISSN 2350-7756, E-ISSN
Based Taught by Parents to Children 2350-8442
to Increase Adjustment Ability of
Preschool Children
2016 Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Presenter- International Conference and
Diri Anak Taman Kanak-Kanak (TK) Workshop on School Counseling-
melalui model Konseling Sequentially Universitas Sanata Dharma
Planned Integrative Counselling for
Children (SPICC)”
2016 Student Perception about Learning International Conference of Computer,
Motivation : Psychological Environment, Social Science, Engineering,
Perspective and Technology (ICEST), Medan 23-25
Mei 2016.
2015 Access and Equity in Higher Widening Higher Education Participation:
Education in Indonesia: A Review A Global Perspective . USA: Chandos
from The Periphery (Losina Publising, Elsevier
Purnastuty and Rita Eka Izzaty)
2015 Social Interaction and Resilience Of 11th International Seminar on Disaster
Women in Disaster-Prone Areas In “Collaboration of Different Generation in
Yogyakarta the Community”, Medical Faculty, Gadjah
Mada University (Indonesia) and Kobe
University (Japan)
Yogyakarta, March 17-18, 2015 (presenter-
oral presentation)
2014 Pengembangan Buku Cerita Tematik Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 3, Edisi 2,
sebagai Media Pembelajaran Tahun 2014. Diterbitkan oleh Prodi PG
Pengenalan Memabaca pada Anak PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNY
Prasekolah
2014 Can Social Problem Solving Strategies 27th International Congress for School
be a Peer Acceptance Predictor Improvement and Effectiveness (ICSEI), 2-7
among Preschool Children? January 2014 –proceeding
(presenter-oral presentation)
2013 Pencerahan dan Kemandirian Peserta Yogyakarta : Universitas Negeri
Didik: Sudut Pandang Psikologi Yogyakarta. ISBN: 978-979-26-1968-3
Perkembangan. Buku Pencerahan dan
Kemandirian Bangsa (Dies UNY
2013).

H. KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM (5
Tahun terakhir)
75

Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/peserta/


pembicara
2017 Kolokium Pendidikan Psikologi Asosiasi Penyelenggara Peserta
di Era MEA, Manado, 4-6 Mei Pendidikan Tinggi Psikologi
2017 Indonesia (AP2TPI)
2017 Workshop, “Membangun Asosiasi Penyelenggara Peserta
Pembelajaran dalam Pendidikan Tinggi Psikologi
Pencapaian Learning Outcome”. Indonesia (AP2TPI)
4-6 Manado, Mei 2017
2016 International Conference on ITTISHAL (International Presenter
Islamic Education “Inculcated Islamic Schools Alliance
Values by Parents to Early
Children”, Surakarta, 10-12
Oktober 2016.
2016 ECCE International Seminar UNICEF-Depdiknas Peserta
Improving quality of ECCE for
A Better Future: “Developing
Adult’s Competencies Working
with Youn Children”
2016 Workshop Metode Penelitan Universitas Islam Indonesia Peserta
untuk Riset Anak dan Keluarga
dengan opic Analisis Faktor,
Metode Growth Curve, dan
Cross-Lag
2016 Workshop Penyamaan Persepsi Kementerian Keuangan RI Peserta
Tim Penyeleksi Beasiswa LPDP
2016 International Conference of Ikatan Alumni Universiti Presenter
Computer, Environment, Social Sains Malaysia, Universitas
Science, Engineering, and Sumatera Utara
Technlogy (ICEST), Medan 23-
25 Mei 2016.
(Paper: Student Perception
about Learning Motivation:
Psychological Perspective)
2016 Kolokium AP2TPI “Pengayaan Asosiasi Penyelenggara Peserta
Pendidikan Psikologi Pendidikan Tinggi Psikologi
Indonesia”, Yogyakarta Mei Indonesia (AP2TPI)
2016
2015 11th International Seminar on Medical Faculty, Gadjah Presenter
Disaster Mada University dan Kobe
“Collaboration of Different University –Japan
Generation in the Community”
17-18 Maret 2015
(paper:Social interaction and
resilience of women
in disaster-prone areas in
Yogyakarta)
76

2014 27th International Congress for International Congress for Presenter


School Improvement and School Improvement and
Effectiveness (ICSEI), 2-7 Effectiveness (ICSEI) dan
January 2014 (Paper: Can Social Universitas Negeri
Problem Solving Strategies be a Yogyakarta
Peer Acceptance Predictor
among Preschool Children?)
2014 Workshop Penyusunan Strategi Bidang Kerjasama dan Narasumber
Akselerasi Pengembangan Kemitraan Universitas
Negeri Yogyakarta

2014 Workshop Keprotokolan dan Bidang Kerjasama dan Panitia


Etika Perjamuan Kemitraan Universitas
Negeri Yogyakarta

2013 Seminar Nasional, “Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, Peserta


Populis Berwawasan Budaya Universitas Negeri
Yogyakarta
2013 Seminar Sehari Membangun Dinas Pendidikan Menengah Pembicara
Pendidikan Karakter dan dan Nonformal Kabupaten
Penghargaan terhadap Bantul dan Lembaga Studi
Keberagaman Melalui Media Pengembangan Perempuan
Pembelajaran “persona dolls” dan Anak
2012 Seminar on Guidance and Yogyakarta State University: presenter
Counseling, September 8-9 Department of Educational
Septermber, 2012. Psychology and Guidance,
Faculty of Education

I. KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA


MASYARAKAT
Tahun Jenis/Nama Kegiatan Tempat
2017 Penyaji pada Seminar Nasional Hasil Program 13-14 Maret 2017 di Yogyakarta
Riset Terapan
2017 Sebagai narasumber pada penyuluhan menjadi Graha Pandawa Balaikota
orangtua cerdas dalam pengasuhan anak di era Yogyakarta
teknologi informasi digital
2015 Research Assisstant pada penelitian kolaborasi Samarinda dan Kutai
dan UNY dan Curtin University-Australia dengan Kartanegara
2016 judul,” School, Lifetime, Prospects and The role of
the transition from School to Work (Tahun ke-2)
2016 Penanggung Jawab Lokasi SBMPTN 2016 Universitas Negeri Yogyakarta
2016 Penelaah Soal Seleksi Mandiri UNY Hotel Puri Asri Magelang
2016 Bimtek Pengembangan dan Penguatan Kurikulum Hotel Garage, Jl. Sosrowijayan
PAUD (tahap 1 Maret 2016) 33 Malioboro, Yogyakarta
2016 Bimtek Pengembangan dan Penguatan Kurikulum Hotel Garage, Jl. Sosrowijayan
PAUD (tahap 3 Maret 2016) 33 Malioboro, Yogyakarta
2015 Workshop Peningkatan Kemampuan Pendidik PAUD An-Nuur, Sleman
dalam Mengenalkan Keaksaraan Awal dengan
memanfaatkan Buku Tematik PAUD pada Anak
77

usia 3-5 tahun Bagi Pendidik PAUD Non Formal


se Kecamatan Sleman-narasumber
2015 Pendidikan dan Pengasuhan yang mengoptimalkan Kelompok Bermain Mlati,
potensi Anak-narasumber Sleman
2015 Modal yang Harus Dimiliki Seorang Pendidik- TK Rumahku Tumbuh, Mlati
narasumber Sleman
2014 Pertemuan Orangtua-Guru (Smart Parenting)- Aula SMP Syuhada Yogyakarta
Narasumber
2014 Seminar Penerapan Kecerdasan Fisik, Sosial, TPA/KB Putera Sembada I
Emosional, dan Spriritual untuk Pendidik PAUD- Sleman
Narasumber
2014 Pemahaman dan Penyadaran Pentingnya PAUD- Lembaga PAUD Warna Warni
Narasumber
2014 Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru Gelombang Lembaga Penjaminan Mutu
1-4 (Penyelenggara: Lembaga Pengembangan dan Pendidikan dan Balai Diklat
Penjaminan Mutu Pendidikan, UNY)-Trainer Deperindag-Yogyakarta
2014 Seminar Regional Hari Ulang Tahun ke 30 Prodi Universitas Ahmad Dahlan,
Bimbingan dan Konseling (Topik: Layanan Yogyakarta
Bimbingan dan Konseling pada Anak SD dan
Prasekolah: Kajian Konseptual dan Praktis)-
Narasumber
2013 Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru Gelombang Villa Taman Eden 1 dan 2,
1-8 (Penyelenggara: Lembaga Pengembangan dan Kaliurang Yogyakarta
Penjaminan Mutu Pendidikan, UNY)-Trainer
2013 Penyuluhan Pola Asuh Anak dalam Keluarga Balaikota Yogyakarta
sebagai narasumber
2013 Kegiatan Kelompok Kerja Guru dengan Madrasah Ibtidaiyah Negeri,
materi:’Bagaimana mengelola kelas berbasis Krincing, Secang, Magelang
karakter” sebagai narasumber
2013 Diklat Dasar Mandiri bagi PTK-PAUD (16 April Balai Budaya Sinduadi, Sleman
2013) sebagai Trainer Yogyakarta
2013 Diklat Dasar Mandiri bagi PTK-PAUD (26 Sanggar Kegiatan Belajar
Februari 2013 dan 12 Maret 2013) sebagai Trainer Sleman, Yogyakarta
2013 Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendidik PAUD Padang Pariaman, Sumatera-
dan TK (26-29 Juni 2913) sebagai Trainer Barat
2012 Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Aula SMPN 1 Wates,
Kompetensi Guru Mata Pelajaran IPS untuk Kulonprogo
SMP/MTS sebagai Trainer

J. JABATAN DALAM PENGELOLAAN INSTITUSI


Peran/Jabatan Institusi Tahun
Ketua Jurusan Psikologi Fakultas llmu Keputusan Rektor UNY
(2016-2019) Pendidikan No 894/UN34/KP/2015
Universitas Negeri
Yogyakarta
Ketua Jurusan Psikologi Fakultas llmu Keputusan Rektor UNY
FIP UNY Pendidikan No 628/UN34/KP/2015
(2015-2016) Universitas Negeri
78

Yogyakarta
Staf Ahli bidang Universitas Negeri Keputusan Rektor UNY Nomor :
Pengembangan (Staf Yogyakarta 129/UN34/KP/2013
Ahli Wakil Rektor IV) (berlaku 1 Januari-31 Desember 2014)
Staf Ahli bidang Universitas Negeri Keputusan Rektor UNY Nomor :
Pengembangan (Staf Yogyakarta 129/UN34/KP/2013
Ahli Wakil Rektor IV) (berlaku 1 Januari-31 Desember 2013)

K. PERAN DALAM KEGIATAN KEMAHASISWAAN


Tahun Jenis/Nama Kegiatan Peran Tempat
2017 Tongue Twister sebagai Pembimbing LKTI FIP 2017 (juara 2)
metode peningkatan
kemampuan hasa pada anak
usia dini
2015 Eksistensi geng sekolah Pembimbing PKM biaya DIKTI
2015 Penerapan CD Lingkungan Pembimbing PKM biaya DIKTI
Hidup pada Anak Prasekolah
2013 Lomba Karya Tulis Pembimbing Universitas Jambi
2013 Lomba karya tulis, 6th Pembimbing Faculty of Education, Khon Kaen
International Conference University, Thailand.
Educational of Research

L. PENGHARGAAN
Thn. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan
2012 Satyalancana Karya Satya Presiden RI

M. HAK CIPTA
No. Karya Hak Cipta
1 Cerita Tematik sebagai Media Pembelajaran Pengenalan Membaca pada Anak Pra
Sekolah, C00201604536
2 Model Konseling Anak Usia Dini, C00201702533
3 Kartu Karir Sebagai Media Bimbingan Karir Siswa Sekolah Dasar, C00201702532
4 Program Komputer Alat Ukur Multiple Intelegensi Berbasis Komputer, C00201702556

J. PERAN LAIN
Tahun Peran Tempat
2017- Reviewer (mitra Jurnal Indria, Universitas Muhammadiyah Ponorogo,
sekarang bestari) Jawa Timur
2016 Reviewer Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian
Bogor
2015, Reviewer Penerima Lembaga Pengelola Dana Pendidikan-Kementerian
2016-2018 Beasiswa (Psikolog) Keuangan (Keputusan Direktur Utama Lembaga
Pengelolaan Dana Pendidikan Kementrian Keuangan
Republik Indonesia Nomor Kep-42/LPDP/2016)
2014 Tim Ahli Adhoc Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)-Keputusan
Standar Nasional Ketua BSNP Nomor:0242/SKEP/BSNP/VIII/2014
79

Pendidikan Anak Usia


Dini untuk
Permendikbud No 137
tahun 2014 (Standar
PAUD Nasional)
2003- Konsultan SDM dan Taman Bermain Mlati dan TK Rumahku Tumbuh,
sekarang Program Kegiatan Sleman

K. KEANGGOTAAN PROFESI

Tahun Keanggotaan Profesi Status Level


2015- Himpunan Psikologi Indonesia Anggota Nasional
sekarang
2017- Asosiasi Psikologi Perkembangan Indonesia Anggota Nasional
sekarang
2017- American Psychological Association (APA)- Anggota Internasional
sekarang Divisi 7 (Developmental Psychology), Divisi
15 ((Educational Psychology)) dan Divisi 16
(School Psychology),

Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah
benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Yang menyatakan,

(Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si)


NIP. 19730210 199802 2 001
80

BIODATA ANGGOTA PENELITI

Nama : Yulia Ayriza, M.Si, Ph.D


NIP : 195907031987022003
NIDN : 0003075911
Tempat dan Tanggal Lahir : Yogyakarta, 03 Juli 1959
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Golongan : IV a
Jabatan Akademik : Pembina
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat : Jalan Colombo, No. 1, Yogyakarta
Telp./Faks. : 0274586168
Alamat Rumah : Jalan Raya Bantul, No. 91, Yogyakarta
Telp./Faks : 08121576867, 0274374131
Alamat e-mail : yulia_ayriza@uny.ac.id
ayriza_03@yahoo.co.id

A. RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI

Tahun Bidang Keahlian Gelar


Tahun Program Perguruan Jurusan/Program
mulai Akademik
Lulus Pendidikan Tinggi Studi
studi
1978 1983 S1 UGM Psikologi Psikologi Dra
1992 Psikologi M.Si
1995 S2 UGM Psikologi
Perkem-bangan
2009 USM Develop-mental Ph.D
(Universiti Psycholo-gy
2013 S3 Psychology
Sains
Malaysia)

B. PELATIHAN PROFESIONAL
Pembicara/ Perguruan Tinggi
Jenis Pelatihan
Tahun Penyelenggara Pembicara sendiri/ Perguruan
(Dalam/Luar Negeri)
Tamu Tinggi Lain
Pelatihan Finger Prints untuk
2014 UNY UNY
mendeteksi bakat
Pelatihan sebagai penilai buku UNPAD
2012 nonteks untuk pengembangan Diknas
kepribadian
Penulisan Jurnal Internasional UIN Yogyakarta
2010 UNY
Pelatihan sebagai Assessor Pelatihan sebagai
2008 Dikti 2008
penilaian portofolio guru Assessor penilaian
81

portofolio guru

C. PENGALAMAN MENGAJAR

Program Institusi/Jurusan/ Sem./Tahun


Mata Kuliah
Pendidikan Program Studi Akademik
Psikologi Pendidikan 1/2013-2014
UNY/PEP/
S2 1/2014-2015
Pascasarjana
1/2015-2016
Psikologi Perkembangan Anak 3/2013-2014
UNY/PLS/
Usia Dini S2 3/2014-2015
Pascasarjana
3/2015-2016
Psikologi Perkembangan Anak UNY/PAUD/ 3/2014-2015
S2
Usia Dini Pascasarjana 3/2015-2016
Perkembangan Peserta Didik UNY/P2TK/
S2 2/2015-2016
Pascasarjana
Psikologi Perkembangan Anak dan 1/2015-2016
S1 UNY/Psi/FIP
Remaja 1/2016-2017
Psikologi Perkembangan Dewasa 2/2015-2016
S1 UNY/Psi/FIP
dan Lansia 2/2016-2017
Metode Penelitian S1 UNY/Psi/FIP 3/2016-2017
Kesehatan Mental S1 UNY/Psi/FIP 4/2016-2017
Isu-isu Terkini Psikologi UNY/Psi/
S2 1/2016-2017
Pascasarjana
Penulisan Proposal Tesis UNY/Psi/ 2/2015-2016
S2
Pascasarjana 2/2016-2017
Desain Eksperimen UNY/Psi/
S2 2/2016-2017
Pascasarjana
Seminar Proposal Tesis UNY/Psi/
S2 3/2015-2016
Pascasarjana

D. PRODUK BAHAN AJAR


Jenis Bahan Ajar (cetak dan Sem./Tahun
Mata Kuliah Program Pendidikan
noncetak) Akademik
Perkembangan
S1 Cetak 3/2010-2011
Peserta Didik
82

E. PENGALAMAN PENELITIAN

Ketua/ Sumber Besar


Tahun Judul Penelitian
Anggota Dana Dana SKS

Pengembangan Karir Anak Sekolah Dasar Kelas Dana Dikti 2


2017 Rendah (Tahun Ke III) Ketua (IDB) 130jt

Pengembangan Model Pemanfaatan Modal Sosial Dana Dikti 1


untuk Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Atas (Stranas)
2017 di Yogyakarta Anggota 100 jt
(Tahun Ke II)
2016 Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar BPD 2
Ketua 100 jt
Perencanaan SDM di PT Bank BPD DIY
2016 Pengembangan Karir Anak Sekolah Dasar Kelas Dana Dikti 2
Ketua 75jt
Rendah (Tahun Ke II) (IDB)
2016 Pengembangan Model Pemanfaatan Modal Sosial Dana Dikti 1
untuk Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Atas (Stranas)
Anggota 85 jt
di Yogyakarta
(Tahun Ke II)
2016 Pengembangan Model Pemanfaatan Modal Sosial 1
untuk Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Atas Dana Dikti
Anggota 85 jt
di Yogyakarta (Stranas)
(Tahun Ke I)
2015 Pengembangan Karir Anak Sekolah Dasar kelas IDB 2
Ketua 55jt
rendah (Tahun Ke I)
2015 Kepuasan Pelanggan Nasabah Bank BPD Ketua BPD 100jt 2
2015 Kajian TK Negeri di Kota Yogyakarta Anggota Bappeda 100jt 1
2015 Standar Pelayanan Nasabah Bank BPD Anggota BPD 100jt 1
83

F. Jurnal Penelitian/Buku/Bab Buku

Tahun Judul Penerbit/Jurnal


Mewujudkan insan Indonesia cerdas, komprehensif dan
2007 Dinamika Pendidikan
kompetitif
Pengembangan dan validasi modul social life skill bagi
2008 Jurnal HEPI
pendidik anak usia dini
Pengembangan modul bimbingan pribadi ocial bagi guru
2009 Jurnal Kependidikan
bimbingan konseling untuk menghadapi bencana alam
The effectiveness of socialization models of social life skill
2010 Journal of Education
modules for kindergarten teachers
Peningkatan keterampilan guru bimbingan konseling dalam
Cakarawala Pendidikan:
2011 pemerolehan kesiapan psikologis siswa menghadapi bancana
Jurnal Ilmiah pendidikan
alam
Multiple inteligences: Cara menstimulasi serta FIS (Forum Ilmu Sosial),
2011
implementasinya dalam pembelajaran Vol. 38, No. 1.
Teori-teori dasar perkembangan moral pada usia dini: Suatu
2011 Inti Media
perspektif psikologi.
Modal Sosial yang Dikembangkan Guru di Sekolah Berkualitas
2016 Jurnal Kependidikan
di Yogyakarta
2017 Prediktor Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar Jurnal Psikologi
84

G. KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM
Tingkat Lokal/ Panitia/Pese
Tahun Judul Makalah Penyelenggara Nasional/ rta/
Internasional Pembicara
2013 Pendidikan Populis Berwawasan UNY Internasional Pembicara
Kebudayaan
2014 The Influence of Children’s ICSEI Internasional Pembicara
Academic Self-efficacy on Their
Achievements: A Gender-based
Exploration Study in Indonesia
2014 Does Children’s Grade in School IAAP Internasional Pembicara
Moderate the Influence of gender
on Their Gender Role and Career
interests?
2015 Mutual Trust as Dominant Social UNY Internasional Pembicara
Capital in Building School Culture (anggota)
2015 The Development of Guideline For UNESA kerjasama Internasional Pembicara
Detection and Simulation of Early dengan ARNEC (Asia (anggota)
Childhood Development Pasific Regional
Network for Early
Childhood)
2016 Career lnterest and Knowledge of Ikatan Alumni USM Internasional Pembicara
Lower Grade Students of Primary
School
2017 Workshop Peningkatan Kualitas Kemenristek Dikti Nasional Peserta
Evaluasi Pendirian dan Pembukaan
Perguruan Tinggi Swasta serta
Pembukaan dan Perubahan Prodi
DI PT

H. KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Ketua/
Tahun Jenis/ Nama Kegiatan dan Tempat Sumber Dana
Anggota

Pelatihan Penyusunan RPP untuk Pendidik PAUD DIPA UNY


2014 Pemateri
Nonformal se-DIY melalui LPPM
2014 PLPG untuk PG-PAUD dengan materi Pemateri
2014 PLPG untuk PG-PAUD dengan materi Pemateri
2014 Persiapan Pensiun bagi Karyawan UNY Pemateri
85

Peran Pendampingan Orang Tua untuk Pendidikan Anak


2014 Pemateri
dalam Menghadapi Perkembangan Teknologi
Pelatihan Motivasi Berwirausaha Untuk Remaja Dusun Anggota
2015 DIPA PPs
Ketonggo bantul Peneliti
UNY
PSIKOLOGI MANAJEMEN PERUBAHAN: Pensiun Universitas
2015 dan Post Power Syndrome, Pemateri Kristen Duta
serta Jalan Keluarnya Wacana
Direktur
Reviewe pembinaan
2015 Supervisi Pengadaan Buku Kurikulum 2013
r online SMK
Kemendikbud
Dharmawanita
2016 Pengelolaan Stres Pemateri
Pusat
Penyuluhan Deteksi Tumbuh Kembang Anak pada
2016 Anggota UNY
Pamong
Reviewer Jurnal Kependidikan di UNY (Jurnal Reviewe
2016 UNY
terakreditasi Nasional) r
Pusdi Wanita
2016 Strategi Ketahanan pada Wanita Kepala Keluarga Pemateri
LPPM UNY
Pengembangan Kepribadian sebagai Strategi Pusdi Insula
2016 Pemateri
Mempertahankan Kecantikan Internal pada Lansia LPPM UNY
Pemateri ahli penulisan buku “Pengembangan Karakter Pemateri
2016 BPKB DIY
Anak di Era Globalisasi ahli
Universiti
Reviewer Jurnal Pertanika Journal of Social Science and Reviewe
2016 Putra
Humanities di Malaysia (Jurnal terindex scopus) r
Malaysia
Reviewer Jurnal of Career Development di Sage USA Reviewe SAGE
2017
(Jurnal Q1) r Publication
Pemateri PPPPTK
2017 Menjalani Pensiun dengan Bahagia
ahli Matematika
Ditjen
Kualifikasi
Sumber Daya
Ilmu
Pengetahuan,
Wawancara Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia Intervier
2017 Teknologi
(BUDI) Luar Negeri 2017 wer
Dan
Pendidikan
Tinggi,
Kemenristek
Dikti
Intervie
2017 Wawancara Beasiswa LPDP Luar Negeri 2017 Kemenkeu
wer
Ditjen Dikti
2017 Mentor Pra PLPG peserta PLPG PAUD Mentor
via LPPMP
86

UNY
UPT LBK
2017 Pendampingan Dosen STIKES Pemateri
UNY
Scholar/
Expert Program
2017 Visting Professor Ke Universiti Kebangsaan Malaysia in Pascasarjana
Psychol UNY
ogy
Kemenristek
2017 Evaluasi online Pendirian Prodi pada Perguruan Tinggi Asesor Dikti,
BAN PT

I. JABATAN DALAM PENGELOLAAN INSTITUSI

Institusi(Universitas, Fakultas, Jurusan,


Tahun … s.d.
Peran/Jabatan Lab, Studio, manajemen Sistem Informasi

Akademik, dll)

LPPM UNY
Kapuslit AUD dan INSULA 2014 s/d skr

UPT LBK 2013 s/d skr


Konselor LBK
2014 – Des
Kaprodi S2 PG-PAUD PPs UNY 2014

Kaprodi S2 Psikologi Des 2014 s/d


PPs UNY
skr

J. PERAN DALAM KEGIATAN KEMAHASISWAAN


Tahun Jenis / Nama Kegiatan Peran Tempat
2014- Membimbing Akademik (S1
PA PPB UNY
sekarang dan S2)
2014-
Dikjar (S1 dan S2) Dosen UNY
sekarang
2014-
Menguji Skripsi dan Tesis Penguji UNY
sekarang
2014- Membimbing Skripsi
Pembimbing UNY
sekarang danTesis
2016-
Membimbing Disertasi Copromotor UNY
sekarang
87

2017
Menguji Disertasi Penguji Utama UNY

PENGHARGAAN/PIAGAM
Tahun Bentuk Penghargaan Jenjang Tingkat
2003 Satya Lencana 10 Tahun Kerja Nasional Nasional
2012 Satya Lencana 20 Tahun Kerja Nasional Nasional
2017 Satya Lencana 30 Tahun Kerja Nasional Nasional

K. ORGANISASI PROFESI/ILMIAH
Tingkat
Jabatan/JenjangKean
Tahun Jenis / Nama Organisasi Lokal/Nasional/
ggotaan
Internasional
1999-2011 ISPSI Anggota Lokal
2000-2011 HEPI Anggota Lokal
2014-
Himpsi Anggota Nasional
sekarang
2014-2016 IAAP Anggota Internasional
2016-
APA Anggota Internasional
sekarang

Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam curriculum vitae ini adalah
benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Yang menyatakan,

( Dra. Yulia Ayriza, M.Si.,Ph.D )


NIP. 195907031987022003
ANGGARAN RESEARCH GROUP
DETERMINAN KEBAHAGIAAN PADA ANAK
Oleh : Dr. Rita Eka Izzaty, S.Psi., M.Si.

Transport Anggaran
No Nama Bahan Volume Biaya Jumlah Biaya
Vol Sat Satuan
Pelaksana Penelitian
1 10 kali 50.000 500.000
1 (TK)
Pelaksana Penelitian
2 10 kali 50.000 500.000
2 (SD)
4 Responden 100 orang 20.000 2.000.000
Kenang kenangan
5 2 institusi 500.000 1.500.000
sekolah
Total Transport
Biaya Operasional
Bahan Habis Pakai Anggaran
No Nama Bahan Volume Biaya Jumlah Biaya
Vol Sat Satuan
1 Kertas A4 5 Rim 37.500 187.500
3 Tinta print hitam 2 unit 350.000 700.000
Total 887.500
Perjalanan dan Analisis Anggaran
No Nama Bahan Volume Biaya Jumlah Biaya
Vol Sat Satuan
1 Koordinasi pengambilan data 4 Kali 100.000 400.000
3 Pengambilan data 20 Kali 50.000 1.000.000

4 Analisis Data 1 teknik 1.000.000 1.000.000


Total 2.400.000
Lain-lain Anggaran
No Nama Bahan Volume Biaya Satuan Jumlah Biaya
Vol Sat
1 Seminar proposal 30 orang 10.000 300.000
2 Seminar hasil 30 orang 10.000 300.000
3 Publikasi 3 artikel 1.500.000 4.500.000
5 Focopy dan penjilidan 10 buah 50.000 1.000.000
proposal dan Laporan
Total Lain-lain 5.962.000
Total Biaya Penelitian 12.000.000

Anda mungkin juga menyukai