Anda di halaman 1dari 7

TrikoJahe : Swamedikasi Tanaman Jahe yang Aman pada

Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia


Muhammad Fahrul Rizal, Universitas Indonesia

Saat ini, masyarakat Indonesia masih terus menghadapi pandemi


COVID-19 mengingat lonjakan gelombang kedua yang semakin tinggi sejak
bulan Juni 2021. Berdasarkan data statistik JHU CSSE COVID-19 (2021), tercatat
sekitar 31.189 kasus aktif sebagai angka kasus tertinggi selama pandemi.
Beberapa berita memberitahukan adanya varian virus terbaru setelah varian
wuhan, yaitu varian delta, varian kappa, varian alfa, dan varian eta. Namun, sejak
tahun lalu beberapa obat lama yang telah diteliti tidak menunjukkan efektivitas
yang spesifik untuk virus yang dinamakan sebagai SARS-CoV-2. Hal tersebut
membuat pemerintah memutuskan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat) Darurat dan memperluas cakupan vaksinasi sebagai bentuk
usaha menurunkan transmisi yang sangat masif setelah pemerintah meningkatkan
testing hingga 1 : 1000 penduduk per minggu. Selama penularan virus SARS-
CoV-2 tetap berlangsung tanpa adanya protokol kesehatan yang ketat, virus dapat
terus bertahan hidup melalui mutasi virus-virus sebelumnya sehingga selesainya
pandemi tidak dapat diperkirakan (Prasetya 2021). Apabila kita membahas awal
pandemi tahun 2020, wabah COVID-19 dianggap seperti wabah SARS
sebelumnya karena model transmisi berlangsung dari hewan ke manusia serta
memiliki persamaan sebagai jenis virus corona yang menyebabkan flu. Namun,
setelah penelitian yang terus berlanjut di Wuhan menyatakan bahwa terdapat
potensi transmisi dari manusia ke manusia sehingga WHO mengatakan bahwa
penyakit COVID-19 menjadi suatu penyakit baru yang belum pernah
diidentifikasi dapat menyerang manusia sebelumnya (Sukur et al 2020). Gejala
yang ditemukan pada manusia meliputi batuk, demam, letih, sesak napas, dan
tidak nafsu makan seperti halnya influenza tetapi dengan virulensi yang lebih
tinggi hingga menurunkan fungsi satu atau lebih organ selain pernapasan (Mona
2020).

Pendeteksian COVID-19 di Indonesia pertama berasal dari dua WNI


yang merupakan warga Depok dengan gejala batuk dan agak demam setelah
berdansa dengan seorang warga negara Jepang yang datang ke Indonesia tetapi
terdeteksi positif COVID-19 setelah tiba di Malaysia (Ihsanuddin 2020).
Semenjak penularan diketahui dapat mengancam manusia dalam jumlah dua
orang atau lebih yang terlacak akibat kecepatan penularan yang tinggi, masyarakat
Indonesia semakin sering mencari informasi melalui gawai mengenai cara
meningkatkan imunitas agar selamat dari COVID-19 terutama melalui tanaman
herbal. Masyarakat Indonesia dapat mencari tanaman herbal dengan mudah
karena tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Secara turun
temurun, tanaman herbal dimanfaatkan oleh nenek moyang Jawa sebagai
pengobatan tradisional yang dicampurkan langsung dengan air hangat baik dalam
bentuk serbuk maupun rajangan (Mulyani et al 2016). Bukti kemanfaatan tanaman
herbal pada zaman dahulu masih berasal dari pengalaman empiris masyarakat
yang menggunakannya sehingga penelitian mulai dilakukan secara in vitro, in
vivo, dan in silico. Perbedaan tingkat penggunaan tanaman herbal sangat terlihat
sebelum dan saat pandemi COVID-19. Sebelum pandemi COVID-19, tanaman
herbal semakin jarang dilirik sebagai ramuan terbaik. Hal ini dapat dibuktikan
oleh suatu penelitian pada tahun 2015 bahwa sebanyak 49,5 % masyarakat
Indonesia masih menggunakan pengobatan tradisional dan 4,5 % dari mereka
mengkonsumsinya setiap hari dan 45 % hanya mengkonsumsinya sesekali
(Sembiring et al 2015). Pola makan dan minum pada masyarakat modern yang
semakin buruk disertai aktivitas fisik yang berkurang menyebabkan respon sistem
imun terhadap zat asing yang masuk terus menurun. Saat mereka terserang
penyakit, masyarakat lebih banyak melakukan swamedikasi obat obat kimia.
Padahal, setiap obat tidak bisa sembarang diberikan tanpa proses pemberian
informasi oleh apoteker sehingga masyarakat mudah mengalami efek samping
jika tidak digunakan sesuai dosis yang tepat dan indikasi yang sesuai
(Septianingrum et al 2019). Saat pandemi COVID-19, masyarakat (terutama
orang tua) melakukan swamedikasi tanaman herbal setelah adanya pemberitaan
nasional bahwa tanaman herbal dapat meningkatkan imunitas tubuh dari COVID-
19, salah satunya adalah jahe (Zingiber officinale) yang sejak lama dipercaya
meredakan berbagai macam gejala penyakit seperti pilek, mual, radang sendi,
migrain, dan hipertensi yang mirip dengan gejala infeksi virus corona (Tim Kerja
Kementerian Dalam Negeri 2020).

Tanaman herbal yang telah diuji klinis berasal dari luar Indonesia, salah
satunya China. Berdasarkan pengalaman dalam mengendalikan wabah yang juga
berasal dari China, Traditional Chinese Medicine (TCM) menjadi terapi
profilaksis infeksi pernapasan akut yang diharapkan dapat mencegah infeksi
COVID-19 serta beberapa tanaman dapat direkomendasikan sebagai alternatif
pencegahan COVID-19 pada populasi yang berisiko tinggi, seperti Radix
astragali (Huangqi), Radix glycyrrhizae, Radix saposhnikoviae, Rhizoma
Atractylodis Macrocephalae, Lonicerae Japonicae Flos, dan Fructus forsythia
(Septianawati et al 2020; Anggraeni et al 2021). Tanaman yang direkomendasikan
oleh China menunjukkan adanya penelitian uji klinis yang cepat hingga diadopsi
oleh negara-negara lainnya di Asia Timur seperti Jepang dan Korea melalui
formula yang terstandar (Sari 2020). Tanaman-tanaman herbal yang tercakup
dalam TCM tidak tumbuh di Indonesia sehingga Indonesia terus menilik potensi
dari tanaman herbal karena BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
mengizinkan penggunaan tanaman herbal selama pandemi tanpa mengganggu gen
manusia untuk memodifikasi virus internal. Oleh karena itu, jahe berpotensi
menjadi tanaman khas Indonesia yang paling banyak dipanen dan diproduksi.
Jahe merupakan tanaman rimpang biofarmaka dengan hasil panen sebesar
10.556,01 hektar per tahun 2017 dengan produksi sebesar 216.586,66 ton per
tahun 2017 sehingga tanaman ini menjadi kesempatan untuk dibuatkan dalam tata
laksana pencegahan COVID-19 (Subdirektorat Statistik Hortikultura 2018). Jahe
dipilih sebagai subjek yang diteliti selama pandemi karena relevan dengan
COVID-19 yang menyangkut respon imun terhadap antigen berupa virus SARS
CoV-2 walaupun peneliti Indonesia masih membuktikannya secara in silico.

Jahe diklasifikasikan menjadi tiga macam berdasarkan bentuk, ukuran,


dan warna rimpangnya, yaitu jahe merah (Zingiber Officinale var. rubrum), jahe
putih besar atau jahe gajah (Zingiber Offchinale var. offichinarum), dan jahe putih
kecil atau jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber offichinale var. amarum).
Kandungan bioaktif utama pada jahe meliputi minyak atsiri dan gingerol. Minyak
atsiri merupakan minyak volatil yang berguna sebagai obat karena bau yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan yang menyebabkan
mual sebagai salah satu gejala COVID-19. Jahe merah memiliki tingkat minyak
atsiri lebih tinggi daripada jahe putih besar dan jahe putih kecil, yaitu sekitar 2,6
% - 3,9 %. Minyak atsiri yang terkandung pada jahe meliputi zingiberene (35 %),
curcumene (18 %), dan farnesene (10 %), dan minyak atsiri lainnya dalam jumlah
yang lebih sedikit (Pairul et al 2017). Gingerol yang terkandung pada jahe
memberikan efek sinergis sebagai immunomodulator. Tingkat respon imun yang
rendah saat virus SARS CoV-2 menembus sel setelah berikatan dengan reseptor
ACE-2 dapat menurunkan fungsi organ yang dilewatinya melalui beberapa
mekanisme seperti perlukaan paru-paru akut, remodelling jantung yang
merugikan, vasokontriksi, dan permabilitas vaskuler yang meningkat. Pada saat
itu, ketahanan yang dimiliki oleh virus SARS CoV-2 lebih tinggi karena reseptor
ACE-2 yang spesifik dan terdapat di berbagai sel dalam tubuh, terutama sistem
pernapasan (Anggraeni et al 2021). Keadaan tersebut menyebabkan pasien
COVID-19 sulit ditangani secara kuratif sepenuhnya sehingga arah kesehatan saat
ini berfokus pada upaya preventif. Gingerol juga berfungsi sebagai antioksidan
dan antiinflamasi karena termasuk ke dalam polifenol, terlebih lagi saat jahe
dicampurkan dengan madu. Berdasarkan beberapa penelitian, kandungan
antioksidan yang dimiliki gingerol melebihi kandungan vitamin E (Tim Kerja
Kementerian Dalam Negeri 2020). Berdasarkan suatu penelitian in silico di India,
gingerol dalam suatu formulasi khas India, Ayurvedic tidak menunjukkan
keterikatan kuat dengan virus SARS CoV-2 maupun reseptor ACE-2. Walaupun
GLIDE sebagai penentu kekuatan ikatan menunjukkan angka yang rendah pada
gingerol, keseluruhan kandungan jahe pada formulasi tersebut tetap dapat
berinteraksi dengan situs aktif keduanya namun pemberian dilakukan secara nasal
purge (Haridas 2021). Hal ini sesuai dengan panduan yang dibuat di Indonesia
bahwa pemberian secara nasal purge atau pembersihan hidung tetap
direkomendasikan dengan dasar peresepan TCM.
Swamedikasi dengan menggunakan jahe sebelum dikonsumsi perlu
mempertimbangkan 3 hal yang penulis gagaskan sebagai “TrikoJahe”, yaitu
kombinasi bahan alam yang dapat digunakan dalam formulasi berbasis jahe,
frekuensi konsumsi dari formulasi berbasis jahe, dan penyakit yang menjadi
kontraindikasi dari formulasi berbasis jahe. Pertimbangan pertama adalah bahan
alam yang dapat dikombinasikan dengan jahe tanpa menyebabkan efek samping
yang parah, terutama perdarahan lambung. Jahe yang dikonsumsi secara oral lebih
aman dibandingkan jahe yang dioleskan pada kulit. Efek samping yang umum
dialami oleh pengkonsumsi jahe antara lain maag, diare, dan ketidaknyamanan
lambung lainnya (Natural Medicines Comprehenzive Database 2021). Konsumsi
suplemen dan herbal seperti angelica, danshen, bawang putih, kunyit, willow
putih, dan semanggi merah dapat meningkatkan risiko perdarahan melalui
agregasi platelet sehingga konsumsi tersebut dapat dialihkan pada makanan yang
lebih aman atau konsumsi jahe dalam bentuk tunggal (Grossberg et al 2007).
Pertimbangan selanjutnya adalah konsumsi dari jahe dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dapat dikonsumsi dengan frekuensi tertentu. Penentu frekuensi
konsumsi jahe didasari oleh dosis yang aman dikonsumsi. Apabila jahe
dikonsumsi dalam bentuk serbuk, umumnya dapat dikonsumsi 1 – 4 gr per hari.
Frekuensi yang disarankan pada kebanyakan produk berbasis jahe adalah dua kali
sehari, yaitu pagi hari dan malam hari (Norris 2020). Konsumsi jahe tidak
direkomendasikan dalam frekuensi yang lebih sering karena menyebabkan efek
samping saat perut kosong. Pengkonsumsian jahe pada pagi hari dapat
meningkatkan sistem imun selama bekerja dan bersekolah sehingga mencegah
risiko penyakit termasuk COVID-19. Selain itu, jahe yang bermanfaat sebagai
antioksidan akibat makanan yang dikonsumsi pada siang hari menyebabkan
pengkonsumsian dapat direkomendasikan pada malam hari. Pertimbangan terakhir
adalah orang-orang yang tidak disarankan mengkonsumsi jahe karena
kontraindikasi walaupun jahe memiliki beragam manfaat bagi tubuh. Penyakit
COVID-19 rentan terjadi pada penderita penyakit sebelumnya seperti hipertensi,
diabetes melitus, asma, dan gagal ginjal. Penderita yang sedang mengkonsumsi
obat-obat antidiabetes dan antihipertensi (terutama Calcium channel blocker)
tidak direkomendasikan dalam mengkonsumsi jahe karena dapat menyebabkan
penurunan gula darah hingga terlalu rendah atau hipoglikemia dan penurunan
tekanan darah hingga terlalu rendah atau denyut jantung yang tidak teratur
sehingga perbaikan pola makan lebih baik daripada mengkonsumsi jahe (Natural
Medicines Comprehenzive Database 2021). Selain itu, jahe dikontraindikasikan
bagi ibu hamil dalam dosis melebihi 1 gr dan anak dibawah usia 2 tahun (Norris
2020).
Swamedikasi tanaman jahe dapat dilakukan dengan mudah karena
produktivitasnya yang tinggi sehingga dapat dicari atau ditanam langsung.
Swamedikasi ini aman jika mempertimbangkan “TrikoJahe” berdasarkan
penelusuran jahe secara klinis walaupun zat yang terkandung sebagai pencegahan
COVID-19 masih memerlukan bukti secara in vitro dan in vivo. Pengkonsumsi
jahe harus memiliki pola pikir bahwa jahe tidak dapat mencegah COVID-19
secara spesifik, melainkan mencegah virus influenza lainnya yang termasuk dalam
jenis virus yang sama dengan virus penyebab COVID-19, yaitu H1N1 dan human
respiratory syncytial virus (HRSV) sebagai contoh dari virus corona (Tim
Penyusun 2020). Jahe lebih bermanfaat dalam peningkatan imunitas terhadap
berbagai macam penyakit termasuk COVID-19 karena COVID-19 masih menjadi
penyebab pandemi di Indonesia yang belum berakhir sejak tahun 2020.
Pencegahan COVID-19 yang paling utama adalah setiap orang menerapkan
protokol kesehatan 5M dan gaya hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A, D, Salahudin, Jamil, A, S, Rofida, S 2021, „Analisis Kualitatif Obat


Tradisional Sebagai Agen Peningkatan Imunitas Tubuh dalam Melawan
COVID-19 di Surat Kabar Online Indonesia‟, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, vol. 8, no. 2, hh. 207-226
Grossberg, G, M, D & Fox, B 2007, The Essential Herb-Drug-Vitamin Interaction
Guide, Broadway Books, United States
Haridas, M, Sasidhar, V, Nath, P, Abhithaj, J, Sabu, A, Rammanohar, P 2021,
„Compounds of Citrus medica and Zingiber officinale for COVID-19
inhibition: in silico evidence for cues from Ayurveda‟, Future Journal of
Pharmaceutical Sciences, vol. 7, no. 13, hh. 1-9
Ihsanuddin 2020, Fakta Lengkap Kasus Pertama Virus Corona di Indonesia,
Kompas, dilihat 8 Juni 2021,
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-
kasus-pertama-virus-corona-di-indonesia?page=all
JHU CSSE COVID-19 2021, Penyakit coronavirus (COVID-19) : Indonesia,
CSSEGISandData, dilihat 7 Juni 2021,
https://systems.jhu.edu/research/public-health/ncov/
Mona, N 2020, „Konsep Isolasi dalam Jaringan Sosial untuk Meminimalisasi Efek
Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona di Indonesia)‟, Jurnal Sosial
Humaniora Terapan, vol. 2, no. 2, hh. 117-125
Mulyani, H, Widyastuti, S, H, Ekowati, V, I 2016, „Tumbuhan Herbal sebagai
Jamu Pengobatan Tradisional terhadap Penyakit Dalam Serat Primbon
Jampi Jawi Jilid 1‟, Jurnal Penelitian Humaniora, vol. 21, no. 2, pp. 73-
91
Natural Medicines Comprehenzive Database 2021, Ginger, WebMD, dilihat 9
Juni 2021, https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-
961/ginger
Norris, T 2020, What Are the Benefits and Side Effects of Ginger Water?,
Healthline Media, dilihat 9 Juni 2021,
https://www.healthline.com/health/ginger-water#dosage
Pairul, P, P, B, Susianti, Nasution, S, H 2017, „Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai
Anti Ulserogenik‟, Medula, vol. 7, no. 5, hh. 42-46
Prasetya, E 2021, Pemerintah Telusuri Asal Mula Kemunculan Covid Varian
Delta di Indonesia, Merdeka, dilihat 8 Juni 2021,
https://www.merdeka.com/peristiwa/pemerintah-telusuri-asal-mula-
kemunculan-covid-varian-delta-di-indonesia.html
Sari, F, R 2020, Opini Ramuan Herbal Vs Covid-19: Antara Harapan Dan Fakta,
Kementerian Agama Republik Indonesia, dilihat 8 Juli 2021,
https://kemenag.go.id/read/ramuan-herbal-vs-covid-19-antara-harapan-
dan-fakta-zma72
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 2020, Siapa Saja yang Berisiko Tinggi
Terkena COVID-19?, Materi Edukasi Masyarakat Umum, dilihat 9 Juni
2021, https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/siapa-saja-yang-
berisiko-tinggi-terkena-covid-19
Sembiring, S, Sismudjito 2015, „Pengetahuan dan Pemanfaatan Metode
Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Desa Suka Nalu Kecamatan
Barus Jahe‟, Perspektif Sosiologi, vol. 3, no. 1, pp. 105-117
Septianawati, P, Pratama, T, S, Pratiwi, H, Sumoprawiro, M 2020, „Pengetahuan
dan Sikap Terhadap Swamedikasi Obat Herbal pada Mahasiswa
Kedokteran Selama Pandemi Covid19‟, Herb-Medicine Journal, vol. 3,
no. 2, hh. 39-45
Septianingrum, N, M, A, N, Yuliastuti, F, Hapsari, W, S 2019, „Pemanfaatan dan
Penggunaan Secara Rasional Tanaman Obat Tradisional Sebagai Terapi
Swamedikasi di Kampung KB, Magersari Kota Magelang‟, Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 3, no. 2, hh. 208-216
Subdirektorat Statistik Hortikultura 2018, Statistik Tanaman Biofarmaka Statistics
of Medicinal Plants Indonesia, Badan Pusat Statistik, Jakarta
Sukur, M, H, et al 2020, „Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi
Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan‟, Journal Inicio Legis,
Universitas Trunojoyo, Madura
Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri 2020, Pedoman Umum Menghadapi
Pandemi COVID-19 bagi Pemerintah Daerah : Pencegahan,
Pengendalian, Diagnosis, dan Manajemen, Kementerian Dalam Negeri,
Jakarta
Tim Penyusun 2020, Panduan Praktis untuk Apoteker Menghadapi Pandemi
COVID-19, PT. Isfi Penerbitan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai