Trikojahe: Swamedikasi Tanaman Jahe Yang Aman Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Indonesia
Trikojahe: Swamedikasi Tanaman Jahe Yang Aman Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Indonesia
Tanaman herbal yang telah diuji klinis berasal dari luar Indonesia, salah
satunya China. Berdasarkan pengalaman dalam mengendalikan wabah yang juga
berasal dari China, Traditional Chinese Medicine (TCM) menjadi terapi
profilaksis infeksi pernapasan akut yang diharapkan dapat mencegah infeksi
COVID-19 serta beberapa tanaman dapat direkomendasikan sebagai alternatif
pencegahan COVID-19 pada populasi yang berisiko tinggi, seperti Radix
astragali (Huangqi), Radix glycyrrhizae, Radix saposhnikoviae, Rhizoma
Atractylodis Macrocephalae, Lonicerae Japonicae Flos, dan Fructus forsythia
(Septianawati et al 2020; Anggraeni et al 2021). Tanaman yang direkomendasikan
oleh China menunjukkan adanya penelitian uji klinis yang cepat hingga diadopsi
oleh negara-negara lainnya di Asia Timur seperti Jepang dan Korea melalui
formula yang terstandar (Sari 2020). Tanaman-tanaman herbal yang tercakup
dalam TCM tidak tumbuh di Indonesia sehingga Indonesia terus menilik potensi
dari tanaman herbal karena BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
mengizinkan penggunaan tanaman herbal selama pandemi tanpa mengganggu gen
manusia untuk memodifikasi virus internal. Oleh karena itu, jahe berpotensi
menjadi tanaman khas Indonesia yang paling banyak dipanen dan diproduksi.
Jahe merupakan tanaman rimpang biofarmaka dengan hasil panen sebesar
10.556,01 hektar per tahun 2017 dengan produksi sebesar 216.586,66 ton per
tahun 2017 sehingga tanaman ini menjadi kesempatan untuk dibuatkan dalam tata
laksana pencegahan COVID-19 (Subdirektorat Statistik Hortikultura 2018). Jahe
dipilih sebagai subjek yang diteliti selama pandemi karena relevan dengan
COVID-19 yang menyangkut respon imun terhadap antigen berupa virus SARS
CoV-2 walaupun peneliti Indonesia masih membuktikannya secara in silico.