Anda di halaman 1dari 30

JUDUL : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAK

MASYARAKAT DENGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN

TINGKAT PENDAPATAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN

COVID-19 MENGGUNAKAN VITAMIN C DI KABUPATEN

BANDUNG

NAMA : ISYMAH NURUL AIN

NPM : 10060317127

PENDAHULUAN

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya

masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi

/pengobatan sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem)

akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya. Dasar hukum

swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993 (Nur

Aini, 2017).

Swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh

seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa

terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada (Pratiwi, et al, 2014).


Disampaikan pada Seminar Proposal Tugas Akhir Program Studi Farmasi FMIPA Unisba, pada:

Tanggal :...............................................................................................
Jam :...............................................................................................
Tempat :...............................................................................................
Pembimbing utama : Sri Peni Fitrianingsih, m.si. apt (....................)
Pembimbing serta : Fetri Lestari, m.si. apt (....................)

Apotek sebagai alternatif fasilitas kesehatan ditengah pandemi ini menjadi

sering dikunjungi oleh masyarakat. Masyarakat menjadi takut untuk berobat di

Rumah Sakit, Klinik atau Puskesmas, karena selain jam pelayanan dibatasi, fasilitas

kesehatan tersebut juga ada yang menjadi rujukan pasien COVID-19.

Coronavirus merupakan keluarga virus coronaviridae dikarenakan memiliki

tonjolan berbentuk karangan bunga di selubung virus (Zhou W, 2020). Jenis baru

coronavirus yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2)

menyerang sistem pernafasan mengakibatkan pneumonia ini pertama kali ditemukan

pada penghujung Desember 2019 dari pasar seafood Huanan di Wuhan, Provinsi

Hubei China (Bogoch, et al, 2020). Badan Kesehatan Dunia kemudian menamainya

Coronavirus Disease (COVID-19), dan telah menyebar ke lebih dari 200 negara,

sehingga disebut pandemi. Hingga tanggal 27 Mei 2020, terdapat 6.381.280 kasus

dan 381.309 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah

ditetapkan 28.818 kasus dengan positif COVID-19 dan 1.721 kasus kematian hingga

tanggal 4 Juni 2020 (WHO, Kemenkes, 2020).

Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air

(aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahan tubuh


terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C berbentuk kristal

putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C mudah

teroksidasi secara reversible membentuk asam dehidro L-asam askorbat dan

kehilangan 2 aton hydrogen. Vitamin C termasuk salah satu vitamin esensial karena

manusia tidak dapat menghasilkan vitamin C di dalam tubuh sendiri, vitamin C harus

diperoleh dari luar tubuh (Sibagariang, 2010).

Vitamin C berkontribusi untuk daya tahan tubuh dengan mendukung berbagai

fungsi seluler pada sistem kekebalan tubuh (innate immune dan adaptive immune).

Vitamnin C terakumulasi dalam sel fagosit (makrofag), seperti neutrophil, dan dapat

meningkatkan kemotaksis, fagositosis, spesies oksigen reaktif, yang tujuanya untuk

membunuh mikroba. Makrofag diperlukan untuk pembersihan neutrophil dari tempat

infeksi, sehingga mengurangi jaringan nekrosis dan potensi kerusakan jaringan lebih

lanjut. Vitamin C berkontribusi dalam menjaga integritas sel dengan melindungi sel

terhadap spesies oksigen reaktif yang dihasilkan selama pernafasan dan pada respon

peradangan. Di Indonesia, batas maksimal penggunaan vitamin sebagai suplemen

kesehatan adalah 1000mg/hari. Pada dosis tersebut di klaim mampu membantu

memelihara daya tahan tubuh terutama dalam menghadapi COVID-19.

Sumber vitamin C adalah sayuran seperti brokoli, bayam, cabai, dan buah

seperti jambu biji, nanas, jeruk, tomat, mangga. Rasa asam disebabkan oleh asam lain

yang terdapat dalam buah bersama dengan vitamin C (Vitahelath, 2006).


Dari pemaparan diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana

pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan dan

penghasilan dalam upaya pencegahan COVID-19 menggunakan vitamin C di

Kabupaten Bandung. Manfaat penelitian ini terdiri dari dua yaitu, secara teoritis dan

secara praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah ilmu pengetahuan terutama bagi perkembangan ilmu kefarmasian dalam

swamedikasi menggunakan vitamin C. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu

sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya sekaligus sebagai pengembangan

ilmu pengetahuan bagi pembaca dan masyarakat mengenai penggunaan vitamin C

sebagai pencegahahan COVID-19 di Kabupaten Bandung


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Swamedikasi

1.1.1 Pengertian Swamedikasi

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya

masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi

/pengobatan sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem)

akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaan nya (Nur Aini,

2017).

Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919

Menkes/Per/X/1993. Swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering

dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang

dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter (Pratiwi, et

al, 2014)

Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari

informasi umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti

dokter atau petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa

etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari

apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang

termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006)


Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan

penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing,

batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes

RI, 2010). Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah

pengetahuan tentang sakit dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat/

pengobatan, keparahan sakit, dan keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber

pengobatan. Keparahan sakit merupakan faktor yang dominan diantara

keempatfaktor diatas (Supardi, 2005).

Perilaku swamedikasi dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dari

interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor-faktor intern dan

ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,

motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar

(Yusrizal, 2015).

Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik

seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

Swamedikasi menjadi tidak tepat apabila terjadi kesalahan mengenali gejala yang

muncul, memilih obat, dosis dan keterlambatan dalam mencari nasihat / saran

tenaga kesehatan jika keluhan berlanjut. Selain itu, resiko potensial yang dapat

muncul dari swamedikas iantara lain adalah efek samping yang jarang muncul

namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat, dan pilihan terapi

yang salah (Notoatmodjo, 2003)


1.2 Corona Virus Disease (Covid-19)

1.2.1 Definisi Covid-19

Coronavirus merupakan keluarga virus coronaviridae dikarenakan

memiliki tonjolan berbentuk karangan bunga di selubung virus. Jenis baru

coronavirus yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-

CoV-2)

menyerang sistem pernafasan mengakibatkan pneumonia pertama kali ditemukan

pada penghujung Desember 2019 dari pasar seafood Huanan di Wuhan, Provinsi

Hubei China (Bogoch, et al, 2020). Badan Kesehatan Dunia kemudian

menamainya Coronavirus Disease (COVID-19), dan telah menyebar ke lebih dari

200 negara termasuk Indonesia (Zhou W, 2020).

Dampak pandemi global virus corona terlihat dari penyebaran penyakitnya

yang cepat. Virus ini telah menginfeksi hampir setiap negara di seluruh dunia

dalam waktu kurang dari 6 bulan (Macchi et al, 2020). Saat ini belum ada obat

atau vaksin yang efektif untuk virus SARS-COV-2. Oleh karena itu yang dapat

dilakukan preventif atau pencegahan. Rekomendasi WHO untuk tindakan

pencegahan penyebaran covid 19 antara lain adalah melakukan handy hygiene,

social distancing, menggunakan masker, dan meningkatkan system imun (Shakoor

et al, 2020).
1.2.2 Epidemiologi

Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di

China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari

2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,

kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China. ( Wu Z,

McGoogan JM, 2020).

Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi

COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti

Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang,

Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada,

Finlandia, Prancis, dan Jerman (WHO, 2020)

COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020

sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi

berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di

Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.

Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia.

Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus

dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat

pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru

sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan

6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu

11,3% (Kemenkes, 2020).


1.2.3 Virologi

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus

ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan

unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat

menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,

betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness

Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus

(MERS-CoV) (Riedel, 2019).

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus

betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk

dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe

Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas

dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama

SARS-CoV-2 (Zhou W, 2020).

Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada

umumnya.Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang

diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal

dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia. Mamalia dan

burung diduga sebagai reservoir perantara (Rothan, 2020).

Pada kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara.

Strain coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan

coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%). Genom SARS-CoV-2


sendiri memiliki homologi 89% terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 dan 82%

terhadap SARS-CoV (Chan, 2020).

Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2

memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang

hampir identik dengan SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki

afinitas yang kuat terhadap angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2).20 Pada

SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke

dalam sel menggunakan reseptor ACE2.17 Studi tersebut juga menemukan bahwa

SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti

Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) (Zhou, 2020)

1.3 Imunitas dan Imunostimulan

1.3.1 Sistem Imunitas

Sistem imun merupakan semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk

mempertahankan keutuhannya sebagai perlindungan terhadap bahaya yang

ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup yang dianggap asing bagi

tubuh. Mekanisme tersebut melibatkan gabungan sel, molekul dan jaringan yang

berperan dalam resistensi terhadap infeksi yang disebabkan oleh berbagai unsur

patogen yang terdapat di lingkungan sekitar kita seperti virus, bakteri, fungus,

protozoa dan parasit (Kresno, 1996). Sedangkan reaksi yang dikoordinasi oleh sel-

sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut dengan respon

imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Sistem imun memiliki tiga fungsi

yaitu fungsi pertahanan (melawan patogen), fungsi homeostasis (mempertahankan


keseimbangan kondisi tubuh dengan cara memusnahkan sel-sel yang sudah tidak

berguna) dan pengawasan (surveillance). Pada fungsi pengawasan dini

(surveillance) sistem imun akan mengenali sel-sel abnormal yang timbul di dalam

tubuh dikarenakan virus maupun zat kimia. Sistem imun akan mengenali sel

abnormal tersebut dan memusnahkannya. Fungsi fisiologis sistem imun yang

terpenting adalah mencegah infeksi dan melakukan eradikasi terhadap infeksi

yang sudah ada (Abbas et al., 2014).

1.3.2 Imunomodulator

Immunomodulator merupakan substansi yang dapat memodulasi aktivitas

sistem imun beserta fungsinya. Terdapat tiga jenis immunomodulator yaitu

imuno-stimulan yang dapat meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun,

immunoregulator yang dapat mengatur sistem imun dan imunosupresor yang

dapat menekan sistem imun (Block and Mead, 2003). Mekanisme umum dari

imunostimulan yaitu memperbaiki ketidakseimbangan sistem imun dengan cara

meningkatkan imunitas baik yang spesifik ataupun yan non spesifik

(Baratawidjaja and Rengganis, 2012). Secara umum, sel sel yang terlibat dalam

sistem imun adalah sel T dan sel B yang masing-masing dihasilkan oleh timus dan

sumsum tulang belakang. Pada proses perkembangan sel-sel tersebut dapat

dilakukan stimulasi dengan suatu imunostimulan (Sukmayadi et al., 2014). Limfa

adalah organ limfoid sekunder yang mengandung sel limfosit B dan T yang

berfungsi dalam proses imun spesifik. Selain itu, pada limfa terdapat sel dendritic

dan makrofag yang berfungsi sebagai antigen presenting cell yang dapat

memberikan antigen kepada sel limfoid. Makrofag memiliki peranan penting


dalam perannya secara fungsional sebagai fagositosis dan sebagai antigen

presenting cells (APC) dan dalam menunjang funginya diperlukan mediator

endogen seperti sitokin (Andersen et al., 1992). Makrofag memiliki dua

mekanisme dalam fagositosis yaitu :

a) Oxygen dependent mechanisms, yaitu terjadi peningkatan oksigen sehingga

menghasilkan suatu metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama

fagositosis yaitu ROIs (reactive oxygen intermediates) dan terjadi ikatan mikroba

dengan sel fagositosis membentuk fagolisosom. Terbentuknya fagolisosom dapat

mengaktifkan beberapa enzim yang dapat mengubah oksigen menjadi superoxide

anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase, hydrogen peroxide

(H2O2) yang berinteraksi dan menghasilkan metabolit oksigen toksik yang dapat

membunuh kuman (Abbas and Lichtman, 2005).

b) Oxygen independent mechanism, yaitu terjadinya peningkatan reactive oxygen

intermediate (ROIs), makrofagmenghasilkan reactive nitrogen

intermediatesdengan bantuan enzim salah satunya adalah nitritoxide synthesis

(iNOS). Dalam proses fagolisosom terjadi reaksi fagosit oksidase antara nitrit

oksida dengan H2O2 yang menghasilkan peroksi nitritradikal yang reaktif dalam

membunuh subtansi asing dan mikroba. Terdapat banyak bahan baik sintesis

maupun biologis yang dapat menstimulasi sistem imun yang disebut dengan

biological response modifiers (BRM).


1.4 Vitamin C

Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam

air (aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahan

tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C

termasuk salah satu vitamin esensial karena manusia tidak dapat menghasilkan

vitamin C di dalam tubuh sendiri, vitamin C harus diperoleh dari luar tubuh

(Sibagariang, 2010).

Sumber vitamin C adalah sayuran seperti brokoli, bayam, cabai, dan buah

seperti jambu biji, nanas, jeruk, tomat, mangga. Rasa asam disebabkan oleh asam

lain yang terdapat dalam buah bersama dengan vitamin C (Vitahelath, 2006).

Pada pandemi SARS-CoV-1 tahun 2003, vitamin C sebagai nutrisi mikro

dan penangkal radikal bebas direkomendasikan untuk infeksi saluran napas berat.

COVID-19 derajat berat dapat menyebabkan sepsis dan ARDS. Pada kondisi

tersebut, pasien akan mengalami stres oksidatif dan inflamasi berat. Pemberian

vitamin C dosis tinggi mungkin dapat melawan stres oksidatif dan memperbaiki

inflamasi serta cidera vaskular akibat kondisi tersebut, sampai saat ini masih terus

dilakukan uji klinik (BPOM, 2020).

Bukti terkait manfaat vitamin C dosis tinggi dalam pengobatan COVID-19

masih terbatas. Sejak bulan Februari 2020, terdapat sejumlah uji klinik yang

ditujukan untuk meneliti efek terapetik pemberian vitamin C tunggal dosis tinggi

atau dalam kombinasi dengan zat lainnya dalam penanganan COVID-19 (BPOM,

2020)
Pemberian oral dosis tinggi vitamin C hingga 6 gram/hari dapat mencegah

infeksi virus. Walaupun bukti ilmiah manfaat vitamin C pada pengobatan

COVID-19 masih terbatas, namun mempertimbangkan potensi, bukti ilmiah

kebermanfaatannya dalam infeksi lain dan keamanan yang diketahui, dosis

vitamin C (1.000 mg-2.000 mg/hari) dapat digunakan sebagai profilaksis,

sementara pada kasus berat COVID-19, regimen dosis tinggi mungkin dapat

bermanfaat. Berdasarkan Methylprednisolone, Ascorbic acid, Thiamine, dan

Heparin (MATH+) Hospital treatment Protocol for COVID-19, vitamin C dapat

diberikan dengan dosis 3 gram setiap 6 jam setidaknya selama 7 hari dan/atau

hingga keluar dari ICU (BPOM, 2020).

.Indikasi dalam pengobatan COVID-19, vitamin C digunakan sebagai

terapi tambahan dalam pengobatan COVID-19. Suplementasi vitamin C

dikontraindikasikan pada penderita gangguan darah seperti talasemia, defisiensi

Glukosa-6-fosfat dehidrogenase, anemia sickle cell, dan hemokromatosis. Vitamin

C juga dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitif terhadap asam

askorbat dan hyperoxaluria. Namun untuk penanganan COVID-19 kontraindikasi

ini menjadi relatif, tergantung kondisi klinis pasien (BPOM, 2020)

Dosis uji untuk COVID-19:

Anak:

1. 1-3 tahun: maksimal 400 mg/hari;

2. 4-8 tahun: maksimal 600 mg/hari;

3. 9-13 tahun: maksimal 1,2 gram/hari;

4. 14-18 tahun maksimal 1,8 gram/hari.


Level upper intake (UL) yang dapat ditoleransi untuk Vitamin C sebagai

suplemen makanan

Food and Nutrition Board (FNB) Institute of Medicine (IOM) Amerika

Serikat telah menetapkan UL untuk vitamin C sebagai suplemen sebagai berikut:

Tabel 1.1 Dosis Vitamin C

Umur Laki-laki Perempuan Kehamilan Laktasi


0-12 bulan Tidak Tidak

memungkinkan memungkinkan

untuk untuk

ditentukan ditentukan
1-3 tahun 400 mg 400 mg
4-8 tahun 650 mg 650 mg
9-13 tahun 1.200 mg 1.200 mg
14-18 tahun 1.800 mg 1.800 mg 1.800 mg 1.800 mg
≥ 19 tahun 2000 mg 2000 mg 2000 mg 2000 mg
Secara teoritis penggunaan jangka panjang vitamin C di atas nilai UL

dapat meningkatkan risiko efek samping. Namun, vitamin C bila berlebihan akan

dibuang melalui urin. Satu hal yang dapat menyebabkan penumpukan vitamin C

dalam tubuh adalah gangguan fungsi ginjal. Nilai UL ini tidak berlaku untuk

individu yang menerima vitamin C dosis tinggi sebagai obat, karena sebagai

antioksidan vitamin C akan terus digunakan dan terus dibuang sehingga tidak

akan sempat tertumpuk dalam tubuh. Oleh karena itu pasien dalam stres tubuh

yang tinggi, dimana terdapat radikal bebas yang tinggi, kadar vitamin C nya

rendah; mungkin karena kebutuhan antioksidan nya meningkat dalam kondisi

sakit berat sehingga vitamin C banyak digunakan (BPOM, 2020).

Vitamin C dalam penyakit infeksi berfungsi sebagai antioksidan yang

menangkap radikal bebas (radical scavengers) sehingga mencegah kerusakan sel,


meningkatkan fagositosis, meningkatkan limfosit B dan T, meningkatkan

antibodi, dan mempengaruhi produksi sitokin inflamasi. Vitamin C juga

membantu vitamin E dalam perannya sebagai antioksidan yang dapat di daur

ulang, sehingga tidak menjadi radikal bebas. Vitamin C mempunyai efek

antiinflamasi, termasuk pada sindrom sepsis (BPOM).

BAB II

METODE PENILITIAN

Penelitian ini mencakup dua sub penelitian, yang pertama menggambarkan

pola perilaku swamedikasi penggunaan vitamin C sebagai tindak pencegahan


COVID-19 di Kabupaten Bandung dengan jenis penelitian eksperimental

deskriptif, dan yang kedua hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat

pendapatan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan swamedikasi penggunaan

vitamin C sebagai tindak pencegahan COVID-19 di Kabupaten Bandung dengan

jenis penelitian non eksperimental analitik.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan

pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner melalui google form.

Kuisioner terdiri dari empat bagian, bagian pertama merupakan identitas

responden, bagian kedua pengetahuan, bagian ketiga sikap, dan bagian keempat

tindakan.

Alur penelitian

Pengajuan proposal penelitian kepada dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing serta
Sampling frame

Pengolahan data kuisioner

Sampel di seleksi berdasarkan kriteria inklusi

Analisis data dilakukan dengan cara mengolah data kuesioner yang terbagi menjadi data kualitatif dan data

kuantitatif.

2.1 Metode Penelitian

BAB III

ALAT, BAHAN, DAN SUBJEK UJI

3.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang

menunjang untuk penelitian ini, farmasi klinis, jurnal-jurnal penelitian.


3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuisioner dari

masyarakat di Kabupaten Bandung melalui google form.

3.3 Subjek Uji

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah warga masyarakat

di Provinsi Jawa Barat yang berumur 15-60 tahun dan pernah melakukan

swamedikasi dalam upaya pencegahan COVID-19 menggunakan vitamin C.

BAB IV

PROSEDUR KERJA

4.1.1 Perizinan dilaksanakannya penelitian

Sebelum dilaksanakannya penelitian, proposal dan surat izin penelitian

dari kampus Unisba dibuat terlebih dahulu.


4.2 Subjek Penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat sebagai pelaku

swamedikasi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan menggunakan

consecutive sampling dan diperoleh jumlah responden yang dibutuhkan maka

selanjutnya dilakukan pengumpulan subjek percobaan yang memenuhi kriteria

inklusi, dimana kriteria ini meliputi seluruh warga masyarakat Kabupaten

Bandung dengan usia 15-60 tahun. Responden yang terlibat dalam penelitian

pernah melakukan swamedikasi penceghan COVID-19 menggunakan vitamin C.

4.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang termasuk kedalam

kriteria inklusi. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan

consecutive sampling.

4.2.3 Kriteria inklusi

Pada penelitian ini terdapat kriteria inklusi, kriteria inklusi meliputi warga

yang telah melakukan swamedikasi, berumur 15-60 thn, dan bersedia mengisi

google form.

4.3 Pengambilan Data

Penelitian dilakukan dengan rancangan cross-sectional dan Penyebaran

kuesioner terhadap responden dilakukan secara online menggunakan google form

yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai COVID-19 dan Vitamin C.


4.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara mengolah data dari kuesioner yang

diperoleh dari responden. Data kuantitatif berupa pengetahuan, sikap dan tindakan

responden dalam menggunakan vitamin C yang diukur menggunakan skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena social (Sugiyono, 2013). Responden

diharapkan memilih salah satu aternatif jawaban dari empat alternative yang

disediakan pada setiap pertanyaan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu

(R), dan tidak setuju (TS) .Dilakukan pemberian skor Likert sesuai dengan item

yang diukur. Skala pengetahuan, skala sikap, dan skala tindakan ditentukan

dengan skor yang didapatkan dari skala Likert.

Data kualitatif berupa hasil jawaban dari multiple choice dari responden

tentang COVID-19 dan swamedikasi menggunakan vitamin C. Data kualitatif

yang sama dikelompokan dan dihitung jumlah total tiap jawaban.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas K A, Lichtmant A H, Pillai S. (2007). Cellular and Molecular Immunologi.


Sixth ed. Philadelphia : W B Saunders Company

Anderson, D.P. dan Swicki A.K. (1992). Injection or Immersion Delivery of


Selected Immunostimulant to Trout Demonstrate Enhancement of Non
Specific Devence Mechabism and Protective Immunity in Discus in Asian
Aquaculture II. Sharif, M.J. Fish Health Section Asian Sociaty, p.
Baratawidjaja K G, Iris Rengganis. (2009) Alergi Dasar Edisi ke-1. Jakarta:
Interna Publishing.
Bratawidjaya K G. (2012). Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Block, K.I. and M.N. MEAD. (2003). Immune system effects of Echinacea,
Ginseng and Astragalus: A review. Integrative cancer therapies.
Bogoch II, Watts A, Thomas-Bachli A, Huber C, Kraemer MUG, KhanK. (2020)
Pneumonia of unknown etiology in Wuhan, China: potential
forinternational spread via commercial air travel.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2020). Informatorium Obat COVID-19 di


Indonesia. Ed II. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia

Chan JF-W, et al. (2020) Genomic characterization of the 2019 novel human-
pathogenic coronavirus isolated from a patient with atypical pneumonia
after visiting Wuhan. Emerg Microbes Infect.
Depkes RI. (2006). Pedoman Penyelenggaraandan ProsedurRekam Medis Rumah
Sakit di Indonesia.Jakarta: Depkes RI

Kresno S B. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. (2010) Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nur Aini Harahap, Khairunnisa, Juanita Tanuwijaya. (2017). Tingkat
Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota
Penyambungan, Jurnal Sains dan Klinis. Ikatan Apoteker Indonesia:
Sumatera Barat.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi
revisi.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Pratiwi Puji Ningrum, Liza Pristianty, Gusti Noorrizka Anila Impian. (2014).
Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi Obat Anti-
Inflamasi Non-Steroid Oral pada Etnis Thionghoa di Surabaya. Jurnal
Farmasi Komunitas

Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s.m(2019).


Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGraw-Hill
Education/Medical.

Rothan HA, Byrareddy SN. (2020) The epidemiology and pathogenesis of


coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun.

Sukmayadi A. E., Sumuwi S. A., Intan M. B., (2014). Aktivitas Imunomodulator


Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis Linn.)
TerhadapPeningkatan IL-2 Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.
Jatinangor: Fakultas farmasi UNPAD
Shakoor, A., Chen, X., Farooq, T. H., Shahzad, U.,Ashraf, F., Rehman, A., &
Yan,W. (2020). Fluctuations in environmental pollutants and airquality
during the lockdown in the USA and China: two sides of COVID-19
pandemic. Air Quality, Atmosphere & Health
Supardi, S., (1996) ,Pengambilan Keputusan dan Pemilihan Sumber Pengobatan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan : Departemen Kesehatan RI, Jakarta
LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

a. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Alamat :

4. Pendidikan terakhir :

5. Pekerjaan :
6. Pendapatan/bulan :

- Kurang dari Rp 1.500.000,00

- Antara Rp 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,0

- Diatas Rp 2.500.000,00

b. Pendapat tentang COVID-19

1. Apa yang anda ketahui tentang COVID-19?

a. COVID-19 merupakan suatu virus yang dapat menyerang sistem pernafasan

b. COVID-19 dapat dicegah hanya dengan menggunakan masker dan mencuci

tangan

c. Menjaga jarak dapat memutus rantai penyebaran COVID-19

d. Lain-lain

2. Dari mana anda tahu tentang COVID-19?

a. Social media

b. Program acara televisi

c. Tidak tahu sama sekali

d. Lain-lain

3. Jika anda atau salah satu anggota keluarga anda mengalami demam, flu, batuk,

apa yang akan anda lakukan?

a. Memberikan obat alternative berupa ramuan obat herbal

b. Membeli obat di apotek


c. Berobat ke dokter

d. Lain-lain

4. Bagaimana virus COVID-19 dapat menyebar?

a. Penyebaran melalui cairan droplet yang keluar dari mulut

b. Menempel pada media berupa barang-barang

c. Menyebar melalui udara

d. Lain-lain

5. Apakah anda tahu jenis obat yang digunakan sebagai terapi pengobatan

COVID-19?

a. Ya, saya tahu

b. Hanya sedikit yang saya tahu

c. Tidak tahu sama sekali

d. Lain-lain

6. Apa upaya anda dalam mencegah penyebaran COVID-19?

a. Saya melakukan pola hidup sehat dengan rutin mengkonsumsi vitamin dan

berolah raga setiap hari

b. Saya selalu menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pada

saat berada diluar rumah

c. Saya tidak melakukan tindak pencegahan apapun

d. Lain-lain
c. Pendapat tentang suplemen kesehatan (vitamin C)

1. Apa yang anda ketahui tentang vitamin C?

a. Merupakan vitamin yang hanya bersumber dari sayuran, buah-buahan, dan

hewani

b. Merupakan vitamin yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh

jika dikonsumsi dalam dosis tinggi

c. Tidak tahu sama sekali

d. Lain-lain

2. Apakah anda mengkonsumsi vitamin C untuk mencegah penularan COVID-

19?

a. Ya, saya mengkonsumsi

b. Kadang-kadang

c. Tidak sama sekali

d. Lain-lain

3. Keadaan seperti apa yang membuat anda harus mengkonsumsi vitamin C?

a. Pada saat sehat

b. Pada saat kondisi kesehatan menurun

c. Pada saat banyak kegiatan

d. Lain-lain
4. Darimana anda mendapatkan informasi mengenai vitamin C?

a. Dari media cetak

b. iIklan TV

c. Teman/saudara

d. Lain-lain

5. Menurut anda apakah iklan produk vitamin C dimedia massa mempunyai

pengaruh bagi anda? Pengaruh seperti apa?

a. Berpengaruh, saya menjadi ingin mencoba produk vitamin

b. Berpengaruh, saya menjadi bingung memilih produk vitamin yang benar-

benar bagus

c. Tidak berpengaruh sama sekali

d. Lain-lain

6. Apa merk vitamin C yang sering anda gunakan?

a. Vitacimin

b. Enervon c

c. CDR

d. Lain-lain
Berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan Covid-19 dan

penggunaan vitamin C. Pilihlah jawaban dari pertanyaan yang dianggap paling

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Keterangan:

Ss : sangat setuju

S : setuju

R : ragu-ragu

Ts : tidak setuju

No pertanyaan
A Pengetahuan
1 COVID-19 merupakan suatu virus yang menyerang Ss S R TS

sistem pernafasan yang ditandai dengan adanya gejala

seperti demam, batuk, dan sesak nafas.


2 Meningkatkan daya tahan tubuh merupakan suatu upaya

dalam menghadapi COVID-19


3 Sumber vitamin hanya dapat diperoleh dari sayuran,

buah-buahan, atau produk hewan


4 Semua produk vitamin dapat digunakan untuk

mencegah terjadinya penularan penyakit


5 Mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi dapat

meningkatkan sistem daya tahan tubuh


B Sikap
6 Untuk memelihara kesehatan saya lebih suka

melakukan aktivitas seperti olah raga tanpa harus

mengkonsumsi suplemen kesehatan


7 Menurut saya, mengkonsumsi vitamin C dengan dosis

tinggi akan berefek samping terhadap lambung


8 Menurut saya, mengkonsumsi produk vitamin yang

berasal bahan alami seperti sayur, buah, daging, telur,

lebih baik daripada produk vitamin yang diproduksi

oleh pabrik
9 Untuk mencegah penyebaran COVID-19, saya cukup

mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga

jarak
10 Saya lebih baik membeli produk vitamin di apotek
C Tindakan
11 Saya selalu mengkonsumsi vitamin C setiap hari agar

daya tahan tubuh tetap terjaga


12 Saya tidak pernah memperhatikan dosis vitamin C yang

saya minum
13 Saya belum pernah mengkonsumsi vitamin C karena

saya mempunyai penyakit lambung


14 Saya selalu mematuhi protocol kesehatan dan menjaga

imunitas
15 Saya tidak pernah mematuhi protocol kesehatan karena

saya merasa sistem imun saya baik karena sudah

mengkonsumsi vitamin C setiap hari

Anda mungkin juga menyukai