Anda di halaman 1dari 8

SISTEMATIKA DAN TEKNIK MENGHASILKAN KARYA ILMIAH*

Oleh: Syaiful Musaddat, M.Pd.**


I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Pelajar, mahasiswa, guru, dosen, dan profesional lainnya harus mampu menulis
karya ilmiah. Pelajar dan terutama mahasiswa harus bisa menyusun paper atau makalah
untuk bisa lulus pada mata pelajaran atau mata kuliah tertentu. Lebih dari itu, mahaiswa
harus mampu menyusun skripsi untuk bisa mendapatkan gelar sarjana. Seorang guru
atau dosen yang ingin naik pangkat juga harus mampu menghasilkan sebuah karya
ilmiah seperti makalah, artikel, atau buku. Fakta menunjukkan bahwa lebih dari 75%
guru belum bisa naik pangkat ke IV/b karena kendala tulisan ilmiah. Para profesional
lainnya juga membutuhkan kemampuan menulis karya ilmiah agar ia dapat
menyampaikan gagasan, ide atau pemikiran-pemikirannya.
Karya ilmiah merupakan jenis tulisan yang memiliki karakteristik dan gaya
tersendiri. Karya ilmiah disusun dengan aturan-aturan yang sangat ketat. Karya ilmiah
merupakan hasil pemikiran ilmiah tentang disiplin ilmu tertentu yang disusun secara
sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang
benar.
Penyusunan tulisan ilmiah harus sistematis agar pembaca mudah memahaminya.
Sistematis berarti urutannya teratur, terarah, dan menganut cara penyusunan tertentu.
Selanjutnya apa yang disusun harus benar, ini berarti analisis dan pembuktiannya
meyakinkan. Apa yang disusun harus benar, baik secara empiris, maupun secara
logika. Untuk menyajikan suatu uraian yang benar, dasar-dasar teorinya harus kuat,
keterkaitannya tidak menyimpang. Uraian yang sistematis, benar, dan logis itu harus
utuh. Maksudnya, apa yang diuraikan harus selesai, bukan fagmen atau bagian dari
suatu keseluruhan sehingga pembaca akan memperoleh gambaran yang menyeluruh,
bukan seperti cerita bersambung. Tulisan ilmiah disusun bertanggung jawab, berarti
penyusunannya memenuhi kode etik penyusunan tertentu seperti: penyebutan sumber
yang jelas, berbicara sesuai fakta (tidak memanipulasi data), dan lain-lain. Tulisan yang
bertanggung jawab berarti juga mengindahkan kaidah teknik penulisan, baik yang
berhubungan dengan kaidah bahasa yang digunakan maupun sistematika penulisannya.
Kompleksnya persyaratan tulisan yang disebut ilmiah menyebabkan sebagian
besar kita kesulitan untuk menghasilkannya. Oleh karena itu, menulis karya ilmiah perlu
dipelajari dan dilatih. Melalui tulisan ini akan dibahas sistematika dan teknik untuk
menghasilkan karya ilmiah.

b. Rumusan Maslah
Rumusan masalah pada tulisan ini adalah bagaimanakah struktur dan teknik
menghasilkan karya ilmiah?

* Makalah disampaikan pada Seminar Kepenulisan yang dilaksanakan di FKIP Unram pada tanggal 21 Mei 2017
** Dosen pada Jurusan PBS FKIP Unram

1
II. Pembahasan
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan
ditulis menurut metodelogi penulisan yang baik dan benar (Wardani, dkk 2007). Sejalan
dengan pandangan ini, Pateda (1993: 93) menyatakan bahwa karya ilmiah merupakan
hasil pemikiran ilmiah tentang disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis,
benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang benar. Menurut
beberapa ahli, karya ilmiah dapat dibedakan atas: (1) paper, (2) makalah, (3) modul, (4)
diktat, (5) skripsi, (6) tesis, (7) disertasi, (8) buku, dan (9) laporan penelitian. Di
samping itu ada pula kritik, timbangan buku, dan tulisan ilmah populer (Brotowidjoyo,
1993; Pateda, 1993; Tompkins, 1995; Wardani, 2007).
Berdasarkan konsep di atas, sebuah tulisan disebut ilmiah jika memenuhi
beberapa kriteria, yaitu sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta
menggunakan bahasa yang benar. Untuk menghasilkan karya jenis ini, dibutuhkan
kecermatan dan ketelitian yang lebih. Dalam kontek ini, pemahaman tentang sistematika
atau komponen karya ilmiah sangat diperlukan. Hal ini agar lebih mudah memahami
teknik-teknik dalam menghasilkan karya ilmiah.

A. Struktur Karya Ilmiah


Jika dicermati berbagai karya ilmiah yang ada, akan ditemukan bahwa struktur
atau komponen karya ilmiah terdiri atas bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Hal
ini sejalan dengan pendapat Wardani (2007), yang menyatakan bahwa secara umum
struktur karya ilmiah dipisahkan atas tiga bagian, yaitu bagian awal, isi, dan akhir.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa bagian awal berupa bagian pelengkap pendahuluan,
bagian isi terdiri atas pendahuluan, pembahasan, dan penutup, sedangkan bagian akhir
berupa bagian pelengkap penutup (UM, 2005; Musaddat, 2006). Berikut diuraikan satu
per satu secara sederhana.

Bagian Pelengkap Pendahuluan


Dalam sebuah karya ilmiah hanya ada satu bagian pelengkap pendahuluan, yaitu
halaman judul. Halaman judul berfungsi menampilkan karangan agar kelihatan lebih
menarik. Pada halaman judul dicantumkan hal-hal: judul tulisan, keterangan tugas
(tugas dari guru, dosen, atau disampaikan pada sebuah seminar), nama penulis, tempat,
dan tahun. Di smping itu, ada pula yang tidak menggunakan halaman judul. Untuk
menggnti halaman judul, pemkalah meletakkan judul makalah dan informsinya pada
bagian isi tulisan. Judul tulisan dan nama penulis diletakkan di tengah atas, keterangan
tentang tugas serta keterangan penulis dicantumkan pada catatan kaki. Yang perlu
dipahami adalah bila menggunakan cara perama, cara kedua tidak perlu digunakan.
Artinya, kedua cara itu tidak boleh digunakan secara bersama-sama.

2
Bagian Isi
Bagian isi merupakan inti dari karya ilmiah. Bagian ini terdiri atas tiga bagian
yaitu pendahuluan, pembahasan, dan simpulan. Tujuan utama dari pendahuuan adalah
untuk menarik perhatian pembaca terhadap masalah yang akan dibicarakan. Oleh karena
itu, pendahuluan harus memuat: (a) latar belakang masalah; (b) alasan memilih topik;
(c) uraian mengenai pentingnya masalah; (d) pembatasan ruang lingkup masalah; dan
(e) jika perlu ditutup dengan harapan penulis.
Bagian pembahasan merupakan bagian utama dari bagian isi karya ilmiah. Di
sinilah terletak penjelasan mengenai segala persoalan yang telah dibahas secara
sistematis dan utuh. Sementara itu, simpulan merupakan sari dari pokok-pokok yang
telah diuraikan dalam pembahasan. Simpulan harus dirumuskan dengan tegas sebagai
pendapat penulis terhadap masalah yang telah diuraikan. Namun demikian, ada pula
pemakalah yang tidak memberi simpulan pada makalahnya, untuk mengakhiri
makalahnya ia menggunakan istilah penutup. Konsekuensinya ia tidak perlu
menyarikan kembali masalah yang telah diuraikan, tetapi cukup dengan memberikan
harapan yang diinginkan. Pada konteks ini, tidak dibenarkan menggunakan kedua cara
ini secara bersamaan.

Bagian Pelengkap Penutup


Bagian pelengkap penutup biasanya berupa bibliografi atau daftar pustaka. Ini
adalah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel atau bahan penerbitan lainnya
yang berhubungan dengan tulisan. Unsur-unsur pokok yang tardapat dalam daftar
pustaka adalah: nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku, termasuk judul
tambahan, tempat terbit, dan penerbit.

B. Teknik Menghasilkan Karya Ilmiah


Tulisan yang dihasilkan, lebih-lebih karya ilmiah tidak muncul begitu saja.
Tulisan atau karya ilmiah lahir melalui suatu proses yang cukup panjang. Menurut
Mahan (dalam Pateda 1993: 98), peroses lahirnya tulisan ilmiah terdiri atas tahapan: (a)
merencanakan; (b) menetapkan masalah yang akan ditulis; (c) membatasi masalah
(membatasi lingkup kajian); (d) mengkaji tulisan yang pernah ada yang berkaiatan
dengan tuliasan yang akan disusun; (e) membuat kerangka; (f) mengumpulkan bahan;
(g) menyusun buram (oretan/catatan kasar); (h) menyeleksi atau mengganti kata dan
kalimat yang dirasa kurang sesuai; (i) memeriksa dan menilai; (j) menyusun konsep
akhir; dan (k) mengetik dan menggandakan serta menyiarkan atau menyampaikan
dalam forum ilmiah. Menurut hemat penulis, menghasilkan tulisan termasuk tulisan
ilmiah dapat dibagi atas empat tahapan yaitu: (1) merencanakan, (2) menyusun, (3)
memeriksa, dan (4) menyampaikan.
Hampir sama dengan pandangan di atas, Suparno (2007) menjelaskan bahwa
proses menulis, termasuk menulis karya ilmiah mengikuti tiga tahap, yaitu pra-
penulisan, saat penulisan, dan pasca-penulisan. Lebih lanjut dijelaskan, tahap pra-

3
penulisan berisi kegiatan berupa penentuan topik, penentuan maksud dan tujuan
penulisan, mempertimbangkan target pembaca, mengumpulkan informasi pendukung,
dan membuat kerangka tulisan. Tahap saat penulisan berisi kegiatan mengembangkan
kerangka tulisan, sedangkan tahap pasca-penulisan berisi kegiatan penyuntingan, revisi,
dan publikasi (bandingkan dengan Tompkins, 1995: 216-222).
Menghasilkan tulisan ilmiah berarti menyusun kalimat yang tepat, merangkai
kalimat sehingga menjadi paragraf yang baik, menjaga keterkaitan antara kata dengan
kata yang menghasilkan kalimat, kalimat dengan kalimat yang menghasilkan paragraf
termasuk penggunaan tanda bacanya dan lain sebagainya (Semi, 2003). Untuk dapat
dengan mudah menghasilkan tulisan ilmiah, beberapa cara atau teknik dalam
menghasilkannya perlu dikuasai. Masing-masing bagian tulisan ilmiah membutuhkan
cara tersendiri dalam menghasilkannya. Berikut dipaparkan beberapa teknik dalam
menghasilkan tulisan ilmiah.

Teknik Menghasilkan Pendahuluan


Bagian terpenting dari pendahuluan adalah latar belakang dan masalah. Untuk
memudahkan menghasilkan bagian ini, coba lakukan penjabaran topik menjadi
tema/pernyataan tematis, judul, dan rumusan masalah. Cermati contoh pada tabel 1
berikut.
Tabel 1. Contoh Topik, Pernyataan Tematis, Judul, dan Rumusan Masalah
Topik Pernyataan Judul Masalah
Tematis
1. Penjarahan hutan Bencana Alam dan 1. Apa saja jenis bencana alam yang
Penjarahan mengakibatkan Bencana Kemanusiaan diakibatkan oleh penjarahan
hutan bencana alam dan Akibat Penjarahan Hutan hutan?
bencana 2. Apa saja jenis bencana
kemanusiaan kemanusiaan yang diakibatkan oleh
penjarahan hutan?
2. Kompetensi Bentuk Prestasi Belajar 1. Bagaimanakah bentuk prestasi belajar
Kompetensi profesional Siswa sebagai Dampak siswa secara personal yang
profesional pendidik Kompetensi Profesional diakibatkan oleh kompetensi
pendidik berdampak pada Pendidik profesinal pendidik?
prestasi belajar 2. Bagaimanakah bentuk prestasi belajar
siswa siswa secara sosial yang diakibatkan
oleh kompetensi profesinal pendidik?
3. Bahasa gaul Tauran Antar-remaja 1. Bagaimanakah bentuk bahasa gaul di
Bahasa Gaul dapat Akibat Bahasa Gaul kalangan remaja NTB?
menimbulkan 2. Bagaimanakah bentuk bahasa gaul
tauran yang menimbulkan tauran
antarremaja antarremaja di NTB?
4. Pemanfaatan Peningkatan Kemampuan 1. Bagaimanakah peningkatan
Pemanfaatan lingkungan dapat Menulis Deskripsi kemampuan menulis deskripsi
lingkungan meningkatkan melalui Pemanfaatan melalui pemanfaatan lingkungan pada
dalam belajar prestasi belajar Lingkungan pada Siswa siswa kelas 5 SD Maumaju dari segi
siswa dalam kelas 5 SD Maumaju proses?
bidang studi BI 2. Bagaimanakah peningkatan
kemampuan menulis deskripsi
melalui pemanfaatan lingkungan pada
siswa kelas 5 SD Maumaju dari segi
hasil?
5. Penataan yang Penataan Sungai Menjadi 1. Mungkinkah sungai ditata menjadi
Penataan baik dapat Taman Kota taman kota?
sungai menjadikan 2. Bagaimana cara penataan sungai
sungai sebagai agar menjadi taman kota?
4
taman kota

5
Perlu dipahami bahwa uraian latar belakang yang baik dapat dilihat dari 2 segi,
yaitu judul dan masalah. Dari segi judul, latar belakang memberi jawaban mengapa
penulis memilih judul tertentu (jawaban harus rasional-objektif bukan emosional-
subyektif). Dari segi masalah, latar belakang mengantarkan pembaca pada pokok
masalah yang akan dibahas. Oleh karena itu, untuk menghasilkan latar belakang yang
baik dapat dilakukan dengan membuat pemetaan menggunakan matriks seperti contoh
di atas. Dari matriks tersebut disusun latar belakangnya dengan mengeksplorasi
kesenjangan antara harapan dan kenyataan, yang kemudian didukung oleh teori-tori
yang berkembang. Menurut Tim Pengembang BIK (2005), UM (2007), dan Suparno
(2007), beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguraikan latar belakang
adalah: (1) teknik telaah kasus negatif dikaitkan dengan masalah tulisan; (b) teknik
telaah kasus positif dikaitkan dengan masalah tulisan; (c) teknik kutipan menarik dari
opini pakar, slogan, atau idiom tertentu dikaitkan dengan masalah yang akan dibahas;
dan (d) teknik informasi familier bagi pembaca.

Teknik Menghasilkan Pembahasan


Membahas dalam tulisan ilmiah diartikan sebagai kegiatan mengidentifkasi,
mengklasifikasi, mengilustrasikan, menguraikan/menganalisis dan memberikan alasan
serta bukti yang dapat dipercaya secara keilmuan terkait dengan hal yang dimasalahkan.
Membahas berkaitan dengan pengembangan gagasan penulis. Untuk itu penulis dapat
memanfaatkan pendapat-pendapat pakar yang memiliki otoritas kailmuan di bidangnya.
Wujudnya dapat berupa hasil merujuk, mengompilasi atau merefleksi. Meskipun
demikian, pendapat dan gagasan orisinil penulis sangat diperlukan. Hal ini karena
tulisan ilmiah didasarkan pada kerangka atau disain pikiran penulis ditunjang oleh
berbagai informasi konseptual atau empirikal yang relevan. Terkait dengan pemanfaatan
pendapat pakar dalam menguraikan bahasan, Pateda (1993) dan Tim Pengembang BIK
(2005) menyarankan beberapa cara yang dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut.
1. Apabila kita mengambil pendapat ahli lain dan pendapat itu merupakan bahan yang
akan diuraikan, biasanya menggunakan kata, “menurut pendapat ... “ ahli yang kita
kutip pendapatnya kita tempatkan di dalam tanda kurung atau cukup tahun terbit
dan halaman buku yang diletakkan di dalam tanda kurung). Contoh: (a) “Menurut
pendapat Keraf (1980: 316), ada empat macam metode berpidato ....” atau
“Menurut Gorys Keraf, ada empat macam metode berpidato .... (Keraf, 1980:
316)”; (b) “Keraf (1980: 316) mengatakan, ada empat macam metode berpidato
....”
2. Seandainya pendapat tersebut mendukung pendapat penulis, penulis dapat
merumuskannya menjadi, “hal ini sesuai dengan pendapat Keraf, Gorys (1980:
316) ...” atau “hal yang sama dikemukakan pula oleh ... (1980: 316) ...”. Apabila
pendapat penulis akan dibandingkan dengan pendapat sarjana lain, penulis dapat
merumuskannya, “bandingkan dengan pendapat Keraf, Gorys (1980: 316) ...”.

6
Perlu diingat bahwa untuk penulisan nama ahli (untuk kedua kalinya) apabila dalam
buku yang sama, cukup nama terakhirnya saja.
3. Apabila kutipan itu dari surat kabar/majalah, nama besar penulis tetap ditulis. Kata
dalam majalah tidak perlu dicantumkan karena keterangan lengkap tentang judul
tulisan akan diperoleh melalui daftar pustaka. Apabila data atau keterangan yang
diperoleh bukan berupa artikel, nama surat kabar/majalah yang disebut diikuti tanda
kurung yang berisi: tahun terbit, tanggal dan bulan terbit, lalu halaman. Contoh:
Menurut KOMPAS (1990, 24/12: 1) “Jakarta menapaki perjalanan waktu ...”.
Apabila sumber keterangan tidak mencantumkan nama penulis, nama penerbit
(bukan pencetak) yang dicantumkan. Contoh . Berbicara tentang penyetandaran
tata ... , Depdikbud (1988: 17) mengatakan “belum pernah dilakukan secara
resmi”. Penerbit yang bernama Depdikbud dan judul buku serta keterangan lain
yang diperlukan dapat ditemukan pada daftar pustaka.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar bahasan dalam karya ilmiah
diuraikan dengan teknik memberi ilustrasi berupa contoh-contoh atau alternatif solusi,
membuat perbandingan, atau melakukan pengelompokan. Menurut Tim Pengembang
BIK (2005) dan Suparno (2007), beberapa teknik atau pola yang dapat digunakan untuk
menguraikan bahasan adalah: (1) teknik ilustratif, terdiri atas: pola pemberian contoh
dan perbandingan; (2) teknik analitis, terdiri atas: pola klasifikasi, proses, sebab-akibat,
dan pola pemecahan masalah; dan (3) teknik argumentatif, terdiri atas: pola deduktif-
induktif, kausalitas, dan pola analogi.

Teknik Menghasilkan Penutup


Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa bagian penutup terdiri
atas dua bentuk, yaitu simpulan dan penutup. Dalam menghasilkan bagian ini, harus
ditetapkan dahulu bentuk mana yang akan digunakan. Jika menggunakan bentuk
pertama berarti penulis harus menyarikan apa-apa yang telah dibahas pada bagian
pembahasan, sedangkan jika memilih bentuk kedua, penulis cukup menguraikan
harapan dan tindak lanjut.
Hal lain yang perlu dicermati dalam menghasilkan bagian penutup adalah aturan
penulisan daftar pustaka atau refrensi. Daftar pustaka atau referensi sebagai bukti
keilmiahan tulisan dan sekaligus bentuk pertanggungjawaban secara akademis dan etis
dari sebuah karya ilmiah harus mengikuti aturan penyusunan sebagai berikut.
1. Penyususnan daftar kepustakaan harus bersifat alfabetis, baik secara horizontal
maupun secara vertikal dan diketik satu spasi.
2. Susunan penulisan daftar kepustakaan adalah nama besar, koma, nama kecil, titik,
tahun terbitnya buku, titik, judul buku yang digaris bawah atau dicetak miring atau
dicetak tebal, jilid buku (kalau ada), titik, tempat terbit, titik dua, dan nama
penerbit. Contoh: Pateda, Mansoer. 1990. Linguistik Terapan. Ende: Nusa Indah

7
3. Apabila seorang penulis banyak bukunya dijadikan sumber, maka dibawahnya
cukup digunakan tanda hubung (-) sebanyak sembilan buah, atau digunakan
sembilan ketukan. Contoh:
Keraf, Gorys. 1979. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa.
Ende: Nusa Indah
. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Musaddat, Syaiful. 2006. Aplikasi Bahasa Indonesia: Pemahaman Kearah
Penulisan Karya Ilmiah. Mataram: Unram Press
Sedangkan jika nama penulisnya tiga orang atau lebih, cukup disebutkan satu saja
kemudian ditambahkan dkk (yang berarti dan kawan-kawan). Penulisan sumber
yang belum berupa buku, judul tulisannya tidak boleh digaris bawah, dicetak
miring atau dicetak tebal, tetapi cukup diberi tanda petik (“...”).

III. Penutup
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menulis, lebih-lebih menulis karya
ilmiah adalah: (1) menulis adalah keterampilan produktif yang harus dilatih dan diasah
secara berkelanjutan; (2) menulis adalah proses sehingga tidak ada tulisan berkualitas
yang biasa selesai sekali jadi; (3) perlu metode terbimbing, jurnal, dan mandiri dalam
meningkatkan keterampilan menulis. Demikianlah catatan penutup dari tulisan ini.
Semoga tulisan ini bermakna. Untuk sukses dalam setiap sisi kehidupan termasuk
menulis karya ilmiah, Anda harus mempunyai visi, motivasi, dan aksi. Jika hanya
mempunyai visi dan motivasi, tanpa aksi, Anda akan melamun. Jika hanya mempunyai
visi dan aksi, tanpa motivasi Anda akan serba tanggung. Jika hanya mempunyai
motivasi dan aksi, tanpa visi Anda akan sampai di tempat yang salah.

Daftar Pustaka
Brotowidjoyo, M. D. 1993. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Pressindo
Keraf, G. 2001. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende: Nusa
Indah
Marahimin, I. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta : Pustaka Jaya
Musaddat, S. 2006. Aplikasi Bahasa Indonesia; Pemahaman ke Arah Penyusunan
Karya Ilmiah. Mataram: Unram Press
Pateda, M.1993. Aplikasi Bahasa Indonesia; Sebuah Pengantar. Flores: Nusa Indah
Semi, M. A. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya
Suparno dan Muh. Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT
Tim Pengembang BIK. 2005. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Area Isi Karya
Keilmuan. Malang: UM Press
Tompkins, G. E. 1993. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York:
Macmillan Pubishing
UM. 2001. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press
Wardani, I. G. A. K., dkk. 2007. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: UT

Anda mungkin juga menyukai