Anda di halaman 1dari 10

1.

MENGENALI KARANGAN ILMIAH

1.1 Pengertian Karangan dan Karangan ilmiah

Pada hakikatnya karangan adalah penjabaran suatu pikiran secara resmi dan teratur
tentang suatu topik dengan mengindahkan prinsip komposisi dan konvensi pernaskahan.

Karangan yang paling sederhana dapat berupa satu alinea. Namun, ide suatu
karangan pada prinsipnya lebih luas dari ide alinea sehingga karangan disebut juga suatu
wacana. Wacana ilmiah adalah karangan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang
dikomunikasikan lewat bahasa tulis (Suriasumantri, 1995:307).

Suatu karangan akan disebut ilmiah apabila karangan atau tulisan itu merupakan
laporan dan analisis dari suatu hasil penelitian, walau bagaimanapun sederhananya.

1.2 Ciri Karangan Ilmiah

Ciri karangan ilmiah (karil) yang membedakannya dengan karangan nonilmiah,


selain harus merupakan hasil penelitian (faktual objektif ) adalah tersusun secara sistematis
(sistematik); menggunakan metode ilmiah (metodik); berlaku umum/bersifat universal, dan
ditulis dengan ragam bahasa ilmiah (Darmodjo, 1986:12 dan Jasin, 1994:10).

Faktual objektif berarti ada faktanya dan sesuai dengan objek yang diteliti.
Kesesuaian itu harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Objektif juga mengandung
pengertian adanya sikap jujur dan tidak memihak, serta memakai ukuran umum dalam
menilai sesuatu, bukan ukuran subjektif (selera perseorangan) .

Sistematik berarti tersusun atau terorganisasi dalam suatu sistem. Bagianbagiannya


tidak ada yang berdiri sendiri. Bagian yang satu dengan bagian yang lain harus saling
berkaitan, saling menjelaskan, dan saling melengkapi sehingga secara keseluruhan karangan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Metodik berarti menggunakan metode atau cara tertentu dengan langkahlangkah


yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah, penyusunan
hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.

Berlaku umum berarti fenomena pengetahuan yang diobservasi tidak hanya berlaku
atau dapat diamati oleh seseorang atau oleh beberapa orang saja. Siapa saja dengan cara
eksperimen dan kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang sama dengan yang
diperoleh pendahulunya secara konsisten.

Betapa perlunya menguasai bahasa ilmiah dalam penulisan karil kiranya tidak perlu
diragukan. Tentang ciri bahasa ilmiah ini, Brotowidjoyo (1985:79) berpendapat: bahasa
dalam karangan disebut ilmiah apabila lafal, kosakata, peristilahan, tata kalimat, dan ejaan
mengikuti bahasa yang telah dibakukan (distandardisasi).

Seorang pakar penulisan ilmiah, Jujun S. Suriasumantri, menilai persoalan


kebahasaan begitu pentingnya sehingga dalam bukunya Pedoman Penulisan Ilmiah
(1986:59) kepada para calon penulis dia berpesan sebagai berikut.

Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebuah kalimat
yang tidak bisa diidentifikasikan mana yang merupakan subjek dan mana yang
merupakan predikat serta hubungan apa yang terkait antara subjek dan predikat
kemungkinan besar akan merupakan informasi yang tidak jelas. Tata bahasa
merupakan ekspresi dari logika bepikir: tata bahasa yang tidak cermat merupakan
logika berpikir yang tidak cermat pula. oleh sebab itu, langkah pertama dalam
menulis karangan ilmiah yang baik adalah mempergunakan tata bahasa yang benar.

Pakar yang lain, Surakhmad (1978 :12), juga mengatakan bahasa adalah medium
terpenting di dalam karangan. Diingatkannya, apabila bahasa yang dipakai kurang cermat,
karangan bukan saja sukar untuk dipahami, tetapi juga mudah menimbulkan salah
pengertian. “Bahasa karangan yang kacau menggambarkan kekacauan pikiran
pengarangnya,” tambahnya.

1.3 Sistematika Karangan ilmiah

Pada dasarnya isi karangan secara umum dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu (1)
pendahuluan, (2) isi/uraian, (3) penutup. Sebenarnya, pembabakan tersebut hanya cocok
untuk karangan nonilmiah (nonkaril). Adapun sistematika karangan ilmiah yang ideal adalah
(1) pendahuluan, (2) teori, (3) data, (4) analisis, (5) kesimpulan dan saran (kalau ada).

Dari uraian di atas tampak bahwa faktor terpenting yang membedakan karil dan
nonkaril adalah ada atau tidaknya analisis. Analisis adalah kegiatan menghitung
(menambah, mengurangi, membagi), menimbang-nimbang, membandingkan antara teori
dan praktik serta mengkaji satu atau beberapa aspek berdasarkan satu atau berbagai sudut
pandang. Muara dari kegiatan menganalisis adalah menarik simpulan, yaitu memberi
penilaian yang objektif tentang maju mundur, untung rugi, berhasil tidak berhasil, baik
buruk, atau gabungan hal tersebut yang didasari oleh argumentasi yang tepat dan ukuran
yang akurat. Bila menganalisis sesuatu yang merupakan kelemahan, dalam bagian itu pula
sekaligus diberikan saran perbaikan beserta alasan mengapa menyarankan seperti itu
(Finoza, 1994: 78).

Dari kelima bagian isi karil, porsi yang terbesar adalah bagian analisis. Bagian analisis
merupakan tempat pengarang/penulis berimprovisasi mengolah kata dan kalimat
membedah materi sesuai dengan selera dan pandangannya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dengan membaca bagian analisis inilah pembaca dapat melihat sikap kritis dan
ketajaman nalar seorang penulis.

Setiap penulis karil perlu menyadari bahwa bagian analisis dari karangannya itulah
yang orisinal merupakan karya ciptanya yang murni. Adapun menulis teori dan data
sebenarnya tidak lebih dari kegiatan mengutip atau memindahkan teori dan data itu dari
sumbernya ke dalam karangan, walaupun harus diakui bahwa menyusunnya menjadi bagian
yang terintegrasi ke dalam suatu karangan tetap merupakan jasa penulisnya.

2. METODE PENULISAN KARANGAN ILMIAH

2.1 Prosedur Mengarang Kegiatan menulis karil harus mengikuti prosedur :

1) memilih/menetapkan topik
2) mengidentifikasikan masalah
3) merumuskan tema/tujuan/tesis/hipotesis
4) menyusun kerangka (outline)
5) mengumpulkan data dan bahan rujukan (referensi)
6) melakukan penulisan awal (drafting)
7) melakukan penyuntingan (editing)
8) melakukan penulisan final.

Dalam makalah ini tidak semua langkah-langkah itu dibahas. Garis besar
bagian terpenting akan diuraikan berikut ini.

2 .1.1 Topik dan Judul Karangan

Topik adalah pokok pembicaraan tentang suatu hal yang akan digarap menjadi
karangan. Topik karangan merupakan jawaban atas pertanyaan: masalah apa yang akan
ditulis? atau hendak menulis tentang apa? Ciri khas topik terletak pada permasalahannya
yang bersifat umum dan belum terurai, misalnya perbankan, polusi, korupsi, pengangguran,
bencana alam.

Mengingat topik sering kali bersifat umum sehingga terlalu luas untuk dijadikan
judul karangan, topik perlu dipersempit sampai batas dan ruang lingkupnya sesuai dengan
keinginan penulis.

Selain harus menghindari topik yang terlalu luas, penulis juga disarankan jangan
memilih topik yang terlalu sempit dan yang terlalu teknis. Ukuran yang dapat kita jadikan
patokan untuk itu diberikan oleh Cash (1977:17) seperti tersebut di bawah ini.
Suatu topik dikatakan terlalu luas (too broad) apabila untuk membahasnya secara
mendalam diperlukan waktu maupun jumlah halaman yang lebih banyak; dikatakan
terlalu sempit (too narrow) apabila untuk nambahasnya secara mendalam sulit
menemukan referensi yang cukup; dan dikatakan terlalu teknis (too technical)
apabila untuk menulisnya diperlukan pengetahuan khusus yang dirasakan tidak
dimiliki oleh penulisnya secara memadai.

Jadi, topik yang akan dipilih tentulah yang menarik perhatian penulis dan
permasalahannya benar-benar penulis kuasai.

Adapun judul karangan adalah perincian atau penjabaran dari topik. Jika
dibandingkan dengan topik, judul lebih spesifik dan telah menyiratkan permasalahan atau
variabel yang akan dibahas. Memang topik boleh saja dijadikan judul, tetapi judul karangan
tidaklah harus sama dengan topik. Jika topik sekaligus dijadikan judul, tentu saja
karangannya akan bersifat umum dan ruang lingkupnya juga pasti sangat luas.

Dengan uraian di atas dimaksudkan agar dipahami bahwa langkah pertama untuk
mengarang adalah menetapkan topik, bukan judul. Dari satu topik dapat dibuat berbagai
judul dan judul itu dapat diubah-ubah sesuai dengan tema atau tujuan pengarang;
sedangkan topik tidak boleh diubah, kecuali jika akan mengubah karangan secara total.

2.1.2 Tema dan Tesis

Tema berarti pokok pemikiran, ide, atau gagasan terutama yang akan dituangkan
oleh penulis dalam karangannya. Tema adalah sesuatu yang melatar belakangi dan
mendorong seseorang menuliskan karangannya. Dalam kasus kelangkaan BBM di tanah air
kita, misalnya, seseorang yang mengetahui penyebab kelangkaan itu ingin membagi
“pengetahuannya” itu kepada pembaca. Dalam tulisannya ia akan menuangkan pokok
pemikirannya untuk mengatasi kelangkaan tersebut. Pokok pemikiran itulah yang disebut
tema. Penetapan tema sebelum mulai mengarang sangat penting sebagai pedoman untuk
menulis karangan secara teratur dan jelas sehingga isi karangan tidak menyimpang dari
tujuan yang ditetapkan oleh penulis sejak semula.

Ide yang kita tangkap setelah selesai mambaca tulisan seseorang terlepas dari kita
menyetujui atau menolak pemikiran penulisnya itulah yang disebut tema. Tema yang kita
peroleh setelah selesai membaca karangan seseorang disebut tema akhir. Dalam karya
ilmiah mahasiswa, tema harus dirumuskan sejak awal untuk diketahui oleh dosen
pembimbing karya tulis. Tema seperti itu disebut tema awal.

Ilustrasi tersebut di atas dimaksud untuk menjelaskan ekstensi tema dan kedudukan
serta peranan tema dalam karangan. Tema, seperti halnya judul, dapat dibuat bervariasi dan
dapat diganti-ganti jika penulis beranggapan tidak tersedia bahan yang cukup untuk digarap
menjadi karangan, sementara topik atau pokok pembicaraannya dapat saja tetap seperti
semula.

Jika seseorang memikirkan sesuatu (tema) tentulah terkandung maksud, tujuan,


atau sasaran tertentu yang ingin dicapainya. Maksud dan tujuan itu disebut 10 tesis. Tesis
adalah pernyataan singkat tentang maksud dan tujuan penulis. Karena itu, tesis sering
disebut pengungkapan maksud. Tesis harus lugas sehingga perlu diungkapkan dalam suatu
kalimat lengkap. Dalam karangan ilmiah murni, tesis sering disebut dengan istilah hipotesis,
yaitu pernyataan yang masih rendah, dan oleh karena itu perlu dibuktikan kebenarannya.

Tema boleh dirumuskan dalam beberapa kalimat, sebab di dalamnya terdapat


pokok pemikiran. Berbeda dengan tesis, menjabarkan tema sering kali tidak cukup dengan
satu kalimat. Yang perlu diperhatikan adalah seluruh kalimat dalam sebuah tema harus
bersama-sama mengungkapkan satu ide atau satu gagasan (ide karangan). Jika penulis
merasa dalam karangannya cukup dengan merumuskan tesis, ia tidak perlu lagi
merumuskan tema. Namun, jika dengan tesis terasa belum cukup, penulis perlu
merumuskan tema secara eksplisit untuk memudahkan penyusun bab dan subbab dalam
karangannya nanti.

Perhatikan contoh di bawah ini.

1) Topik: Cara Mengemukakan Pendapat yang Efektif


Tesis: Mengemukakan pendapat haruslah secara logis dan sistematis
dengan menggunakan bahasa yang tepat dan cocok.
2) Topik: Dampak Buruk Aborsi
Tesis: Aborsi berdampak buruk ditinjau dari sudut pandang kesehatan,
moral, dan agama
3) Topik: Kelangkaan BBM di Beberapa Kota di Indonesia
Tesis: kelangkaan BBM di beberapa kota disebabkan oleh kelemahan
manajemen Pertamina.
Dalam contoh berikut ini tampak jelas kedudukan tema dalam suatu
kerangka karangan.

Topik : Kemacetan Lalu-lintas

Subtopik : Upaya Mengatasi Kemacetan Lalu-lintas

Tema : Upaya mengatasi kemacetan lalu-lintas bukanlah seata-mata menjadi


tanggung jawab aparat kepolisian, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh
warga masyarakat pemakai jalan. Permasalahan lalu lintas tidak mungkin dapat
dipecahkan tanpa bantuan semua pihak yang terkait. Dalam hal ini yang paling
diperlukan adalah kesadaran berlalu-lintas secara baik, teratur, sopan, dan
bertanggung jawab.

Permusan tema seperti contoh di atas pasti akan memudahkan penulis menyusun
kerangka karangan. Penyusunan pokok-pokok bahasan dalam kerangka karangan akan lebih
sulit dilakukan jika hanya berpatokan pada judul, apalagi pada topik, sebab topik dan judul
belum terurai.

2.1.3 Rumusan Masalah

Suatu hal yang menjadi “masalah” dalam penulisan karil adaIah mencari masalah
yang dapat dijadikan rumusan masalah. Apakah masalah itu? Apa saja yang dapat dijadikan
masalah?

Beberapa definisi yang diformulasikan oleh para pakar menunjukkan pendapat


mereka tentang masalah dapat digeneralisasikan. Para pakar umumnya sepakat bahwa yang
dimaksud dengan masalah adalah kesenjangan antara bagaimana seharusnya (das solen)
dan bagaimana senyatanya (das sain). Dengan perkataan lain, masalah adalah dampak yang
timbul akibat ketidaksesuaian antara teori dan praktik.

Apa saja yang dapat dijadikan masalah? Menurut M. Nazir (1985:133), masalah
selalu ada di sekeliling kita. Masalah timbul karena adanya kesangsian terhadap suatu
fenomena, adanya gap antarkegiatan dan antarfenomena yang telah ada ataupun yang akan
ada. Selanjutnya M. Nazir mengetengahkan 11 sumber untuk memperoleh masalah. Salah
satu sumber itu adalah pengalaman atau catatan pribadi (lihat M. Nazir. 1985:140).

Kegunaan rumusan masalah dalam karil adalah sebagai titik sentral pembahasan.
Teori dan data yang diangkat ke dalam karil harus relevan dengan rumusan masalah. HaI itu
sekaligus berarti analisis juga harus terfokus pada rumusan masalah. Akhirnya, kesimpulan
harus pula merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang memang harus dibuat
dalam bentuk pertanyaan.

2.1.4 Kerangka (Outline) Karangan

Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan


gagasan dalam karangan. Fungsi utamanya untuk menunjukan hubungan di antara gagasan
yang ada. Dengan demikian, pengarang dapat mengadakan penyesuaian sebelum menulis
(bandingkan dengan blue print atau cetak biru pembangunan gedung).
Rencana kerja dalam kerangka itu dapat mengalami perubahan terus menerus
untuk mencapai suatu bentuk yang lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk
catatan-catatan sederhana, namun dapat juga mendetail dan digarap dengan sangat
cermat.

Dalam penyusunan karangan ada tahap yang perlu dilakukan, yaitu memilih topik,
mengumpulkan informasi, mengatur gagasan, dan menulis karangan itu sendiri. Pengaturan
gagasan itulah yang dapat diumpamakan sebagai kerangka. Jadi, di dalam kerangka terdapat
strategi penempatan ide dan gagasan.

Outline tidak sama dengan rencana daftar isi. Rencana daftar isi memang
merupakan salah satu isi outline yang disebut dengan istilah sistematika/ penbabakan
skripsi. Outline adalah rencana penulisan karangan secara keseluruhan.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman di lapangan, selama ini terdapat


kekeliruan penafsiran tentang pengertian dan hakikat outline. Dalam praktik, outline yang
dibawa oleh mahasiswa pada waktu berkonsultasi dengan penbimbing skripsi adalah satu
atau dua lembar kertas yang di dalamnya tertulis judul-judul bab dan subbab yang nantinya
akan menjadi daftar isi dari skripsi yang akan ditulisnya tanpa diskripsi sama sekali.

Outline skripsi memang dapat diartikan sebagai garis besar rencana kerja penulisan
skripsi. Rupanya yang dipegang sebagai key word selama ini adalah frasa garis besar,
sedangkan frasa rencana kerja ternyata dikesampingkan. Seharusnya, pengertian rencana
kerjalah yang harus lebih dimasyarakatkan. Secara harfiah, rencana kerja berarti
penyusunan kegiatan yang akan dilaksanakan. Di sini tampak kata rencana secara implisit
mengandung arti strategi.

Pengertian outline hendaknya disejajarkan dengan proposal karena sebenarnya


outline tidak lain adalah proposal penulisan laporan penelitian (mis. tentang suatu
perusahaan). Kalau rumusan ini disepakati, barulah dapat diformulasikan lebih lanjut bahwa
isi outline analog dengan isi proposal yang umumnya meliputi dasar pemikiran/ latar
belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, waktu dan tempat kegiatan, dst., (bandingkan
dengan isi desain peneIitian).

Perbedaan yang prinsipal antara outline dan proposal adalah terdapatnya


komponen biaya dan kepanitiaan dalam proposal. Kedua komponen tersebut tidak ada
dalam outline. Komponen lainnya boleh dikatakan hampir sama. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika ada perguruan tinggi yang menamakan outline sebagai Rancangan Usul
Penulisan Skripsi (RUPS). Menurut konsep ini, RUPS sekurangkurangnya memuat (a) judul,
(b) Iatar belakang permasalahan, (c) masalah pokok skripsi, (d) kerangka teori, (e) hipotesis,
(f) tujuan penelitian, (g) metode penelitian, (h) sistematika/pembabakan skripsi (i) daftar
pustaka, (j) rencana jadwal penyelesaian skripsi (Ronda dan Muntaha, 1985 :64)
Rumusan Ronda dan Muntaha tersebut di atas rasanya logis atau masuk akal. Dari
segi penamaan mungkin terdapat perbedaan selera, namun dari segi isi atau komponen
ideal yang harus terdapat dalam outline dirasakan sangat tepat. Outline yang baik
seyogianya berisi uraian singkat tentang keseluruhan rencana kerja penyusunan skripsi
mulai dari latar belakang pemilihan judul dan permasalahannya sampai dengan rencana
jadwal penulisan atau penyelesaian skripsi.

Uraian singkat dari setiap butir outline berguna untuk memberi gambaran terutama
kepada pembimbing atau siapa saja yang akan membaca outline itu dan sekaligus menjawab
pertanyaan yang timbul di hati mereka. Melalui. outline yang terurai, pembaca akan
mengetahui metode penelitian yang dipakai, teknik pengumpulan data dan teknik
analisisnya, sumber data dan sumber pustaka, pendekatan teoritis, dan sebagainya, yang
tidak mungkin terjawab jika outline-nya berupa judul-judul semata.

Sebagai penutup uraian, ingin saya singgung sedikit di sini tentang peranan bakat
dalam mengarang. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, untuk dapat menulis
karangan fiksi, faktor bakat sangat dituntut dari seseorang. Untuk menulis karangan
nonfiksi, termasuk karil, faktor bakat tidak dominan dan tidak dituntut secara mutlak dari
seseorang.

Jika seseorang berbakat menulis, tentu saja mengarang akan lebih mudah baginya.
Bagi orang yang kurang berbakat, kemampuan menulis sampai taraf tertentu sebenarnya
bisa dipelajari dan dilatih. Menulis adalah suatu keterampilan. Semua orang yang normal
bisa bernyanyi dan menggambarsampai tahap tertentu, walaupun dia bukan penyanyi dan
pelukis. Demikian pula halnya menulis. Setiap siswa, mahasiswa, apalagi sarjana, seyogianya
bisa menulis seperti halnya bernyanyi dan menggambar sampai taraf tertentu dengan
mengikuti norma-norma penulisan tanpa mesti menjadi essais atau kolumnis yang memang
menuntut adanya talent khusus.
KESIMPULAN

1. Kriteria karil yang sekaligus menjadi ciri pembeda dengan karangan nonilmiah
terletak pada ada atau tidaknya masalah (teori), hasil penelitian (data), dan
analisis.
2. Karil harus diorganisasikan sesuai dengan metode ilmiah dengan mengikuti
prosedur pemilihan topik sampai penulisan final serta harus mengindahkan
konvensi pemaskahan.
3. Untuk dapat menulis karil, kualifikasi pendidikan lebih berperan daripada bakat,
dan menulis ilmiah merupakan keterampilan yang bisa dilatih dan dipelajari.
4. Di samping penguasaan metode dan teknik penulisan, kemampuan
menggunakan bahasa tulis ilmiah sangat menentukan mutu dan efektivitas
suatu karangan.
KEPUSTAKAAN

Brotowidjoyo, Mukayat D.,1985, Penulisan Karangan llmiah, Jakarta: Akademika.

Cash, Phyllis., 1977, How to write A Research Paper Step By Step, New York:
Monarch Press.

Darmodjo, Hendro, 1985, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Karunika.

Finoza, Lamuddin, 1994., Aneka Surat Statuta, Laporan, dan Notula, Jakarta: Mawar
Gempita.

Jasin, Maskoeri., 1994, IImu Alamiah Dasar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nazir, Mohammad, 1994, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ronda, Mirza, 1995, dan Ahmad Muntaha., Metode Penulisan Skripsi, Jakarta:
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sahid.

Senn, Peter R., 1971, Social Science and its Methods, Boston: Holbrook

Surakhmad, Winarno , 1978, Paper, Thesis, dan Disertasi, Bandung: Tarsito


Suriasumantri, Jujun S., 1986, Pedoman Penulisan llmiah, Jakarta: Fakultas
Pascasarjana IKIP Jakarta.

Suriasumantri, Jujun S., 1995 , Filsafat llmu, Jakarta: Sinar Harapan.

Turabian, Kate L., 1973, A Manual For Writets, Fourth Edition, Chicago: The Chicago
University Press

Anda mungkin juga menyukai