Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Hemangioma adalah tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada


perkembangan dan pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi di segala
organ seperti hati, limpa, otak, tulang, dan kulit. Hemangioma kapiler adalah
tumor kelopak mata dan tumor orbita paling umum pada masa kanak-kanak.
Tumor ini telah disebut dengan banyak nama seperti (hemangioma infantile,
hemangioma juvenile, hemangioblastoma, hemangioendothelioma jinak,
hemangioma hipertrofi), tetapi yang paling umum digunakan adalah
“Hemangioma Kapiler”. Istilah ini paling umum karena secara akurat
menggambarkan struktur unit kapiler sel endotel yang dikelilingi oleh pericytes.1

Sekitar 1 dari 10 anak-anak terkena hemangioma kapiler dari berbagai


tingkat keparahan. Namun, secara histologis tidak menunjukkan prevalensi yang
tinggi, karena banyak hemangioma dapat didiagnosis secara klinis tanpa
memerlukan biopsy. Hemangioma kapiler lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki dan sering pada bayi prematur atau berat badan
lahir rendah. Hemangioma ini tidak berhubungan dengan ras, etnis, dan lokasi
geografis. Tidak ada pola keturunan yang jelas atau peningkatan insiden di antara
saudara kandung. Sepertiga dari semua hemangioma kapiler kelopak mata dan
orbital didiagnosis pada saat kelahiran, dan hampir semua diidentifikasi pada usia
enam bulan.1

Hemangioma kapiler ini dapat menyebabkan gangguan fungsional dan


kosmetik yang signifikan, dengan insiden ambliopia 43-60% ketika kelopak mata
atau orbita terpengaruh, Sehingga untuk menghindari terjadinya komplikasi yang
lebih berat dibutuhkan pemeriksaan secara cepat dan akurat berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KELOPAK MATA

Kelopak mata mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Konjungtiva tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan
eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempuyai sel goblet yang
menghasilkan musin.2

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan


mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus. Pada kelopak mata terdapat bagian-
bagian:2

 Kelenjar seperti: Kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,


kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus
 Otot seperti: M. Orbicularis Oculi yang berjalan melingkar di dalam
kelopak atas dan bawah, terletak dibawah kulit kelopak mata yang
dipersarafi oleh N. Facialis. M. Levator Palpebra yang berorigo pada
anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian
menembus M. Orbikularis Oculi menuju kulit kelopak bagian tengah.
Bagian kulit tempat insersi M. Levator Palpebra terlihat sebagai sulkus
(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
 Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo
palpebra.
 Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah A. Palpebra

2
 Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal saraf
V, sedangkan kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V

Gambar 1. Anatomi Palpebra

2.2 DEFINISI

Hemangioma adalah tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada


perkembangan dan pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi di segala
organ seperti hati, limpa, otak, tulang, kulit, dan orbita.1
Istilah hemangioma ini awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu
struktur seperti tumor pembuluh darah, apakah itu muncul saat lahir atau
muncul di kemudian hari. Istilah ini terdiri dari kata Yunani "haema" yang
berarti darah, "angeio" yang berarti pembuluh darah dan "oma" yang berarti
tumor. Hemangioma Secara histologis terdiri dari sel-sel endotel hiperplastik,
dengan kapasitas proliferasi intensif.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Hemangioma adalah tumor yang paling umum dari masa bayi dan kanak-
kanak, terjadi pada 4% sampai 10% dari bayi Kaukasia. Lesi ini tiga sampai
lima kali lebih umum pada wanita, dengan dominasi yang lebih tinggi pada
perempuan. Ada peningkatan frekuensi hemangioma pada bayi prematur

3
dengan yang dilaporkan kejadian 23% pada neonatus yang beratnya kurang
dari 1200 g. Hemangioma jarang terjadi pada bayi berkulit gelap.
Hemangioma umumnya disadari dalam 2 minggu pertama kehidupan
postnatal.3

2.4 ETIOLOGI

Pembentukan hemangioma dikenal sebagai hemangiomagenesis.


Meskipun patogenesis dan asal hemangioma masih tidak sepenuhnya
dipahami, namun literatur medis menjelaskan hipotesis yang berbeda untuk
pengembangan di mana faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik memainkan
peran penting proliferasi sel endotel. Plasenta, sinyal estrogen, teori genetik,
teori hipoksia dan peran faktor pertumbuhan yang terlibat dalam angiogenesis
seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), jaringan faktor
pertumbuhan beta (TGF-beta) dan insulin-like growth factor-2 (IGF- 2).
Terdapat beberapa teori pembentukan hemangioma:
1. Teori asal plasenta
Dalam teori plasenta, ada pendapat bahwa hemangioma infantil berasal
dari trofoblas plasenta. Kejadian terjadinya hemangioma lebih sering
terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan kelainan plasenta, seperti
preeklamsia dan plasenta previa, serta mereka yang terpapar dengan
pengambilan sampel vili chorialis, yang sekali lagi memberikan kontribusi
pada teori plasenta pembentukan hemangioma.
2. Teori signaling Estrogen
Teori sinyal estrogen muncul karena peningkatan kejadian hemangioma
pada wanita, bukti reseptor estrogen (ER) positif dalam sel endotel
hemangioma yang berproliferasi, dan peningkatan kadar estradiol 17-β
yang mungkin terlibat dalam pertumbuhan hemangioma pada anak. Pada
periode perinatal terjadi peningkatan estrogen bebas, yang dapat
merangsang area endothelium yang hipoksia sehingga mendorong
pembentukan hemangioma.
3. Teori hipoksia

4
Dalam teori hipoksia, lingkungan hipoksia mendorong terjadinya
peningkatan proliferasi sel-sel progenitor endotel. Faktor-faktor ini
meliputi; hypoxia-induced factor-1 alpha (HIF-1 alpha), stroma sel yang
berasal faktor-1 alpha (SDF-1 alpha) dan faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF). Namun, dalam teori ini ada hubungan antara hipoksia
dan kontribusi estrogen dalam pembentukan hemangioma. Dalam
penjelasan, peningkatan kadar hormon estrogen dalam periode postpartum
menciptakan lingkungan yang mendorong pembentukan pembuluh darah
baru dan pertumbuhan lesi.
4. Teori angiogenesis melibatkan faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan secara spesifik terlibat dalam angiogenesis seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF), insulin-like growth factor-2
(IGF-2) dan tissue growth factor beta (TGF-beta). Sering meningkat
selama fase proliferasi pertumbuhan hemangioma, sementara selama fase
involusi hemangioma, terjadi penurunan faktor pertumbuhan endotel.
Vascular endothelial growth factor (VEGF) pada awalnya diidentifikasi
sebagai faktor pertumbuhan endotel sel tertentu yang merangsang
angiogenesis dan permeabilitas pembuluh darah. Studi menunjukkan
bahwa pada pasien dengan hemangioma fase proliferasi, konsentrasi serum
vascular endothelial growth factor (VEGF), secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan pada pasien dengan hemangioma fase involusi, malformasi
pembuluh darah dan pasien yang sehat. Insulin-like growth factor-2 (IGF-
2) di ekspresikan secara tinggi pada hemangioma pada anak dan
hemangioma kongenital. Hubungan antara faktor ini dan angiogenesis
bahwa IGF-2 menginduksi hypoxia-inducible factor 1-α (HIF-1α), dan
HIF-1α yang diketahui meningkatkan regulasi glucose transporter-1
(GLUT-1). Sebuah ekspresi tissue growth factor beta (TGF-beta) pada
hemangioma proliferatif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
dengan tahapan lain dari hemangioma.
5. Teori genetik

5
Dalam teori genetik, komponen herediter diduga menjadi penyebab
hemangioma. Hemangioma dapat diturunkan dari orang tua kepada anak
sebagai sifat dominan autosomal. Meskipun gen yang bertanggung jawab
untuk pembentukan hemangioma / malformasi tidak teridentifikasi, ada
pendapat kemungkinan terdapat pada lokus gen kromosom 5q. Genetik
dan ras mungkin memainkan peran penting dalam terjadinya hemangioma,
karena fakta bahwa sebagian besar hemangioma terjadi pada bayi
keturunan Kaukasia, jarang di Asia dan hampir tidak pernah terjadi pada
bayi keturunan Afrika-Amerika

2.5 PATOFISIOLOGI

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi


dari hemangioma, diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali
dengan suatu proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dan
dengan perjalanan waktu menjadi teratur dengan membentuk pembuluh
darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi sel-sel darah. Sifat
pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran basalis
tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti.8

Hipotesis dari Takahashi, menyatakan bahwa dalam trimester


terakhir dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immature
bersama dengan pericyte yang juga immature yang memiliki kemampuan
melakukan proliferasi terbatas dimulai pada usia 8 bulan sampai dengan 18
bulan pertama masa kehidupan. Setelah dilahirkan maka pada usia
demikian terbentuk hemangioma.

Zhang, et al mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara VEGF


dan Endothelial progenitor cell (EPC) yang berperan dalam pembentukan
lesi hemangioma. VEGF memiliki sifat angiogenik dan spesific mitogenic
activator untuk sel endotel, keberadaan VEGF akan memicu pengeluaran
dan pengumpulan EPC pada situs tertentu seperti pada situs pertumbuhan
tumor atau iskemia.3

6
Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti
penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor
necrosis factor–beta, dan transforming growth factor–beta berperan dalam
proses terjadinya hemangioma.5

2.5.1 PROSES ANGIOGENESIS

Dalam pembentukan embrio, dibutuhkan asupan nutrisi dan oksigen


yang dimediasi dengan pembentukan pembuluh darah baru, atau disebut
pula vaskulogenesis. Setelah terjadi vaskularisasi pada embrio, selanjutnya
terjadi diferensiasi dan penyusunan sel endotel membentuk percabangan
pembuluh darah baru dari pembuluh darah lama, hasil pembentukan pada
saat vaskulogenesis, yang disebut angiogenesis. Angiogenesis merupakan
pertumbuhan pembuluh darah baru terjadi secara alami di dalam tubuh, baik

dalam kondisi sehat maupun patologi (sakit). Pembuluh darah terdiri dari
dua macam. Pembuluh darah arteri yang membawa darah yang kaya oksigen
dan nutrisi ke seluruh tubuh, dan pembuluh darah vena yang membawa
darah miskin oksigen dan nutrisi dari seluruh tubuh ke jantung.

Pembuluh darah yang terdiri dari lapisan tunica intima, tunica


media, dan tunica adventitia dapat mengalami regenerasi pada saat
mengalami kerusakan dan mengalami pertumbuhan pada keadaan
penyembuhan luka dan pembentukan berbagai jaringan/organ. Hal ini
dikenal dengan sebutan angiogenesis yang berasal dari kata angio yang
berarti pembuluh darah dan genesis yang berarti pembentukan. Kata
angiogenesis pada awalnya pada tahun 1935 untuk menjelaskan proses

pembentukan pembuluh darah pada plasenta. Pada keadaan terjadi


kerusakan jaringan, proses angiogenesis berperan dalam mempertahankan
kelangsungan fungsi berbagai jaringan dan organ yang terkena. Hal ini
terjadi melalui terbentuknya pembuluh darah baru yang menggantikan
pembuluh darah yang rusak. Selain perannya dalam memperbaiki dan
mempertahankan fungsi jaringan/organ, proses angiogenesis juga berperan

7
penting dalam memediasi perkembangan dan pertumbuhan embrio, serta

pembentukan corpus luteum dan endometrium.

Proses angiogenesis yang tidak terkontrol dapat pula menyebabkan


kanker, artritis rematoid, kebutaan pada penderita diabetes, psoriasis,

juvenile hemangioma, dan banyak penyakit-penyakit lainnya. Proses ini


dapat berupa kurang efisiennya angiogenesis yang terjadi, tetapi dapat pula
berupa proses angiogenesis yang berlebihan.
Proses angiogenesis tersusun dari beberapa tahapan yang dimulai
dari proses inisiasi, yaitu dilepaskannya enzim protease dari sel endotel
yang teraktivasi, pembentukan pembuluh darah vaskular, antara lain
terjadinya degradasi matriks ekstraseluler (Extra Cellular Matrix/ECM),
migrasi dan proliferasi sel endotel, serta pembuatan ECM baru, yang
kemudia dilanjutkan dengan maturase/stabilisasi pembuluh darah yang
terkontrol dan dimodulasi untuk kebutuhan jaringan.

Gambar 2. Struktur Matriks Ekstraseluler

Tahap-tahapan angiogenesis dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Pelepasan faktor stimulus angiogenik


Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) atau
mengalami hipoksia, akan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor

8
pertumbuhan dan protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke
sel-sel pada jaringan sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula
proses inflamasi. Pada proses inflamasi, pembuluh darah kecil yang
terdapat secara local memegang peranan penting dalam proses yang terjadi
selanjutnya karena pembuluh darah merupakan suatu jaringan yang
dilapisi oleh sel endotel yang akan berinteraksi dengan faktor peradangan
dan angiogenik.
Faktor-faktor angiogenik ini dapat menarik dan mendorong proliferasi sel
endotel dan sel radang. Menjelang proses migrasi, sel-sel radang juga
mensekresi molekul-molekul yang juga berperan sebagai stimulus
angiogenik.
B. Pelepasan enzim protease dari sel endotel yang teraktivasi
Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan dengan
reseptor yang spesifik terdapat pada sel reseptor endotel (EC) di sekitar
lokasi pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan
reseptornya, sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan sinyal yang
kemudian dikirim dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel
endotel kemudian mulai memproduksi molekul baru antara lain adalah
enzim protease yang berperan penting dalam degradasi matriks
ekstraseluler untuk mengakomodasi percabangan pembuluh darah.
C. Disosiasi sel endotel dan degradasi ECM yang melapisi pembuluh darah
lama.
Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh faktor
pertumbuhan angiopoietin, serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan
oleh sel endotel yang teraktivasi, seperti urokinase plasminogen activator
(uPA) dan matrix metalloproteinase (MMPs), dibutuhkan untuk
menginisasi terbentuknya pembuluh darah baru. Dengan sistem enzimatik
tersebut, sel endotel dari pembuluh darah lama akan mendegradasi ECM
dan menginvasi stroma dari jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-
sel endotel yang terlepas dari ECM ini akan sangat responsif terhadap
signal angiogenik.

9
D. Migrasi dan proliferasi sel endotel
Degradasi proteolitik dari ECM segera diikuti dengan migrasinya sel
endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut kemudian diikuti
dengan proliferasi sel endotel yang distimulasi oleh faktor angiogenik,
yang beberapa di antaranya dilepaskan dari hasil degradasi ECM, seperti
fragmen peptide, fibrin, atau asam hialuronik.
E. Pembentukan lumen dan pembuatan ECM baru
Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi dan
saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat sturktur
percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel meningkat
sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk dengan
pembengkokan ( pelengkungan ) dari sel-sel endotel. Pada tahap ini
kontak antar sel endotel mutlak dibutuhkan.
F. Fusi pembuluh darah baru dan inisiasi pembuluh darah
Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain akan membentuk
rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya
sirkulasi darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah
baru akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericyte) sebagai
jaringan penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa
adanya sel mural, struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat
rentan dan mudah rusak.

2.6 KLASIFIKASI

Secara histologik hemangioma diklasifikasikan berdasarkan besarnya


pembuluh darah, menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Hemangioma kapiler, yang terdiri atas :
a. Hemangioma kapiler (nevus vasculosus, strawberry nevus)
Hemangioma ini terdapat pada waktu lahir atau beberapa hari
sesudah lahir. Tampak sebagai bercak merah yang semakin lama semakin
besar. Warnanya menjadi merah menyala, berbentuk lobular, berbatas
tegas dan keras pada perabaan. Ukuran dan dalamnya sangat bervariasi,

10
ada yang superfisial berwarna merah terang, dan ada yang subkutan
berwarna kebiruan. Hemangioma ini sering ditemukan di kulit, jaringan
subkutis, dan selaput lendir rongga mulut dan bibir, walaupun dapat juga
terbentuk di hati, limpa dan ginjal. Hemangioma kapiler ini merupakan
tumor yang sering terjadi pada daerah orbita dan periorbital.
Secara histologis hemangioma kapiler biasanya berlobus, tetapi
tidak berkapsul dan terdiri atas kapiler berdinding tipis yang tersusun
rapat, biasanya berisi darah dan dilapisi oleh endotel gepeng. Pembuluh
darah dipisahkan oleh sedikit stroma jaringan ikat. Lumen mungkin
mengalami thrombosis parsial atau total. Rupture pembuluh darah
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan kadang-kadang
pengendapan pigmen hemosiderin pada lesi tersebut.
b. Granuloma piogenik (hemangioma kapiler lobularis)
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi setelah
trauma, jadi bukan karena proses peradangan, walaupun sering disertai
infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh yang sering
mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan
pembesaran yang cepat dan melekat ke kulit dan mukosa gingiva atau
mulut sebagai sebuah tungkai. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1-2
cm dalam beberapa minggu. Lesi ini mudah berdarah dan bahkan
mengalami ulserasi. Proliferasi kapiler sering disertai dengan edema luas
dan serbukan sel radang akut dan kronis, terutama apabila mengalami
ulserasi.
2. Hemangioma Kavernosum, terdiri atas :
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa macula eritematosa atau nodus
yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat
hilang, mengembung lagi apabila dilepas. Lesi terdiri atas elemen vascular
yang matang. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan.
Secara histologis, massa berbatas tegas, tetapi tidak berkapsul dan terdiri
atas rongga vascular kavernosa yang luas, sebagian atau seluruhnya terisi oleh

11
darah dan dipisahkan oleh sedikit stroma jaringan ikat. Thrombosis
intravascular yang disertai kalsifikasi distrofik sering terjadi.
Pada sebagian besar situasi, tumor ini tidak berdampak secara klinis,
namun tumor ini dapat mengganggu penampilan akibat kerentanannya
terhadap ulserasi traumatic dan perdarahan.

3. Hemangioma campuran
Jenis ini terdiri dari campuran antara jenis kapiler dan jenis kavernosum.
Gambaran klinisnya juga terdiri dari atas gambaran kedua jenis tersebut.

2.7 GAMBARAN KLINIS

Hemangioma muncul sebagai masa berwarna merah cerah berisikan


kapiler yang berdilatasi. Kapiler tersebut beranastomosis dan berdilatasi di
daerah vascular di jaringan subkutan. Hemangioma biasanya mengikuti
pembagian nervus trigeminal cabang pertama dan kedua.
A. Hemangioma Kapiler
Prinsip utama pada hemangioma kapiler pada anterior orbit adalah
unilateral, membesar tidak sakit. pembengkakan berwarna biru hingga
keunguan jika hemangioma melibatkan jaringan subkutan.
Hemangioma kapiler merupakan tumor orbita dan periorbital terbanyak
pada masa kanak-kanak. Tumor ini biasanya ditemukan ketika periode
perinatal dengan pembengkakan pada periocular atau proptosis atau gabungan
keduanya. Pada pemeriksaan biasanya akan ditemukan penambahan ukuran
saat bayi menangis namun pulsasi dan bruit tidak ditemukan. Jaringan
hemangioma biasanya di daerah forniks dan biasanya melibatkan jaringan
subkutan yang memberikan warna merah gelap sampai kebiruan pada kelopak
mata. Superfisial ‘strawberry’ naevi bisa ditemukan pada kelopak mata atau
bagain tubuh lain.1

12
Gambar 3. Gambaran Klinis Hemangioma

B. Hemangioma Kavernosa
Hemangioma Kavernosa merupakan tumor orbita jinak pada dewasa.
Meskipun tumor ini bisa terbentuk dimana saja pada daerah orbita,
hemangioma ini sering terjadi pada jaringan lunak dibelakang bola mata.
Hemangioma muncul pada usia pertengahan menunjukkan gejala proptosis
unilateral dengan pertumbuhan lambat. Pada pemeriksaan ditemukan axial
proptosis yang pada beberapa pasien berhubungan dengan edema diskus
optikus. Penurunan daya penglihatan dan daya membedakan warna berkurang
diawali dengan penurunan lapang pandang dan pada beberapa pasien terjadi
hambatan pada pergerakan bola mata7. Pada wanita, pertumbuhan
hemangioma akan bertambah cepat pada keadaan hamil.4
Walaupun patogenesis hemangioma masih berupa teori yang perlu
dibuktikan lebih jelas, gejala klinis hemangioma yang sejalan dengan
pertumbuhannya di setiap fase adalah sebagai berikut:
 FaseProliferasi
Pada tahap awal hemangioma infantil terlihat seperti area pucat di kulit,
macula eritema, telangiectasia atau bintik-bintik ekimosis. Hemangioma
tumbuh dengan cepat selamaumur 6 - 8 bulan pertama bayi. Jika tumor sudah
menembus dermis superfisial, kulit menjadi meninggi, menonjol, dan berwarna

13
merah cerah. Jika tumor berproliferasi didermis bagian bawah dan subkutis,
kulit menjadi sedikit meninggi dan berwarna kebiruan.
 Fase Involusi
Hemangioma mencapai puncaknya sebelum umur satu tahun, dan setelah
itu pertumbuhannya proporsional dengan pertumbuhan anak. Tanda awal dari
fase involusi adalah hilangnya warna merah cerah yang berubah menjadi
keunguan dan tidak cerah, kulit secara bertahap memucat, terbentuk
lapisan/mantel abu-abu yang tidak sempurna dan tumor tersebut terasa
berkurang ketegangannya. Fase ini berlanjut hingga anak berusia 5-10 tahun.
Biasanya tanda warna terakhir menghilang pada umur 5-7 tahun.
 Fase involuted
Regresi 50% terjadi saat anak berusia 5 tahun dan 70% saat berusia 7
tahun, dan terus berlanjut hingga anak berumur 10-12 tahun. Sekitar 50% anak
akan sembuh dan bekas hemangioma menyerupai kulit normal, sisanya akan
menyisakan cutaneous blemish,telangiektasis, crepelike laxity, yellowish
hypoelastic patches, bekas luka (jika terdapatulserasi saat fase proliferasi), atau
residu fribrofatty. Bahkan hemangioma kutaneus yang lumayan besar dapat
mengalami regresi total. Sebaliknya, hemangioma dermis superfisial yang datar
dapat merubah tekstur kulit secara permanen.

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan secara ekslusif berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sulit. Terutama
pada lesi yang khas. Gambaran klinis umum adalah bercak merah yang timbul
sejak lahir atau beberapa saat setelah lahir. Pertumbuhannya relatif cepat
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Warnanya merah terang bila
jenis strawberry atau biru bila jenis kavernosa. Bila besar maksimum sudah
tercapai, biasanya pada umur 9-12 bulan, warnanya menjadi merah gelap.
Namun demikian, beberapa jenis hemangioma dapat disalahartikan
sebagai malformasi vaskular atau jenis tumor lain, sehingga diperlukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

14
1. USG
Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari
struktur dermis yang dalam atau subkutan, seperti kista atau
kelenjar limfe. USG secara umum mempunyai keterbatasan untuk
mengevaluasi ukuran dan penyebaran hemangioma. Pemeriksaan
menggunakan alat ini merupakan pemeriksaan yang sensitive dan
spesifik untuk mengenali suatu hemangioma infantile dan
membedakannya dari jaringan lunak lain.
2. MRI
MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu
mengetahui lokasi dan penyebaran baik hemangioma kutan da
ekstrakutan. MRI juga dapat membantu membedakan hemangioma
yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi yang lain
misalnya malformasi arteriovenous). Hemangioma dalam fase
involusi memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran
rendah misalnya malformasi vena.
3. CT Scan
Pada tempat yang tidak mempunyai fasilitas MRI dapat
menggunakan CT Scan walaupun cara ini kurang mampu
menggambarkan karakteristik atau aliran darah. Penggunaan
kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit
keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.
4. Foto polos
Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai
untuk melihat apakah hemangioma mengganggu jalan napas.
5. Biopsi kulit
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk
menyingkirkan hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit
keganasan. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan biopsy
adalah perdarahan.

15
2.9 PENATALAKSANAAN

Umumnya hemangioma tidak menimbulkan komplikasi dan dapat


diobservasi hingga terjadi involusi spontan. Regresi spontan terjadi pada 80%
hingga 85% kasus pada usia 9 tahun. Untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
giant hemangioma sangatlah sulit sehingga perlu dijelaskan pada orang tua untuk
kontrol teratur 3-6 bulan sekali. Pengobatan hemangioma masih merupakan
kontroversi.

Beberapa ahli memilih mengobati hemangioma pada saat muncul untuk


mencegah pembesaran, sebagian lagi memberikan pengobatan atas indikasi
adanya gangguan kosmetik atau bila sudah mengganggu fungsi organ. Pengobatan
dilakukan pada hemangioma yang dapat menyebabkan komplikasi fungsional,
yang dapat menimbulkan perubahan bentuk permanen, yang letaknya di tempat
yang mengganggu kosmetik sehingga menyebabkan distress psikososial, yang
pertumbuhannya cepat atau yang permukaannya bergaung yang mengalami
ulserasi.

Jenis pengobatan hemangioma sangat tergantung pada ukuran, lokasi,


beratnya tumor, usia pasien, dan laju involusi.

2.9.1 Pengobatan Medikamentosa

A. Terapi Pilihan Utama


 Kortikosteroid
Umumnya para klinis memilih steroid sebagai terapi
medikamentosa pilihan utama untuk mengobati hemangioma.
Mekanisme yang jelas tentang peran steroid belum diketahui secara
pasti , walaupun ada dugaan bahwa steroid berpengaruh terhadap
hemangioma dengan cara:
1. Menghambat kapasitas proliferasi perycites immature
2. Intensifikasi efek vasokonstriksi epinefrin maupun norepinefrin
pada pembuluh darah otot polos.

16
3. Memblok reseptor estradiol pada hemangioma
4. Menghambat angiogenesis

Berikut merupakan pengelompokkan steroid berdasarkan cara


pemberian:

1. Kortikosteroid Sistemik
Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik telah dianggap
sebagai terapi medikamentosa yang paling efisien untuk
cutaneous infantile hemangioma tanpa komplikasi. Pemberian
steroid sebaiknya dilakukan pada masa proliferatif karena bila
diberikan pada masa involusi kurang bermanfaat. Dosis yang
dianjurkan inisial prednison atau prednisolon 2-3 mg/kg/hari,
satu kali sehari pada pagi hari. Beberapa peneliti menganjurkan
dosis yang lebih besar (prednisone 5 mg/kg/hari) untuk
menghasilkan terapi efektif, cepat, dan cukup aman,
dilanjutkan hingga 6-8 minggu dan pada kasus yang lebih berat
dapat diberikan hingga 12 minggu.
2. Kortikosteroid Intralesi
Kortikosteroid intralesi sangat baik diberikan pada
hemangioma dengan ukuran kecil (diameter <10 cm) dan lesi
local bermasalah (hemangioma disertai ulserasi atau dengan
komplikasi misalnya terjadi infeksi berulang pada daerah lesi).
Dosis yang diberikan 2-3 mg/kg setiap kali suntikan diulang
setiap minggu selama 1-2 bulan. Adanya respon terapi yang
baik terhadap steroid ditandai oleh pengecilan ukuran
hemangioma. Pemberian kortikosteroid intralesi dengan
interval 4-8 minggu merupakan terapi yang efektif sebagai
upaya untuk menghindari efek samping terapi kortikosteroid
sistemik. Penyuntikan dapat pula dilakukan dengan interval
bulanan, sehingga dapat mengurangi efek samping yang tidak
diinginkan. Efek samping potensial kortikosteroid intralesi

17
berupa syok anafilaksis, perdarahan, nekrosis kulit, dll, tetapi
umumnya suntikan dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian
khusus harus diberikan pada periokuler. Pada hemangioma
jenis ini dosis kortikosteroid intralesi tidak boleh melebihi 3-5
mg/kg triamcinolone setiap sesi suntikan. Beberapa ahli
mengemukakan pemberian kortikosteroid intralesi pada daerah
periocular dikontra-indikasikan sejak diketahui menyebabkan
banyak komplikasi seperti nekrosis, oklusi arteri retina sentral
dengan konsekuensi kebutaan.
3. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topical (langsung pada daerah lesi hemangioma)
biasanya efektif pada hemangioma tipe cutaneous.
B. Bedah eksisi
Indikasi bedah eksisi sebagai berikut:
1. Hemangioma yang tumbuh secara progresif
2. Hemangioma yang mengalami infeksi berulang
3. Hemangioma yang permukaannya bergaung sehingga
ditakutkan disertai keganasan.
4. Mengganggu secara kosmetika
5. Hemangioma yang gagal dengan pengobatan medikamentosa
6. Hemangioma yang bertangkai

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding ialah tumor dan kelainan pembuluh darah lain


(malformasi kapiler, malformasi vena), Rhabdomyosarcoma dan
neurofibroma.

2.11 KOMPLIKASI

Beberapa kompliksi yang muncul akibat hemangioma adalah:


1. Perdarahan

18
Komplikasi yang paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi
lainnya. Penyebabnya adalah trauma dari luar, atau rupture spontan
dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan
hemangioma, sedangkan pembuluh darah dibawahnya terus tumbuh.
2. Ulkus
Ulkus terjadi biasnaya akibat rupture
3. Trombositopenia
Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dalam
jaringan hemangioma terdapat pengumpulan trombosit yang mengalami
sekuestrasi.
4. Ambliopia, strabismus, astigmatisma
Sebuah hemangioma kelopak mata dapat menyebabkan kebutaan dan
harus dilihat segera oleh dokter spesialis mata. Kornea mata ikut
bertanggung jawab untuk memfokuskan objek pada retina mata. Jika
hemangioma menambah tekanan pada bola mata, hal ini dapat merusak
kornea dan mempengaruhi mekanisme memfokuskan bayangan.

2.12 PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis tergantung pada letak tumor, komplikasi


serta penanganan yang baik. Hemangioma kecil atau yang superficial
dapat hilang sempurna dengan sendirinya.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : An. YTST
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 11 Juli 2018
Usia : 1 tahun 3 bulan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Sikumana
No.MR : 495369
Tgl Masuk Poli : 1 November 2019
Dikasuskan : 1 November 2019
3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Anamnesis dilakukan pada tanggal 2 November 2019, bertempat di ruang
Poliklinik Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada pukul 11.30
WITA. Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan orang tua pasien.
3.2.1. Keluhan Utama
Kedua Mata bagian bawah bengkak jika menangis
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kanan dan kiri bagian bawah bengkak
saat menangis dan berkurang bengkaknya saat pasien berhenti menangis. Keluhan
ini baru disadari oleh ibu pasien saat pasien berumur 1 tahun. Pasien sering
menggosok mata. Mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata (-), riwayat
trauma (-). Belum pernah berobat atau menggunakan obat untuk keluhan tersebut.
3.2.3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tidak ada
3.2.4. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
3.2.5. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.

20
3.2.6. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien lahir di rumah sakit
secara sectio caesarea dengan usia kehamilan 37 minggu. Berat badan lahir pasien
saat lahir adalah 2600 gr. Saat lahir pasien mengkonsumsi ASI hanya sampai 3
bulan setelah itu pasien mengkonsumsi susu formula hingga sekarang karena ASI
yang diproduksi oleh Ibunya sedikit. Riwayat imunisasi pasien lengkap sampai
saat ini.
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda-Tanda Vital
Nadi : 80x/menit, reguler
Suhu : 36.8oC
Pernapasan : 23x/menit
3.3.2. Status Oftalmologi
OD OS

Edema (+) BENJOLAN


(+), Edema
(+)
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Oftalmologi

Edema (+), benjolan (+),


Edema (+), hiperemis (-), Palpebra
pucat (+), hiperemis (-),
Jaringan fibrovaskular Jaringan fibrovaskular (-) ,
Konjungtiva
(-), Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam, Hipopion (-), Hifema Dalam, Hipopion (-),
COA
(-) Hifema (-)
Intak Iris Intak
Bulat, sentral, uk. ± 2 mm, Bulat, sentral, uk. ± 2 mm,
Pupil
RCL (+) RCL (+)
Jernih Lensa Jernih
Sulit dievaluasi Visus Sulit dievaluasi

21
Sulit dievaluasi Pergerakan Bola Mata Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi Lapang pandang Sulit dievaluasi

Gambar 4. Mata pasien saat inspeksi

3.4. Resume
Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan datang dengan keluhan
bengkak pada kedua mata bagian bawah saat menangis sejak 3 bulan yang lalu
dan berkurang bengkaknya saat pasien berhenti menangis. Pasien sering
menggosok matanya, mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata (-). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dengan adanya
pembesaran pada kedua mata tetapi yang paling besar pada mata kiri disertai
benjolan.
3.5. Diagnosis Kerja
Hemangioma OS
3.6. Tatalaksana
Edukasi
 Tidak menggosok-gosok mata
 Observasi 3 bulan berikutnya

22
3.7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Qua ad functionam : Dubia ad bonam

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Hemangioma merupakan tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada


perkembangan dan pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi di segala
organ seperti hati, limpa, otak, tulang, dan kulit. Hemangioma kapiler adalah
tumor kelopak mata dan tumor orbita paling umum pada masa kanak-kanak. Lesi
ini tiga sampai lima kali lebih umum pada wanita, dengan Dominasi yang lebih
tinggi pada perempuan. Ada peningkatan frekuensi hemangioma pada bayi
prematur dengan yang dilaporkan kejadian 23% pada neonatus yang beratnya
kurang dari 1200 gr. Hal tersebut tidak sesuai dengan kasus, dimana pada kasus
pasien merupakan anak laki-laki dengan berat badan lahir 2600 gr.

Berdasarkan teori hemangioma kapiler pada orbita biasanya unilateral, tidak


sakit, pembengkakan berwarna biru hingga keunguan jika hemangioma
melibatkan jaringan subkutan. Hemangioma merupakan tumor jinak endotel
vascular yang paling sering dijumpai pada masa bayi (10%-12%), dari seluruh
anak mendekati umur 1 tahun. Hemangioma kapiler juga bisa diamati pada saat
menangis. Menangis menstimulasi manuver valsava sehingga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrathorax dan secara teori memaksa darah terdeoksigenasi
ke dalam ruang kapiler hemangioma yang menyebabkan terjadinya pembesaran
pembuluh darah.

Hal ini sesuai dengan kasus dimana pada anamnesis didapatkan adanya
keluhan seperti bengkak pada kedua mata bagian bawah saat menangis dan
berkurang saat berhenti menangis, tidak disertai nyeri, mata merah (-), mata berair
(-) dan sering menggosok kedua mata. Keluhan baru dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu ketika pasien masih berumur 1 tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran/pembengkakan pada


kedua kelopak mata bagian bawah, tetapi yang paling besar pada bagian kiri
disertai dengan adanya benjolan. Benjolan tersebut berwarna pucat disertai

24
dengan tampaknya pembuluh darah berwarna merah gelap. Hal ini sesuai dengan
teori dimana pada hemangioma kapiler didapatkan adanya bembengkakan pada
priocular. Jaringan hemangioma ini biasanya di daerah forniks dan biasanya
melibatkan jaringan subkutan yang memberikan warna merah gelap sampai
kebiruan pada kelopak mata.

Pada pasien ini tidak diberikan terapi medikamentosa, hanya diberikan


edukasi seperti tidak menggosok kedua mata dan dianjurkan untuk datang kontrol
3 bulan lagi. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa hemangioma
dibagi menjadi dua kelompok yaitu hemangioma infantile dan hemangioma
kongenital. Hemangioma infantile lebih sering dan biasanya sudah terlihat sejak
lahir dan tumbuh cepat dalam beberapa bulan kemudian , dan berhenti tumbuh
setelah usia satu tahun hingga akhirnya terjadi involusi. Hemangioma infantile
secara umum dibagi ke dalam fase proliferasi (0-1 tahun), fase involusi (1-5
tahun), dan fase sembuh (5-8 tahun). Hemangioma kongenital tumbuh secara
lengkap setelah lahir dan bisa terjadi involusi atau noninvolusi (menetap).

Selain itu,umumnya hemangioma tidak menimbulkan komplikasi dan dapat


diobservasi hingga terjadi involusi spontan. Regresi spontan terjadi pada 80%
hingga 85% kasus pada usia 9 tahun. Untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
giant hemangioma sangatlah sulit sehingga perlu dijelaskan pada orang tua untuk
kontrol teratur 3-6 bulan sekali.

25
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan datang dengan


keluhan kedua mata bagian bawah bengkak saat menangis dan berkurang saat
berhenti menangis. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Tidak
nyeri, mata merah (-), mata berair (-), dan sering menggosok kedua mata. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran/pembengkakan pada kedua
kelopak mata bagian bawah, tetapi yang paling besar pada bagian kiri disertai
dengan adanya benjolan. Benjolan tersebut berwarna pucat disertai dengan
tampaknya pembuluh darah berwarna merah gelap.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan


Hemangioma OS. Pasien diberikan terapi non-farmako berupa edukasi tidak
menggosok-gosok mata dan dianjurkan untuk datang Kontrol 3 bulan kemudian.

Demikian laporan kasus ini dibuat sebagai bahan pembelajaran dan referensi
bagi dokter muda maupun pembaca dalam menangani kasus Hemangioma.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Bang GM, Setabutr P. Periocular capillary hemangiomas: indications


and options for treatment. Middle East Afr J Ophthalmol.
2010;17(2):121–128.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan
PenerbitFKUI;2015. p. 1-296.
3. Zhang, et al. Proliferation hemangiomas formation through dual
mechanism of vascular endothelial growth factor mediated
endothelial progenitor cells proliferation and mobilization through
matrix metalloproteinases 9. Elsevier Medical Hypotheses, 2008.
P815-818
4. Cruz OA, Siegfried EC. Propranolol treatment for periocular
capillary haemangiomas. J AAPOS. 2010;3:251–256
5. Fay A, Nguyen J, Jakobiec FA, Meyer-Junghaenel L, Waner M.
Propranolol for isolated orbital infantile haemangioma. Arch
Ophthalmol. 2010;128:256–258
6. Maguiness SM, Frieden IJ. Current management of infantile
haemangiomas. Semin Cutan Med Surg. 2010;29:106–114
7. Chik KK, Luk CK, Chan HB, Tan HY. Use of propranolol in
infantile haemangioma among Chinese children. Hong Kong Med J.
2010;16:341–346.
8. Tina S, Lawrence F, Sheila F. Infantile Hemangiomas : An Update
on Pathogenesis and Therapy. Official Journal of the American
Academy Of Pediatrics. 2012
9. Chen XD, Ma G, Chen H, Ye XX, Jin YB, Lin XX. Maternal and
perinatal risk factors for infantile hemangioma: A case-control study.
Pediatr Dermatol. 2013;30:457–461
10. Bauland CG, Smit JM, Scheffers, Bartels RH, van den Berg P,
Zeebregts CJ, et al. Similar risk for hemangiomas after

27
amniocentesis and transabdominal chorionic villus sampling. J
Obstet Gynaecol Res. 2012;38:371–375
11. Couto RA, Maclellan RspA, Zurakowski D, Greene AK. Infantile
hemangioma: Clinical assessment of the involuting phase and
implications for management. Plast Reconstr Surg. 2012;130:619–
624.

28

Anda mungkin juga menyukai