PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelopak mata mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Konjungtiva tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan
eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempuyai sel goblet yang
menghasilkan musin.2
2
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal saraf
V, sedangkan kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V
2.2 DEFINISI
2.3 EPIDEMIOLOGI
Hemangioma adalah tumor yang paling umum dari masa bayi dan kanak-
kanak, terjadi pada 4% sampai 10% dari bayi Kaukasia. Lesi ini tiga sampai
lima kali lebih umum pada wanita, dengan dominasi yang lebih tinggi pada
perempuan. Ada peningkatan frekuensi hemangioma pada bayi prematur
3
dengan yang dilaporkan kejadian 23% pada neonatus yang beratnya kurang
dari 1200 g. Hemangioma jarang terjadi pada bayi berkulit gelap.
Hemangioma umumnya disadari dalam 2 minggu pertama kehidupan
postnatal.3
2.4 ETIOLOGI
4
Dalam teori hipoksia, lingkungan hipoksia mendorong terjadinya
peningkatan proliferasi sel-sel progenitor endotel. Faktor-faktor ini
meliputi; hypoxia-induced factor-1 alpha (HIF-1 alpha), stroma sel yang
berasal faktor-1 alpha (SDF-1 alpha) dan faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF). Namun, dalam teori ini ada hubungan antara hipoksia
dan kontribusi estrogen dalam pembentukan hemangioma. Dalam
penjelasan, peningkatan kadar hormon estrogen dalam periode postpartum
menciptakan lingkungan yang mendorong pembentukan pembuluh darah
baru dan pertumbuhan lesi.
4. Teori angiogenesis melibatkan faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan secara spesifik terlibat dalam angiogenesis seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF), insulin-like growth factor-2
(IGF-2) dan tissue growth factor beta (TGF-beta). Sering meningkat
selama fase proliferasi pertumbuhan hemangioma, sementara selama fase
involusi hemangioma, terjadi penurunan faktor pertumbuhan endotel.
Vascular endothelial growth factor (VEGF) pada awalnya diidentifikasi
sebagai faktor pertumbuhan endotel sel tertentu yang merangsang
angiogenesis dan permeabilitas pembuluh darah. Studi menunjukkan
bahwa pada pasien dengan hemangioma fase proliferasi, konsentrasi serum
vascular endothelial growth factor (VEGF), secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan pada pasien dengan hemangioma fase involusi, malformasi
pembuluh darah dan pasien yang sehat. Insulin-like growth factor-2 (IGF-
2) di ekspresikan secara tinggi pada hemangioma pada anak dan
hemangioma kongenital. Hubungan antara faktor ini dan angiogenesis
bahwa IGF-2 menginduksi hypoxia-inducible factor 1-α (HIF-1α), dan
HIF-1α yang diketahui meningkatkan regulasi glucose transporter-1
(GLUT-1). Sebuah ekspresi tissue growth factor beta (TGF-beta) pada
hemangioma proliferatif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
dengan tahapan lain dari hemangioma.
5. Teori genetik
5
Dalam teori genetik, komponen herediter diduga menjadi penyebab
hemangioma. Hemangioma dapat diturunkan dari orang tua kepada anak
sebagai sifat dominan autosomal. Meskipun gen yang bertanggung jawab
untuk pembentukan hemangioma / malformasi tidak teridentifikasi, ada
pendapat kemungkinan terdapat pada lokus gen kromosom 5q. Genetik
dan ras mungkin memainkan peran penting dalam terjadinya hemangioma,
karena fakta bahwa sebagian besar hemangioma terjadi pada bayi
keturunan Kaukasia, jarang di Asia dan hampir tidak pernah terjadi pada
bayi keturunan Afrika-Amerika
2.5 PATOFISIOLOGI
6
Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti
penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor
necrosis factor–beta, dan transforming growth factor–beta berperan dalam
proses terjadinya hemangioma.5
dalam kondisi sehat maupun patologi (sakit). Pembuluh darah terdiri dari
dua macam. Pembuluh darah arteri yang membawa darah yang kaya oksigen
dan nutrisi ke seluruh tubuh, dan pembuluh darah vena yang membawa
darah miskin oksigen dan nutrisi dari seluruh tubuh ke jantung.
7
penting dalam memediasi perkembangan dan pertumbuhan embrio, serta
8
pertumbuhan dan protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke
sel-sel pada jaringan sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula
proses inflamasi. Pada proses inflamasi, pembuluh darah kecil yang
terdapat secara local memegang peranan penting dalam proses yang terjadi
selanjutnya karena pembuluh darah merupakan suatu jaringan yang
dilapisi oleh sel endotel yang akan berinteraksi dengan faktor peradangan
dan angiogenik.
Faktor-faktor angiogenik ini dapat menarik dan mendorong proliferasi sel
endotel dan sel radang. Menjelang proses migrasi, sel-sel radang juga
mensekresi molekul-molekul yang juga berperan sebagai stimulus
angiogenik.
B. Pelepasan enzim protease dari sel endotel yang teraktivasi
Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan dengan
reseptor yang spesifik terdapat pada sel reseptor endotel (EC) di sekitar
lokasi pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan
reseptornya, sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan sinyal yang
kemudian dikirim dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel
endotel kemudian mulai memproduksi molekul baru antara lain adalah
enzim protease yang berperan penting dalam degradasi matriks
ekstraseluler untuk mengakomodasi percabangan pembuluh darah.
C. Disosiasi sel endotel dan degradasi ECM yang melapisi pembuluh darah
lama.
Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh faktor
pertumbuhan angiopoietin, serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan
oleh sel endotel yang teraktivasi, seperti urokinase plasminogen activator
(uPA) dan matrix metalloproteinase (MMPs), dibutuhkan untuk
menginisasi terbentuknya pembuluh darah baru. Dengan sistem enzimatik
tersebut, sel endotel dari pembuluh darah lama akan mendegradasi ECM
dan menginvasi stroma dari jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-
sel endotel yang terlepas dari ECM ini akan sangat responsif terhadap
signal angiogenik.
9
D. Migrasi dan proliferasi sel endotel
Degradasi proteolitik dari ECM segera diikuti dengan migrasinya sel
endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut kemudian diikuti
dengan proliferasi sel endotel yang distimulasi oleh faktor angiogenik,
yang beberapa di antaranya dilepaskan dari hasil degradasi ECM, seperti
fragmen peptide, fibrin, atau asam hialuronik.
E. Pembentukan lumen dan pembuatan ECM baru
Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi dan
saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat sturktur
percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel meningkat
sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk dengan
pembengkokan ( pelengkungan ) dari sel-sel endotel. Pada tahap ini
kontak antar sel endotel mutlak dibutuhkan.
F. Fusi pembuluh darah baru dan inisiasi pembuluh darah
Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain akan membentuk
rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya
sirkulasi darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah
baru akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericyte) sebagai
jaringan penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa
adanya sel mural, struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat
rentan dan mudah rusak.
2.6 KLASIFIKASI
10
ada yang superfisial berwarna merah terang, dan ada yang subkutan
berwarna kebiruan. Hemangioma ini sering ditemukan di kulit, jaringan
subkutis, dan selaput lendir rongga mulut dan bibir, walaupun dapat juga
terbentuk di hati, limpa dan ginjal. Hemangioma kapiler ini merupakan
tumor yang sering terjadi pada daerah orbita dan periorbital.
Secara histologis hemangioma kapiler biasanya berlobus, tetapi
tidak berkapsul dan terdiri atas kapiler berdinding tipis yang tersusun
rapat, biasanya berisi darah dan dilapisi oleh endotel gepeng. Pembuluh
darah dipisahkan oleh sedikit stroma jaringan ikat. Lumen mungkin
mengalami thrombosis parsial atau total. Rupture pembuluh darah
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan kadang-kadang
pengendapan pigmen hemosiderin pada lesi tersebut.
b. Granuloma piogenik (hemangioma kapiler lobularis)
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi setelah
trauma, jadi bukan karena proses peradangan, walaupun sering disertai
infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh yang sering
mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan
pembesaran yang cepat dan melekat ke kulit dan mukosa gingiva atau
mulut sebagai sebuah tungkai. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1-2
cm dalam beberapa minggu. Lesi ini mudah berdarah dan bahkan
mengalami ulserasi. Proliferasi kapiler sering disertai dengan edema luas
dan serbukan sel radang akut dan kronis, terutama apabila mengalami
ulserasi.
2. Hemangioma Kavernosum, terdiri atas :
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa macula eritematosa atau nodus
yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat
hilang, mengembung lagi apabila dilepas. Lesi terdiri atas elemen vascular
yang matang. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan.
Secara histologis, massa berbatas tegas, tetapi tidak berkapsul dan terdiri
atas rongga vascular kavernosa yang luas, sebagian atau seluruhnya terisi oleh
11
darah dan dipisahkan oleh sedikit stroma jaringan ikat. Thrombosis
intravascular yang disertai kalsifikasi distrofik sering terjadi.
Pada sebagian besar situasi, tumor ini tidak berdampak secara klinis,
namun tumor ini dapat mengganggu penampilan akibat kerentanannya
terhadap ulserasi traumatic dan perdarahan.
3. Hemangioma campuran
Jenis ini terdiri dari campuran antara jenis kapiler dan jenis kavernosum.
Gambaran klinisnya juga terdiri dari atas gambaran kedua jenis tersebut.
12
Gambar 3. Gambaran Klinis Hemangioma
B. Hemangioma Kavernosa
Hemangioma Kavernosa merupakan tumor orbita jinak pada dewasa.
Meskipun tumor ini bisa terbentuk dimana saja pada daerah orbita,
hemangioma ini sering terjadi pada jaringan lunak dibelakang bola mata.
Hemangioma muncul pada usia pertengahan menunjukkan gejala proptosis
unilateral dengan pertumbuhan lambat. Pada pemeriksaan ditemukan axial
proptosis yang pada beberapa pasien berhubungan dengan edema diskus
optikus. Penurunan daya penglihatan dan daya membedakan warna berkurang
diawali dengan penurunan lapang pandang dan pada beberapa pasien terjadi
hambatan pada pergerakan bola mata7. Pada wanita, pertumbuhan
hemangioma akan bertambah cepat pada keadaan hamil.4
Walaupun patogenesis hemangioma masih berupa teori yang perlu
dibuktikan lebih jelas, gejala klinis hemangioma yang sejalan dengan
pertumbuhannya di setiap fase adalah sebagai berikut:
FaseProliferasi
Pada tahap awal hemangioma infantil terlihat seperti area pucat di kulit,
macula eritema, telangiectasia atau bintik-bintik ekimosis. Hemangioma
tumbuh dengan cepat selamaumur 6 - 8 bulan pertama bayi. Jika tumor sudah
menembus dermis superfisial, kulit menjadi meninggi, menonjol, dan berwarna
13
merah cerah. Jika tumor berproliferasi didermis bagian bawah dan subkutis,
kulit menjadi sedikit meninggi dan berwarna kebiruan.
Fase Involusi
Hemangioma mencapai puncaknya sebelum umur satu tahun, dan setelah
itu pertumbuhannya proporsional dengan pertumbuhan anak. Tanda awal dari
fase involusi adalah hilangnya warna merah cerah yang berubah menjadi
keunguan dan tidak cerah, kulit secara bertahap memucat, terbentuk
lapisan/mantel abu-abu yang tidak sempurna dan tumor tersebut terasa
berkurang ketegangannya. Fase ini berlanjut hingga anak berusia 5-10 tahun.
Biasanya tanda warna terakhir menghilang pada umur 5-7 tahun.
Fase involuted
Regresi 50% terjadi saat anak berusia 5 tahun dan 70% saat berusia 7
tahun, dan terus berlanjut hingga anak berumur 10-12 tahun. Sekitar 50% anak
akan sembuh dan bekas hemangioma menyerupai kulit normal, sisanya akan
menyisakan cutaneous blemish,telangiektasis, crepelike laxity, yellowish
hypoelastic patches, bekas luka (jika terdapatulserasi saat fase proliferasi), atau
residu fribrofatty. Bahkan hemangioma kutaneus yang lumayan besar dapat
mengalami regresi total. Sebaliknya, hemangioma dermis superfisial yang datar
dapat merubah tekstur kulit secara permanen.
2.8 DIAGNOSIS
14
1. USG
Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari
struktur dermis yang dalam atau subkutan, seperti kista atau
kelenjar limfe. USG secara umum mempunyai keterbatasan untuk
mengevaluasi ukuran dan penyebaran hemangioma. Pemeriksaan
menggunakan alat ini merupakan pemeriksaan yang sensitive dan
spesifik untuk mengenali suatu hemangioma infantile dan
membedakannya dari jaringan lunak lain.
2. MRI
MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu
mengetahui lokasi dan penyebaran baik hemangioma kutan da
ekstrakutan. MRI juga dapat membantu membedakan hemangioma
yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi yang lain
misalnya malformasi arteriovenous). Hemangioma dalam fase
involusi memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran
rendah misalnya malformasi vena.
3. CT Scan
Pada tempat yang tidak mempunyai fasilitas MRI dapat
menggunakan CT Scan walaupun cara ini kurang mampu
menggambarkan karakteristik atau aliran darah. Penggunaan
kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit
keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.
4. Foto polos
Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai
untuk melihat apakah hemangioma mengganggu jalan napas.
5. Biopsi kulit
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk
menyingkirkan hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit
keganasan. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan biopsy
adalah perdarahan.
15
2.9 PENATALAKSANAAN
16
3. Memblok reseptor estradiol pada hemangioma
4. Menghambat angiogenesis
1. Kortikosteroid Sistemik
Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik telah dianggap
sebagai terapi medikamentosa yang paling efisien untuk
cutaneous infantile hemangioma tanpa komplikasi. Pemberian
steroid sebaiknya dilakukan pada masa proliferatif karena bila
diberikan pada masa involusi kurang bermanfaat. Dosis yang
dianjurkan inisial prednison atau prednisolon 2-3 mg/kg/hari,
satu kali sehari pada pagi hari. Beberapa peneliti menganjurkan
dosis yang lebih besar (prednisone 5 mg/kg/hari) untuk
menghasilkan terapi efektif, cepat, dan cukup aman,
dilanjutkan hingga 6-8 minggu dan pada kasus yang lebih berat
dapat diberikan hingga 12 minggu.
2. Kortikosteroid Intralesi
Kortikosteroid intralesi sangat baik diberikan pada
hemangioma dengan ukuran kecil (diameter <10 cm) dan lesi
local bermasalah (hemangioma disertai ulserasi atau dengan
komplikasi misalnya terjadi infeksi berulang pada daerah lesi).
Dosis yang diberikan 2-3 mg/kg setiap kali suntikan diulang
setiap minggu selama 1-2 bulan. Adanya respon terapi yang
baik terhadap steroid ditandai oleh pengecilan ukuran
hemangioma. Pemberian kortikosteroid intralesi dengan
interval 4-8 minggu merupakan terapi yang efektif sebagai
upaya untuk menghindari efek samping terapi kortikosteroid
sistemik. Penyuntikan dapat pula dilakukan dengan interval
bulanan, sehingga dapat mengurangi efek samping yang tidak
diinginkan. Efek samping potensial kortikosteroid intralesi
17
berupa syok anafilaksis, perdarahan, nekrosis kulit, dll, tetapi
umumnya suntikan dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian
khusus harus diberikan pada periokuler. Pada hemangioma
jenis ini dosis kortikosteroid intralesi tidak boleh melebihi 3-5
mg/kg triamcinolone setiap sesi suntikan. Beberapa ahli
mengemukakan pemberian kortikosteroid intralesi pada daerah
periocular dikontra-indikasikan sejak diketahui menyebabkan
banyak komplikasi seperti nekrosis, oklusi arteri retina sentral
dengan konsekuensi kebutaan.
3. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topical (langsung pada daerah lesi hemangioma)
biasanya efektif pada hemangioma tipe cutaneous.
B. Bedah eksisi
Indikasi bedah eksisi sebagai berikut:
1. Hemangioma yang tumbuh secara progresif
2. Hemangioma yang mengalami infeksi berulang
3. Hemangioma yang permukaannya bergaung sehingga
ditakutkan disertai keganasan.
4. Mengganggu secara kosmetika
5. Hemangioma yang gagal dengan pengobatan medikamentosa
6. Hemangioma yang bertangkai
2.11 KOMPLIKASI
18
Komplikasi yang paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi
lainnya. Penyebabnya adalah trauma dari luar, atau rupture spontan
dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan
hemangioma, sedangkan pembuluh darah dibawahnya terus tumbuh.
2. Ulkus
Ulkus terjadi biasnaya akibat rupture
3. Trombositopenia
Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dalam
jaringan hemangioma terdapat pengumpulan trombosit yang mengalami
sekuestrasi.
4. Ambliopia, strabismus, astigmatisma
Sebuah hemangioma kelopak mata dapat menyebabkan kebutaan dan
harus dilihat segera oleh dokter spesialis mata. Kornea mata ikut
bertanggung jawab untuk memfokuskan objek pada retina mata. Jika
hemangioma menambah tekanan pada bola mata, hal ini dapat merusak
kornea dan mempengaruhi mekanisme memfokuskan bayangan.
2.12 PROGNOSIS
19
BAB III
LAPORAN KASUS
20
3.2.6. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien lahir di rumah sakit
secara sectio caesarea dengan usia kehamilan 37 minggu. Berat badan lahir pasien
saat lahir adalah 2600 gr. Saat lahir pasien mengkonsumsi ASI hanya sampai 3
bulan setelah itu pasien mengkonsumsi susu formula hingga sekarang karena ASI
yang diproduksi oleh Ibunya sedikit. Riwayat imunisasi pasien lengkap sampai
saat ini.
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda-Tanda Vital
Nadi : 80x/menit, reguler
Suhu : 36.8oC
Pernapasan : 23x/menit
3.3.2. Status Oftalmologi
OD OS
21
Sulit dievaluasi Pergerakan Bola Mata Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi Lapang pandang Sulit dievaluasi
3.4. Resume
Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan datang dengan keluhan
bengkak pada kedua mata bagian bawah saat menangis sejak 3 bulan yang lalu
dan berkurang bengkaknya saat pasien berhenti menangis. Pasien sering
menggosok matanya, mata merah (-), mata berair (-), kotoran mata (-). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dengan adanya
pembesaran pada kedua mata tetapi yang paling besar pada mata kiri disertai
benjolan.
3.5. Diagnosis Kerja
Hemangioma OS
3.6. Tatalaksana
Edukasi
Tidak menggosok-gosok mata
Observasi 3 bulan berikutnya
22
3.7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Qua ad functionam : Dubia ad bonam
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Hal ini sesuai dengan kasus dimana pada anamnesis didapatkan adanya
keluhan seperti bengkak pada kedua mata bagian bawah saat menangis dan
berkurang saat berhenti menangis, tidak disertai nyeri, mata merah (-), mata berair
(-) dan sering menggosok kedua mata. Keluhan baru dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu ketika pasien masih berumur 1 tahun.
24
dengan tampaknya pembuluh darah berwarna merah gelap. Hal ini sesuai dengan
teori dimana pada hemangioma kapiler didapatkan adanya bembengkakan pada
priocular. Jaringan hemangioma ini biasanya di daerah forniks dan biasanya
melibatkan jaringan subkutan yang memberikan warna merah gelap sampai
kebiruan pada kelopak mata.
25
BAB V
PENUTUP
Demikian laporan kasus ini dibuat sebagai bahan pembelajaran dan referensi
bagi dokter muda maupun pembaca dalam menangani kasus Hemangioma.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
amniocentesis and transabdominal chorionic villus sampling. J
Obstet Gynaecol Res. 2012;38:371–375
11. Couto RA, Maclellan RspA, Zurakowski D, Greene AK. Infantile
hemangioma: Clinical assessment of the involuting phase and
implications for management. Plast Reconstr Surg. 2012;130:619–
624.
28