Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis. Maka dari itu diperlukan pemantauan pada bayi baru lahir.
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau
tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian
keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak yang sering terjadi pada bayi baru
lahir dan pada anak berusia kurang dari 1 satu tahun (5-10%). Biasanya Hemangioma
sudah nampak sejak bayi dilahirkan (30%) atau muncul setelah beberapa minggu setelah
kelahiran (70%). Hemangioma muncul di setiap tempat pada permukaan tubuh, seperti :
kepala, leher, muka, kaki atau dada. Umumnya hemangioma tidak membahayakan karena
sebagian besar kasus hemangioma dapat hilang setelah kelahiran.
Dengan pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui masalah-
masalah yang terjadi pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah pada bayi yang sering
kita temui yaitu bercak mongol, hemangioma, ikterik, muntah dan gumoh, dll. Jika salah
satu dari masalah tersebut tidak segera diatasi maka bisa menyebabkan masalah atau
komplikasi lainnya. Namun, tak semua masalah tersebut harus mendapat penanganan
khusus karena bisa membuat dampak negative pada pertumbuhan dan perkembangan
bayi. Ada masalah yang seharusnya dibiarkan saja karena masalah tersebut bisa
menghilang dengan sendirinya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Penyulit dan komplikasi yang terjadi pada Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah ;
a. Apa pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan hemangioma ?

1
b. Apa pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan ikterik ?
c. Apa pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan muntah dan gumoh ?

C. Tujuan Pembahasan
Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan mengenai :
a. Pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan hemangioma.
b. Pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan ikterik.
c. Pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan muntah dan gumoh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Penyulit dan Komplikasi Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah

A. Hemangioma
1. Definisi
Hemangioma merupakan tumor jinak yang terdapat pada pembuluh darah yang
baru terbentuk dan berasal dari malformasi jaringan angioblastik. Tumor jinak yang
terjadi akibat gangguan pada perkembangan dan pembentukan pembuluh darah yang
dapat terjadi disegala organ seperti hati, limfa, otak, tulang dan kulit (paling sering),
hampir 60% pada daerah kepala dan leher. Terjadi pada 10% anak kulit putih dan 20%
pada bayi prematur dengan berat badan kurang dari 1000 gr. Sering soliter, lebih
banyak terjadi pada anak perempuan. Fase proliferasi (pertumbuhan) 6 – 10 bulan dan
fase involusi yang ditandai dengan regresi hemangioma yang hebat. Terjadi secara
sporadis dan tanpa dasar genetis. Kejadian 60% pada kelainan superfisial (kapiler),
15% pada kelainan dalam (kavernosa) dan 20% memiliki keduanya (superfisial dan
dalam).
Hemangioma infantil adalah neoplasma vaskuler jinak yang memiliki perjalanan
klinis karakteristik ditandai dengan proliferasi awal dan diikuti dengan involusi
spontan. Selama fase proliferatif pada periode neonatal atau awal masa bayi,
proliferasi sel endotel cepat membagi dan bertanggung jawab untuk pembesaran
hemangioma. Akhirnya, fase involusional terjadi, dimana hemangioma infantil
kebanyakan klinis diselesaikan pada usia 9 tahun.
Hemangioma adalah tumor yang paling umum dari masa bayi, dan hemangioma
paling infantil secara medis tidak signifikan. Kadang-kadang hemangioma anak-anak
mungkin menimpa pada struktur vital, memborok, berdarah, menyebabkan output
tinggi gagal jantung atau kelainan struktural yang signifikan atau cacat. Jarang,
hemangioma infantil kulit dapat dikaitkan dengan satu atau lebih kelainan kongenital
yang mendasari.

3
2. Etiologi
Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Angiogenesis
sepertinya memiliki peranan dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti
Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF), mempunyai peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan faktor-faktor
pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya
gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan transforming growth factor–beta
berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.

3. Patofisiologi
Malformasi dari kapiler, arteri, atau aliran limfe atau kombinasi dari keempatnya.

4. Jenis dan Gejala Klinis


a. Hemangioma kapiler
 Strawberry hemangioma (hemangioma simplek)
Hemangioma kapilar terdapat pada waktu lahir atau beberapa hari sesudah
lahir. Tampak sebagai bercak merah yang makin lama makin besar. Warnanya
menjadi merah menyala, tegang, dan berbentuk lobular, berbatas tegas, dan keras
pada perabaan. Ukuran dan dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial
berwarna merah terang, dan ada yang subkutan berwarna kebiruan. Involusi
spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang
tegang dan lebih mendatar.

4
 Granuloma piogenik
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapilar yang sering terjadi sesudah
trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering disertai
infeksi sekunder. Lesi biasanya solitar, dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak dan sering mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul
eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai
ukuran 1 cm dan dapat bertangkai. Lesi mudah berdarah.

b. Hemangioma kavernosum
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang
berwarna merah ampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat
menggembung lagi apabila dilepas. Lesi terdiri tas elemen vaskular yang matang.
Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan.
Hemangioma kavernosum merupakan hemangioma yang mengenai pembuluh
yang lebih dalam di dermis. Warnanya merah kebiruan. Hemangioma ini
kemungkinan berhubungan dengan terperangkapnya trombosit (sindrom Kasabach
Merrit) sehingga terjadi trombositopenia.

5
c. Hemangioma campuran
Jenis ini terdiri atas campuran antara jenis kapilar dan jenis kavernosum.
Gambaran klinisnya juga terdiri atas gambaran kedua jenis tersebut. Sebagian besar
ditemukan pada ekstrimitas inferior, biasanya unilateral, solitar, dapat terjadi sejak
lahir atau masa anak-anak. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan
yang kemudian pada perkembangannya dapat memberi gambaran keratotik dan
verukosa.

5. Penatalaksanaannya
a. Cara Konservatif : Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami
pembesaran pada bulan pertama kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah
itu terjadi regresi spontan umur 12 bulan sampai dengan 5 tahun (Hamzah, 1999).
Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry sering tidak diterapi.
Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal
(Kantor, 2004).
b. Cara Aktif : pembedahan, radiasi, kortikosteroid, obat sklerotik, elektrokoagulasi
dan pembekuan. Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain
adalah hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan
tenggorokan, hemangioma yang mengalami perdarahan, hemangioma yang
mengalami ulserasi, hemangioma yang mengalami infeksi, hemangioma yang
mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan (Anonim, 2005).

6
B. IKTERUS
1. Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat pewarnaan jaringan
oleh bilirubin (Helen Farrer).
Ikterus adalah pewarnaan kuning dikulit, konjungtiva atau sklera, dan mukosa
yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Disebut dengan
hiperbilirbinemia jika apabila didapatkan kadar bilirubin dalam darah > 5 mg % ( 85
mikromol / L ). Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal
pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.
Tingginya kadar bilirubin dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi.
Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya dapa
menjurus kea rah terjadinya kernicterus.
Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada : 25-50% neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang patologis, misalnya
pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu dan
sebagainya.

2. Etiologi
Adapun penyebab timbulnya ikterus atau jaundice adalah :
a. Kurangnya protein Y dan Z enzim glukorinil tranferase yang belum cukup
jumlahnya ( ikterus fisiologis ).
b. Produksi bilirubin yang berlebihan misalnya pada pemecahan darah ( hemolisis )
yang berlebihan pada incompabilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
c. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.

7
d. Ganguan proses tranportasi karena kurangnya albumin yang meningkat bilirubin
e. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan liver karena infeksi atau
kerusakan sel liver.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus adalaha sebagai
berikut :

a. Prahepatik (ikterus hemolitik)


Ikterus prahepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang meningkat pada proses
hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan billirubin dapat juga
disebabkan oleh infeksi, kelainan sel darah merah, serta toksin yang berasal dari
luar tubuh maupun dari dalam.

b. Pasca hepatik (ikterus obstruktif)


Ikterus pasca hepatik terjadi karena adanya obstruksi pada saluran empedu yang
menyebabkan peningkatan bilirubin konjungasi yang larut dalam aliran darah,
kemudian masuk ke ginjal dan dieksresikan dalam urine. Sebagian lagi tertimbun
dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Obstruksi saluran pencernaan berkurang sehingga feses akan berwarna putih
keabu-abuan, liat dan seperti dempul.

c. Hepastoseluler (ikterus hepatik)


Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu. Akibatnya,
bilirubin direk (bilirubin yang larut dalam air) meningkat di dalam aliran darah.
Bilirubin direk mudah diekskresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut
dalam air, tetapi sebagian masih tertimbun di dalam aliran darah.

8
3. Patofisiologi
a. Penyakit hemolitik, isoantibodi, karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
anak seperti rhesus antagonis ABO dan sebagainya.
b. Kelainan dalam sel darah merah seperti defisiensi G-6PD (glukosapspat
dehidrokinase), talasemia. Hemolisis : Hematoma, polisitemia, perdarahan karena
trauma lahir.
c. Infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, toksoplasmosis, sifilis,
rubella dan hepatis.
d. Kelainan metabolik : hipoglikemia (konsentrasi glukosa darah bayi yang lebih
rendah daripada rata-rata).
e. Obat buatan yang menggantikan bilirubin dengan albumin seperti sulfonamid
salisilat, sodium benzoat, gentamicin.
f. Timbul kuning pada 24 jam pertama kelahiran.
g. Kuning ditemukan pada umur 14 hari atau lebih.
h. Tinja berwarna pucat.
i. Kuning sampai lutut dan siku.
j. Serum bilirubin total lebih dari 12,5 mg /dl pada bayi cukup bulan dan lebih dari
10 pada bayi kurang bulan ( BBLR).
k. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24 jam.
l. Ikterus disertai dengan proses hemolisis (Inkompatibilitas darah).
m. Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg /dl atau 3
mg/dl/hari.
n. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari
14 hari pada bayi kurang bulan (BBLR).

4. Penilaian Ikterus Menurut Krammer


Menurut Krammer, ikterus dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Untuk
penilaian ikterus, Krammer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang
dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,
tumit-pergelangan kaki dan bahu pengelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk
telapak kaki dan telapak tangan.

9
Hubungan Kadar Bilirubin dengan Ikterus

Deraja Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin (rata-rata)


t Aterm Prematur
Ikterus
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai 8,9 9,4
dengan umbilikus
3 Kepala, badan, paha sampai 11,8 11,4
dengan lutut
4 Kepala, badan, ekstremitas 15,8 13,3
sampai dengan pergelangan
tangan dan kaki
5 Kepala, badan, semua - -
ekstremitas sampai dengan
ujung jari

(sumber : Asrining Surasmi, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, EGC, 2003, hlm. 59)

5. Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus dilakukan dengan sinar matahari. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL menurut kramer adalah
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti
tulang hidung, dada, lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat.
Secara klinis pada awalnya tidak jelas dapat berupa :
a. Letargi (penurunan kesadaran)
b. Kejang
c. Tidak mau menghisap
d. Tidak mau minum
e. Hipertonus
f. Leher kaku dan opistotonus
g. Ketulian pada nada tinggi ,gangguan bicara ,retardasi mental.

6. Klasifikasi
Ada 2 macam ikterus neonatorum :
a. Ikterus Fisiologis

10
Ikterus fisiologis merupakan ikterus normal yang dialami bayi baru lahir, tidak
memiliki dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern-icterus. Untuk
ikterus fisiologis, tidak dibutuhkan observasi secara hati-hati dan banyak cairan.
Penggunaan phenobarbitone dan fototerapi diindikasikan jika kadar billirubin
mencapai titik kritis.
 Tanda-tanda ikterus fisiologis adalah :
 Terjadi pada sebagian besar bayi premature
 Kadar billirubin mencapai 12 mg/dL (nilai normal mencapai 1,8 mg/dL)
 Ikterus yang timbul pada hari ke 2-3
 Tidak mempunyai dasar patologis
 Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
 Potensi menjadi kern ikterus
 Tidak menyebabkan kernicterus
 Tidak menyebabkan mordibitas pada bayi
 Ikterus tampak jelas pada hari ke 5 dan 6 dan menghlang pada hari ke 10.
 Penatalaksaan
 Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi pukul 06.30-07.00 selama 2-4 hari
 Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung menghadap ke cahaya
matahari.
 Lakukan penyinaran selama 30 menit yaitu 15 menit dalam posisi terlentang
dan 15 menit dalam posisi telungkup.
 Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan bayi tidak memakai
pakaian (telanjang).
 Apabila ada tanda gejala feses yang berwarna putih keabu-abuan dan seperti
dempul, anjurkan ibu untuk konsultasi ke puskesmas.

b. Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah :


Ikterus patologis adalah ikterus yang memiliki dasar patologis dengan
kadarbilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
 Ikterus patologis memiliki tanda gejala sebagai berikut :

11
 Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir.
 Peningkatan kadar bilirubin serum 0,5 mg/100 mL perjam atau lebih setiap 24
jam.
 Ikterus yang disertai :
1. Berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, gangguan pernafasan pada neonatus, hipoglikemia,
infeksi, hiperkapnia, dan hipermilaritas darah.
2. Konsentrasi billirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
4. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia kurang dari 8 hari atau 14
hari.

Kernicterus adalah enselopati billirubin yang biasanya ditemukan pada


nenatus yang cukup bulan dengan ikterus berat (billirubin indirek lebih dari 20
mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsi ditemukan bercak
billirubin pada otak. Kernicterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastis
yang terjadi secara kronik.

 Penatalaksanaan
Terapi yang umum untuk digunakan pada ikterus patologis adalah terapi sinar
(fototerapi) dan transfusi tukar. Untuk itu, bayi perlu dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut.
 Terapi sinar
Terapi sinar (fototerapi) adalah terapi dengan menggunakan sinar ultraviolet
yang bertujuan untuk memecah bilirubin menjadi senyawa dipirol yang
nontoksik dan dikeluarkan melalui urine dan feses. Selama terapi, kedua mata
bayi harus ditutup untuk melindungi kedua matanya dari sinar UV. Fototerapi
dilakukan selama 100 jam atau hingga kadar bilirubin darah mencapai ≤ 7,5
mg%.

12
 Tranfusi tukar
Transfusi tukar adalah teknik yang dilakukan untuk mengeluarkan bilirubin
secara mekanik untuk mengurangi kadar bilirubin indirek, mengganti eritrosit
yang dapat dihemolisin, membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis,
dan mengoreksi anemia.
Pada transfuse tukar, darah sirkulasi neonatus diganti dengan darah donor
dengan cara mengeluarkan darah bayi dan memasukkan darah donor secara
berulang dan bergantian. Jumlah darah yang diganti sama dengan jumlah
darah yang diganti sama dengan jumlah darah yang dikeluarkan.

C. MUNTAH dan GUMOH


1. Muntah
a. Definisi
Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung
yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan
abdomen). Pengeluaran isi lambung secara ekspulsif melalui mulut dengan
bantuan kontraksi otot-otot perut atau keluarnya kembali sebagian / seluruh isi
lambung yang terjadi setelah makan dan masuk kedalam lambung.

b. Etiologi
 Muntah juga dapat disebabkan oleh gangguan psikologis, seperti keadaan
tertekan atau cemas, terutama pada anak yang lebih besar.

13
 Iritasi lambung atau usus, dan infeksi.
c. Patofisiologi
Muntah merupakan aksi refleks yang dikoordinasi medula oblongata yang
melibatkan aktivitas otot perut dan pernapasan, sehingga isi lambung
dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.
Proses muntah dibagi atas 3 fase :
 Nausea
Sesuai psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam,
labirin/emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau emesis/ekspulsi.

 Retching
Gerak nafas spasmodik dengan glotis tertutup bersamaan dengan adanya
usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma menimbulkan tekanan intratoraks
yang negatif.

 Emesis/Ekspulsi
Fase retching mencapai puncaknya, kontraksi kuat otot perut, bertambah
turunnya diafragma, penekanan antirefleks, pilorus dan antrum berkontaksi,
fundus dan esophagus relaksasi dan mulut terbuka.

d. Tanda dan Gejala


Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu:
1. Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai
dengan sedikit darah. Hal ini kemungkinan terjadi karena iritasi lambung
akibat sejumlah bahan yang tertelan selama proses kelahiran.
2. Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak,
tidak secara proyektil, tidak berwarna hijau dan cenderung menetap biasanya
terjadi akibat dari obstruksi usus halus.
3. Muntah yang terjadi secara proyektil (menyemprot) dan tidak berwarna
kehijauan merupakan tanda adanya stenosis pylorus.

14
4. Selain keadaan tersebut diatas, yang juga dapat menjadi salah satu tanda
adalah peningkatan tekanan intrakranial, alergi susu, infeksi saluran kemih.
5. Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Hal ini mungkin terjadi
karena kesalahan pada teknik pemberian makan.

e. Penatalaksanaan
1. Mencari dan mengatasi penyebab muntah.
2. Terapi subsitif, seperti menghentikan makanan peroral dibantu dengan
pemberian makanan / cairan sesuai dengan kebutuhan baik secara oral
ataupun secara parental.
3. Pemberian obat anti muntah, seperti antihistamin (parametazin 0,5
mg/kgBB/hr), antikolinergik, fenatiazin (proklor parametazin 0,25
mg/kgBB/hr), metokhopiamid 0,5 mg/kgBB/hr, dan Cisaprit 0,2
mg/kgBB/hr.
4. Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis,
seperti warna muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil.
5. Konseling untuk orang tua tentang :
 Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan hindari
anak makan sambil berbaring atau tergesa-gesa agar saluran cerna
mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencerna makanan yang
masuk.
 Ajarkan pola makan yang benar dan hindari makan yang merangsang
serta menimbulkan alergi. Kemudian makanan juga harus disesuaikan
dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan menu gizi
seimbang, yaitu makanan yang bervariasi dan mengandung unsur
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
 Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.

15
2. Gumoh
a. Definisi
Keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut dan
tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu. (Depkes RI).
Gumoh adalah keluarnya isi lambung melalui mulut (seperti muntah)
terjadi pada bayi karena katup antara lambung dan esophagus (kerongkongan)
belum sempurna dan adanya udara di dalam lambung yang terdorong keluar
kala makanan masuk ke dalam lambung bayi. Walaupun mirip dengan muntah,
namun gumoh ini berbeda, gumoh tidak disertai kontraksi pada pada dinding
lambung, dan biasanya gumoh mengeluarkan cairan yang jumlahnya sedikit,
sedangkan muntah ada tekanan negatif dari perut mendorong diafragma. Gumoh
ini biasa terjadi pada bayi yang berusia 0 sampai 6 bulan.

b. Etiologi
1. Posisi pada saat menyusui yang salah
2. Posisi minum dengan botol salah Minum terburu-buru
3. Anak sudah kenyang tapi tetap diberi minum

Ada tiga hal utama yang menyebabkan gumoh:


1. Belum sempurnanya katup antara lambung dan kerongkongan, sehingga susu
yang diminum mudah keluar kembali.
2. Terlalu banyak minum susu, padahal kapasitas lambung masih sedikit,
sehingga tidak mampu menampung susu yang masuk.
3. Aktivitas yang berlebihan, menangis atau menggeliat pada saat disusui,
sehingga susu keluar kembali.
4. Gumoh merupakan hal yang normal dan lumrah terjadi pada semua bayi.
Yang harus kita perhatikan adalah hal ini tidak sampai mengganggu
pertumbuhan berat badan bayi dan bayi tidak menolak minum.
4. Jadi selama bayi mengalami gumoh yang normal, kita tidak perlu panik, hal
ini normal terjadi pada anak usia 0 sampai 6 bulan, dan akan berhenti dengan
sendirinya, seiring fungsi organ tubuhnya semakin membaik dan sempurna.

16
c. Patofisiologis
Kebanyakan minum atau kegagalan untuk mengeluarkan udara yang tertelan.

d. Tanda dan Gejala


Tampak keluar sedikit cairan putih/susu dari mulut secara spontan.

e. Penatalaksanaan
1. Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi
menempel pada sebagian areola dan dagu menempel payudara ibu.
2. Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu
diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan
dot harus masuk seluruhnya kedalam mulut bayi.
3. Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan
langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan terlebih dahulu. Sendawa
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
4. Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala bersandar di
pundak ibu. Kemudian, punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai
terdengar suara bersendawa.
5. Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung bayi
sampai terdengar suara bersendawa.

17
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Masalah yang lazim terjadi pada bayi antara lain bercak mongol, hemangioma,
ikterik, muntah & gumoh, oral trush, diaper rush, seborrea, dan bisul. Hemangioma
adalah tumor pembuluh darah yang paling banyak dijumpai pada bayi terjadi pada 10%
anak kulit putih dan sampai 20 % pada bayi premature dengan berat badan kurang dari
1000 g. Ikterik adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh.
Muntah adalah proses refleks yang sangat terkoordinasi yang mungkin didahului
oleh peningkatan air liur. Regurgitasi atau gumoh adalah keluarnya susu yang telah
ditelan ketika atau beberapa saat setelah meminum susu botol atau menyusu dan dalam
jumlah yang sedikit.

B. Saran
Setelah membaca mengenai Penyulit dan Komplikasi Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak prasekolah diatas, penulis mengharapkan agar para pembaca mengerti dan
menjelaskan tentang asuhan yang akan diberikan pada bayi baru lahir. Agar pembaca
dapat memantau dan mengatuhi asuhan yang akan diberikan pada bayi dan mengatasi
masalah yang terjadi sedini mungkin dan mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi
yang lainnya.
Oleh karena itu, penulis juga mengharapkan agar pembaca memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.

18
DAFTAR PUSAKA

Surasmi, Asrining, dkk.2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi.Jakarta: EGC.


Khoirunnisa, Endang dan Sudarti. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

19

Anda mungkin juga menyukai