PENYUSUN
Judul ................................................................................................................
Kata Pengantar......................................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................
E. Bahan Bacaan
Buku/Bacaan Wajib (BW)
Bruner & Suddarth. 2011. Medical Surgical Nursing. 9th edition.
Philadelphia : Lippincott
5. Pricella,. Kaven. & Burke. 2006. Medical Surgical Nursing. New York:
Adison Wesley
6. Lewis., Heitkemper., Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing;
Assessment and Management of Clinical Problems. 5th edition. St.
Louis Missouri : Mosby.
BAB II
MATERI PEMBELAJARAN PRAKTIKUM
A. JENIS KOMPETENSI
Suction
C. DASAR TEORI
Pengertian
Tujuan :
Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal
dan bronki.
Komplikasi:
a. Hipoksia
b. Trauma jaringan
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Stimulasi vagal dan bronkospasme
Kriteria :
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vita
E. PETUNJUK UMUM
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
c. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
d. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atu bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pemberian suction
EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan Suction dengan baik dan
benar
PRAKTIKUM PENGKAJIAN PERSEPSI SENSORI MATA
A. JENIS KOMPETENSI
Pengkajian Persepsi Sensori
C. DASAR TEORI
Ada tiga bidang pengkajian oftalmik yang ditujukan pada system sensori
persepsi mata, meliputi: pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik
oftalmologi, serta diagnostic khusus oftalmologi dan prosedur refraktif.
Sebelum melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan riwayat
oftalmik, medis, dan terapi klien, dimana semuanya berperan dalam kondisi
oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh meliputi informasi mengenai
penurunan tajam penglihatan, upaya keamanan, dan semua hal yang terkait
pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pengkajian persepsi sensori mata
G. LANGKAH KERJA
8. Pemeriksaan Fisik
kesimetrisan mata
A. MATERI KOMPETENSI
Pengkajian Persepsi Sensori Telinga
C. DASAR TEORI
Organ pendengaran terdiri dari telinga eksternal, telinga tengah dan telinga
dalam. Gelombang suara ditransmisikan melalui liang telinga luar yang
menyebabkan membrane timpani bergetar dan mengonduksi gelombang suara
melalui tulang-tulang osikel telinga tengah ke organ sensori telinga dalam.
Kanalis semisirkularis, vestibula, dan koklea dalam telinga tengah adalah
struktur sensori pendengaran dan keseimbangan.
E. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pengkajian persepsi sensori telinga
G. LANGKAH KERJA
6. Pengkajian :
- Identifikasi riwayat
kesehatan
- Identifikasi riwayat
penyakit dahulu
- Identifikasi aspek
gerontologi
7. Pemeriksaan Fisik :
- Telinga luar (bentuk,
kebersihan dan
kesimetrisan)
- Telinga dalam (membran
timpani)
8. Tes Webber
- Penala digetarkan
- Dasar penala diletakkan
pada garis tengah kepala
- Interpretasi
9. Tes Rinne
- Penala digetarkan
- Dasar penala diletakan
pada prosesus mastoideus
teinga
- Jika pasien tidak
mendengar bunyi lagi,
penala di pindahkan ke
depan liang telinga, ± 2,5
cm dari liang telinga
10. Tes Swabach
- Penala digetarkan
- Dasarnya diletakkan pada
prosesus mastoideus
pasien
- Bila sudah tidak didengar
lagi, penala dipindahkan
pada proc.mastoideus
pemeriksa
A. MATERI KOMPETENSI
Irigasi Mata
C. DASAR TEORI
Irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan
benda asing dari mata. Irigasi mata diberikan untuk mengaluarkan sekret atau
kotoran dan benda asing dan zat kimia dari mata. Larutan garam fisiologi biasa
dipergunakan karena merupakan larutan isotonik yang tidak merubah
komposisi elektrolit yang diperlukan mata. Bila hanya memerlukan sedikit
cairan, kapas steril dapat dipergunakan untuk meneteskan cairan kedalam
mata.
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah irigasi mata
G. LANGKAH KERJA
7. Anastesi lokal
8. Gunakan retraktor desmares
untuk membuka kelopak mata
bagian atas jika tidak ada alat
kelopak mata harus ditahan
dengan kasa
9. Untuk menahan agar kelopak
mata tetap terbuka berikan
tekanan pada tulang promin
pada alis dan pipi tidak pada
bola mata
A. MATERI KOMPETENSI
Irigasi Telinga
C. DASAR TEORI
Irigasi telinga adalah suatu usaha untuk memasukkan cairan (air hangat kuku)
ke dalam telinga dengan untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing
dari dalam telinga.
E. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah irigasi telinga
G. LANGKAH KERJA
3. Menjelaskan tujuan
dilakukannya irigasi telinga
8. Memasang alas/handuk
23. Dokumentasi :
- Tanggal dan waktu
prosedur
- Toleransi/respon pasien
terhadap prosedur
- Karakteristik serumen
yang keluar
- Intruksi yang diberikan
pada pasien/keluarga.
H. EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan irigasi telinga
3. Mahasiswa mempertahankan kenyamanan dan privasi klien selama
prosedur irigasi telinga
TETES MATA
A. MATERI KOMPETENSI
Tetes Mata
C. DASAR TEORI
Mata adalah organ manusia yang berfungsi sebagai alat indra
penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas – berkas cahaya
pada retina, lantas dengan perantaran serabut–serabut nervus optikus,
mengalihkan rangsangan ini ke pusat pengliahatan pada otak untuk
ditafsirkan.
Selain itu mata juga sangat sensitive terhadap rangsangan terutama
rangsangan – ransangan nyeri.mata juga rentan terhadap infeksi bakteri atau
virus atau juga sering mengalami trauma karena benda – benda asing yang
berupa butiran – butiran kecil seperti debu dan asap. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan menjelaskan berbagai cara dan prosuder pemberian obat
mata yang benar baik berupa obat tetes, salep serta cara untuk melakukan irigasi
pada mata yang mengalami infeksi atau iritasi.
- Persiapan Klien
Salam terapeutik
Menjelaskan tujuan
Menjelaskan prosedur tindakan
E. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah tetes mata
G. LANGKAH KERJA
3. Menjelaskan
tujuan
pemberian obat
tetes mata
4. Menjaga privasi
pasien
5. Cuci tangan
efektif secara 7
langkah,
menggunakan
sabun dibawah
air mengalir dan
dikeringkan
dengan handuk
bersih dan
kering
6. Posisikan pasien
dibaringkan
dengan sikap
yang nyaman
atau duduk
dengan kepala
hiperekstensi
leher
7. Memakai sarung
tangan
8. Dengan kapas
basah steril,
bersihkan kelopk
mata dari dalam
keluar
9. Perawat
membuka
kelopak mata
dengan jari,
pasien diminta
melihat ke atas
(jika
memungkinkan),
teteskan obat
sesuai dosis
1) Dengan
tangan
dominan
anda di dahi
klien, pegang
penetes mata
yang terisi
obat kurang
lebih 1-2 cm
(0,5 – 0,75
inci) diatas
sacus
konjungtiva.
2) Sementara
jari tangan
non dominan
menarik
kelopak mata
kebawah.
3) Teteskan
sejumlah
obat yang
diresepkan
kedalam
sacus
konjungtiva.
Sacus
konjungtiva
normal
menahan 1-2
tetes.
4) Meneteskan
obat tetes ke
dalam sacus
memberikan
penyebaran
obat yang
merata di
seluruh mata.
5) Bila klien
berkedip
atau
menutup
mata atau
bila tetesan
jatuh ke
pinggir luar
kelopak
mata, ulangi
prosedur.
6) Setelah
meneteskan
obat tetes,
minta klien
untuk
menutup
mata dengan
perlahan.
7) Berikan
tekanan yang
lembut pada
duktus
nasolakrimal
klien selama
30-60 detik
11 Rapikan klien
dan alat-alat
12 Kembalikan
alat-alat pada
tempatnya
13 Membuka
sarung tangan
dan
meletakkannya
ke dalam
bengkok
14 Mencuci tangan
8) Membuka
skrem/sampiran
9) Evaluasi :
Mengobservasi
reaksi pasien
10) Dokumentasi :
- Tanggal dan
waktu
prosedur
- Tanda tangan
perawat
H. EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tetes mata
3. Mahasiswa mempertahankan kenyamanan dan privasi klien selama
prosedur dilakukan
4. Mahasiswa wajib berlatih dengan menggunakan panduan modul
praktikum pada jam praktikum mandiri
TETES TELINGA
A. MATERI KOMPETENSI
Tetes Telinga
C. DASAR TEORI
Pemberian obat yang dilakukan pada telinga dengan cara memberikan tetes
telinga. Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi
telinga, khususnya pada telinga tengah (otitis eksterna). Obat yang diberikan
dapat berupa antibiotik (tetes atau salep).
Tujuan:
Untuk memberikan efek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh
organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)
Menghilangkan nyeri
Untuk melunakkan serumen agar mudah diambil
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah tetes telinga
G. LANGKAH KERJA
3. Menjelaskan tujuan
pemberian obat tetes telinga
15 Mencuci tangan
16 Membuka skrem/sampiran
11) Evaluasi
Mengobservasi reaksi pasien
12) Dokumentasi :
- Tanggal dan waktu
prosedur
- Tanda tangan perawat
H. EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan prosedur tetes telinga
3. Mahasiswa mempertahankan kenyamanan dan privasi klien selama
prosedur dilakukan
4. Mahasiswa wajib berlatih dengan menggunakan panduan modul
praktikum pada jam praktikum mandiri
PENGKAJIAN SISTEM KARDIOVASKULER
A. MATERI KOMPETENSI
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler
C. DASAR TEORI
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ
yang berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong
stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis). Sistem peredaran
darah merupakan juga bagian dari kinerja jantung dan jaringan pembuluh darah
(sistem kardiovaskuler) dibentuk. Sistem ini menjamin kelangsungan hidup
organisme, didukung oleh metabolisme setiap sel dalam tubuh dan
mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh.
- Persiapan klien :
Atur posisi klien ( berbaring telentang ) dengan badan bagian atas
sedikit terangkat
Minta klien untuk tidak bicara selama pemeriksaan
Buatlah penerangan yang baik dalam ruangan
E. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
F. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pengkajian sistem kardiovaskuler
G. LANGKAH KERJA
0 = Tidak ada
+ 1 = Menurun, lemah, halus
+ 2 = Normal
+ 3 = Penuh, meloncat
15 Palpasi terhadap edema
perifer, edema dinilai pada
skala empat :
+ 1 = 0 – ¼ inci
+ 2 = ¼ - ½ inci
+ 3 = ½ - 1 inci
+ 4 = lebih dari satu inci
17 Auskultasi : hilangkan
kebisingan ruangan
Bila memerlukan beberapa
detik untuk mendegarkan
bunyi jantung, jelaskan pada
klien untuk mengurangi
kecemasan
A. MATERI KOMPETENSI
Pemasangan EKG
D. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
E. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pemeriksaan EKG
F. LANGKAH KERJA
9 Memasang arde
G. EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan EKG
3. Mahasiswa mempertahankan kenyamanan dan privasi klien selama
prosedur dilakukan
4. Mahasiswa wajib berlatih dengan menggunakan panduan modul
praktikum pada jam praktikum mandiri
PEMASANGAN INFUS
A. MATERI KOMPETENSI
Pemasangan Infus
C. DASAR TEORI
Pemasangan infuse merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien yang
memerlukan masukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (potter,
2011)
F. PETUNJUK UMUM
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4. Tanyakan pada doen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau
dipahami
G. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atu bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pemberian infus
H. LANGKAH KERJA
21 Melepaskan toniquet
22 Menyambungkan dengan selang infuse
I. EVALUASI PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan infus
3. Mahasiswa mempertahankan kenyamanan dan
privasi klien selama prosedur dilakukan
PENGKAJIAN FLEBITIS
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PEMASANGAN KATETER
Prosedur :
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Kaji kebutuhan pasien sesuai tindakan terkait
2. Alat disiapkan dengan lengkap
3. Alat didekatkan pada pasien
4. Cuci tangan dengan 6 langkah benar
TAHAP ORIENTASI
1. Salam terapeutik disampaikan dengan ramah
2. Klarifikasi nama pasien dengan benar*
3. Menanyakan nama pasien dengan ramah
4. Tujuan tindakan disampaikan dengan benar
5. Prosedur tindakan disampaikan dengan benar
6. Langkah tindakan disampaikan dengan singkat
7. Waktu yang diperlukan disampaikan
8. Beri kesempatan klien untuk bertanya
9. Privacy lingkungan pasien disiapkan
TAHAP KERJA
1. Menyambungkan urin bag dengan kateter
2. Mangecek balon kateter
3. Mengatur posisi klien, laki – lkai posisi supinasi, untuk
perempuan dorsal recumbent
4. Memberi pengalas pada bokong klien
5. Mendekatkan alat – alat
6. Memakai sarung tangan steril
7. Menggunakan tangan non dominan untuk mengekspos
meatus
8. Melakukan desinfeksi : gunakan kapas desinfektan dengan
pinset secara asepsi
9. Melakukan penis hygiene dengan gerakan sirkuler atau
vulve hygene bagi perempuan
10. Menjauhkan kapas bekas dan bengkok dari area steril
11. Menutup genital dengan duk lubang
12. Menggunakan tangan non dominan memegang penis atau
membuka vulva
13. Memasukkan jelly ke dalam uretra bagi laki – laki atau
mengoles jelly pada kateter pada wanita
14. Memasukkan kateter 6 – 9 inchi pada laki – laki dengan
memegang penis 45 derajat sampai urin keluar atau
15. Memasukkan kateter 2 – 3 inchi dan menambahkan 2,5 cm
pada wanita
16. Mengisi balon dengan air steril sejumlah dengan yang
tertera pada kateter
17. Menarik kateter sampai ada tahanan
18. Menggunting atau sobek plastic pembungkus plastic
19. Membuka sarung tangan
20. Memfiksasi kateter di abdomen bagian bawah pada pasien
laki – laki dan pada paha depan bagi perempuan
21. Menggantung pasien untuk posisi yang nyaman
22. Mengumpulkan dan sisihkan alat disposibel
23. Mencuci tangan
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi respon dan tindakan dilakukan dengan benar
Menanyakan respon pasien atas tindakan yang dilakukan
dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan
2. Pasien dirapikan dengan baik
3. Alat-Alat dibereskan dengan rapi
4. Kontrak waktu selanjutnya disampaikan dengan benar
Memberi informasi kepada pasien tentang perkiraan waktu
untuk melakukan rencana tindakan selanjutnya
5. Salam terapeutik disampaikan dengan ramah
6. Cuci tangan dilakukan dengan benar
Cuci tangan dengan 6 langkah benar
PENDOKUMENTASIAN
Dokumentasi ditulis dengan benar
1. Nama tindakan, hasil tindakan
2. Tanggal dan jam
3. Type dan ukuran kateter
4. Jumlah urin
5. Respon pasien terhadap prosedur
6. Deskripsi urin
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PEMASANGAN NGT
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PERAWATAN KOLOSTOMI
Persiapan Alat :
1. Kolostomi bag/kantong
2. Kasa steril
3. Kapas sublimat
4. Sarung tangan
5. Bengkok dan kantong sampah
6. Perlak dan pengalas
7. Zink salep
8. Plester dan gunting
9. Instrumen set (ganti balutan)
Prosedur Kerja :
1. Perawat cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Letakkan perlak dan pengalas dibawah stoma
4. Letakkan bengkok/kantong sampah medis di dekat tubuh
pasien
5. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
6. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan
menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
7. Meletakkan bagian kotor kantong kolostomi ke dalam
bengkok/kantong sampah medis
8. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9. Membersihkan kolostomi dan kulit sekitar dengan kapas
sublimat dengan air hangat/NaCL 0,9%
10. Mengeringkan kulit sekitar kolostomi menggunakan kasa
steril
11. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi
pada kulit sekitar stoma
12. Mengukur besar lubang kantong kolostomi dengan besar
stoma
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
MANUAL FECAL
Prosedur :
1. Identifikasi nama dengan benar
2. Perkenalkan diri
3. Mengucapkan salam
4. Menyampaikan tujuan
5. Menyampaikan prosedur
6. Menyampaikan kontrak waktu
7. Menjaga privasi
8. Memberikan kesempatan berttanya
9. Cuci tangan
10. Memasang selimut mandi dan menurunkan selimut tidur
pasien
11. Buka pakaian bawah pasien
12. Mengatur posisi pasien (miring kekiri dengan lutut sedikit
fleksi)
13. Pasang pengalas di bawah pantat pasien
14. Meletakkan pispot di tempat yang memudahkan tindakan (di
samping pasien dibawah pantat)
15. Memakai sarung tangan
16. Member pelumas pada jari telunjuk dan jari tengah
17. Memasukkan jari telunjuk ke lubang anus pasien sampai
rectum
18. Gerakkan jari untuk menghancurkan feses
19. Melepaskan feses dari dinding rectum dengan membuat
gerakan disekitarnya
20. Menarik feses ke anus, di keluarkan dan diletakkan ke dalam
pispot
21. Ulangi kembali tindakan jika masih teraba skibala di rectum
pasien
22. Observasi irama jantung, perdarahan, rasa nyeri dan tanda
kelelahan pada pasien (nafas pendek, berkeringat) secara
periodik selama prosedur berlangsung.
23. Menghentikan prosedur jika ada perubahan irama jantung
dan menganjurkan istirahat kepada pasien sebelum
melanjutkan prosedur
24. Bersihkan daerah perianal dengan tisu
25. Gunakan waslap untuk membersihkan daerah perianal
dengan sabun
26. Bilas dengan dengan air bersih dan keringkan dengan
handuk
27. Lepaskan sarung tangan
28. Lepaskan pengalas dan selimut mandi
29. Berikan selimut yang bersih
30. Bereskan alat
31. Lakukan evaluasi tindakan
32. Lakukan kontrak waktu
33. Mengahiri tindakan
34. Melakukan dokumentasi
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
MELAKUKAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH
Prosedur
1. Identifikasi pasien
2. Menyampaikan tujuan
3. Menyampaikan prosedur
4. Menyampaikan kontrak waktu
5. Menyiapkan lingkungan yang nyaman
6. Cuci tangan
7. Menggunakan sarung tangan / handscun
8. Memposisikan nyaman
9. Pasang stik gula darah pada alat glukometer
10. Membersihkan area penusukan menggunakan kapas alcohol
11. Menusukkan lanset di jari tangan pasien
12. Meletakkan stik gula darah dijari tangan pasien
13. Menutup bekas tusukan dengan kapas alcohol
14. Menunggu alat glukometer mendeteksi kadar gula darah
15. Membaca hasil dan menulis diform laboratorium.
16. Melakukan Evaluasi hasil pemeriksaan
17. Melakukan kontrak waktu
18. Membereskan alat
19. Mencuci tangan.
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
Prosedur
Tahap Pra Interaksi
1. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana
pemberian terapi injeksi insulin (Prinsip 6 benar : Nama
klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara pemberian, dan
pendokumentasian).
2. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan,
waktu kerja, dan masa efek puncak insulin, serta efek samping
yang mungkin timbul.
3. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin.
4. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi
terhadap human insulin.
5. Mengkaji riwayat medic dan riwayat alergi.
6. Mengkaji keadekuatan jaringan adipose, amati apakah ada
pengerasan atau penurunan jumlah jaringan.
7. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan
pemberian terapi insulin.
8. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan
makanan yang telah dimakan klien.
Tahap Orientasi
1. Memberi salam pada pasien
2. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan
prosedur pemberian injeksi insulin.
3. Menutup sampiran
Tahap Interaksi
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscun bersih.
3. Penyuntikan insulin
Tahap Dokumentasi
1. Mencatat respon pasien setelah pemebrian injeksi insulin.
2. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
MELAKUKAN TES ALERGI (SKIN TEST)
Prosedur
20. Identifikasi pasien
21. Menyampaikan tujuan
22. Menyampaikan prosedur
23. Menyampaikan kontrak waktu
24. Menyiapkan lingkungan yang nyaman
25. Cuci tangan
26. Memposisikan nyaman
27. Menyiapkan obat
Melarutkan obat yang diperlukan : ambil obat untuk test
alergi, kemudian dilarutkan / diencerkan dengan aquadest
(cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan sampai
kurang lebih 1 cc an siapkan di bak injeksi
28. Spuit dimasukkan ke dalam bak injeksi yang disediakan
29. Membaca kembali daftra pemberian obat dan mencocokan
dengan papan nama pasien / Tanya pasien
30. Membebaskan daerah yang akan d suntik dari pakaian
(palpasi dan periksa tempat penyuntikan tehadap edema,
masaa atau nyeri tekan. Hindari daerah yang terdapat
jaringan parut, memar lecet atau infeksi)
31. Memasang perlak dan alas perlak di bawah tangan.
34. Dorong spuit agar obat masuk sampai terjadi gelembung pada
tempat tersebut.
35. Menarik jarum dengan cepat, daerah suntikan tidak dihapus
dengan alkohol dan tidak di massage
36. Beri tanda lingkaran pada area suntikan apabila obat yang
diberikan berupa antibiotik
37. Lakukan evaluasi respon setelah 10 – 15 menit setalah
penyuntukan
38. Kaji adanya tanda – tanda alergi seperti kemerahan, gatal,
bengkak.
39. Rapikan alat
40. Kontrak waktu selanjutnya
41. Dokumentasikan tindakan
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PERAWATAN LUKA
A. MATERI KOMPETENSI
Perawatan Luka
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti blok ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan mampu
melakukan perawatan luka yang benar.
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa mengetahui definisi luka
Mahasiswa mengetahui jenis-jenis luka dan proses penyembuhan luka
Mahasiswa mampu melakukan perawatan luka yang benar
Mahasiswa mampu menjahit luka sesuai dengan urutan yang benar
Mahasiswa mampu membalut luka secara sedehana dengan benar
Jenis Luka
Jenis luka Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
Clean Wounds (Luka bersih):
yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan
(inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan
urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi):
merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
Contamined Wounds (Luka terkontaminasi):
termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna;
pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%.
Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi):
yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
C. BALUTAN LUKA
Pembalutan adalah proses pemasangan bahan/material untuk mendukung bahan
medis (balutan/dressing atau bidai/splint ) atau pendukung penyokong bagian tubuh.
Tujuan Pemasangan perban pada luka:
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
Balutan kasa
Jenis balutan yang paling umum adalah balutan kasa, material anyaman yang dilapisi
Telfa, suatu zat yang mencegah perlengketan luka dengan kasa. Kasa terdapat dalam
berbagai ukuran. Balutan kasa dapat digunakan pada hampir semua luka.
1. Balutan tekan
Istilah balutan tekan menggambarkan suatu jenis balutan yang bervariasi dan
aplikasinya yang berbeda. The term 'compression bandage' describes a wide
variety of bandages with many different applications. Balutan tekan ukuran
pendek bagus digunakan untuk menutup luka pada tangan khususnya pada jari
Short stretch compression bandages. Digunakan pada ekstremitas (biasanya
pada terapi lymphedema atau ulkus varikosum). Jenis balutan ini dapat
memendek setelah dipasang sehingga meningkatkat tekanan saat tidak
beristirahat. Tekanan ini dinamakan resting pressure dan dianggap aman dan
nyaman bagi pasien pada terapi jangka panjang. Namun, stabilitas balutan
menimbulkan resistensi yang tinggi bila dipasang pada area yang berkontraksi
kuat atau pada sendi (working pressure)
Long stretch compression bandages Memiliki kemampuan regang yang
tinggi sehingga kemuata tekan dapat diatur. Namun jenis balutan ini
mempunyai resting pressure yang tinggi sehigga harus dilepas malam hari (saat
istirahat)
2. Triangular bandage
Dikenal juga dengan nama balutan cravat. Balutan triangular menggunakan kain
yang dilipat membentuk segitiga. Bias digunakan sebagai sling, balutan biasa atau
untuk balutan pada kepala. Keuntungan balutan ini adalah mudah dibuat dari
sepotong kain atau dari baju. Sering digunakan oleh pramuka pada balutan untuk
pertolongan pertama luka, mereka menggunakannya sebagai bagian dari seragam.
3. Tube bandage
Balutan ini dipasang menggunakan aplikator, dianyam secara kontinyu dan
sirkuler.Digunakan sebagai penahan kasa atau spalak, bisa juga sebagai balutan
penunjang padasprain dan strain dan juga menghentikan perdarahan
PROSEDUR KERJA PERAWATAN LUKA
Persiapan:
Alat dan Bahan :
1. air steril atau NaCl 0,9%
2. Cairan antiseptik: Kalium permanganat (PK), Rivanol
3. Feracrilum 1%
Pelaksanaan:
- Prinsip-prinsip Perawatan Luka Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka
kronis semacam ini.
- Prinsip pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak
mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan
digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan
air steril atau NaCl 0,9 %. Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan
dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak
ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika memungkinkan bisa direndam
selama 10 menit dalam larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk
PK dilarutkan dalam 10 liter air), atau dikompres larutan kalium permanganat
1:10.000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain kasa. Cairan antiseptik sebaiknya
tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang
sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan
menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup
aman adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak
menimbulkan reaksi alergi. Norit juga sering dianjurkan untuk ditaburkan di luka
kronis basah, mengandung nanah, dan sulit sembuh. Untuk ini sebaiknya dipakai
bubuk norit halus bersih dari botol, bukan dari gerusan tablet. Dokter akan memberi
petunjuk lebih jauh tentang hal ini, atau memberi resep tersendiri sesuai kondisi
luka.
- Prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan. Pembalut luka merupakan sarana
vital untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan yang berlebih, mencegah
infeksi, dan membuang jaringan mati.
- Kesalahan yang mungkin timbul dalam melakukan ketrampilan ini:
1. Berulangnya kontaminasi sisi tangan yang telah steril oleh sisi tangan lain
yang belum steril
2. Tidak tersterilisasi dengan baik bagian bawah kuku
C. BALUTAN LUKA
I. Alat dan Bahan
Bahan (salah satu atau beberapa bahan untuk satu macam luka):
o Alkohol 70%
Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)
Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)
Hydrogen Peroxide
Natrium Cloride 0.9%
Bahan untuk Menutup Luka
Verband dengan berbagai ukuran
Bahan untuk mempertahankan balutan
Adhesive tapes
Bandages and binders
A. MATERI KOMPETENSI
Pemasangan Kateterisasi
- Sarung tangan
- Duk bolong
- Kom (2 buah)
- Kapas atau kassa untuk membersihkan perineum
- Pinset (1 buah)
- Bengkok
E. KESELAMATAN KERJA
1. Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan
2. Susun dan letakan peralatan atu bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4. Perhatikan setiap langkah pemasangan kateter urine
F. LANGKAH KERJA
5 Pasang sampiran
Atur posisi klien (posisi yang
tepat sesuai keadaan klien), misal
: dorsal recumbent untuk pasien
sadar)
Atur pencahayaa
6 Buka paket steril dengan benar
dan bentangkan kain steril
dibawah perineum klien dengan
benar
Keterangan :
- Buka tutup paket sterill dengan
kedua tangan, perhatikan
tangan hanya berada pada
bagian luar kain (bagian
ujungnya) buka kearah luar,
dan kemudiankain penutup
paket steril di bentangkan
dibawah perineum.
- Atur penempatan bak steril dan
alat-alat steril dalam bak steril
dengan menggunakan
korentang.
G. Evaluasi praktikum
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter urine.
PEMERIKSAAN GCS (GLASGOW COMA SCALE)
PROSEDUR PELAKSANAAN
B. TAHAP ORIENTASI
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada
keluarga/ klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
C. TAHAP KERJA
1. Mengatur posisi klien : supinasi
2. Menempatkan diri disebelah kanan pasien, bila
mungkin
3. Memeriksa reflek membuka mata dengan benar
4. Memeriksa reflek verbal dengan benar
5. Memeriksa reflek motorik dengan benar
6. Menilai hasil pemeriksaan
Membuka Mata :
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon Verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata - kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak berespon 1
Respon Motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespo 1
D. TAHAP TERMINASI
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan pasien
4. Membereskan alat - alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PEMERIKSAAN REFLEK
PROSEDUR
REFLEK FISIOLOGIS DI EKSTREMITAS ATAS :
1. Reflek bisep :
a. Pasien duduk santai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan
sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan
pemeriksa
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep,
lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek
d. Respon : fleksi ringan di siku.
2. Reflek trisep
a. Pasien duduk rileks
b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku.
3. Reflek brakhioradialis :
a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek
bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal
dengan palu reflek
c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan
4. Reflek periosteum radialis :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku
dan tangan sedikit di pronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
5. Reflek periosteum ulnaris :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap
tangan antara supinasi dan pronasi
b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris.
c. Respon : pronasi tangan.
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
Pengertian Tonus otot adalah kontraksi otot yang selalu dipertahankan pada
otot itu sendiri.
Tujuan Untuk mengetahui kekuatan otot dan adanya kelemahan
ekstrimitas.
Kebijakan Capaian Pembelajaran asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kebutuhan eliminasi akibat patologis sistem
pencernaan dan persarafan
Prosedur PERALATAN
Alat tulis
PROSEDUR
1. Pemeriksaan kekuatan otot ekstermitas atas.
1) Pemeriksaan kekuatan otot bahu.
Caranya:
a). Minta klien melakukan fleksi pada lengan ekstensi
lengan dan beri tahanan.
b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi
lengan, lalu beri tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
2) Pemeriksaan kekuatan otot siku.
Caranya:
a). Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan
beri tahanan.
b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi
siku, lalu beri tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
3) Pemeriksaan kekuatan otot pergelangan tangan.
a). Letakkan lengan bawah klien di atas meja dengan
telapak tangan menghadap keatas.
b). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi telapak
tangan dengan melawan tahanan.
c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
4) Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari tangan
Caranya:
a). Mintalah klien untuk meregangkan jari-jari
melawan tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan
skala 0-5
2. Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah
1). Pemeriksaan kekuatan otot panggul.
Caranya:
a). Atur posisi tidul klien, lebih baik pemeriksaan
dilakukan dalam posisi supine.
b). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi
tungkai dengan melawan tahanan.
c). Minta klien untuk melakukan gerakan
abduktif dan adduksi tungkai melawan
tahanan.
d). Nilai kekuatan otot dengan menggunkan skala
0-5.
2). Pemeriksaan kekuatan otot lutut.
Caranya:
a). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi
lutut dengan melawan tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan
skala 0-5
3). Pemeriksan kekuatan otot tumit.
Caranya:
a). Minta klien untuk melakukan gerakan
plantarfleksi dan dorsifleksi dengan melawan
tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan
skala 0-5
4). Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari kaki.
a). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi
dan ekstensi jari-jari kaki dengan melawan
tahanan.
b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan
skala 0-5
Unit Terkait Rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, unit penunjang
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN
a. KONSEP TB PARU
a. PENGERTIAN TB PARU
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.
b. ETIOLOGI TB PARU
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman
berbentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat) dengan ukuran panjang 0,5-4 mikron, dan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman
terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis (Kunoli, 2012).
d. PATOFISIOLOGI TB PARU
Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri yang
terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat di
pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya. Sistem
imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan banyak
bakteri, limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat
menyebabkan bronchopneumonia.
Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman. Massa
jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang masih hidup
dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma
diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut tuberkel. Bakteri
dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Setelah pemajaman
dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif karena penyakit tidak
adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang
dan aktivasi bakteri. Turbekel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam
bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya
bronchopneumonia lebih lanjut.
3) Kategori III (2HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-). RO (+), Sisipan
(HRZE) digunakan sehingga tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap intensif
dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA(+).Obat
diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan.
Kategori :
1) Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2HRZE): INH (H) 300mg-1
tablet, Rifanspisin (R): 450 mg – 1 kaplet, Pirazinamid (Z) : 1500mg – 3 kaplet
@500mg, Etambutol (E) : 750-3 kaplet @250mg. Obat tersebut diminum setiap
hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini disebut KOMBIPAK II.
2) Tahap lanjutan diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3) :
INH (H) : 600mg – 2 tablet @300mg, Rifampisin (R) : 450mg – 1 kaplet. Obat
tersebut diminum 3 (tiga) kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak 54 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK III.
a. Identitas klien :
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa
dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan
tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada
anak dapat terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.
Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB
paru dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
f. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,
kebersihan diri.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
Tekanan Darah : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal: 16- 20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu mungkin tinggi atau
tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
a. Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva anemis,
skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya
pergeseran trakea.
b. Thorak
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada, biasanya pasien
kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
c. Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
d. Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema
e. Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-
72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB
paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
D. IMPLEMENTASI TB PARU
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana dari keperawatan, ada
beberapa kompenen yang harus di perhatikan dalam proses implementasi yaitu: komponen
waktu, merupakan penjelasan kapan implementasi dilakukan,meliputi hari, tanggal dan
jam pelaksanaan. Kompenen tindakan merupakan penjelasan mengenai apa saja yang
dilakukan terhadap pasien sesuai dengan intervensi keperawatan meliputi tindakan
observasi,therapeutik, edukasi dan kolaborasi, dan disesuaikan dengan intervensi yang
telah ditetapkan.
Ada 3 tahap implementasi :
1. Fase orentasi Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu perawat
diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan masalah
kesehatanya.
3. Fase terminasi Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi
nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan
berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik
dari seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah
direncanakan.
E. EVALUASI TB PARU
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah diberikan dengan
menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan). Evaluasi merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan, yang meliputi observasi respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang sudah dilakukan, berfungsi sebagai indikator keberhasilan dari
impelementasi keperawatan dan merupakan indikator untuk perencanaan tindakan
keperawatan selanjutnya, untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang belum teratasI.
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan. Penyempitan
ini bersifat sementara. Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus.
Asma bronkhial adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang dapat pulih dan
intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, sehingga mengakibatkan dispnea,
batuk, dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, serta
bergantian dengan periode bebas gejala.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai.
Serangan asma di tandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala yang
sering terlihat jelas adalah pengguanaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus
paradoksus, serta timbulnya kussmauls sign. Pasien akan mencari posisi yang enak, yaitu
duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, dengan
demikian otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik.
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma adalah batuk, dispnea, dan wheezing.
Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya muncul mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan adanya pernapasan lambat,wheezing.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan
napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan asma dapat berlangsung dari 30
menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
e. Riwayat Psikososial
a) Presepsi klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah satu
dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
b) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang
Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan
stres yang konstruktif .
c) Pola komunikasi
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara
normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang
lain
d) Pola interaksi
Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain berkurang.
f. Pola kesehatan sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada pasien sesak,
potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini
karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami pasien.
b. Eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi. Penderita asma
dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar, kebiasaan menahan buang
air kecil dan buang air besar akan menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas
yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit
pernafasan .
c. Istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama
pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien.
Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
d. Pola Personal Hygiene
Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma. Terkadang ada
hambatan dalam personal hygiene.
e. Aktivitas
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan
aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma.
Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga.
f. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi
stresor yang akanmeningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asma .
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, lemah, dan sesak nafas.
c. Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau p utih, tidakada lesi.
d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Pemeriksaan mata
Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada odema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih
f. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi : Simetris, terdapat rambut hidung,terdapat pernafasancuping hidung,
tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
g. Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya adakesulitan
untuk menelan.
h. Pemeriksaan leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesarankelenjar tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
i. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, payudara
simetris.
j. Pemeriksaan thoraks
a) Pemeriksaan Paru
Inspeksi :
Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan sulit
dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis
(Somantri, 2009). Mekanika bernafas pernafasan cuping hidung, penggunaan
oksigen, dan sulit bicara karena sesak nafas (Marelli, 2008).
Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri, 2009).
Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
(Djojodibroto, 2016).
Perkusi
Lapang paru yang hipersonor pada perkusi .
Auskultasi
Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing) pada fase respirasi
semakin menonjol .
b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suaratambahan
Perkusi : suara pekak
L. Pemeriksaan integumen
Adanya nyeri tekan atau tidak, struktur kulit halus, warna kulit sawo matang, tidak ada
benjolan.
m. Pemeriksaan ekstermitas
- Tanda – tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Odema, fraktur
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan di dapati : Kristal-kristal
charcot leyden yang merupakan degranulasi darikristal eosinophil Spiral
curshmann, yakni yang merupakan cast cell ( sel cetakan) dari cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus Netrofil dan eosinopil
yang terdapat pada sputum, umunya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umunya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponaptremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru- paru yakni rodiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut :
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hillusakan bertambah
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal
- Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
d. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangandapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right aixs devisiasi dan
clockwise rotation
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block)
- Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20 % menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20 %. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetap pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
g. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena
sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Oksigen 4-6 liter / menit
b. Pemenuhan hidrasi via infus
c. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)
d. Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :
1. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg (Bricasma),
fenoterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur 0,75 mg (Allupent)
2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin) bolus
IV 5-6 mg/ kg BB
3. Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5 mg atau
feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)
4. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan kortikosteroid,
deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam .
2.Terapi oksigen:
a. Monitor ketepatan aliran
Oksigen
b. Monitor posisi alat terapi
oksigen
c. Monitor efektivitas oksigen
d. Bersihkan secret pada mulut
e. Pertahanan kepatenan jalan
napas
f. Kolaborasikan penentuan
dosis oksigen
g. Kolaborasi penggunaan
Oksigen saat aktivitas atau
tidur
2. Bersihan jalan nafas Luaran Utama : Intervensi utama :
tidak efektif Bersihan Jalan Nafas Manajemen jalan nafas,
berhubungan dengan Kriteria hasil : Tindakan:
sekresi yang tertahan - Produksi sputum Observasi :
Ditandai dengan: menurun - Monitor Pola Nafas
- Batuk - Dispnes - Monitor Suara nafas
- Sesak nafas menurun/hilang tambahan
- Bernafas Pendek - Frekuensi nafas - Monitor Sputum
pendek membaik Terapeutik :
- Bernafas dengan - Pola nafas - Posisikan Pasien
otot bantu membaik - Berikan Minum Hangat
pernafasan - Lakukan Fisioterapi Dada
- Frekuensi nafas Luaran Tambahan : Edukasi :
cepat Respon alergi - Anjurkan asupan 2000
- Wheezing dan sistemik ml/hari
ronchi Kolaborasi :
Kriteria hasil : - Kolaborasi Pemberian
- Bunyi nafas Bronkodilator, ekspektoran,
tambahan mukolotik jika Perlu
menurun
- Sekresi mukus
menurun
RANGKUMAN MATERI
Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas oksigen dari udara oleh organism
hidup yang digunakan untuk serangkaian metabolism yang akan menghasilkan
karbondioksida yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Alat
pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebratea memiliki alat
pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata. Sistem
respirasi terdiri atas organ-organ yang berfungsi dalam aktivitas metabolism khususnya
produksi atau perubahan energy kimia yang terikat dalam materi organic menjadi energy
siap pakai (ATP) dalam sel. Secara khusus organ respirasi merupakan media pertukaran
dan dari dalam dan luar tubuh.
Udara dari atmosfer masuk ke dalam tubuh dengan perantara alat pernapasan
tertentu. Selanjutnya oksigen yang diperlukan untuk proses pernapasan masuk ke dalam
sel-sel darah kapiler menuju ke sel-sel jaringan tubuh dengan bantuan sistem transpor.
Pernapasan ada dua jenis yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada
terjadi karena otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga rusuk terangkat, akibatnya
volume rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada membuat tekanan dalam dada
mengecil dan paru-paru mengembang. Padas saat paruparu mengembang, tekanan udara
diluar lebih besar daripada di dalam paru-paru, akibatnya udara masuk. Sebaliknya, saat
otot antar tulang rusuk berkontraksi, tulang rusuk turun. Akibatnya, volume rongga dada
mengecil sehingga tekanan di dalamnya pun naik. Pada keadaan ini paru-paru mengempis
sehingga udara kelurar. Pada pernapasan perut terjadi karena karena gerakan diafragma.
Jika otot diafragma berkontraksi, rongga dada membersar dan paru-paru mengembang.
Akibatnya, udara masuk ke dalam paru-paru. Saat otot diafragma relaksasi, diafragma
kembali ke keadaaan semula. Saat itu rongga dada menyempit, mengorong paru-paru
sehingga mengempis. Selanjutnya udara dari paru-paru akan keluar.