Sejarah[sunting | sunting sumber]
Penemuan tentang kaktus dipercayai telah dimulai lama sebelum bangsa Eropa menemukan Dunia
Baru.[4] Namun, berbagai informasi mengenai tumbuhan tersebut hilang ketika terjadi penjajahan
oleh Spanyol.[4] Referensi pertama mengenai tanaman kaktus ditemukan pada abad ke-16 di dalam
bab 16 dari buku Historia general y natural de las Indias (1535).[4] Penulis buku tersebut, Hernandez
de Oviedo y Valdez mendeskripsikan kaktus sebagai tanaman yang memiliki duri yang khas dan
buah yang unik.[4] Sebagian besar spesies kaktus berasal dari Amerika Utara, Selatan, dan Tengah.
[4]
Genus kaktus pertama yang diimpor ke Eropa adalah Melocactus.[4] Seorang botaniawan asal
Swedia, Carl Linnaeus, memberikan nama kaktus yang diambil dari bahasa Yunani Κακτος kaktos.
[4]
Dalam bahasa Yunani klasik, kata tersebut memiliki makna tanaman liar berduri. [4]
Morfologi[sunting | sunting sumber]
Kaktus termasuk ke dalam golongan tanaman sukulen karena mampu menyimpan persediaan air di
batangnya.[5] Batang tanaman ini mampu menampung volume air yang besar dan memiliki bentuk
yang bervariasi.[5] Untuk dapat bertahan di daerah gurun yang gersang, kaktus memiliki metabolisme
tertentu.[5] Tumbuhan ini membuka stomatanya di malam hari ketika cuaca lebih dingin dibandingkan
siang hari yang terik.[5] Pada malam hari, kaktus juga mengambil COh2 dari lingkungan dan
menyimpannya di vakuola untuk digunakan ketika fotosintesis berlangsung (terutama pada siang
hari).[5] Banyak spesies dari kaktus yang memiliki duri yang panjang serta tajam. [5] Duri tersebut
merupakan modifikasi dari daun dan dimanfaatkan sebagai proteksi terhadap herbivora.[5] Bunga
kaktus yang berfungsi dalam reproduksi tumbuh dari bagian ketiak atau areola dan melekat pada
tumbuhan serta tidak memiliki tangkai bunga. [5]
Tunas kaktus.
Berbagai jenis kaktus telah lama dimanfaatkan manusia sebagai sumber pangan, salah satunya
adalah Opuntia.[7] Spesies ini banyak dikultivasi untuk diambil buah dan batang mudanya.
[7]
Buah Opuntia banyak diolah menjadi selai yang disebut queso de tuna[7] Sementara itu, batang
muda Opuntia yang dikenal sebagai nopalitos akan dikuliti dan digoreng, dikukus, atau diolah
menjadi acar dalam cuka asam-manis. Sekarang ini, Opuntia juga masih dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, kosmetik, dan obat-obatan.[8] Dulunya, spesies kaktus Carnegiea
gigantean dimanfaatkan sebagai bahan dasar tepung untuk pembuatan roti.[5] Namun tepung ini
sudah tidak lagi dimanfaatkan karena masyarakat lebih menyukai tepung dari jagung. [5] Bagian akar
dari Echinocactus platycanthus juga diolah dalam cairan gula untuk dijadikan permen.[5] Bagian akar
berkayu ataupun pembuluh vaskular yang mengandung lignin dari kaktus juga dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan. Acanthocereus tetragonus, Wijaya Kusuma, Cereus jamacaru dan
beberapa spesies lainnya dijadikan sebagai tanaman Hias baik Tanaman hias dalam ruangan
maupun luar ruangan.
Saat ini, berbagai spesies kaktus terancam punah karena adanya perusakan habitat alaminya dan
eksplorasi berlebihan yang dilakukan manusia.[9] Dulunya, kaktus diimpor dalam jumlah besar
ke Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan Jepang karena termasuk komoditas yang
menguntungkan.[9] Namun, perdagangan kaktus tersebut mulai dihentikan sebelum Perang Dunia II.
[9]
Saat ini, kaktus termasuk di dalam daftar Apendiks I dan II Convention on Internasional Trade in
Endangered Species (CITES) yang memberikan proteksi kepada tanaman ini.[9] CITES juga
menggalakkan usaha propagasi buatan untuk melestarikan kaktus.[9] Tanaman hasil propagasi atau
perbanyakan buatan merupakan tanaman yang berasal dari biji, propagula, maupun stek yang
ditanam pada lingkungan terkontrol.[9] Beberapa negara juga melarang dengan keras perdagangan
kaktus, terutama ke luar negeri.[9] Beberapa usaha konservasi kaktus pun telah dilakukan, di
antaranya adalah pelestarian ex situ di dalam tanaman botani.[9]
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Lompat ke:a b c d (Inggris) Nobel, Park S. (2002). Cacti: Biology and uses. University of California
Press. ISBN 978-0-520-23157-3.Hal.68-70
2. ^ (Inggris) B.J. Nicol (2007). Life as a Cactus. Xulon Press. ISBN 978-1-60266-265-0.Hal.1
3. ^ Lompat ke:a b {en}}Nobel, Park S. (2002). Cacti: Biology and uses. University of California
Press. ISBN 978-0-520-23157-3.Hal.23-24
4. ^ Lompat ke:a b c d e f g h (Inggris) Anderson, Edward F. (2001). The Cactus Family. Timber Press,
Incorporated. ISBN 0-88192-498-9.
5. ^ Lompat ke:a b c d e f g h i j k l m n (Inggris) Subik R, Kunte L (2003). The Complete Encyclopedia of Cacti.
Rebo Publisher. ISBN 90-366-1494-5.
6. ^ Lompat ke:a b c d e {{en}Kelly J, Olsen M (2008). [cals.arizona.edu/pubs/garden/az1399.pdf "Problems
and Pests of Agave, Aloe, Cactus and Yucca"] Periksa nilai |url= (bantuan) (PDF). College of
Agriculture and Life Sciences, The University of Arizona.
7. ^ Lompat ke:a b c (Inggris) Candelario Mondragón-Jacobo, Salvador Pérez-González, (2002). Cactus
(Opuntia spp.) as forage. Food & Agriculture Organization of the United Nations. ISBN 978-92-5-
104705-7.
8. ^ (Inggris) VIGUERAS GAL, Ortillo LP (2001). "USES OF OPUNTIA SPECIES AND THE
POTENTIAL IMPACT OF CACTOBLASTIS CACTORUM