Anda di halaman 1dari 9

BAB III

PEMBAHASAN

Seperti yang telah disebutkan bahwa pertumbuhan teknologi yang signifikan telah melahirkan
sebuah budaya siber atau cyber culture yang tentunya memberikan dampak yang begitu besar
pada setiap aspek kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Terdapat konsekuensi yang
terbentuk karena adanya cyber culture, di mana konsekuensi tersebut dapat berakibat positif
ataupun negatif bagi beberapa bidang kehidupan manusia.

A. Bidang Ekonomi
Dikatakan bahwa konsekuensi konten di bidang ekonomi ini mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan perniagaan ataupun perdagangan, di mana media siber menjadi
suatu wadah bagi konten siber untuk melakukan sebuah promosi yang menghasilkan
konsekuensi positif sehingga dapat menciptakan lapangan usaha di dalam media
sosial.

Salah satu contoh kasus dari adanya konsekuensi konten siber di bidang ekonomi
yang mencakup perniagaan ataupun perdagangan ini adalah dengan munculnya
fenomena yang kita kenal dengan sebutan “Selebriti Endorsment” yang
memanfaatkan media sosial untuk memengaruhi khalayaknya terutama pada
keputusan dalam pembelian. Di sini, seorang pengguna media sosial yang memiliki
banyak pengikut dan memiliki “engagement” yang mumpuni pada akunnya, akan
mempromosikan atau mengiklankan suatu produk atau jasa dari “klien”nya.

Hal tersebut sejalan dengan adanya sebuah budaya siber di mana pada zaman ini,
nampaknya pengguna media sosial akan lebih mempercayai apa yang mereka
dapatkan dan temukan di dalam internet. Hal ini juga sejalan dengan teori jarum
hipodermik di mana media memiliki peran besar dalam membentuk suatu persepsi
khalayak atau masyarakat. Jika Influencer tadi mengatakan bahwa produk/jasa yang ia
tawarkan merupakan produk/jasa yang bagus, layak untuk dibeli, serta memiliki
banyak manfaat, maka khalayaknya akan menerima pesan tersebut kemudian
menginterpretasikannya sebagaimana yang disampaikan oleh Influencer tersebut.
Khalayak akan turut berpikir bahwa produk/jasa tersebut merupakan suatu hal yang
bagus, layak untuk dibeli, serta memiliki banyak manfaat.
B. Bidang Sosial
Di dalam bidang sosial, disebutkan bahwa konsekuensi yang terjadi dapat dikatakan
seimbang antara konsekuensi positif dan negatif. Dalam bidang ini, konsekuensi
konten siber dapat berdampak pada terciptanya cakupan komunikasi yang luas untuk
menambah wawasan, bertukar ide, saling mengenal satu sama lain, dan lain
sebagainya.
Sebagaimana konsep dari Cyberspace yang mengatakan bahwa ruang siber
merupakan suatu ruangan di dalam jaringan komputer yang dapat dipakai sebagai
keperluan komunikasi baik satu arah ataupun timbal-balik secara online. Cyberculture
terbentuk karena adanya Cyberspace di mana di dalamnya juga terdapat sebuah
ruangan yang memungkinkan kita untuk dapat berinteraksi dan bertukar informasi
dengan individu lainnya secara online yang disebut dengan media sosial.
Media sosial memberikan banyak kemudahan untuk penggunanya dalam
berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Sebagaimana karakteristik dalam media
baru yang menyebutkan bahwa media ini menyuguhkan 1) Interaktivitas yang
memungkinkan penggunanya dapat berinteraksi secara langsung tanpa harus bertatap
muka, 2) Sosiabilitas, di mana penggunaan media baru dapat memunculkan
komunikasi personal dengan pengguna lainnya.
Hal tersebut bagaikan konvergensi atas definisi dari sebuah komunikasi antar pribadi,
yang menyebutkan bahwa komunikasi terjadi antara dua individu yang harus bertatap
muka. Dengan adanya media sosial yang mengandung konten siber di dalamnya,
memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan siapa pun yang mereka mau
tanpa terbatas oleh ruang, waktu, dan gerak. Hal ini merupakan salah satu contoh dari
konsekuensi konten siber yang memberikan dampak positif dalam bidang sosial.

Namun, seperti yang telah disebutkan bahwa pada bidang ini konsekuensi yang terjadi
dapat dikatakan seimbang antara konsekuensi positif dan negatif. Dampak negatif dari
bidang sosial yakni adanya kemungkinan bahwa konten yang diciptakan dapat
menjadi wadah penyebaran informasi bohong atau hoax yang dapat menimbulkan
perpecahan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam karakteristik media baru juga disebutkan bahwa media ini menyuguhkan
sebuah otonomi, di mana para pengguna media baru memiliki kekuasaan untuk
mengatur sendiri isi pesan atau konten. Artinya, pengguna dalam ruang siber memiliki
kebebasan dalam membuat konten apapun yang mereka mau, hal ini jelas memberikan
kemungkinan adanya pemberitaan asal atau informasi bohong yang mereka buat
sedemikian rupa lalu disebarkan, yang akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman
ataupun perpecahan dalam kehidupan manusia.

C. Bidang Budaya
Di dalam bidang ini, konsekuensi konten dikatakan dapat disaring atau dikontrol
dengan kesadaran dari masing-masing pelaku cyber culture. Adanya konten budaya
memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk lebih mengenal budaya lainnya.
Dalam bentuk komunikasi antarbudaya dikatakan bahwa proses komunikasi ini
merupakan proses pertukaran simbolis di mana individu dari dua (atau lebih)
komunitas budaya yang berbeda mendisukusikan pula bertukar makna bersama dalam
situasi interaktif. Maka, proses pertukaran tersebut kini dapat disampaikan melalui
konten siber yang terdapat di dalam ruangan siber pula. Konsekuensi dari adanya
konten siber dalam bidang kebudayaan ini dapat juga menimbulkan beberapa hal
seperti adanya akulturasi budaya dan dapat pula menimbulkan etnosentrisme.
Akulturasi budaya dapat dikatakan sebagai sebuah proses sosial yang muncul apabila
sutu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur –
unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur – unsur kebudayan asing itu
perlahan diterima dan diolah kedalam kebudayaan itu sendiri tanpa menghilangkan
kepribadian kebudayaan asli. Sebagai contoh, konten siber dapat menyebarkan
informasi mengenai kebudayaan Korea Selatan mengenai gaya berpakaiannya,
kemudian konten tersebut diterima oleh khalayak Indonesia yang akhirnya mulai
mengikuti gaya berpakaian Korea Selatan namun tetap mematuhi norma yang berlaku
di Indonesia dengan hanya meniru gaya berpakaian yang masih terlihat sopan.
Kemudian, konsekuensi konten siber yang berdampak negatif di antaranya adalah
dapat menimbulkan etnosentrisme. Di mana etnosentrisme sendiri merupakan sebuah
sikap yang memandang dan menilai budaya orang lain lebih rendah dibanding budaya
sendiri. Dengan kata lain, etnosentrisme adalah suatu pandangan yang berupa persepsi
yang dimiliki oleh seorang individu atau kelompok mengenai penilaian kebudayaan
lain, menganggap budayanya lebih unggul dan lebih baik daripada budaya lainnya.
Konten siber dikatakan dapat menimbulkan dampak negatif ini karena konten/isi yang
disebarkan di dalamnya tidak dapat dikontrol dan dapat dibuat sesuka hati oleh
individu di dalam ruang siber. Konten yang berisikan pesan dengan tone yang
terkesan menjatuhkan dan merendahkan budaya lain juga nampaknya sudah tidak
jarang ditemukan. Hal ini jelas akan menjadi masalah yang cukup besar dalam
terjalinnya komunikasi antarbudaya di dalam kebudayaan siber itu sendiri.
Etnosentrisme ini sama saja dengan menutup pintu untuk bertemunya budaya yang
berbeda.

D. Bidang Hukum
Di dalam bidang ini, Konsekuensi konten di bidang hukum dengan adanya konten
hukum di lingkup cyber culture dapat membantu memudahkan pemerintah dalam hal
melakukan sosialisasi kebijakan atau hukum baru. Selain itu pada konten bidang
hukum juga memiliki sisi negatif yakni dengan adanya lingkup cyber culture ini
bahwa dunia internet dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada
penggunanya melalui berbagi situs dan aplikasi-aplikasi sosial yang membuat
manusia menjadi lebih aktif dalam bersosialisai di dunia maya. Padahal dengan hal ini
menyebabkan kurangnya interaksi sosial di dunia nyata, karena interaksi yang
dilakukan secara langsung di dunia nyata itu sangatlah berpengaruh didalam
kehidupan.
Dapat digunakan berbagai kejahatan, pada saat ini kejahatan yang dilalukan oleh
beberapa kelompok terjadi di dunia maya, seperti pembajakan situs web, akun
sosmed, dll. Hal ini disebabkan karena kurangnya keamanan dalam penggunaan
privasi akun atau situs. Tidak dipungkiri juga karena teknologi saat ini semakin
canggih sehingga banyak manusia yang pintar dalam melakukan pembobolan akun
(hack). selain itu pada konten bidang hukum juga memiliki sisi negatif yakni dengan
adanya lingkup cyber culture ini dapat menghasilkan konten-konten yang melanggar
hukum seperti fitnah, pencemaran nama baik, bahkan cybercrime lainnya.

E. Bidang politik
Dalam bidang politik, disebutkan bahwa Konten dalam bidang politik sendiri
cenderung mengarah ke konsekuensi yang negatif karena biasanya konten politik
berisi kasus atau pengkhianatan para pejabat politik yang telah tersebar luas dalam
dunia cyber culture. Konten politik itu sendiri cenderung mengarah pada konsekuensi
negatif, karena biasanya mencakup insiden dan pengkhianatan politisi yang lazim di
dunia cyber culture. Gagasan tentang masuknya internet pada ranah publik banyak
mendapatkan kritik, karena teknologi belum tentu dapat memperbaiki masalah
apatisme politik dan juga tidak dapat mendorong partisipasi politik masyarakat.
Internet dengan media barunya memiliki potensi untuk menantang wacana dominan
dari pemerintah dan media tradisional, dan memberikan ruang bagi para
pembangkang platform global untuk menyebarkan pandangan mereka.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pertumbuhan teknologi yang signifikan telah melahirkan
sebuah budaya siber atau cyber culture yang tentunya memberikan dampak yang begitu besar
pada setiap aspek kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Terdapat konsekuensi yang
terbentuk karena adanya cyber culture, di mana konsekuensi tersebut dapat berakibat positif
ataupun negatif bagi beberapa bidang kehidupan manusia.

A. Bidang Ekonomi
Dikatakan bahwa konsekuensi konten di bidang ekonomi ini mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan perniagaan ataupun perdagangan, di mana media siber menjadi
suatu wadah bagi konten siber untuk melakukan sebuah promosi yang menghasilkan
konsekuensi positif sehingga dapat menciptakan lapangan usaha di dalam media
sosial.

Salah satu contoh kasus dari adanya konsekuensi konten siber di bidang ekonomi
yang mencakup perniagaan ataupun perdagangan ini adalah dengan munculnya
fenomena yang kita kenal dengan sebutan “Selebriti Endorsment” yang
memanfaatkan media sosial untuk memengaruhi khalayaknya terutama pada
keputusan dalam pembelian. Di sini, seorang pengguna media sosial yang memiliki
banyak pengikut dan memiliki “engagement” yang mumpuni pada akunnya, akan
mempromosikan atau mengiklankan suatu produk atau jasa dari “klien”nya.

Hal tersebut sejalan dengan adanya sebuah budaya siber di mana pada zaman ini,
nampaknya pengguna media sosial akan lebih mempercayai apa yang mereka
dapatkan dan temukan di dalam internet. Hal ini juga sejalan dengan teori jarum
hipodermik di mana media memiliki peran besar dalam membentuk suatu persepsi
khalayak atau masyarakat. Jika Influencer tadi mengatakan bahwa produk/jasa yang ia
tawarkan merupakan produk/jasa yang bagus, layak untuk dibeli, serta memiliki
banyak manfaat, maka khalayaknya akan menerima pesan tersebut kemudian
menginterpretasikannya sebagaimana yang disampaikan oleh Influencer tersebut.
Khalayak akan turut berpikir bahwa produk/jasa tersebut merupakan suatu hal yang
bagus, layak untuk dibeli, serta memiliki banyak manfaat.
B. Bidang Sosial
Di dalam bidang sosial, disebutkan bahwa konsekuensi yang terjadi dapat dikatakan
seimbang antara konsekuensi positif dan negatif. Dalam bidang ini, konsekuensi
konten siber dapat berdampak pada terciptanya cakupan komunikasi yang luas untuk
menambah wawasan, bertukar ide, saling mengenal satu sama lain, dan lain
sebagainya.
Sebagaimana konsep dari Cyberspace yang mengatakan bahwa ruang siber
merupakan suatu ruangan di dalam jaringan komputer yang dapat dipakai sebagai
keperluan komunikasi baik satu arah ataupun timbal-balik secara online. Cyberculture
terbentuk karena adanya Cyberspace di mana di dalamnya juga terdapat sebuah
ruangan yang memungkinkan kita untuk dapat berinteraksi dan bertukar informasi
dengan individu lainnya secara online yang disebut dengan media sosial.
Media sosial memberikan banyak kemudahan untuk penggunanya dalam
berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Sebagaimana karakteristik dalam media
baru yang menyebutkan bahwa media ini menyuguhkan 1) Interaktivitas yang
memungkinkan penggunanya dapat berinteraksi secara langsung tanpa harus bertatap
muka, 2) Sosiabilitas, di mana penggunaan media baru dapat memunculkan
komunikasi personal dengan pengguna lainnya.
Hal tersebut bagaikan konvergensi atas definisi dari sebuah komunikasi antar pribadi,
yang menyebutkan bahwa komunikasi terjadi antara dua individu yang harus bertatap
muka. Dengan adanya media sosial yang mengandung konten siber di dalamnya,
memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan siapa pun yang mereka mau
tanpa terbatas oleh ruang, waktu, dan gerak. Hal ini merupakan salah satu contoh dari
konsekuensi konten siber yang memberikan dampak positif dalam bidang sosial.

Namun, seperti yang telah disebutkan bahwa pada bidang ini konsekuensi yang terjadi
dapat dikatakan seimbang antara konsekuensi positif dan negatif. Dampak negatif dari
bidang sosial yakni adanya kemungkinan bahwa konten yang diciptakan dapat
menjadi wadah penyebaran informasi bohong atau hoax yang dapat menimbulkan
perpecahan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam karakteristik media baru juga disebutkan bahwa media ini menyuguhkan
sebuah otonomi, di mana para pengguna media baru memiliki kekuasaan untuk
mengatur sendiri isi pesan atau konten. Artinya, pengguna dalam ruang siber memiliki
kebebasan dalam membuat konten apapun yang mereka mau, hal ini jelas memberikan
kemungkinan adanya pemberitaan asal atau informasi bohong yang mereka buat
sedemikian rupa lalu disebarkan, yang akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman
ataupun perpecahan dalam kehidupan manusia.

C. Bidang Budaya
Di dalam bidang ini, konsekuensi konten dikatakan dapat disaring atau dikontrol
dengan kesadaran dari masing-masing pelaku cyber culture. Adanya konten budaya
memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk lebih mengenal budaya lainnya.
Dalam bentuk komunikasi antarbudaya dikatakan bahwa proses komunikasi ini
merupakan proses pertukaran simbolis di mana individu dari dua (atau lebih)
komunitas budaya yang berbeda mendisukusikan pula bertukar makna bersama dalam
situasi interaktif. Maka, proses pertukaran tersebut kini dapat disampaikan melalui
konten siber yang terdapat di dalam ruangan siber pula. Konsekuensi dari adanya
konten siber dalam bidang kebudayaan ini dapat juga menimbulkan beberapa hal
seperti adanya akulturasi budaya dan dapat pula menimbulkan etnosentrisme.
Akulturasi budaya dapat dikatakan sebagai sebuah proses sosial yang muncul apabila
sutu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur –
unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur – unsur kebudayan asing itu
perlahan diterima dan diolah kedalam kebudayaan itu sendiri tanpa menghilangkan
kepribadian kebudayaan asli. Sebagai contoh, konten siber dapat menyebarkan
informasi mengenai kebudayaan Korea Selatan mengenai gaya berpakaiannya,
kemudian konten tersebut diterima oleh khalayak Indonesia yang akhirnya mulai
mengikuti gaya berpakaian Korea Selatan namun tetap mematuhi norma yang berlaku
di Indonesia dengan hanya meniru gaya berpakaian yang masih terlihat sopan.
Kemudian, konsekuensi konten siber yang berdampak negatif di antaranya adalah
dapat menimbulkan etnosentrisme. Di mana etnosentrisme sendiri merupakan sebuah
sikap yang memandang dan menilai budaya orang lain lebih rendah dibanding budaya
sendiri. Dengan kata lain, etnosentrisme adalah suatu pandangan yang berupa persepsi
yang dimiliki oleh seorang individu atau kelompok mengenai penilaian kebudayaan
lain, menganggap budayanya lebih unggul dan lebih baik daripada budaya lainnya.
Konten siber dikatakan dapat menimbulkan dampak negatif ini karena konten/isi yang
disebarkan di dalamnya tidak dapat dikontrol dan dapat dibuat sesuka hati oleh
individu di dalam ruang siber. Konten yang berisikan pesan dengan tone yang
terkesan menjatuhkan dan merendahkan budaya lain juga nampaknya sudah tidak
jarang ditemukan. Hal ini jelas akan menjadi masalah yang cukup besar dalam
terjalinnya komunikasi antarbudaya di dalam kebudayaan siber itu sendiri.
Etnosentrisme ini sama saja dengan menutup pintu untuk bertemunya budaya yang
berbeda.

D. Bidang Hukum
Di dalam bidang ini, Konsekuensi konten di bidang hukum dengan adanya konten
hukum di lingkup cyber culture dapat membantu memudahkan pemerintah dalam hal
melakukan sosialisasi kebijakan atau hukum baru. Selain itu pada konten bidang
hukum juga memiliki sisi negatif yakni dengan adanya lingkup cyber culture ini
bahwa dunia internet dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada
penggunanya melalui berbagi situs dan aplikasi-aplikasi sosial yang membuat
manusia menjadi lebih aktif dalam bersosialisai di dunia maya. Padahal dengan hal ini
menyebabkan kurangnya interaksi sosial di dunia nyata, karena interaksi yang
dilakukan secara langsung di dunia nyata itu sangatlah berpengaruh didalam
kehidupan.
Dapat digunakan berbagai kejahatan, pada saat ini kejahatan yang dilalukan oleh
beberapa kelompok terjadi di dunia maya, seperti pembajakan situs web, akun
sosmed, dll. Hal ini disebabkan karena kurangnya keamanan dalam penggunaan
privasi akun atau situs. Tidak dipungkiri juga karena teknologi saat ini semakin
canggih sehingga banyak manusia yang pintar dalam melakukan pembobolan akun
(hack). selain itu pada konten bidang hukum juga memiliki sisi negatif yakni dengan
adanya lingkup cyber culture ini dapat menghasilkan konten-konten yang melanggar
hukum seperti fitnah, pencemaran nama baik, bahkan cybercrime lainnya.

E. Bidang politik
Dalam bidang politik, disebutkan bahwa Konten dalam bidang politik sendiri
cenderung mengarah ke konsekuensi yang negatif karena biasanya konten politik
berisi kasus atau pengkhianatan para pejabat politik yang telah tersebar luas dalam
dunia cyber culture. Konten politik itu sendiri cenderung mengarah pada konsekuensi
negatif, karena biasanya mencakup insiden dan pengkhianatan politisi yang lazim di
dunia cyber culture. Gagasan tentang masuknya internet pada ranah publik banyak
mendapatkan kritik, karena teknologi belum tentu dapat memperbaiki masalah
apatisme politik dan juga tidak dapat mendorong partisipasi politik masyarakat.
Internet dengan media barunya memiliki potensi untuk menantang wacana dominan
dari pemerintah dan media tradisional, dan memberikan ruang bagi para
pembangkang platform global untuk menyebarkan pandangan mereka.

Anda mungkin juga menyukai