Anda di halaman 1dari 27

LANDASAN PROFESIONAL

Makalah ini dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Landasan Pendidikan yang diampu Oleh

Bapak Dr. Widodo. M.Pd., S.Psi

Disusun oleh :
Andhita Gilang Perdana 20197379012
Shella Banu 20197379016

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................1


B. Rumusan masalah .............................................................................2
C. Tujuan penulisan ...............................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Profesi pendidikan...........................................................3


B. Pengertian Kode etik .........................................................................4

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Profesi Pendidikan.............................................................................6
B. Kode Etik Pendidikan........................................................................13
C. Pengembangan dan Organisasi Profesi..............................................15
D. Penyelenggaraan Pendidikan..............................................................18
E. Dampak Konsep Pendidikan..............................................................19
F. Permasalahan Profesionalisme Guru di Indonesia.............................21

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan...........................................................................................23
B. Saran.................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................24

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Landasan
Pendidikan yang berjudul “Landasan Sejarah dan Landasan Filsafat pendidikan”.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Widodo. selaku dosen mata kuliah
Landasan Pendidikan yang telah membimbing demi lancarnya tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari segi isi maupun dari segi metodologi dan bahasanya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembacanya umumnya.

Jakarta 4 juli 2020

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik
merupakan jabatan profesional. Oleh sebab itu guru dituntut agar terus
mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan
terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas
untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun
internasional. Namun, pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru
seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, jika sudah tidak ada lagi
pekerjaan yang maka profesi sebagai guru yang menjadi pilihan. Bahkan guru
ada yang dipilih secara asal, yang penting ada yang mengajar. Padahal guru
adalah operator sebuah kurikulum pendidikan ujung tombak pejuang
pemberantas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban
dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat
atau bangsa.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak
menjadi panutan atau tauladan masyarakat sekelilingnya, masyarakat
terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari,
apakah memang ada yang patut ditauladani atau tidak. Bagaimana guru
meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberikan arahan
kepada anak-anak didiknya dan bagaimana cara guru baerpakaian dan
berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman sejawat,serta anggota
masyarakat. Seorang guru profesional harus menguasai betul tentang seluk
beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainnya, guru juga harus
mendapat pendidikan khusus untuk menjadi guru yang memiliki keterampilan

1
atau keahlian khusus, dan memiliki kompetensi agar ia menjadi guru yang
profesional.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan profesi pendidik?
2. Bagaimana kode etik pendidik?
3. Bagaimana pengembangan dan organisasi profesi?
4. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan?
5. Bagaimana dampak konsep pendidikan?
6. Bagaimana permasalahan profesionalisme guru di Indonesia?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud profesi pendidik
2. Untuk mengetahui kode etik pendidik
3. Untuk mengetahui pengembangan dan organisasi profesi
4. Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan
5. Untuk mengetahui dampak konsep pendidikan
6. Untuk mengetahui permasalahan profesionalisme guru di Indonesia

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Profesi pendidik


Secara etimologi, profesi berasal dari istilah Bahasa Inggris
“profession” atau Bahasa Latin “profectus”, yang artinya mengakui,
pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu. Sedangkan, secara terminologi profesi dapat diartikan sebagai suatu
pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Profesi
pendidikan dapat diartikan sebagai suatu keahlian khusus dalam bidang
pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni oleh seseorang untuk
menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
bersangkutan (Guru) serta menuntut keprofesionalan pada bidang tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pada pasal 1, yang
dikutip oleh Hidayat (2015:34) guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi: peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Aktifitas-
aktifitas perkembangan guru memiliki kebutuhan akan kegiatan pendidikan,
pelatihan dan pengembangan yang diperlukan bagi guru pendidikan, pelatihan
dan pengembangan merupakan proses yang ditempuh oleh guru pada saat
mernjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara
beragam dan berspektrum luas dengan tujuan untuk meningkatkan
kopetensi, ketrampilan, sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan
oleh guru saat ini dan dimasa mendatang.
Menurut Dedi Supriyadi bahwa guru sebagai suatu profesi di
Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) yang

3
tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh
profesi~profesi lainnya, sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang
setengah-setengah atau semiprofesional.
Menurut Syarif Hidyat (2015:31) profesi guru merupakan profesi yang
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab guru akan selalu
berhadapan dengan siswa yang memihki karakteristik dan pengetahuan yang
berbeda-beda maka untuk membimbing peserta didik untuk berkembang dan
mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara tepat berubah
sebagai ciri dari masyarat abad 21 sehingga tuntutan ini mengharuskan guru
untuk memenuhi standar penilaian yang ditetapkan.

B. Pengertian Kode etik pendidik


Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian Pasal 28 undag-undang ini dengan jelas menyatakan
bahwa "Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan." Dalam
penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode
Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya
dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip
pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari
uraian ini dapat kita simpulkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI
menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan
pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI dalam Soetjipto dan Raflis
Kosasi, 2004:27).

4
Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok, yakni: (1) sebagai
landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku. Dari uraian tersebut
kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka
melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan
tentang
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang dijadikan pedoman
oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-
petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan
profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang
tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, bukan hanya dalam
menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku
anggota profesi dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat (Usman, 2002:56)

5
BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Profesi pendidik
Profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan
kompetensi intelektual, perilaku ilmiah berbasis ilmu pengetahuan dan
keterampilan tertentu, memiliki etika tertentu, memiliki kesesuaian dengan
kebutuhan dan permintaan pasar tenaga kerja, dan diperoleh seseorang
melalui proses pendidikan dan pelatihan akademik di perguruan tinggi.
Sedangkan pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan
yang akan datang, jadi pengertian profesi pendidikan adalah suatu kegiatan
atau pekerjaan sesuai keahliannya yang diberikan atau diajarkan kepada
peserta didik agar bisa berperan aktif dalam hidupnya sekarang dan masa
akan datang dalam konteks kependidikan.
Sudah menjadi pemahaman kolektif bahwa profesi adalah suatu
pekerjaan atau jabatan, namun tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat
disebut sebagai profesi. Sejalan dengan karakteristik tersebut (Sanusi,
1992:60) mengemukakan bahwa karakteristik suatu profesi yaitu:
1. Suatu jabatan yaang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan (crusial).
2. Jabatan yang menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.
3. Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu (body of
knowledge) yang jelas, sistematik, eksplisit, dan bukan hanya sekedar
pendapat khalayak umum (publik).

6
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat pergguruan tinggi dengan
waktu yang cukup lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan pendapat
ahli (judgement) terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam praktik memberikan pelayanan kepada masyarakat, anggota
profesi bersifat otonom dan bebas dari campur tangan pihak luar.
10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh
karenanya secara umum, dan semestinya memperoleh imbalan yang tinggi
pula.
Berdasarkan karakteristik tersebut, jelas bahwa tidak setiap
pekerjaan atau jabatan bisa disebut sebagai profesi. Sudah dapat
diidentifikasi apakah tukang becak, penderes karet, petani, masinis, pilot,
dokter, guru, dosen, wartawan, reporter, penyiar radio, nelayan, penyanyi,
artis, aktor, operator kompurter, perawat, bidan, dan lain-lain adalah
pekerjaan ataukah profesi.

a. Syarat profesi ke guruan


Berdasarkan definisi profesional tersebut di atas, maka profesi
kependidikan, baik pendidik maupun tenaga kependidikan  melekat
sedikitnya 6 syarat yaitu (Sanusi, 1992:67):

1.     Merupakan jenis pekerjaan tetap, bukan pekerjaan sambilan.


2.     Memerlukan keahlian tertentu.
3.     Memerlukan kemahiran.
4.     Memerlukan kecakapan yang memenuhi standar mutu (kompetensi).
5.     Memerlukan norma (kode etik profesi).
6.     Memerlukan pendidikan profesi.
Profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus antara lain:

7
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori
ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai
dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan
yang dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Dari penjabaran-penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa syarat dari
profesi keguruan yaitu sebagai berikut :
1. Standar untuk bekerja
2. Ada lembaga khusus untuk menghasilkan seorang guru yang
memiliki standar kualitas tinggi
3. Akademik yanbg bertanggung jawab
4. Memiliki organisasi keguruan
5. Memiliki kode etik dan etika keguruan yang diatur oleh pemerintah
6. Ada imbalan/gaji
7. Pengakuan dari masyarakat serta peka terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksana
8. Pengembangan kemampuan yang berkesinambungan
9. Mementingkan layanan di atas kepentingan pribadi.
Sebagai pengajar guru mempunya tugas menyelenggarakan proses
belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan
ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1. Menguasai bahan pengajaran
2. Merencanakan program belajar-mengajar
3. Melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar
serta,
4. Menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar

b. Ciri-ciri profesi kependidikan

8
Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan
dapat disebut   profesi   bila  pekerjaan  atau  jabatan  itu  dilakukan 
sebagai berikut:
1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan). Hal ini brarti
berimplikasi pada waktu ataupun lamanya profesi itu di lakukan.
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang melakukannya).Untuk itu profesi
merujuk pada pelatihan ataupun pembelajaran dengan waktu tertentu
yang diselenggarakan oleh lembaga ataupun badan-badan tertentu yang
sudah terjamin oleh undang-undang(terdapat landasan hukum yang
melindungi lembaga tersebut.
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru
dikembangkan dari hasil penelitian). Keilmuan yang diaplikasikan
dalam menjalankan Profesi ini harus bener-benar teruji secara ilmiah
yang diperoleh melalui penelitian. Sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara hukum dimasyarakat.
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.untuk
mendapatkan pengakuan secara resmi melaksanakan profesinya
diperlukan tahapan tertentu yang mengharuskan orang yang
bersangkutan menguasai bidang keahliannya.Biasanya dibutuhkan
waktu bertahun-tahun guna mempelajari dan memperoleh pengetahuan
khusus tentang konsep dan prinsip dari profesi itu.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu
atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat
mendudukinya).seperti contoh seorang guru atau dosen harus
mempunyai sertifikat resmi dari pemerintah terkait dalam hal ini
adalah Kementerian Pendidikan Nasional.
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang lain). Seorang Guru mempunyai

9
kewenangan untuk menentukan anak didiknya layak naik kelas atau
tidak.
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan
tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan
(langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak
dipindahkan keatasan instansi yang lebih tinggi). Mempunyai
sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.Orang mempunyai profesi harus
melaksakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan mejalankan
profesinya sesuai dengan kode etik.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesi,relatif bebas
dari super vise dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga
administrasi untuk mendata klien,sementara tidak ada supervise dari
luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.Guru
mempunyai organisasi PGRI, Dokter gigi mempunyai organisasi yang
diberi nama PDGI

c. Kompetensi guru profesional


Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus
dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru (Asmara, 2015)
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

10
berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi
dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
a) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-
prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi
bekal ajar awal peserta didik.
b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator
esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori
belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
c) Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata
latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki
indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi
(assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan
dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar
(mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.
e) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi
peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik;
dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensi nonakademik.
2. Kompetensi Kepribadian

11
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan
norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
b) Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos
kerja sebagai guru.
c) Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah,
dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan
bertindak.
d) Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki
perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
e) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas,
suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan
indikator esensial sebagai berikut:
a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik.

12
b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama
pendidik dan tenaga kependidikan.
c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan
materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi
keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial
sebagai berikut:
a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi
memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan
yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

B. Kode etik pendidik


Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik.
Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya
sebagai pendidik. ISPI dalam temu karya pendidikan III dan Rakornas di
Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia
sebagai berikut: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (2) menjungjung tinggi harkat dan
martabat peserta didik (3) menjungjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) selalu menjalankan tugas
dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan,

13
dan (5) selalu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat (Pidarta, 1997:271)..
Kode etik pendidik ini bertalian erat dengan unsur-unsur yang dinilai
dalam menentkan DP3 menurut PP Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1979. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: (1) kesetiaan kepada Pancasila
dan UUD 1945, negara, serta bangsa, (2) berprestasi dalam kerja, (3)
bertanggungjawab dalam bekerja, (4) taat kepada peraturan perundang-
undangan dan landasan, (5) jujur dalam melaksanakan tugas, (6) bisa
melakukan kerja sama dengan baik, (7) memiliki prakarsa yang positif untuk
memajukan pekerjaan dan hasil kerja, dan (8) memiliki sifat kepemimpian.
Para guru di Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu
profesi yang mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, srta menguasai IPTEKS
dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Para guru di Indonesia
idealnya selalu tampil secara profesional dengan tugas utamanya adalah
mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan kurikulum atau
perangkat kurikulum, sebagaimana bunyi prinsip “ing ngarso sung tulodho,
ing madya mangun karso, tut wuri handayani.” Artinya seorang guru bila di
depan memberikan suri teladan atau contoh, di tengah memberikan prakarsa
dan di belakang memberikan dorongan atau motivasi.
Kode Etik Guru merupakan panduan bagi para guru memagari sikap
guru sebagai seorang pendidik, oleh karena itu para guru mempunyai 7
(tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode
etik guru UU No. 14 tahun 2005 yaitu :
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan Salah satu butir Kode
Etik Guru indonesia:”guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan”(PGRI, 1973). Kebijaksanaan
pendidikan di negara kita di pegang oleh pemerintah yaitu Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, maupun
departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.

14
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi Guru secara bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian. Selain itu dalam butir keenam dari Kode Etik
dinyatan bahwa Guru “secara pribadi maupun bersama-sama,
mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
3. Sikap Tehadap Teman Sejawat Dalam ayat 7 Kode Etik Guru:”Guru
memlihara hubungan seprofesi, semangat kekluargaan, dan
kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa: a) Guru menciptakan dan
memlihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya. b) Guru
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial diluar maupun dalam lingkungan kerjanya.
4. Sikap Tehadap Anak Didik Guru berbakti membimbing peserta didik
untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila
(Kode Etik Guru Indonesia). Guru herus membimbing anak didikya.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerjanya Suasana yang baik di di tempat kerja
akan meningkatkan produktivitas. Untuk itu “guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar” (kode etik). Selain itu guru juga membina hubungan baik
dengan orang tua dan masyarakat sekitar.
6. Sikap Terhadap Pemimpin Sikap seorang guru terhadap pemimpin ahrus
positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan
program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun di luar sekolah.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan Seorang guru hendaknya mencintai
pekerjaannya dengan sepenuh hati. Melaksanakan tugas melayani dengan
penuh ketelatenan dan kesabaran.

C. Pengembangan dan organisasi profesi


Pengembangan profesi pendidik bertalian dengan organisasi profesi
pendidik. Sebab pengembangan profesi itu sendiri, dilakukan pendidik secara
individual, secara konsep dibantu, diawasi dan dikoordinasi oleh organasi
profesinya. Namun fungsi organisasi seperti ini di dalam bidang pendidikan

15
masih belum tampak, karena kebanyakan pendidik mengembangkan
profesinya sendiri-sendiri. Tujuan pengembangan tersebut memiliki unsur
kebudayaan, perubahan lingkungan, meningkatkan hidup dan kehidupan
manusia. Lingkungan berubah adalah akibat perkembangan budaya. Budaya
adalah diciptakan oleh manusia. Tujuan penciptaan budaya adalah untuk
meningkatkan hidup dan kehidupan manusia. Dari keterkaitan ini, tampak
bahwa kebudayaan memegang peranan utama, artinya perubahan lingkungan
dan peningkatan hidup dan kehidupan manusia akibat oleh pengembangan
kebudayaan.
Kebudayaan dikembangkan lewat dunia pendidikan oleh para
pendidik, Pendidik bersama peserta didik, dan oleh pendidik itu sendiri.
Perkembangan budaya ini dapat dilakukan secara sengaja lewat penelotian-
penelitian dan dapat juga lewat proses belajar mengajar. Ketika menemukan
hal yang baru atau budaya baru otomatis penemu ini sudah belajar, dan untuk
mengembangkan penemuan budaya ini mereka harus terus belajar banyak
karena budaya tidak akan pernah berhenti berkembang. Maka dari itu secara
rasional pendidik harus mengembangkan profesinya secara terus menerus,
paling sedikit agar pendidik tidak tertinggal dari budaya yang baru
berkembang sehingga bahan pelajaran yang disiapkan kepada peserta didik
tidak ketinggalan zaman (Pidarta, 1997:281).
Dalam pengembangan profesi yang paling bertanggung jawab adalah
pendidik itu sendiri, sebab pendidik itu sendiri paling bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, termasuk terhadap profesinya. Dapat pula dilakukan
bersama-sama dengan teman yang spesialisasinya sama. Bertanggung jawab
terhadap diri sendiri disebabkan pendidik itu paling tahu tentang kemajuan,
kemunduran, dan letak-letak kelemahan profesinya dan hasilnya tergantung
kepada intropeksi pendidik itu sendiri.
Dalam mengembangkan profesi oleh diri sendiri, adakalanya
pendidik dibantu oleh supervisor, baik supervisor dari dalam atau pemimpin
lembaga, maupun supervisor dari luar. Pengembangan ini boleh atas inisiatif
pendidik sendiri boleh juga atas prakarsa supervisor, bergantung kepada

16
kebutuhan pendidik dan situasi pendidikan. Seperti yang diketahui tugas
supervisor adalah membantu para pendidik dalam meningkatkan profesi,
supervisor punya wewenang untuk memprakarsai peningkatan profesi
seorang pendidik bila ia memandang perlu. Namun supervisor hanya sebagai
pembimbing dan perbaikan profesi tetap ditangan pendidik.
Dalam pengembangan profesi ini perlu dikaitkan dengan organisasi
profesi pendidika. Organisasi profesi adalah pendukung, pembina, dan
berupaya agar profesi setiap pendidikan berkembang secara berlanjutan.
Keberadaan organisai profesi pendidikan sesungguhnya sangat
menguntungkan pengembangan profesi para pendidik mana kala ia berfungsi
dengan baik
PGRI adalah organisasi profesi pendidikan yang paling besar di
Indonesia, dengan pengembangan profesi pendidik organisasi-organisasi ini
memiliki kewajiban, yaitu (Pidarta, 1997:285.:
1. Menciptakan kriteria pendidik yang profesional
2. Menampung para pendidi yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu
untuk menjadi anggota organisasi profesi
3. Mencari peluang untuk memajukan profesi para anggota, antara lain
untuk studi lanjut
4. Mengadakan pembinaan profesi, antara lain dalam bentuk tim-tim
pembina ke daerah-derah.
5. Mengawasi pelaksanaan pendidikan dan menilai tingkat profesionalitas
pendidik
6. Menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar kode etik pendidik
7. Meneliti dan menilai konsep-konsep dan praktek-praktek pendidikan di
tingkat mikro maupun makro
8. Mengadakan pertemuan-pertemuan secara berkala atau insidental untuk
mengkomunikasikan informasi-informasi pendidikan, bertukar pikiran,
dan bila mungkin menyatukan pendapat
9. Membentuk konsep-konsep pendidikan melalui hasil-hasil penelitian
pendidikan di tanah air.

17
10. Memperjuangkan hak-hak pendidik sebagai pejabat profesional.
11. Meningkatkan kesejahteraan pendidikan agara bisa berpenghasilan layak
sebagai orang profesional

D. Penyelenggaraan pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
profesionalisasi pendidik. Sebab yang menjadi penyelenggara pendidikan
adalah para pendidik. Yang dimaksud penyelenggara adalah mereka yang
menduduki jabatan structural, seperti kepala sekolah, ketua jurusan, dekan, dan
rector. Pejabat di kantor-kantor pendidikan juga dapat disebut penyelenggara
pendidikan, walaupun hanya menangani aturan dan kebijakan. Sebab kedua hal
ini juga mempengaruhi bahkan dalam hal-hal tertentu menentukan pelaksanaan
pendidikan di sekolah atau di perguruan tinggi (Pidarta, 1997:286).
Penyelenggara pendidikan dan pendidik sama-sama punya hak untuk
memilih konsep, menentukan kebijakan, dan cara-cara melaksanakan
pendidikan. Hanya saja baik dalam sistem sentralisasi maupun disentralisasi,
hak penyelenggara selalu lebih besar dari pada hak pendidik. Hak pendidik ada
dalam ruang lingkup hak penyelenggara. Dengan demikian, maka suatu
keharusan mutlak bagi para penyelenggara pendidikan untuk bertindak
profesional dalam pendidikan. Malah mereka harus lebih professional daripada
para pendidik. Hanya dengan cara demikian penyelenggaraan pendidikan yang
melibatkan sejumlah pendidik yang professional dapat berjalan dengan efektif
dan efisien (Pidarta, 1997:287).
Muncul pertanyaan apakah para penyelenggara pendidikan di Indonesia
sekarang sudah professional? Dalam penelitian Sanusi pada tahun 1992
dijelaskan bahwa kualitas manajemen lembaga pendidikan ternyata serupa
dengan manajemen pemerintahan umum. Seharusnya kedua manajemen itu
dibedakan. Mereka bekerja hanya berdasarkan peraturan perundangan, kurang
mengacu kepada kepentingan siswa, tampaknya kita mendapat kesan bahwa
penyelenggara pendidikan belum paham akan tugasnya (Pidarta, 1997:288).

18
Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa para penyelenggara
pendidikan belum professional dalam bidang itu. Hal ini dapat dimaklumi
sebab hampir semua penyelenggara pendidikan jaur sekolah direkrut dari para
pendidik yang berpengalaman dan sukses. Sebagai pendidik sangat mungkin
mereka sudan professional, tetapi sebagai penyelenggara pendidikan haruslah
seorang profesiona di bidang itu, malah harus lebih professional daripada para
pendidik, sebab peranan penyelenggara pendidikan lebih besar dibandingkan
dengan peranan para pendidik dalam meyukseskan pendidikan (Pidarta,
1997:288).
Kewajiban-kewajiban penyelenggara pendidikan cukup rumit dan tidak
sama dengan pendidik, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi. Dengan
demikian, penyelenggara pendidikan tidak cukup hanya direkrut dari pendidik-
pendidik yang sukses dan sudah berpengalaman. Sebab kesuksesan dan
pengalaman yang mereka miliki tidak sama dengan tugas-tugas penyelenggara
pendidikan. Ini berarti ada suatu keharusan mutlak untuk membuat
penyelenggara pendidikan sebagai jabatan profesi tersendiri (Pidarta,
1997:292).

E. Dampak Konsep Pendidikan


Dalam Pidarta (1997:293) mengemukakan dampak konsep-konsep
pendidikan yang bersumber dari pembahasan itu. Konsep-konsep pendidikan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Ciri profesi pendidikan yang lebih lengkap, antara lain pilihan didasarkan
atas motivasi yang kuat untuk menjadi pendidik dan sebagai eksper yang
diakui oleh masyarakat. Pengakuan ini mengimplikasikan tidak ada orang
lain yang bisa melaksanakan tugas mendidik kecuali para pendidik
professional.
2. Mendidik adalah membuat kesempatan dan menciptakan situasi yang
kondusif agar anak-anak mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri
untuk mengembangkan bakat pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara
optimal. Berarti mendidik memusatkan diri pada upaya pengembangan

19
afeksi anak-anak, sesudah itu barulah menginjak pengembangan kognisi
dari keterampilannya.
3. Kriteria keberhasilan mendidik adalah :
a. Memiliki sikap suka belajar
b. Tahu tentang cara belajar
c. Memiliki rasa percaya diri
d. Mencintai prestasi tinggi
e. Kreatif dan produktif

4. Perilaku pendidik yang bisa dipilih satu atau beberapa di antaranya


ketika melaksanakan pendidikan di lapangan adalah:
a. Menjadi mitra peserta didik
b. Melaksanakan disiplin yang permisif
c. Memberi kebebasan dalam mengaktualisasi diri
d. Mengembangkan cita-cita rill peserta didik
e. Melayani pengembangan bakat
f. Berdialog agar peserta didik berpikir kritis
g. Membina perilaku sehari-hari agar positif
h. Menggunakan metode penemuan, pemecahan masalah, pembuktian,
dan eksperimen.
5. Kode etik pendidik yang lebih lengkap, antara lain mengandung unsur
menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik, berbakti kepada
peserta didik, menjadi teladan dalam berperilaku, mengembangkan
profesi secara kontinu, dan sebagainya.
6. Profesi pendidik perlu ditingkatkan, untuk itu perlu dicarikan berbagai
jakan agar bisa terlaksana.
7. Dikembangkan peranan pendidik baik untuk masa sekarang maupun
kecenderungan pada masa depan.
8. Penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan tidak cukup memliki
profesi pendidik, mereka harus professional dalam manajemen
pendidikan.

20
9. Manajemen pendidikan tidak sama dengan manajemen bisnis yang
mengejar keuntungan uang, tetapi bisa meniru manajemen itu dalam
gerak dan dinamika untuk mempertahankan kehidupan dan kemajuan
pendidikan.
10. Manajemen pendidikan juga tidak sama dengan manajemen
pemerintahan. Manajemen pendidikan adalah menangani peserta didik
yang sedang berkembang pada individu-individu yang serba unik. Untuk
itu dibutuhkan banyak strategi, pendekatan, dan metode yang sesuai,
dibutuhkan pula sejumlah konsep agar perkembangan setiap peserta
didik terealisasi secara relatif lancer dan optimal.

F. Permasalahan Profesionalisme Guru di Indonesia


Seorang guru harus dapat menjalankan tugasnya secara profesional
dalam mengembangkan pembelajaran yang interaktif, dialogis, menarik,
efektif dan menyenangkan bagi peserta didik. Jika dihubungkan dengan
kondisi riil di lapangan, berbicara tentang kompetensi dan profesionalisme
guru ini masih dihadapi banyak persoalan. Menurut Payong dalam (Sennen,
2017:18) sejumlah persoalan guru meliputi: (1) para guru belum siap
menerapkan inovasi pembelajaran, mereka cenderung kembali kepada pola-
pola pembelajaran konvensional, (2) Program peningkatan kualifikasi dan
sertifikasi guru tidak berdampak secara langsung terhadap peningkatan
prestasi siswa, (3) Program pengembangan keprofesian berkelanjutan tidak
dilihat sebagai program strategis yang memiliki nilai tambah pada pengayaan
wawasan dan keterampilan guru, (4) Guru terlibat politik praktis dalam
pilkada langsung yang berpengaruh pada kinerjanya dalam pembelajaran dan
hubungan dengan teman sejawat, (5) Guru terjebak dalam pola pikir birokrasi
dalam menerapkan kurikulum dan (6) Dorongan dan kemauan untuk belajar
dan mengembangkan diri belum diutamakan oleh guru-guru yang telah
disertifikasi.
Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru, dua di antaranya
dinilai masih menjadi problem serius dan krusial di kalangan guru, yakni

21
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Dari aspek kompetensi
pedagogik, misalnya, guru dinilai belum mampu mengelola pembelajaran
secara maksimal, baik dalam hal pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, maupun
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Dari aspek kompetensi profesional, banyak guru yang dianggap
masih gagap dalam menguasai materi ajar secara luas dan mendalam
sehingga gagal menyajikan kegiatan pembelajaran yang bermakna dan
bermanfaat bagi siswa (Sennen, 2017 : 18).
Rendahnya penguasaan guru atas kompetensi profesional
mengungkapakan bahwa guru masih lemah dan tidak cukup kompeten atas
sejumlah subkompetensi berikut: (1) menguasai materi, struktur, konsep dan
pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (2)
menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
ilmu yang diampu; (3) mengembangkan materi pembelajaran yang diampu
secara kreatif; (4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif; dan (5) memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

22
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik
merupakan jabatan profesional. Oleh sebab itu guru dituntut agar terus
mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan
terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas
untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun
internasional. Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi
seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui
interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.

B. Saran
Guru dan calon guru perlu mengetahui apa arti sebuah profesi
keguruan, syarat-syarat untuk menjadi seorang guru yang profesional karena
mereka adalah calon tenaga pengajar yang akan memberikan ilmu mereka
kepada anak-anak bangsa.

23
DAFTAR PUSTAKA

Asmara. 2015. Profesi Kependidikan. Bandung :  Alfabeta

Hidayat Syarif. 2015. Teori dan Prindip Pendidikan. Jakarta. PT. Pustaka Mandiri

Pidarta, Made.1997. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hidayat Syarif. 2015. Teori dan Prindip Pendidikan. Jakarta. PT. Pustaka Mandiri

Sanusi, achmad. 1992. Pengelolaan pendidikan sentralistik birokrasi harus


diubah. laporan penelitian, pada seminar hasil penelitian manajeman pendidikan.
Surabaya

Sennen, Eliterius. 2017. Problematika Kompetensi Dan Profesionalisme Guru.


Prosiding Seminar Nasional HDPGSDI. Yogyakarta

Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Usman, Moh. Uzer.2002.Menjadi Guru Profesional. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya

24

Anda mungkin juga menyukai