Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KESTABILAN DAN KENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK

KESTABILAN FREKUENSI

Disusun oleh: Kelompok 3


D041191001 Muhammad Adheq Avif S. Kasim D041201083 Dinda Rahel Agata
D041191106 Muh. Rizal D041201084 Febe Zaman Datu
D041191010 Zilpani Ro'ren Salili D041201093 M. Ekky Syahreza
D041191064 Tasya Wulan Ramadhani Ramly D041201101 Isti
D041191096 Dwi Rifkiliyano Putra D041201116 Aliyya Mutmainnah Indra Prayitno
D041191098 Yahasiel Jendri Nanna' Samma' D041201117 Yoflin Linggi Allo
D041201022 Jasmarani D041201120 Jorgio Zafanya
D041201026 Larasaty Nanda Zhakilah D041201125 Muhammad Ridha Adha
D041201051 Andi Nadhilah Qisthina Anshari D041201030 Indah Nursusilowati
D041201063 Ponno Sampe D041201131 Alvin Muhammad Rafli Z.D
D041201066 Armita

Kelas : Kestabilan dan Kendalian Sistem Tenaga


Listrik
Dosen Pengampu : Ardiaty Arief, ST.,MTM., Ph. D

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2022

1
KATA PENGANTAR

Assaalamualaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini memuat
tentang “Kestabilan Frekuensi”.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kurang berkenan, dan akhir
kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penyusun

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2


DAFTAR ISI ............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah. ............................................................................................. 4
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan ............................................................................ 5
BAB 2 PEMBAHASAN ..........................................................................................6
2.1 Sistem Tenaga Listrik .......................................................................................... 6
2.2 Frekuensi Pada Sistem Tenaga Listrik ................................................................. 8
2.3 Kestabilan Frekuensi. ......................................................................................... 9
2.4 Pentingnya Menjaga Kestabilan Frekuensi ....................................................... 10
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Frekuensi. .......................................... 11
2.6 Skema Pertahanan Proteksi Frekuensi ............................................................. 14
2.7 Respon Sistem Terhadap Ketidakseimbangan Pembangkitan Dan Beban ........ 15
2.8 Cara Menjaga Kestabilan Frekuensi.................................................................. 17
2.9 Menjaga Kestabilan Frekuensi Pada Sisi Generator.......................................... 19
2.10 Load Frequency Control (LFC) Dan Governor ................................................... 22
2.11 Responsi Beban Pada Deviasi Frekuensi ........................................................... 29
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................31
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 31
3.2 Saran ................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................35

3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan energi listrik semakin meningkat seiring perkembangan
kemajuan teknologi dan pembangunan. Penggunaan listrik merupakan faktor yang
penting dalam kehidupan masyarakat, baik pada sektor rumah tangga, penerangan,
komunikasi, industri dan sebagainya. Oleh karena itu kualitas listrik yang baik
haruslah tercapai agar kebutuhan konsumen dapat dipenuhi. Suatu sistem tenaga
listrik dikatakan sebagai sistem yang baik jika memenuhi beberapa persyaratan,
yaitu keandalan, kualitas dan kestabilan. Dalam sistem tenaga listrik yang baik
maka ketiga syarat tersebut harus dipenuhi yaitu sistem harus mampu memberi
pasokan listrik secara terus menerus dengan standar besaran untuk tegangan dan
frekuensi dengan aturan yang berlaku dan harus segera kembali normal bila sistem
terkena gangguan.
Beberapa kondisi yang menyebabkan perubahan frekuensi antara lain
gangguan hubung singkat, terlepasnya generator, perubahan beban secara tiba-tiba
atau switching saluran. Perubahan beban yang bervariatif berdampak pada
kestabilan sistem. Jika daya permintaan beban lebih besar dibandingkan daya yang
dibangkitkan generator maka akan menyebabkan penurunan frekuensi.
Penurunan frekuensi yang berkelanjutan akan mengakibatkan pemadaman
total (black out) pada sistem. Oleh karena itu, perlu tindakan lebih lanjut agar
frekuensi sistem kembali stabil di level yang diizinkan. Salah satu tindakan yang
harus dilakukan adalah melakukan pelepasan beban (load shedding).
Salah satu metode pelepasan beban yang diterapkan oleh PT. PLN Persero
adalah menggunakan under frequency relay dengan menentukan frekuensi
berdasarkan laju penurunan frekuensi dan melepas beban sesuai dengan ketetapan
yang telah ditentukan. Seiring perkembangan jaringan dan naiknya beban system
serta bertambahnya unit pembangkit maka perlu dilakukan peninjauan ulang
program pelepasan beban menggunakan UFR yang lebih efisien sehingga jumlah
beban yang dilepas dapat diminimalkan untuk mencapai level frekuensi dan
tegangan yang diizinkan.

1.2 Rumusan Masalah.

4
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apakah pentingnya menjaga kestabilan frekuensi?
2. Bagaimana skema pertahanan proteksi frekuensi?
3. Faktor apa-apa saja yang mempengaruhi kestabilan frekuensi?
4. Bagaimanakah cara menjaga kestabilan frekuensi?
5. Bagaimana hubungan Load Frequency Control (LFC) dan Governor dengan
kestabilan frekuensi?
6. Bagaimana responsi beban pada deviasi frekuensi?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pentingnya menjaga kestabilan frekuensi.
2. Mengetahui skema pertahanan proteksi frekuensi.
3. Mengetahui faktor apa-apa saja yang mempengaruhi kestabilan frekuensi,
4. Mengetahui cara menjaga kestabilan frekuensi.
5. Mengetahui hubungan Load Frequency Control (LFC) dan Governor
dengan kestabilan frekuensi
6. Mengetahui responsi beban pada deviasi frekuensi.

5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
berupa pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan
berkerja sama untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai
kebutuhan. Secara garis besar sistem tenaga listrik dapat digambarkan dengan
skema seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema sistem tenaga listrik


Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga
listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi lain misalnya:
air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain menjadi energi listrik.
2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau energi
dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan energi listrik
ke lokasi konsumen energi listrik.
4. Beban adalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi
listrik dari sistem tersebut.
Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada masing-
masing komponen dapat berbeda beda sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata
lain, setiap komponen pada sistem tenaga listrik mempunyai level tegangan yang
berbeda-beda. Pembagian level tegangan dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

6
Gambar 2.2 Pembagian level tegangan sistem tenaga listrik
Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi
generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kV.
Untuk pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level
tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu
besar. Karena untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding
terbalik dengan tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya tidak
tinggi, karena semakin tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator
harus lebih banyak lagi. Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator
menjadi lebih besar dan lebih berat sehingga dinilai tidak efisien.
Pada sistem saluran transmisi biasanya digunakan level tegangan yang lebih
tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran transmisi adalah menyalurkan daya,
sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu menyalurkan daya dengan
efisiensi yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun tegangannya kecil. Upaya yang
dilakukan adalah mempertinggi level tegangan agar arus yang mengalir pada
jaringan transmisi lebih kecil. Level tegangan saluran transmisi lebih tinggi dari
tegangan yang dihasilkan generator pembangkit. Tegangan saluran transmisi
umumnya berkisar antara 70 s/d 500 kV. Untuk menaikkan tegangan dari level
pembangkit ke level tegangan saluran transmisi diperlukan transformator penaik
tegangan.
Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah
dari tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh
masingmasing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang

7
disalurkan saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan
atau pengguna energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering
digunakan ada dua macam, yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah (JTM)
dan 220 V untuk jaringan tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan
gardu induk yang berisi trafo penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari
saluran transmisi ke tegangan distribusi 20 kV. Diperlukan juga trafo distribusi
untuk menurunkan tegangan dari 20 kV ke 220 V sesuai tegangan pelanggan.
Level tegangan beban pelanggan menyesuaikan dengan jenis bebannya,
misalnya beban industri yang biasanya memerlukan daya yang relatif besar
biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kV, sedang beban rumah tangga
dengan daya yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V.

2.2 Frekuensi Pada Sistem Tenaga Listrik


Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan
antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi ini diperoleh
dari kombinasi jumlah putaran dan jumlah kutub listrik pada generator di
pembangkit listrik. Mengacu pada Saturan Interansional SI-, satuan frekuensi
adalah Hertz , yaitu jumlah siklus perdetik. nama ini diberikan sebagai penghargaan
kepada Heinrich Hertz atas kontribusinya pada bidang gelombang elektromagnetik.
Dalam sistem tenaga, istilah frekuensi diasosiakan dengan frekuensi tegangan dan
arus listrik. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi jumlah putaran dan jumlah
kutub listrik pada generator di pembangkit listrik. Frekuensi lebih dipahami sebagai
banyaknya jumlah perubahan polaritas (alternasi) per menit, akibatnya pada masa
tersebut banyak kita temui frekuensi sistem tenaga listrik.
Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk
dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat
dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen.
Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan
peralatan konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat
bekerja secara optimal pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz). Frekuensi
sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban.
Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan unit-

8
unit pembangkitan secara beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem secara
total.

2.3 Kestabilan Frekuensi.


Kestabilan frekuensi adalah kemampuan suatu sistem tenaga listrik untuk
mempertahankan kestabilan frekuensi saat terjadi gangguan misalnya pelepasan
beban secara tiba-tiba, lepasnya generator dan short circuit. Dengan kata lain Sistem
dikatakan stabil frekuensinya apabila mampu kembali ke keadaan normal setelah
terjadi gangguan dengan fluktuasi level frekuensi yang masih diizinkan dan selang
waktu yang diizinkan.
Selama penyimpangan frekuensi, besarnya tegangan bisa berubah dengan
signifikan, terutama untuk kondisi islanding dengan underfrekuensi load shedding.
Besarnya perubahan tegangan yang mungkin lebih tinggi dari perubahan frekuensi
mempengaruhi ketidakseimbangan beban pembangkitan.
Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan
unit-unit pembangkitan secara beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem
secara total. Pelepasan sebagian beban secara otomatis dengan menggunakan relai
frekuensi (under frequency relay) dapat mencegah penurunan frekuensi dan
mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang normal. Dengan semakin
berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya pembangkit-pembangkit
baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan relai frekuensi sudah
perlu ditinjau kembali.
Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata,
tindakan ini juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem. Pertama kita lihat
hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te), jumlah total moment
inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor adalah 𝑑²𝜃𝑚/𝑑𝑡²

𝐽 𝑑²𝜃𝑚/𝑑𝑡² = 𝑇𝑎 = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑒

Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika :

1. Torsi mekanik = torsi elektrik, maka Ta = 0 yang berarti pula tidak ada
percepatan yang dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor
berputar pada kecepatan yang tetap sehingga menghasilkan tegangan dengan

9
frekuensi yang konstan. Keadaan ini terjadi ketika tercapai keseimbangan antara
jumlah energi yang dibangkitkan dengan energi yang diserap beban.
2. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya
percepatan rotor sebesar 𝑑²𝜃𝑚/𝑑𝑡² sehingga frekuensi tegangan yang
dibangkitkan naik sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan baru
antara Tm dan Te.
3. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan
timbulnya perlambatan rotor sebesar 𝑑 ²𝜃𝑚/𝑑𝑡² sehingga frekuensi tegangan
yang dibangkitkan turun sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta
keseimbangan baru antara Tm dan Te.

Penanganan ketika terjadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan


dengan cara :
1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara
menambah unit pembangkit yang bekerja.
2. Memanfaatkan fasilitas LFC (Load Frequency Control)/AGC yang
mengendalikan putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban
besar makan AGC akan memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit
pembangkit dapat membangkitkan energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban.
3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa
harus dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding
(pembuangan beban) ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi
sistem berada dibawah nilai settingnya.

2.4 Pentingnya Menjaga Kestabilan Frekuensi


Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki kualitas yang baik, diantaranya
frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas toleransi. Frekuensi sistem harus
diperhatikan dalam batas toleransi ±1%, sedangkan tegangan diperhatikan dalam
batas toleransi ±5%. Dengan nilai frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas
kestabilan, maka kualitas suplai daya dalam sistem tenaga listrik akan lebih
optimal.
Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk
dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat

10
dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen.
Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan
peralatan konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat
bekerja secara optimal pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz).

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Frekuensi.


Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan
antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi sistem akan
turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban. Umumnya,
masalah kestabilan frekuensi dikaitkan ketidakmampuan dari respon peralatan,
lemahnya kordinasi dari peralatan kontrol dan peralatan frekuensi atau kurangnya
daya cadangan pembangkitan (spining reserve).
A. Pelepasan Beban
Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang terjadi disuatu sistem
tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban keluar dari sistem sehingga
menghasilkan kestabilan sisem tenaga listrik. Hal ini biasanya disebabkan oleh
beban lebih pada sistem, sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem
seperti sediakala diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu.Adanya
ketidaknormalan yang disebabkan oleh terjadinya beban lebih pada umumnya
dipicu oleh beberapa hal, antara lain :
1. Adanya pembangkit yang lepas dari sistem yang mengakibatkan beban yang
seharusnya disuplai oleh pembangkit tersebut menjadi tanggungan pembangkit
lain.
2. Adanya gangguan pada saluran transmisi sehingga ada beberapa beban yang
tidak dapat suplai oleh salah satu pembangkit dalam sistem interkoneksi.
B. Akibat Beban Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik
Gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi antara daya yang
dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang
dapat mengganggu kestabilan sistem, yaitu: penurunan tegangan sistem dan
penurunan frekuensi. Suatu sistem tenaga listrik beserta komponennya memiliki
spesifikasi aman tertentu berkaitan dengan tegangan. Setiap komponen memiliki
nilai batas bawah dan batas atas tegangan operasi sistem. Hal ini berkaitan dengan

11
pengaruh ketidakstabilan dan kualitas tegangan yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada peralatan.
Sebagian besar beban pada sistem tenaga listrik memiliki faktor daya
tertinggal (lagging) sehingga membutuhkan suplai daya reaktif yang cukup tinggi.
Ketika terjadi gangguan pada salah satu generator dalam sistem interkoneksi maka
generator yang lain akan terjadi kelebihan beban. Sehingga kebutuhan daya reaktif
akan semakin meningkat. Akibatnya turun tegangan yang terjadi semakin besar dan
menyebabkan kondisi yang tidak aman bagi generator. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan suatu pelepasan beban. Namun, turun tegangan bisa juga
diakibatkan oleh adanya gangguan lain seperti misalnya gangguan hubung singkat.
Sehingga dalam hal ini penurunan frekuensi merupakan acuan yang lebih baik
untuk melakukan pelepasan beban.
Pada dasarnya setiap generator mimiliki spesifikasi tertentu berkaitan dengan
rentang frekuensi kerja yang diijinkan beserta waktu operasi dari frekuensi tersebut.
Penurunan frekuensi yang disebabkan oleh adanya beban lebih sangat
membahayakan generator. Ketika laju penurunan frekuensi menurun tajam, hal
buruk yang mungkin terjadi adalah pemadaman total. Apabila penurunan frekuensi
tidak terlalu tajam, dapat segera dilakukan pelepasan beban.

C. Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi


Pelepasan beban akibat penurunan frekuensi pun diklasifikasikan menjadi dua
macam berdasarkan laju penurunannya yaitu :
1. Pelepasan beban manual
Pelepasan beban manual dilakukan apabila laju penurunan frekuensi sangat
rendah. Sehingga untuk memperbaiki frekuensi tidak membutuhkan waktu
cepat karena sistem dirasa aman untuk jangka waktu yang cukup lama.
Pelepasan beban secara manual ini akan membutuhkan beberapa operator yang
cukup banyak. Waktu yang dibutuhkan pun cukup lama bila dibandingkan
dengan pelepasan beban otomatis.
2. Pelepasan beban otomatis
Pelepasan beban otomatis dilakukan ketika laju penurunan frekuensi cukup
tinggi. Dengan adanya pelepasan beban otomatis maka sistem secara
keseluruhan dapat diselamatkan dengan cepat tanpa harus menunggu operator

12
bekerja. Pelepasan beban otomatis biasanya didukung dengan beberapa
komponen seperti penggunaan Under Frequency Relay.

Pelepasan beban yang dilakukan akibat penurunan frekuensi yang merupakan efek
beban lebih penting dilakukan. Selain untuk menghindari terjadinya pemadaman
total, pelepasan beban dapat mencegah :
1. Penuaan yang semakin cepat dari komponen mekanik generator; Penurunan
frekuensi yang cukup parah bisa menimbulkan getaran (vibration) pada unit
turbin. Hal ini mampu memperpendek usia pakai peralatan.
2. Pertimbangan pemanasan; Berkurangnya frekuensi menyebabkan berkurangnya
kecepatan motor pendingin generator, berakibat berkurangnya sirkulasi udara
yang dapat menyebabkan pemanasan pada generator.
3. Terjadinya eksitasi lebih; Ketika terjadi penurunan frekuensi arus eksitasi
generator semakin meningkat hal ini memicu terjadinya eksitasi lebih. Eksitasi
lebih ditandai dengan fluks berlebih yang dapat menyebabkan munculnya arus
pusar, yang dapat menyebabkan pemanasan pada inti generator.
D. Syarat Pelepasan Beban
Sebelum dilakukan suatu pelepasan beban yang bertujuan untuk pemulihan
frekuensi, hendaknya pelepasan beban ini memenuhi kriteria antara lain :
1. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada
pelepasan tahap pertama frekuensi belum juga pulih masih dapat dilakukan
pelepasan beban tahap berikutnya untuk memperbaiki frekuensi.
2. Jumlah beban yang dilepaskan hendaknya seminimal mungkin sesuai dengan
kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki frekuensi.
3. Beban yang dilepaskan adalah beban yang memiliki prioritas paling rendah
dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh sebab itu
seluruh beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria-kriteria tertentu.
4. Pelepasan beban harus dilakukan tepat guna. Oleh karenanya harus ditentukan
waktu tunda relai untuk mendeteksi apakah penurunan frekuensi generator
akibat beban lebih atau pengaruh lain seperti masuknya beban yang sangat besar
ke dalam sistem secara tiba-tiba.
Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi, dengan begitu pelepasan beban aman
untuk dilakukan.

13
2.6 Skema Pertahanan Proteksi Frekuensi
Defence Scheme (Skema Pertahanan) adalah suatu skema proteksi yang
digunakan untuk memproteksi sistem saat terjadi kondisi abnormal pada operasi
sistem. Apabila terjadi gangguan menyebabkan frekuensi tidak kembali normal dan
cenderung turun, maka yang dilakukan adalah dengan melepaskan beban agar
frekuensi kembali naik dan normal kembali. Salah satu pengaman tersebut yaitu
UFR (Under Frequency Relay) dimana fungsi relai tersebut untuk membatasi
frekuensi dari ketidaknormalan frekuensi sistem agar tetap stabil. Pengamanan
tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada peralatan-
peralatan gardu induk yang nantinya akan menyebabkan terhambatnya penyaluran
tenaga listrik ke beban (konsumen).
Apabila satu atau beberapa pembangkit yang trip akan menyebabkan pasokan
ke sistem berkurang secara tiba-tiba, maka dapat menyebabkan frekuensi turun dan
atau tegangan turun (pasokan daya lebih kecil dari beban) dan ada beban yang
cukup besar keluar dari sistem secara tiba-tiba, maka dapat menyebabkan frekuensi
naik dan atau tegangan naik, maka sistem menjadi tidak seimbang.

Gambar 2.3 Strategi pengaturan frekuensi

14
A. Skema Pertahanan Under Frequency Load Shedding (UFLS)
UFLS adalah skema yang menggunakan elemen frekuensi dan delay waktu
untuk mendeteksi kondisi under frequency dan memutus secara selektif beban dari
sistem. Dengan UFLS ini diharapkan ancaman-ancaman gangguan frekuensi yang
mengarah pada instabilitas sistem dan atau sistem padam total (blackout) dapat
dihindari. UFLS juga bertujuan untuk menghindari potensi kerusakan sudu-sudu
turbin generator (khususnya PLTU) yang rentan terhadap frekuensi rendah.

Jenis UFLS :
1. Konvensional: dengan relay frekuensi
2. Semi-adaptif: dengan melihat df/dt
3. Adaptif: menggunakan besar (magnitude) gangguan
B. Skema Pertahanan Islanding operation
Islanding operation adalah operasi unit/entitas pembangkit secara terpisah
dari sistem interkoneksi induknya ketika terjadi gangguan penurunan frekuensi
yang cukup besar dan berpotensi menyebabkan runtuhnya seluruh subsistem atau
seluruh sistem. Islanding operation sebagai perlindungan terakhir akan bekerja
setelah semua tahapan skeme pertahanan yang lain dilaksanakan tetapi frekuensi
masih tetap turun. Islanding operation merupakan sistem defense scheme yang
sangat penting dan menentukan kontinuitas operasi sistem selanjutnya.
Dalam desain skema pertahanan proteksi frekuensi, harus diperhatikan
beberapa hal seperti :
1. Keseimbangan pembangkitan dan beban tiap pulau
2. Setting frekuensi dan relay
3. Jumlah beban yang dilepas (besar & step-nya)
4. Pertimbangan tambahan: koherensi generator

2.7 Respon Sistem Terhadap Ketidakseimbangan Pembangkitan Dan Beban


Kondisi sistem yang benar-benar stabil sebenarnya tidak pernah ada.
Perubahan beban selalu terjadi dalam sistem. Pada sistem tenaga listrik, frekuensi
merupakan indikator dari keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan
total beban sistem. Ketidakseimbangan daya dari suplai daya terhadap beban pada
sistem daya AC sering menuju ke pemadaman total (blackouts). Hilangnya

15
sinkronisasi adalah ketidakseimbangan antara daya pembangkit dengan beban
menimbulkan suatu keadaan transient yang menyebabkan rotor dari mesin sinkron
berayun karena adanya torsi yang mengakibatkan percepatan atau perlambatan pada
rotor tersebut. Ini terjadi bila torsi tersebut cukup besar, maka salah satu atau lebih
dari mesin sinkron tersebut akan kehilangan sinkronisasinya, misalnya terjadi
ketidakseimbangan yang disebabkan adanya daya pembangkit yang berlebihan,
maka sebagian besar dari energi yang berlebihan akan diubah menjadi energi
kinetik yang mengakibatkan percepatan sudut rotor bertambah besar, walaupun
kecepatan rotor bertambah besar, tidak berarti bahwa sinkronisasi dari mesin
tersebut akan hilang, faktor yang menentukan adalah perbedaan sudut rotor atau
daya tersebut diukur terhadap referensi putaran sinkronisasi.
Situasi yang lebih hebat akan terjadi bila pembangkitan atau beban besar
hilang dari sistem atau terjadi gangguan pada saluran transmisi. Pada kasus
semacam itu stabilitas transient harus cukup kuat untuk mempertahankan diri
terhadap kejutan (shock) atau perubahan beban yang relatif besar yang terjadi.
Stabilitas transient adalah kemampuan sistem untuk tetap pada kondisi sinkron
(sebelum terjadi aksi dari kontrol governor) yang mengikuti gangguan pada sistem.
Setelah hilangnya pembangkitan atau beban besar secara tiba-tiba, keseimbangan
antara energi input dan output elektris pada sistem akan hilang. Jika energi input
tidak lagi mencukupi, inersia rotor mesin yang masih bekerja, pada periode yang
singkat, akan melambat. Apabila beban hilang maka energi input pada sistem akan
melebihi beban elektris, dan mesin akan bergerak semakin cepat.
Pada sistem tenaga listrik keseimbangan antara pembangkit dan beban harus
dijaga setiap saat agar kestabilan pasokan listrik tetap berlangsung. Untuk melihat
keseimbangan ini digunakan frekuensi sebagai parameternya. Kenaikan dan
penurunan frekuensi sangat bergantung pada kondisi pembangkit dan beban.
Kenaikan dan penurunan sebagai berikut:
1. Daya pembangkit > daya di beban ( frekuensi naik)
2. Daya pembangkit < daya di beban (frekuensi turun)

16
Gambar 2.4 Grafik ketidakseimbangan pembangkit dan beban
Ilustrasi gambar diatas menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara
pembangkitan dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai
normalnya. Dalam hal ini ketika pembangkitan > beban maka frekuensi sistem akan
> 50 Hz, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu perlu selalu dijaga keadaan yang
seimbang antara pembangkitan dan beban agar tercipta frekuensi sitem yang normal
50 Hz.

2.8 Cara Menjaga Kestabilan Frekuensi


Penanganan ketika terjadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan
dengan cara:
1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara
menambah unit pembangkit yang bekerja.
2. Memanfaatkan fasilitas LFC (Load Frequency Control)/AGC yang
mengendalikan putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban
besar makan AGC akan memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit
pembangkit dapat membangkitkan energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban.
3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa
harus dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding (pembuangan
beban) ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi sistem berada
dibawah nilai settingnya.

Cara menjaga kestabilan frekuensi dilakukan dengan cara pengaturan frekuensi


yang terdiri dari:
A. Pengaturan Daya Aktif

17
Frekuensi pada sistem tenaga listrik dapat diatur dengan melakukan pengaturan
daya aktif yang dihasilkan generator. Pengaturan daya aktif ini eratkaitannya
dengan kenaikan jumlah bahan bakar yang digunakan untuk menaikkandaya aktif.
Pada PLTU adalah berapa laju batu bara yang ditambah untuk dibakarsedangkan
pada PLTA adalah berapa besar debit air yang dinaikkan untukmenggerakkan
turbin sehingga menghasilkan kenaikan daya aktif. Pengaturan bahan bakar ini
dilakukan dengan menggunakan governor. Sehingga pada pengaturan daya aktif ini
erat kaitannya dengan kerja governor pada sistem pembangkit thermal maupun air.

B. Load shedding (pelepasan beban)


Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia
tidakdapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh
(trip),maka untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed perlu dilakukan
pelepasan beban. Keadaan yang kritis dalam sistem karena jatuhnya unit
pembangkit dapatdideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun dengan cepat.
Pada sistem tenaga listrik yang mengalami gangguan karena lepasnya
(trip)unit generator yang besar dapat mengurangi aliran daya aktif yang mengalir
ke beban, sehingga menyebabkan generator-generator yang lain dipaksa bekerja.
Jikahal ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada
batang kopel generator karena dipaksa bekerja. Untuk itu diperlukan relay
underfrequency yang berfungsi untuk mendeteksi penurunan frekeunsi sistem
secara tiba-tiba akibat adanya unit pembangkit besar yang lepas dari sistem. Salah
satu carauntuk menaikkan frekeunsi tersebut adalah dengan melepas beban.

Gambar 2.5 Grafik penurunan frekuensi


Dari gambar 2.5, turunnya frekuensi dapat menurut garis 1 , garis 2, atau garis
3. Makin besar unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang)

18
makin cepat frekeunsi menurun. Kecepatan menurunnya frekuensi juga bergantung
pada besar kecilnya inersia sistem. Semakin besar inersia sistem, makin kokoh
sistemnya,makin lambat turunnya frekuensi. Dalam grafik 1 dimisalkan bahwa
frekuensi menurun menurut garis 2.Setelah mencapai titik B dilakukan pelepasan
beban tingkat pertama oleh underfrequency control relay (UFR) yang bekerja
setelah mendeteksi frekuensi sebesar Fb dengan adanya pelepasan beban tingkat
pertama maka penurunan frekuensi berkurang kecepatannya. Sampai di titik C UFR
mendeteksi frekeunsi sebesar Fc dan akan melakukan pelepasan beban tingkat
kedua dst sampai frekeunsi sistemkembali normal ke frekeunsi Fo.
C. Pengalihan daya pada saluran
Cara lain untuk mengatur frekuensi sistem yaitu dengan mengatur pengiriman
daya aktif pada daerah yang memiliki kerapatan beban yang tinggi.Penulis masih
belum memahami dengan benar cara terakhir ini dalam mengaturfrekuensi dalam
sistem tenaga listrik.

2.9 Menjaga Kestabilan Frekuensi Pada Sisi Generator


Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator,
kemudian secara sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan
kemampuan generator tersebut, selanjutnya menghidupkan lagi generator
berikutnya dan memparalelkan dengan generator pertama untuk memikul beban
yang lebih besar lagi. Saat generator kedua diparalelkan dengan generator pertama
yang sudah memikul beban diharapkan terjadinya pembagian beban yang semula
ditanggung generator pertama, sehingga terjadi kerjasama yang meringankan
sebelum beban-beban selanjutnya dimasukkan.
Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing
generator yang bekerja parallel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan
udara untuk pembakaran mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau
bila mesin-mesin penggeraknya lain maka tergantung dari jumlah (debit) air ke
turbin air, jumlah (entalpi) uap/gas ke turbin uap/gas atau debit aliran udara ke
mesin baling-baling.
Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur
oleh peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari
perubahan frekuensi listrik yang stabil pada 50 Hz, yang ekivalen dengan

19
perubahan putaran (rpm) mesin penggerak utama generator listrik. Bila beban listrik
naik maka frekuensi akan turun, sehingga governor harus memperbesar masukan
(bahan bakar/udara, air, uap/gas atau aliran udara) ke mesin penggerak utama untuk
menaikkan frekuensinya sampai dengan frekuensi listrik kembali ke normalnya.
Sebaliknya bila beban turun, governor mesin-mesin pembangkit harus mengurangi
masukan bahan bakar/udara, air, uap air/gas atau aliran udara ke mesin-mesin
penggerak sehingga putarannya turun sampai 33 putaran normalnya atau
frekuensinya kembali normal pada 50 Hz. Bila tidak ada governor maka mesin-
mesin penggerak utama generator akan mengalami overspeed bila beban turun
mendadak atau akan mengalami overload bila beban listrik naik.
Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator menghasilkan
keluaran arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen
kemampuannya. Jadi masukan ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus
generatornya atau dengan kata lain pengaturan governor 0 persen sampai dengan
100 persen sebanding dengan arus generator 0 persen sampai dengan 100 persen
pada tegangan dan frekuensi yang konstan.
Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari
keluaran arus generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke
mekanis dengan menggunakan elektrik actuator untuk menggerakkan motor listrik
yang menghasilkan gerakan mekanis yang diperlukan oleh governor.
Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya
disamakan tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban
listrik tidak akan dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan
dan frekuensinya selama beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga
tegangan dan frekuensi ini tidak digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor.
Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai
sumber sinyal pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat
diparalelkan pembagian beban generator belum seimbang/sebanding dengan
kemampuan masing-masing generator. Alat pembagi beban generator dipasangkan
pada masing-masing rangkaian keluaran generator, dan masing-masing alat
pembagi beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan berikutnya dengan

20
kabel untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator dan
menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator.
Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan
merupakan petunjuk posisi governor berapa persen, atau arus yang lewat berapa
persen dari kemampuan generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi
alat-alat pembagi beban dengan jumlah arus kemampuan generator-generator yang
beroperasi paralel dikalikan 100 (persen) merupakan nilai posisi governor yang
harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama sehingga menghasilkan keluaran
arus yang prosional dan sesuai dengan kemampuan masing-masing generator.
Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-
masing alat pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang
harus dihasilkan oleh generator setelah governornya diubah oleh electric actuator
yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sesaat setelah generator
diparalelkan.
Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan
komponen-komponen seperti berikut: trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu
daya), electric actuator, potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu.
Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan
sebesar arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya
maksimum 5 A atau = 100 persen kemampuan maksimum generator). Trafo
tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban, umumnya
dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan tegangan DC.
Electric actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi
beban sehingga mampu menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus
keluaran generator mencapai yang diharapkan.
Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur
frekuensi dan tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses
sinkronisasi. Tegangan umumnya sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya
tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin penggerak. Setelah
generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron dengan yang telah beroperasi
kemudian menutup MCCB generator, fungsi potensiometer pengatur kecepatan ini
diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih akuratnya pengaturan

21
kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat
potensiometer pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar. Pada sistem
kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh SPM (modul
pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi keluaran dari
generator, kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi sistem yang
sudah bekerja secara otomatis, setelah cocok memberikan sinyal penutupan ke
MCCB generator sehingga bergabung dalam operasi paralel. Untuk mencocokkan
tegangan dan frekuensi dapat dilihat dalam satu panel sinkron yang digunakan
bersama untuk beberapa generator dimana masing-masing panel generator
mempunyai saklar sinkron disamping SPM-nya.
Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat
pembagi bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau
penurunan beban listrik, sehingga masing-masing generator menanggung beban
dengan prosentasi yang sama diukur dari kemampuan masing-masing.

2.10 Load Frequency Control (LFC) Dan Governor


LFC merupakan suatu komponen yang berfungsi mengatur frekuensi agar
berada pada kisaran yang diinginkan dan untuk mengatur paertukaran daya antar-
area melalui pengaturan daya output dari generator. Sedangkan Governor berfungsi
untuk mengatur bukaan tutup katup pada steam dan hidro turbin dengan koordinasi
dari LFC

A. Load Frequency Control (LFC)


Perubahan frekuensi membutuhkan pengaturan. Fungsi utama dari AGC
(Automatic Generation Control) adalah mengatur frekuensi agar berada pada
kisaran yang diinginkan dan untuk mengatur paertukaran daya antar-area melalui
pengaturan daya output dari generator. Fungsi ini sering dinamakan pengatur
frekuensi sistem atau beban atau lebih dikenal sebagai LFC (Load Frequency
Control). Fungsi kedua adalah untuk mengatur pembagian beban saat terjadi
perubahan beban yang diperlukan, terutama kepada pembangkit-pembangkit yang
beroperasi dengan biaya pembangkitan murah.
Pada analisis control frekuensi beban ( LFCs), diasumsikan respon yang
koheren dari semua generator pada perubahan beban system dan

22
merepresentasikan melalui generator yang equivalent. Generator equivalen
memiliki konstan inersia Meq sama pada jumlah konstan inersia dari semua unit
penghasil dan didorong melalui output mekanik dari turbin individual
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.6. sama dengan, efek dari beban sistem
dipotong kedalam konstan damping yang tunggal D. kecepatan generator
equivalen merepresentasikan frekuensi system, dan pada per unit dua adalah sama.
sehingga menggunakan kecepatan rotor dan frekuensi yang dapat diganti dalam
pembahasan kami dari control frekuensi beban.

Gambar 2.6 Equivalensi Sistem untuk analisis LFC

Komposisi frekuensi/daya dari system tenaga olehnya bergantung pada


efek gabungan dari penurunan semua pengatur kecepatan generator. Itu juga
bergantung pada karateristik frekuensi dari semua beban pada system. Komposisi
karateristik respon frekuensi B biasanya diekpresikan dalam MW/Hz. Ini kadang-
kadang dirujuk sebagai stiffness dari system. Karateristik pengatur komposisidari
system adalah sama 1/β
Efek dari pengaturan penurunan kecepatan dan sensitivitas frekuensi beban
dari perubahan frekuensi diilustrasikan pada gambar 2.7 yang mempertimbangkan
efek komposisi dari semua unit pengatur dan beban pada system tersebut.
Peningkatan beban system melalui ∆PL (pada frekuensi nominal) berakibat pada
total peningkatan generasi dari ∆PG terkait dengan aksi governor dan total reduksi
beban sistem.

23
Gambar 2.7 Pengatur Komposisi dan karateristik

B. Governor
Turbine governor atau yang lebih dikenal dengan governor adalah istilah
yang umum dipakai dalam dunia electromechanical energy conversion. Istilah ini
dipakai dalam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan lain sebagainya.
Definisi yang lazim dari governor adalah suatu peralatan yang berfungsi
mengontrol kecepatan (speed) dan daya keluaran (power) berdasarkan karakteristik
power-frequency.
Untuk memahami istilah governor, maka kita akan fokus ke dalam
pembangkit tipe konvensional, yang diagramnya disajikan dalam gambar di bawah.
Energi listrik yang dibangkitkan oleh generator sinkron (synchronous generator)
berasal dari energi yang dihasilkan oleh putaran poros turbin. Energi untuk
memutar turbin tersebut berasal dari fluida yang digunakan. Misalkan, PLTU
menggunakan fluida uap air, PLTA menggunakan fluida air, dan PLTG
menggunakan fluida gas. Untuk mengontrol jumlah energi yang dihasilkan
generator, maka jumlah fluida yang memasuki turbin haruslah dikontrol. Banyak
sedikitnya fluida yang masuk, tergantung pada bukaan katup (valve), dimana valve
ini dikontrol oleh governor. Untuk menentukan besarnya bukaan valve, maka
governor akan mendapat sinyal masukan berupa daya setting (Preff), daya aktual
keluaran generator (P), frekuensi (f), atau putaran turbin (𝜔).

24
Gambar 2.8 Diagram Sederhana Sistem Pembangkitan

Governor digunakan sebagai ‘interface’ antara turbin penggerak dan


generator. Pengaturan putaran turbin sejak turbin mulai bergerak sampai steady
state dilakukan oleh governor. Fungsi utama pengaturan putaran ini adalah untuk
menjaga kestabilan sistem secara keseluruhan terhadap adanya variasi beban atau
gangguan pada sistem.
Frekuensi beban berhubungan dengan daya beban, sedangkan daya beban
lebih mudah dihubungkan dengan daya elektrrik dan mekanik daripada dengan
variable torka. Hal ini bertujuan untuk mempermudah hubungan antarvariabel.
Hubungan daya 𝑃 dan torka 𝑇𝑎 diberikan oleh:

𝑃 = 𝜔𝑇𝑎

25
Beban pada system tenaga listrik merupakan gabungan dari peralatan fisik
yang dipasang pada system. Untuk beban resistif (beban lampu dan pemanas), daya
listrik terbebas dari variable frekuensi. Dalam kasus beban motor (pompan dan fan),
daya listrik sangat bergantung pada frekuensi. Secara keseluruhan variable
frekuensi pada sebuah beban gabungan dinyatakan sebagau berikut:

∆𝑃𝑒 = ∆𝑃𝐿 + 𝐷∆𝜔

dengan: ∆𝑃𝐿 = Perubahan daya beban tidak sensitive


𝐷∆𝜔 = Perubahan beban daya sensitive
𝐷 = Konstanta redaman beban
Sebuah kontroler atau sering disebut governor, berfungsi sebgai pengatur
katup turbin untuk mengembalikkan frekuensi pada harga nominal atau pada harga
yang dijadwalkan. Pada gambar berikut menunjukkan skema dari system
pengaturan kecepatan dengan umpan balik penguatan integral 1/s dan penguatan
proporsional K. Kecepatan rotor yang terukur 𝜔 dijumlah dengan kecepatan awal
𝜔0 . Sinyal error (sama dengan deviasi kecepatan) dikuatkan dan diintegrasikan
untuk menghasilkan sebuah aksi sinyal pengaturan posisi ∆𝑌 yang menggerakkan
katup pada turbin uap atau turbin hidrolik. Karena aksi penalaan ulang dari
pengontrol integral ini, ∆𝑌 akan mencapai kondisi mantap yang baru pada saat
error kecepatan ∆𝜔 sama dengan nol.

Gambar 2.9 Sistem kontroler (governor) turbin

Respons terhadap waktu dari suatu unit pembangkit dengan sebuah


governor ketika terjadi peningkatan beban ditunjukkan pada gambar 2.10.
Peningkatan Pe menyebabkan frekuensi menjadi berkurang pada nilai rata-rata yang
ditentukan oleh inersia motor. Karena penurunan kecepatan, maka daya mekanik
turbin mulai naik. Hal ini menyebabkan pengurangan kecepatan dan kemudian

26
peningkatan kecepatan terjadi ketika daya beban, sehingga kecepatan akan kembali
ke nilai awal dan daya turbin meningkat pada suatu nilai yang sebanding dengan
beban tambahan.
Sebuah setting governor akan bekerja dengan baik jika diterapkan pada
sebuah generator yang menyuplai suatu beban yang terisolasi atau hanya satu
generator dalam sebuah system multi-generator yang diperlukan untuk merespon
perubahan beban. Setting sebuah governor tidak berlaku jika terdapat dua atau lebih
unit yang dihubungkan pada system yang sama, karena pada kondisi ini setiap
generator harus mempunyai setting kecepatan yang sama. Jika setting governor
memiliki harga yang berbeda-beda maka governr akan saling berbenturan, Karen
setiap frekuensi system dikontrol dengan setting masing-masing. Untuk bagian
beban yang stabil antara dua atau lebih unit yang beroperasi secara paralel, governor
dilengkapi dengan suatu karakteristik sehingga kecepatanya akan turun ketika
beban ditingkatkan.

Gambar 2.10 Performansi pembangkitan dan Generator

Terdapat dua mode atau jenis pengoperasian Governor yakni:


1. Isochronous Governor
Isochronous governor dapat diartikan sebagai governor kecepatan tetap.
Governor tipe ini akan mengatur bukaan valve agar frekuensi keluaran generator

27
kembali pada nilai awal atau nilai settingnya. Jika terjadi kenaikan beban listrik,
maka frekuensi keluaran generator akan turun. Besarnya penurunan ini akan
direspon oleh governor dengan cara memerintahkan valve untuk membuka lebih
lebar agar jumlah uap yang masuk ke turbin bertambah. Berikut adalah contoh
respon dari isochronous governor:

Gambar 2.11 Respon Isochronous Governor


Governor tipe ini bekerja baik pada:
a. Sistem terisolasi generator tunggal / (islanded/isolated-single generator).
b. Sistem multigenerator dengan 1 generator sebagai pengontrol frekuensi
2. Governor dengan karakteristic Speed-droop (Speed-droop characteristic
governor)
Isochronous governor tidak dapat digunakan pada sistem interkoneksi
karena setiap generator akan berusaha untuk mengontrol frekuensi sistem (fight
each other). Maka, governor dengan karakteristik speed-droop harus digunakan.
Jika terjadi kenaikan/penurunan frekuensi pada sistem, maka generator yang
memiliki governor tipe Speed-droop akan mengurangi/menambah bukaan valve
sesuai dengan daya maksimum generator dan setting governornya. Setting
governor untuk keperluan ini disebut dengan speed-droop atau regulation
characteristic. Lebih umum lagi, istilah tersebut disebut dengan Droop saja

28
Gambar 2.12 Respon Speed-droop characteristic governor

2.11 Responsi Beban Pada Deviasi Frekuensi


Secara umum, beban system tenaga merupakan komposisi dari variasi alat
listrik. Untuk beban resistif, seperti pencahayaan dan beban pemanas, daya listrik
adalah independen dari frekuensi. Dalam kasus beban motor, seperti kipas angin
dan pompa, tenaga listrik berubah dengan frekuensi yang terkait dengan perubahan
pada kecepatan motor. Seluruh karateristik yang bergantung pada beban
kompisisinya dapat ditiliskan sebagai berikut

∆𝑃𝑒 = ∆𝑃𝐿 + 𝐷∆ωr

Konstan damping diekpresikan sebagai perubahan persen pada beban untuk


satu persen perubahan pada frekuensi. Nilai khusus dari D adalah 1 sampai 2 persen.
Nilai A dari D berarti bahwa 1% perubahan pada frekuensi akan menyebabkan 2%
perubahan pada beban.
Diagram blok sistem termasuk efek damping beban ditunjukan pada gambar
2.13.

Gambar 2.13 Diagram blok sistem termasuk efek damping beban


Dapat disederhanakan dalam bentuk yang ditunjukan pada gambar 2.14.

29
Gambar 2.14 Diagram blok sistem penyederhanaan
Jika tidak ada pengatur kecepatan, respon system pada perubahan beban ditentukan
melalui konstan inersia dan konstan damping. Deviasi kecepatan keadaan steady-
state merupakan perubahan pada beban yang dikonpensasikan dengan tepat melalui
variasi pada beban yang terkait dengan sensitivitas frekuensi.

30
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki kualitas yang baik, diantaranya
frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas toleransi. Frekuensi sistem
harus diperhatikan dalam batas toleransi ±1%, sedangkan tegangan
diperhatikan dalam batas toleransi ±5%. Dengan nilai frekuensi dan tegangan
yang berada dalam batas kestabilan, maka kualitas suplai daya dalam sistem
tenaga listrik akan lebih optimal. Salah satu karakteristik pada sistem tenaga
listrik yang sangat penting untuk dijaga kestabilannya adalah frekuensi.
Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat dengan upaya untuk menyediakan
sumber energi yang berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan
frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan konsumen dari
kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal
pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz).
2. Defence Scheme (Skema Pertahanan) adalah suatu skema proteksi yang
digunakan untuk memproteksi sistem saat terjadi kondisi abnormal pada operasi
sistem. Apabila terjadi gangguan menyebabkan frekuensi tidak kembali normal
dan cenderung turun, maka yang dilakukan adalah dengan melepaskan beban
agar frekuensi kembali naik dan normal kembali. Skema pertahanan proteksi
frekuensi terbagi menjadi dua yaitu skema pertahanan Under Frequency Load
Shedding (UFLS) dan skema pertahanan Islanding Operation. UFLS adalah
skema yang menggunakan elemen frekuensi dan delay waktu untuk mendeteksi
kondisi under frequency dan memutus secara selektif beban dari system di mana
dengan UFLS ini diharapkan ancaman-ancaman gangguan frekuensi yang
mengarah pada instabilitas sistem dan atau sistem padam total (blackout) dapat
dihindari. Sedangkan Islanding Operation adalah operasi unit/entitas
pembangkit secara terpisah dari sistem interkoneksi induknya ketika terjadi
gangguan penurunan frekuensi yang cukup besar dan berpotensi menyebabkan
runtuhnya seluruh subsistem atau seluruh system dan Islanding Operation ini
sebagai perlindungan terakhir akan bekerja setelah semua tahapan skeme
pertahanan yang lain dilaksanakan tetapi frekuensi masih tetap turun.

31
3. Umumnya, masalah kestabilan frekuensi dikaitkan ketidakmampuan dari respon
peralatan, lemahnya kordinasi dari peralatan kontrol dan peralatan frekuensi atau
kurangnya daya cadangan pembangkitan (spining reserve). Berikut faktor-faktor
yang memengaruhi kestabilan frekuensi
a. Pelepasan beban. Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang
terjadi disuatu sistem tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban
keluar dari sistem sehingga menghasilkan kestabilan sisem tenaga listrik
sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem seperti sediakala
diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu.
b. Akibat beban lebih pada sistem tenaga listrik. Sebagian besar beban pada
sistem tenaga listrik memiliki faktor daya tertinggal (lagging) sehingga
membutuhkan suplai daya reaktif yang cukup tinggi. Ketika terjadi gangguan
pada salah satu generator dalam sistem interkoneksi maka generator yang lain
akan terjadi kelebihan beban. Sehingga kebutuhan daya reaktif akan semakin
meningkat. Akibatnya turun tegangan yang terjadi semakin besar dan
menyebabkan kondisi yang tidak aman bagi generator. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan suatu pelepasan beban.
c. Pelepasan beban akibat penurunan frekuensi. Pelepasan beban akibat
penurunan frekuensi pun diklasifikasikan menjadi dua macam berdasarkan
laju penurunannya yaitu pelepasan beban manual dan pelepasan beban
otomatis. Pelepasan beban manual dilakukan apabila laju penurunan
frekuensi sangat rendah sehingga untuk memperbaiki frekuensi tidak
membutuhkan waktu cepat karena sistem dirasa aman untuk jangka waktu
yang cukup lama. Sedangkan Pelepasan beban otomatis dilakukan ketika laju
penurunan frekuensi cukup tinggi di mana dengan adanya pelepasan beban
otomatis maka sistem secara keseluruhan dapat diselamatkan dengan cepat
tanpa harus menunggu operator bekerja.
4. Cara menjaga kestabilan frekuensi dilakukan dengan cara pengaturan frekuensi
yang terdiri dari:
a. Pengaturan daya aktif. Frekuensi pada sistem tenaga listrik dapat diatur
dengan melakukan pengaturan daya aktif yang dihasilkan generator.
Pengaturan daya aktif ini erat kaitannya dengan kenaikan jumlah bahan bakar

32
yang digunakan untuk menaikkan daya aktif. Pengaturan bahan bakar ini
dilakukan dengan menggunakan governor sehingga pada pengaturan daya
aktif ini erat kaitannya dengan kerja governor pada sistem pembangkit
thermal maupun air
b. Load shedding (pelepasan beban). Jika terdapat gangguan dalam sistem yang
menyebabkan daya tersedia tidakdapat melayani beban, misalnya karena ada
unit pembangkit yang besar jatuh (trip), maka untuk menghindarkan sistem
menjadi collapsed perlu dilakukan pelepasan beban. Keadaan yang kritis
dalam sistem karena jatuhnya unit pembangkit dapatdideteksi melalui
frekuensi sistem yang menurun dengan cepat.
c. Pengalihan daya pada saluran. Cara lain untuk mengatur frekuensi sistem
yaitu dengan mengatur pengiriman daya aktif pada daerah yang memiliki
kerapatan beban yang tinggi.Penulis masih belum memahami dengan benar
cara terakhir ini dalam mengaturfrekuensi dalam sistem tenaga listrik.
5. Perubahan frekuensi membutuhkan pengaturan. Fungsi utama dari AGC
(Automatic Generation Control) adalah mengatur frekuensi agar berada pada
kisaran yang diinginkan dan untuk mengatur paertukaran daya antar-area
melalui pengaturan daya output dari generator. Fungsi ini sering dinamakan
pengatur frekuensi sistem atau beban atau lebih dikenal sebagai LFC (Load
Frequency Control). Fungsi kedua adalah untuk mengatur pembagian beban saat
terjadi perubahan beban yang diperlukan, terutama kepada pembangkit-
pembangkit yang beroperasi dengan biaya pembangkitan murah. Sedangkan
turbine governor atau yang lebih dikenal dengan governor adalah istilah yang
umum dipakai dalam dunia electromechanical energy conversion. Definisi yang
lazim dari governor adalah suatu peralatan yang berfungsi mengontrol kecepatan
(speed) dan daya keluaran (power) berdasarkan karakteristik power-frequency.
Governor digunakan sebagai ‘interface’ antara turbin penggerak dan generator.
Pengaturan putaran turbin sejak turbin mulai bergerak sampai steady state
dilakukan oleh governor. Fungsi utama pengaturan putaran ini adalah untuk
menjaga kestabilan sistem secara keseluruhan terhadap adanya variasi beban
atau gangguan pada sistem.

33
6. Secara umum, beban system tenaga merupakan komposisi dari variasi alat
listrik. Untuk beban resistif, seperti pencahayaan dan beban pemanas, daya
listrik adalah independen dari frekuensi. Dalam kasus beban motor, seperti kipas
angin dan pompa, tenaga listrik berubah dengan frekuensi yang terkait dengan
perubahan pada kecepatan motor. Jika tidak ada pengatur kecepatan, respon
system pada perubahan beban ditentukan melalui konstan inersia dan konstan
damping. Deviasi kecepatan keadaan steady-state merupakan perubahan pada
beban yang dikonpensasikan dengan tepat melalui variasi pada beban yang
terkait dengan sensitivitas frekuensi.

3.2 Saran
Adapun saran penyusun sehubungan dengan bahasan makalah ini yaitu, kepada
teman-teman mahasiswa semoga setelah membaca makalah ini dapat memahami
kestabilan frekuensi, walaupun makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna dan tidak luput dari kesalahan, Semoga ke depannya para generasi mudah
terus mempelajari, memahami dan mengembangkan bidang yang berkaitan dengan
kestabilan dan kendalian pada sistem tenaga listrik sehingga keandalan dan
keberlanjutan suatu sistem tenaga semakin baik.

34
DAFTAR PUSTAKA

Arbi, S., 2017. Analisis Stabilitas Tegangan dan Frekuensi Pada Microgrid AC Terhubung
DG Pada Mode Grid Connected dan Islanding. Skripsi. Surabaya: Institusi
Teknologi Sepuluh November.

Arifai, M. & Satria, M. H., 2017. Nalisis Kestabilan Frekuensi dan Tegangan SIstem Tenaga
Listrik PT. Aneka Tambang Tbk UPBN Sulawesi Tenggara. Skripsi. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

Harmawan, 2017. Governor. [Online]


Available at: http://electrical-zone.blogspot.co.id/2013/03/governor.html

Isahafidz, 2018. Kestabilan Transient (1). [Online]


Available at: https://huthut92.wordpress.com/2016/06/12/kestabilan-transient/

Khausar, M. A. & Firdaus, 2017. Studi Penerapan Metode Island Operation Sebagai
Defence Scheme Pada Gardu Induk Teluk Lembu. Jom FTEKNIK, 4(1), pp. 1-10.

Kundur, P., 1993. Power System Stability and Control. California, USA: McGraw-Hill, Inc..

ReserchGate, 2018. Definition and Classification of Power System Stability IEEE/CIGRE


Joint Task Force on Stability Terms and Definitions. [Online]
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/3267102_Definition_and_Classificati
on_of_Power_System_Stability_IEEECIGRE_Joint_Task_Force_on_Stability_Ter
ms_and_Definitions

Robandi, I., 2009. Modern Power System Control. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Softwan, A. & Utomo, B., 2009. Sistem Proteksi Terhadap Kestabilan Frekuensi untuk
Pelepasan Beban Berbasis Fuzzy Logic Control. Jakarta, Teknik Elektro PPS ISTN
Jakarta.

Sultan, A., 2018. Analisis Kestabilan Frekuensi Pada Sistem SulBagSel Dengan Integrasi
PLTB. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

35

Anda mungkin juga menyukai