Anda di halaman 1dari 19

RADIOLOGI IMEJING SISTEMA UROGENITALE

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki sebuah ureter,
yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat
pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih. Dari kandung kemih, air kemih mengalir
melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui penis (pria) dan vulva (wanita). 

Fungsi ginjal adalah untuk:


 Menyaring limbah metabolic
 Menyaring kelebihan natrium dan air dari darah
 Membantu membuang limbah metabolik serta natrium dan air yang berlebihan dari tubuh
 Membantu mengatur tekanan darah
 Membantu mengatur pembentukan sel darah

Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring (nefron). 


Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang
(kapsula Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah (glomerulus). Kapsula Bowman dan
glomerulus membentuk korpuskulum renalis. 

Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar bagian
darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di dalam
glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula Bowman; sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah dan
molekul-molekul yang besar (misalnya protein). Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam
rongga Bowman (daerah yang erletak di antara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula Bowman) dan
mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula
Bowman); natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan
ke darah. 

Ginjal juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekul-molekul yang besar
(termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam tubulus. Molekul tersebut dibuang ke dalam air
kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk dapat melewati lubang-lubang pada penyaring
glomerulus. 

Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa Henle. Ketika cairan melewati ansa Henle, natrium
dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga cairan yang tersisa menjadi semakin pekat
Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam tubulus kontortus distal. Di dalam tubulus distal, semakin
banyak jumlah natrium yang dipompa keluar. 

Cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran pengumpul (duktus kolektivus). Di
dalam duktus kolektivus, cairan terus melewati ginjal sebagai cairan yang pekat, atau jika masih encer,
maka air akan diserap dari air kemih dan dikembalikan ke dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih
pekat. Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air
melalui hormon-hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal. 

Air kemih yang diproduk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter menuju ke kandung kemih;
aliran tersebut bukan merupakan aliran yang pasif. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong
sejumlah air kemih dalam gerakan bergelombang (kontraksi). Setiap ureter akan masuk ke dalam
kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang bisa
membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. 

Air kemih yang secara teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung kemih. 
Kandung kemih ini bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar untuk
menampung jumlah air kemih yang semakin bertambah. Jika kandung kemih telah penuh, maka akan
dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih. 

Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan
membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung kemih berkontraksi
sehingga terjadi tekanan yang mendorong air kemih menuju ke uretra. Tekanan ini dapat diperbesar
dengan cara mengencangkan otot-otot perut. Sfinger pada pintu masuk kandung kemih tetap menutup
rapat untuk mencegah aliran balik air kemih ke ureter. 

GEJALA-GEJALA KELAINAN GINJAL & SALURAN KEMIH 


Gejala yang disebabkan oleh kelainan ginjal dan saluran kemih sangat bervariasi, tergantung
kepada bagian ginjal atau saluran kemih yang terkena. 

Kasus Ginjal :
1. Anomali Congenital
2. Neplasma Renal
3. Papillary Necrosis
4. Renal calculi dan nephrocalcinosis
5. Renal Parenkimal Disease
6. Renal vascular disease
7. Renal Trauma
8. Renal Failure
9. Renal Transplant

Kasus Ureter dan upper urinary traktus


1. Lesi Congenital
2. Tumor ureter
3. Inflamasi dan infeksi ureter
4. Miscellaneous
5. Obstruksi upper traktus

Kasus Kemih (Bladder) dan prostat


 Kantung kemih (The urinary Bladder) :
1. Congentital Lesion
2. Bladder tumor
3. Bladder inflamasi
4. Bladder divertkel
 Prostate and seminal vesicle :
1. Prostat tumor
2. Prostatic inflamasi

Kasus Urethrae :
1. Lesi Congenital
2. Striktur Urethra
3. Tumor Urethra
Demam dan malaise (perasaan tidak enak badan) merupakan gejala yang umum, tetapi infeksi
kandung kemih (sistitis) biasanya tidak menyebabkan demam. Suatu infeksi bakteri pada ginjal
(pielonefritis) biasanya menyebabkan demam tinggi. 
Kanker ginjal kadang menyebabkan demam. 

Sebagian besar orang melakukan buang air kecil sebanyak 4-6 kali/hari, terutama pada siang hari. 

Frekuensi (sering berkemih) tanpa disertai peningkatan dalam jumlah total air kemih dalam
sehari, merupakan suatu gejala dari infeksi kandung kemih atau iritasi kandung kemih (misalnya karena
benda asing, batu atau tumor). Tumor atau massa lainnya yang menekan kandung kemih juga bisa
menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. 
Iritasi kandung kemih juga bisa menyebabkan disuria (nyeri ketika berkemih) dan urgensi (desakan
untuk berkemih), yang bisa dirasakan sebagai tenesmus (nyeri ketika mengedan yang hampir dirasakan
terus menerus). Jumlah air kemih biasanya sedikit, tetapi jika penderita tidak segera berkemih, air kemih
bisa keluar dengan sendirinya (kontrol terhadap berkemih hilang). 

Nokturia adalah sering berkemih pada malam hari. 


Nokturia bisa tejadi pada stadium awal penyakit ginjal, tetapi bisa juga karena sebelum tidur seseorang
terlalu banyak minum, terutama alkohol, kopi atau teh. Nokturia terjadi karena ginjal tidak dapat
memekatkan air kemih dengan baik. Nokturia juga terjadi pada penderita gagal jantung, gagal hati atau
diabetes, meskipun tidak terdapat kelainan pada saluran kemihnya. Nokturia dengan jumlah air kemih
yang sangat sedikit bisa terjadi jika air kemih mengalir balik ke kandung kemih karena adanya
penyumbatan; salah satu penyebabnya yang paling sering ditemukan pada pria lanjut usia adalah
pembesaran kelenjar prostat. 

Enuresis (ngompol) pada usia 2-3 tahun merupakan hal yang normal. Enuresis yang terjadi
setelah usia 3 tahun, menunjukkan adanya suatu masalah, misalnya: 
 Tertundanya kematangan otot dan saraf pada saluran kemih bagian bawah
 Infeksi atau penyempitan uretra 
 Neurogenic bladder (tidak adekuatnya pengontrolan saraf kandung kemih). 
Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyumbatan uretra adalah: 
 Keraguan untuk memulai berkemih 
 Kebutuhan untuk mengedan 
 Aliran yang lemah atau menetes 
 Setelah selesai berkemih, air kemih masih menetes. 
Pada pria, gejala tersebut paling sering disebabkan oleh pembesaraan prostat dan penyempitan uretra
(striktur uretra). Gejala yang sama pada anak laki-laki, bisa menunjukkan adanya kelainan bawaan
berupa penyempitan uretra atau lubang uretra yang sangat kecil. Lubang uretra yang kecil juga bisa
ditemukan pada wanita. 

Inkontinensia uri (ketidakmampuan menahan buang air kecil) bisa terjadi pada berbagai
keadaan. Sistokel (herniasi/burut kandung kemih ke dalam vagina), air kemih bisa keluar ketika
penderita tertawa, batuk, lari atau mengangkat beban berat. Sistokel biasanya terjadi akibat peregangan
dan lemahnya otot panggul (karena melahirkan) atau akibat adanya perubahan kadar
hormon estrogen pada saat menopause. Penyumbatan pada aliran dari kandung kemih bisa
menyebabkan inkontinensia jika tekanan di dalam kandung kemih melebihi tahanan dari penyumbatan,
meskipun kandung kemih tidak sepenuhnya menjadi kosong. 

Adanya gas di dalam air kemih merupakan gejala yang jarang terjadi, yang biasanya
menunjukkan adanya fistula (hubungan yang abnormal) antara saluran kemih dan usus. Suatu fistula
bisa merupakan komplikasi dari divertikulits, abses maupun kanker. Fistula diantara kandung kemih dan
vagina bisa juga menyebabkan terdapatnya gas di dalam air kemih. Kadang bakteri di dalam air kemih
juga membentuk gas. 

Dalam keadaan normal, seorang dewasa membuang sekitar 1 cangkir sampai 0,9L air kemih /
hari. Berbagai penyakit ginjal menyebabkan terganggunya kemampuan ginjal untuk memekatkan air
kemih, sehingga jumlah air kemih yang dibuang melebihi 2,25 L. Jumlah air kemih yang sangat banyak
biasanya merupakan akibat dari: 
 Tingginya kadar gula darah 
 Rendahnya kadar hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisa (penyakit diabetes insipidus) 
 Berkurangnya respon terhadap hormon antidiuretik (diabetes insipidus nefrogenik). 

Penyakit ginjal atau penyumbatan pada ureter, kandung kemih atau uretra bisa secara
mendadak menyebabkan berkurangnya produksi air kemih sampai kurang dari 2 cangkir/hari. 
Jika produksi air kemih dengan jumlah kurang dari 1 cangkir/hari terus berlanjut, bisa terjadi
penimbunan limbah metabolik di dalam darah (azotemia). Penurunan jumlah air kemih ini bisa
menunjukkan adalah gagal ginjal akut atau memburuknya suatu kelainan ginjal kronis. 

Air kemih (urin) yang encer hampir tidak berwarna, sedangkan urin yang pekat berwarna kuning
tua. Zat warna pada makanan bisa menyebabkan urin berwarna merah; sedangkan obat-obatan bisa
menyebabkan urin berwarna coklat, hitam, biru, hijau atau merah. Selain karena makanan atau obat-
obatan, urin yang tidak berwarna kuning adalah abnormal. Urin coklat mungkin mengandung hasil
pemecahan hemoglobin (protein pengangkut oksigen di dalam sel darah merah) atau protein otot. Urin
yang mengandung zat warna akibat porfiria menjadi merah, sedangkan zat warna akibat melanoma
menyebabkan urin menjadi hitam. Urin yang keruh menunjukkan adanya nanah akibat infeksi saluran
kemih atau kristal garam dari asam urat maupun asam fosfat. Penyebab dari warna urin yang abnormal
bisa diketahui dengan melakukan pemeriksan mikroskopik terhadap sedimen urin dan analisa kimia
urin. 

Hematuria (darah di dalam urin) dapat menyebabkan urin berwarna merah atau coklat, tergantung
kepada jumlah darah, lamanya darah berada di dalam urin dan keasaman urin. 
Hematuria tanpa disertai nyeri bisa terjadi akibat kanker kandung kemih atau kanker ginjal. Hematuria
ini biasanya hilang timbul, dan perdarahan berhenti secara spontan meskipun kankernya masih ada.

Penyebab lain dari hematuria adalah: 


 glomerulonefritis 
 batu ginjal 
 kista ginjal 
 penyakit sel sabit 
 hidronefrosis. 

Nyeri akibat penyakit ginjal biasanya dirasakan di punggung, yaitu di daerah flank (diantara


tulang rusuk dan pinggul bagian belakang). Kadang nyerinya menjalar ke tengah-tengah perut. 
Penyebabnya adalah peregangan kapsula renalis (bagian luar ginjal, yang peka terhadap nyeri); hal ini
bisa terjadi pada berbagai keadaan yang menyebabkan pembengkakan jaringan ginjal. Jika ginjal
ditekan, seringkali timbul rasa nyeri. Jika sebuah batu ginjal melewati ureter, akan timbul nyeri yang
hebat. Sebagai respon terhadap batu, ureter berkontraksi sehingga terjadi nyeri kram yang hebat di
punggung bagian bawah, yang sering menjalar ke selangkangan. Jika batu telah sampai ke kandung
kemih, maka nyeri akan menghilang. Nyeri pada kandung kemih paling sering disebabkan oleh infeksi
bakteri. Nyeri ini biasanya dirasakan di atas tulang kemaluan dan pada ujung uretra ketika berkemih.
Penyumbatan aliran urin juga menyebabkan nyeri di atas tulang kemaluan, tetapi jika penyumbatannya
terjadi secara lambat, biasanya pelebaran kandung kemih tidak disertai dengan nyeri. 

Kanker dan pembesaran prostat biasanya tidak menimbulkan nyeri, tetapi peradangan prostat
(prostatitis) bisa menyebabkan nyeri yang samar-samar atau rasa penuh di daerah antara anus dan
kelamin. 

Pada saat ejakulasi, kadang keluar semen yang berdarah. Hal ini bisa terjadi pada pria yang
menderita kelainan pembekuan.

PROSEDUR DIAGNOSTIK 

Pada pemeriksaan fisik, ginjal yang normal tidak teraba dari luar, tetapi ginjal yang membengkak
atau tumor ginjal bisa teraba dari luar. Kandung kemih yang membengkak juga bisa teraba dari luar.
Pemeriksaan colok dubur dilakukan untuk merasakan kelenjar prostat. Pemeriksaan dalam vagina bisa
membantu memberi keterangan mengenai kandung kemih dan uretra. 

Prosedur tambahan yang dilakukan untuk mendiagnosis kelainan ginjal dan saluran kemih
adalah:
 Analisa urin
 Pemeriksaan darah untuk menilai fungsi ginjal
 Prosedur imaging
 Contoh sel dan jaringan. 

Analisa urin 

Analisa urin rutin (urinalisis) terdiri dari analisa kimia (untuk mendeteksi protein, gula dan keton)
dan pemeriksaan mikroskopik (untuk mendeteksi sel darah merah dan sel darah putih). Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui dan diukur kadar berbagai zat di dalam urin. Biasanya digunakan sehelai
plastik tipis (dipstick) yang mengandung bahan kimia yang akan bereaksi dengan zat di dalam urin dan
merubah warna urin. 

Proteinuria (protein di dalam urin) bisa terjadi terus menerus atau hilang timbul, tergantung
kepada penyebabnya. Proteinuria biasanya merupakan pertanda dari suatu penyakit ginjal, tetapi bisa
juga terjadi secara normal setelah olah raga berat (misalnya maraton). Proteinuria juga bisa terjadi
pada proteinuria ortostatik, dimana protein baru muncul di dalam urin setelah penderitanya berdiri
cukup lama, dan tidak akan ditemukan di dalam urin setelah penderitanya berbaring. 

Glukosuria (gula di dalam urin) biasanya disebabkan oleh diabetes. Jika gula tetap ditemukan di
dalam urin setelah kadar gula darah normal, maka penyebabnya adalah kelainan di ginjal. 

Ketonuria (keton di dalam urin) bisa disebabkan oleh kelaparan, diabetes yang tidak terkontrol
dan keracunan alkohol. Keton merupakan hasil pemecahan lemak oleh tubuh. 

Hematuria (darah di dalam urin) bisa diketahui melalui pemeriksaan mikroskopik maupun


dengan mata telanjang (jika darah sangat banyak, urin menjadi merah atau coklat). 

Nitrituria (nitrat di dalam urin) biasanya menunjukkan adanya infeksi, karena kadar nitrat
meningkat jika terdapat bakteri. 

Leukosit esterase (enzim yang ditemukan pada sel darah putih tertentu) di dalam urin
merupakan pertanda adanya peradangan, yang paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri. 
Pemeriksaan ini mungkin merupakan negatif palsu jika urin sangat pekat atau mengandung gula, garam
empedu, obat-obatan (misalnya rifampcin, vitamin C). 

Keasaman urin bisa meningkat karena makanan tertentu. 

Osmolaritas (kepekatan urin) penting dalam mendiagnosis kelainan fungsi ginjal. Bisa dilakukan
analisa terhadap contoh urin acak atau dilakukan pemeriksaan untuk menilai kemampuan ginjal dalam
memekatkan urin. Pada salah satu tes, seseorang tidak diperbolehkan minum air atau cairan lainnya
selama 12-14 jam; sedangkan pada tes lainnya diberikan suntikan hormon vasopresin. Kemudian
kepekatan urin diukur.  Dalam keadaan normal, kedua tes seharusnya menunjukkan urin yang sangat
pekat; tetapi pada penyakit ginjal tertentu, urin menjadi sangat encer. 

Dalam keadaan normal, urin mengandung sejumlah kecil sel dan pecahan lainnya yang terlepas
dari saluran kemih bagian dalam. Pada penderita kelainan saluran kemih, pecahan dan sel tersebut
terdapat dalam jumlah yang berlebihan, sehingga jika urin disentrifugasi (diputar dalam alat khusus)
akan terbentuk sedimen (endapan). Sedimen ini dapat diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui
penyakit yang diderita. 

Pembiakan urin adalah suatu proses untuk menumbuhkan bakteri pada urin, yang dilakukan
untuk mendiagnosis suatu infeksi saluran kemih. 
Contoh urin yang belum terkontaminasi bisa diperoleh melalui: 
 metoda clean-catch 
 kateter yang dimasukkan melalui uretra ke kandung kemih 
 jarum yang ditusukkan melalui dinding perut ke kandung kemih (aspirasi jarum suprapubik). 

Tes Fungsi Ginjal 

Fungsi ginjal bisa dinilai melalui analisa darah dan urin. 


Laju penyaringan ginjal bisa diperkirakan dengan cara mengukur kreatinin serum. 
Kadar urea nitrogen darah juga bisa menunjukkan fungsi ginjal. 
Creatinine clearance adalah tes yang lebih akurat, yang menggunakan suatu rumus yang
menghubungkan kadar serum kreatinin dengan usia, berat badan dan jenis kelamin. 
Prosedur Imaging 

Pemeriksaan Traktus urogenital


1. Excretory Urography
2. Micturating Cystography
3. Urethrography
4. Retrograde Pyelography
5. Antegrade Pelography
6. USG
7. CT Scan
8. Percutaneus Nephrostomy
9. Angiography
10. Radionuclide Techniques

Foto polos abdomen dapat memperlihatkan ukuran dan letak ginjal, tetapi kedua hal tersebut
biasanya akan terlihat lebih baik pada pemeriksaan USG. 

Urografi intravena adalah suatu teknik rontgen yang digunakan untuk menampilkan ginjal dan
saluran kemih bagian bawah. Suatu zat radioopak disuntikkan melalui pembuluh vena. Zat tersebut akan
terdapat dalam ginjal biasanya dalam waktu kurang dari 5 menit. Kemudian dilakukan pemotretan, yang
hasilnya akan menunjukkan gambaran ginjal serta perjalanan zat radioopak ke dalam kandung kemih. 
Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, maka urografi intravena tidak akan memberikan hasil yang baik,
karena ginjal tidak dapat mengkonsentrasikan zat radioopak di dalam ginjal. 
Sebagai efek samping dari penyuntikan zat radioopak, terjadi gagal ginjal akut pada 1 dari 200
kasus. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resikonya lebih tinggi pada: 
 Usia lanjut atau memiliki riwayat gangguan ginjal 
 Diabetes melitus 
 Dehidrasi 
 Mieloma multipel. 

Kepada orang-orang tersebut, sebelum zat radioopak disuntikkan, diberikan cairan infus dan
dosis yang rendah. Atau sebagai pilihan, kadang digunakan pemeriksaan CT scan. 

Sistogram (sistografi) adalah suatu gambaran rontgen dari kandung kemih, yang diperoleh
melalui urografi intravena. Sistogram retrograd diperoleh dengan cara memasukkan zat radioopak
melalui uretra, sehingga didapat gambaran yang lebih jelas mengenai kandung kemih dan uretra. 
Foto rontgen diambil sebelum, selama dan sesudah berkemih. 

Pada urografi retrograd atau RPG (retrograd pyelography), zat radioopak dimasukkan melalui
kateter ke dalam ureter. Dengan teknik ini akan diperoleh gambaran yang jelas dari kandung kemih,
ureter dan ginjal bagian bawah, jika urografi intravena gagal. Urografi retrograd juga bisa digunakan
untuk menemukan adanya penyumbatan ureter atau untuk menilai seseorang yang alergi terhadap zat
radioopak intravena. Kerugian dari teknik ini adalah resiko terjadinya infeksi dan perlu dilakukan
pembiusan. 

USG menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran struktur anatomi ginjal.


Teknik ini sederhana, tidak menimbulkan nyeri dan aman. 
USG bisa digunakan untuk: 
 Mempelajari ginjal, ureter dan kandung kemih; dengan gambaran yang baik meskipun ginjal
tidak berfungsi baik. 
 Mengukur laju pembentukan urin pada janin yang berumur lebih dari 20 minggu dengan cara
mengukur perubahan volume kandung kemih. Dengan demikian bisa diketahui fungsi ginjal
janin. 
 Pada bayi baru lahir, USG merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya massa di dalam
perut, infeksi saluran kemih dan kelainan bawaan pada sistem kemih. 
 Memperkirakan ukuran ginjal dan mendiagnosis sejumlah kelainan ginjal, termasuk perdarahan
ginjal. 
Menentukan lokasi yang terbaik guna mengambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi. 

USG merupakan metode diagnostik terbaik untuk penderita gagal ginjal stadium lanjut, yang
ginjalnya tidak dapat mentolerir zat radioopak. Kandung kemih yang terisi dengan urin bisa terlihat
dengan jelas pada USG. USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi tumor kandung kemih, tetapi
hasilnya lebih baik jika digunakan CT scan. 

CT Scan merupakan pemeriksaan yang lebih mahal dibandingkan dengan USG dan urografi
intravena, tetapi mempunyai beberapa keuntungan: 
 C T scan dapat membedakan struktur padat dengan cairan, sehingga sangat berguna dalam
menilai jenis dan luasnya tumor ginjal atau massa lainnya yang menyebabkan perubahan pada
saluran kemih. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, bisa disuntikkan zat radioopak
melalui pembuluh vena. 
 CT scan dapat membantu menentukan penyebaran tumor ke luar ginjal.
 Campuran air dan zat radioopak yang dimasukkan ke dalam kandung kemih selama pemeriksaan
CT scan dapat dengan jelas menggambarkan tumor kandung kemih. 

Pada angiografi disuntikkan zat radioopak ke dalam arteri. Angiografi merupakan pemeriksaan


invasif dan hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya untuk menilai aliran darah ke ginjal. 
Komplikasi dari angiografi adalah cedera pada arteri dan organ di sekitarnya, juga reaksi terhadap zat
radioopak serta perdarahan. 

Venografi adalah suatu rontgen vena yang menggunakan zat radioopak. Jarang terjadi


komplikasi dan biasanya hanya terbatas pada perembesan darah serta zat radioopak di sekitar tempat
penyuntikan. Bisa terjadi reaksi alergi terhadap zat radioopak. 

MRI scan dapat memberikan informasi mengenai massa ginjal yang tidak dapat ditampilkan oleh
teknik lainnya. Bentuk suatu tumor dapat digambarkan secara 3 dimensi. Massa padat dapat dibedakan
dari massa berrongga (kista), cairan di dalam kista bisa dibedakan antara perdarahan dengan infeksi. 
MRI juga memberikan gambaran yang sempurna dari pembuluh darah dan struktur di sekitar ginjal.
Tetapi endapan kalsium dan batu ginjal akan lebih jelas terlihat pada CT scan. 
Contoh Sel & Jaringan 

Pada biopsi ginjal, diambil contoh jaringan ginjal dan diperiksa dengan mikroskop. Biopsi
dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan untuk menilai hasil pengobatan. Biopsi jarum (memasukkan
sebuah jarum melalui kulit) atau sering disebut FNAB (fine needle absorben biopsi) seringkali
merupakan bagian dari penilaian pada gagal ginjal dan biopsi ginjal yang dicangkokkan seringkali
dilakukan untuk mencari tanda-tanda penolakan. 

Sitologi urin merupakan pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel di dalam urin. Pemeriksaan


ini dilakukan untuk mendiagnosis kanker saluran kemih. Sitologi urin juga dilakukan sebagai skreening
(penyaringan) kanker pada orang-orang berresiko tinggi (misalnya perokok, pekerja petrokimia dan
penderita perdarahan tanpa rasa nyeri). Untuk penderita yang telah menjalani pengangkatan tumor
kandung kemih ataupun tumor ginjal, sitologi dilakukan untuk evaluasi follow-up.
Tehnik Pemeriksaan Traktus urogenital

1. Excretory Urography / Intra Venous Pielografi (IVP)


 Tidak makan dan minum 6 jam terakhir (sebelum foto)
- Mengurangi udara gaster dan interstinal
- Buat dehidrasi (kurangi minum/tidakminum)  tidak perlu pada pasien hiperurikemia, DM,
renal failure, Multiple Mieloma
- Penyuntuikan kontras menyebabkan ADH (anti diuretic Hormon) meningkat
- Pakai laksatif, dulcolax / garam inggris
 Kontras : low osmolar dan non ionic  aman
- awas pada neonates, anak, tua, asthmatic, miocardiac disease, renal failure, multiple
myeloma, DM, allergi
- 300 mg iodine / KgBB  high doses (2X)
 Radiografi : ekspirasi
- 1 minute fill : neprogram
- 5 minute film
- Dengan kompressi  kalau ada abdominal mass, post Op, obstruksi
- 10 minute film
- 15 minute film  release of compressed (prone film)
- Post micturiction  drainage of upper tract. Juga bladder residual volume dinilai
Kalau perlu dengan furosemid injection (diuretic)  pada kasus kasus
1. gangguan obstruksi tr uropoetik
2. residual urin (pressence/absence)
3. renal failure
4. renovasculer hypertention / renal arteri stenosis, rapid sequence EU
5. transplant kidney

2. Micturating Cystography
 Refluks uretero-vesical junction
 Vesico-vaginal fistula
 Double kontras cystografi  mucosal detail

3. Urethrography
 Pakai canula abocath
- Ascending urethrography  urethral anatomy, spincter mechanism
- Descending urethrography  anatomy bladder neck, verumontanum
 Komplikasi : intra vasasi  corpora cavernosa
 Female urehtrography  divertikel

4. Retrograde Pyelography
 Kalau EU, USG, CT tak cukup tegas dalam memberikan informasi
 Retrograde catheter (dengan cystoscopy)  awas denganover distension  extra vasase
5. Antegrade Pyelography
 Dikerjakan dengan memasukkan kontras melalui canula yang dimasukkan melalui
nephrostomi  bacteriolgis  memakai jarum 22 G dan local anestesi
 Terutama untuk kasus yg diduga Obstruksi total ureter dan Fistulasi ureter

6. USG
 A screening metode, relative cepat, murah,, bisa dikerjakan biopsi jarum 
a. Ren :
- Pemeriksaan awal  renal pathology  not invasive dan effective
- Spesifik :
 Membedakan solid/kistik
 Identifikasi dilatasi SPC
 Guide biopsy dan inteventional
 Abnormal blood flow (transplant)
b. Bladder :
- Vesica rinaria harus penuh dan juga saat post miksi
c. Prostat :
- (endorectal US)  melihat ekostruktur prostat
d. Testicle : (5-10 MHz)  varicocele dll.

7. CT Scan  Uro CT

8. Percutaneus Nephrostomy & PCN (percutaneus Nephrolitektomi)


 Drainage  obstruksi upper tract renal
 Therapy upper tract infection (denganatau tanpa obstruksi)
Fistulasi

9. Angiography
 Angioplasty, embolisati
 Untuk pemeriksaan Renal donor dan renal transplant
 Diagnose : pada kasus hipertensi vascular renal
 Memastikan lesi Vascular  AV fistula, angioma, aneurisma

10. Radionuclide Techniques


 Renograph  Hipuran (123 I), 99 Tc DTPA (dimetyl triethyl penta acetat)
The first phase (uptake)  30 second
The second [hase (3-5`)  sekresi  nephron akumulasi
The peak phase
The transit time (3-5`)  menjadi lama (dehidrasi, shock, ischemia)
Catatan Tambahan :
Ginjal :
1. Anomali Congenital
a. Renal agenesis (bilateral agenesis/unilateral agenesis)
b. Renal dysplasia (multikistik dysplasia kidney)
c. Renal hypoplasia  (contra lateral kidney compensation)
d. Renal ektopik (crossed extopic, pelvis renal)
e. Malrotated kidney
f. Renal duplication (renal pelvis, ureter)
g. Renal fusion (horse shoe kidney)

2. Neplasma Renal
a. Cystic  batas tepi tegas, oval, bulat
 Simple cyst  anechoic lesion, posterior echo enhancement
 Multilocular cyst  cystic neoplasma, cystic hamartoma, cystic Wilm` tumor,Renal
cell Ca.
 Medullary spone kidney  large kidney with medullary calcification, elongated
papillary tubular, a papillary blush, persisten.
b. Bentuk kistik lain  Pyelogenic cyst (calyceal cyst), Parapelvis renal cyst, Perinephric
cyst (urinoma), Complex cyst, Acquired cystic disease of dialysis, Von hippel Lindau
disease (autosaomal dominant)
c. Benigna Tumor :
o Adenoma  masa dicortex renal, kurang dari 3cm
o Oncocystoma  adenoma (eosinophylic cytoplasm) diameter 3-10 cm, US : echo
meningkat, CT : (hypoden setelah kontras)
o Hemangioma, myoma, lipoma, fibroma
o AVM (arteriovenous malformation)  intense contrast enhancement (large feeding
& draining vessel), kalsifikasi
o Angiomyolipoma  locally aggressive, not metastatic, SOL (space occupying lesion
radiolusen, circumscribed mass, attenuasi meningkat, angiography ada aneurisma.
o Juxtaglomerular cell tumor (reninnomas)  sub costical tumor memproduksi
hormone rennin  hiperekoik  hipertensi
d. Malignan Tumor :
o Renal adeno Ca (Hipernefroma) : 85%
IVP  central amorphous calcification, displacement/obstruksi/invasi pada SPC
US  echogenic necrosis intra tumor, tumor thrombus (vena enalis), hepatic
metastase
CT  heterogenous (20-30.HU), periveral invasion
o Transitional Cell Ca (7%)
IVP  ireguler filling defek SPC
RPG  cytology urin / jaringan
US/CT  filling defek SPC
Angiography  untuk kepentingan Operasi (nephro-ureterextmy)
o Squamous Cell Ca  sering disertai calculi ginjal
o Renal Lymphoma (NHL)
IVP  hipertrofi, distorsi SPC
US  hipoekoik
CT  isoden
o Leukemia, Sarcoma
o Metastase malignansi (pancreas, adrenal, breast, paru, gastrointestinal)
o Wilm`s tumor (nephroblastoma)  pada anak  US : large echogenic mass

3. Papillary Necrosis  bilateral changes (papillary & calyceal abnormality)


Etiologi : analgesic abuse (phenacetin, aspirin)

4. Renal calculi dan nephrocalcinosis


a. Renal calculi  batu didalam SPC
 Genetic, metabolic, factor lingkungan, abnormalitas struktur anatomis (ureterocele,
horshoe kidney, divertikel, obstruksi pelvis/ureter)
 Radioopaq
 Calcium oxalate/phosphat  70%  staghorn calculi
 Struvite stone (20%)  magnesium (kaitan infeksi)
 Cystine stone (1%)
 Matrix stone
 Radiolusent :
Uric acid stone (5%)  hiperuricemia
Xanthine stone (1%)
 Imejing :
 KUB dan IVP
 US
 CT
b. Nephrocalcinosis : kalsifikasi soft tissue  cortical/medullary
 Cortex :
 Acute cortical necrosis
 Chronic glomerular necrosis
 Hemolytic uremic syndrome
 Medulla :
 Primary hyperparathyroidism
 Medullary sponge kidney
 Hypercalcemia, hypercalciuria
 hyperoxalluria

5. Renal Parenkimal Disease


a. Acute Pyelonephritis : hypertrophy (ascending infection, pada pregnancy, E Coli)
Imejing  IVP : normal, US : echo menurun, CT
 Acute tubuler necrosis (acute renal failure)
Imejing  IVP normal, sedikit membesar, echo cortex sedikit meningkat
 Acute cortical necrosis : ada fase ischaemia (irreversible)  shock dehidrasi
Imejing  US (hyperechoic cortex  pengapuran
 Acute glomerulonephritis : proses reaksi antigen-antibody pada glomeruli (SLE,
Good pasture sndrom, polyarteritis nodosa,Wagener`s granulomatous)
 Imejing IVP  normal, membesar (late defek  mengecil), US  reflective
renal cortex

b. Chronic Pyelonephritis  infeksi refluks  renal scar  renal hipertensi (pada anak bisa
diawali karena traumatic).
Imejing IVP/US/CT  kecil dan konstriktif (unilateral/bilateral)
 Renal abscess
 Renal tuberculosis  caseating granulomatous  cortex menipis  ukuran
mengecil
 IVP  bisa normal, ada kalsifikasi, striktur, cavitasi  `tuberculus autonefrectomy`
(kalsifkasi luas) juga bisa ada hydrocalicosis.
c. Emfisematous pyelonefritis :
Biasanya pada pasien DM  E Coli, klebsiella, aerobacter, pseudomonas
d. Xanthogranulomatous pyelonefritis :
Infeksi : proteus mirabilis  ditemukan nefrolithiasis
Imejing IVP/US/CT  staghorn calculi, nefolithiasis

4. Renal vascular disease


Renal vascular hypertension
 Renal ateriostenosis (atheroma, fibromuscular hiperplasia)  imejing :
small/smooth kidney, delayed pyelogram, dense pyelogram
 Renal arteri thrombosis  acute loin pain dan hematuria  wedge shape infark
(Doppler flow)
 Renal vein thrombosis  fever, loin pain, leucocytosis, hematuria, proteinuria

Etiologi :
 Nephrotic syndrome
 Cyanotic congenital heart disease
 Extension tumor into renal vein (Renal Cell Ca, Wilm`s tumor)
 External compression of renal vein (tumor, aneurisma, hemorrhage)
 Hypovolumic shock, hyperviscocity syndrome
 Imejing IVP, US, CT, Venography  absent nephrogram (parenkimal edema),
hypoechoic medullary, kontur membesar, tubular filling defek (venous thrombosis)

5. Renal Trauma
 Patofisiologis :
 Contusion & corticomedullary laceration  sampai mengenai SPC (75-85%)
 Parenchymal laceration (10-15%)
 Injury pada renal vascular (5%)
 Pelvic ureter avulsion / laceration pelvis renis
 Imejing :
 IVP  sub capsular dan perinephric hematom, laceration, extravasation,
hyedronefrosis karena tekanan pada pelvis.
 US  gamb.echogenic stroma  hematom, lacerasi dll
 CT  peri/intra renal hematom, urinoma
 Angiography  disarankan  renal arteri spasme

6. Renal Failure
 Acute / chronic
 Imejing Perlu dicari  apakah ada obstruksi 

7. Renal Transplant
 Donor / resipient
 Imejing  IVP, US, Angiography, Radionuclide
 US  post transplant  melacak acute rejection
 Deferensiasi cortex-medula renal menurun / kabur
 Ukuran renal mengecil
 Pyramid renal melebar
 Dopller  RI (resisten index) menurun

Ureter dan upper urinary traktus


1. Lesi Congenital
a. Bifid collecting system
b. Ureteric duplication
c. Ureterocele (cobra head sign)
d. Retrocaval ureter  indentasi dari cabang vena cava
e. Primary mega ureter
2. Tumor ureter
Transitional cell Ca dan squamous Cell Ca
DD (Non opaq calculus, blodd cloth, benign tumor, extrinsix mass, vascular impression,
inflammatory ureteric disease, air buble)
3. Inflamasi dan infeksi ureter
4. Miscellaneous
Retroperitoneal fibrosis (Chrohn disease, lymphoma)
Ureteric during pregnancies (setelah 15 minggu kondisi baru pulih)
Post op ureter
Endometriosis  pre menopause (menstruasi), periureteric fibrosis, flank pain
Trauma ureter  loin pain, anuria, fistulasi
Striktur ureter  congenital, infeksi, post radiasi, malignansi
5. Obstruksi upper traktus
Rongga pelvis normal dengan tekanan 4-10 cmH2O, pada kondisi obstruksi akut bisa
meningkat mencapai 50-60 cmH20.
Release dalam 24 jam  maka 80-90% menjadi normal kembali  menjadi kronis akan
terjadi gangguan blood flow yg permanen.
a. Obstruksi akut :
IVP  nephrogram meningkat, hipertrofi renal, dilatasi SPC-ureter, bisa terjadi rupture.
Antegrade pyelography  mengurangi tekanan intra pelvic, menilai bacteriologis,
menilai letak dan level obstuksi
b. Obstruksi kronis :
Imejing  hipertrofi/mengecil, SPC melebar, nefrogram tidak jelas, cortex renal
menipis, dilatasi dan tortuous ureter, pyelogram tidak jelas

Anda mungkin juga menyukai