Anda di halaman 1dari 3

TEMA : RELIGIUS

( todopuli/siKErua/
Kapatongan (Aluq))

KD. 3.3 Menganalisis teks kisah/biografi tokoh, baik melalui lisan maupun tulisan;

KD. 4.3 Menyajikan kegiatan yang dapat diteladani dalam teks kisah/biografi tokoh,
baik secara lisan maupun tulisan

Tugas Kelompok

Studi Pustaka
1. Bacalah kisah tokoh di bawah ini dengan cermat
2. Berdiskusilah bersama teman sekelompok, hendaknya kamu berbicara secara sopan, dan
saling menghargai
3. Tuliskan kegiatan yang dapat diteladani dalam isi teks kisah/biografi tokoh Daeng
Pamatte’ pencipta aksara lontara yang telah dibaca, dan bacakan di depan kelas.
(Lihat LK-3)

DAENG PAMATTE’
PENCIPTA AKSARA LONTARA

Daeng Pamatte’ lahir di Kampung Lakiung (Gowa). Beliau adalah salah seorang
tokoh sejarah Kerajaan Gowa, kerajaan suku Makassar, yang tidak dapat dilupakan karena
karya besar yang ditinggalkannya. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, menyebut nama
Daeng Pamatte’, orang lantas mengingat karyanya yaitu huruf Lontara. Dia dikenal sebagai
pencipta huruf Lontara Makassar dan pengarang buku Lontara Bilang Gowa Tallo.

Pada masa Kerajaan Gowa diperintah Raja Gowa ke IX Karaeng Tumapakrisi


Kallonna, tersebutlah Daeng Pamatte’ sebagai seorang pejabat yang dikenal karena
kepandaiannya. Tidak heran apabila ia dipercaya oleh Baginda untuk memegang dua
jabatan penting sekaligus dalam pemerintahan yaitu sebagai “sabannara” (syahbandar)
merangkap “Tumailalang” (Menteri Urusan Istana Dalam dan Luar Negeri) yang
bertanggung jawab mengurus kemakmuran dan pemerintahan Gowa.

Lahirnya Aksara Lontara lahirnya karya bersejarah yang dibuat “Daeng Pamatte”
bermula karena ia diperintah oleh Karaeng Tumapakrisi Kallonna untuk mencipta huruf
Makassar. Hal ini mungkin didasari kebutuhan dan kesadaran dari Baginda waktu itu, agar
pemerintah kerajaan dapat berkomunikasi secara tulis-menulis, dan agar peristiwa-
peristiwa kerajaan dapat dicatat secara tertulis. Maka Daeng Pamatte’ pun melaksanakan
dan berhasil memenuhinya. Dimana ia berhasil mengarang Aksara Lontara yang terdiri
dari 18 huruf . Lontara ciptaan Daeng Pamatte ini dikenal dengan istilah Lontara Toa (het
oude Makassarche letters chrif) atau Lontara Jangang-Jangang (burung) karena bentuknya
seperti burung. Juga ada pendapat yang mengatakan dasar pembentukan aksara Lontara
dipengaruhi oleh huruf Sangsekerta.

Kemudian Lontara ciptaan Daeng Pamatte’ ini, mengalami perkembangan dan


perubahan secara terus menerus sampai pada abad ke XIX. Perubahan huruf tersebut baik
dari segi bentuknya maupun jumlahnya yakni 18 menjadi 19 dengan ditambahkannya satu
huruf yakni “ha” sebagai pengaruh masuknya Islam. (Monografi Kebudayaan Makassar di
Sulawesi Selatan 1984 : 11).

Dari Lontara Jangang-Jangan ke Belah Ketupat


Jenis aksara Lontara yang pertama sebagaimana disebutkan diatas adalah Lontara
Jangang-Jangang atau Lontara Toa. Aksara itu tercipta dengan memperhatikan bentuk
burung dari berbagai gaya, seperti burung yang sedang terbang dengan huruf “Ka” burung
hendak turun ke tanah dengan huruf “Nga”, bentuk burung dari ekor, badan dan leher
dengan lambang huruf “Nga”. Lontara Jangang-Jangan ini digunakan untuk menulis
naskah perjanjian Bungaya.

Kemudian akibat dari pengaruh Agama Islam sebagai agama Kerajaan Gowa, maka
bentuk huruf pun berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab, seperti huruf Arab
nomor 2 diberi makna huruf “ka” angka Arab nomor 2 dan titik dibawak diberi makna “Ga”
angka tujuh dengan titik diatas diberi makna “Nga”, juga bilangan arab lainnya yang
jumlahnya 18 huruf. Aksara Lontara ini disebut juga Lontara Bilang-Bilang (Bilang-
Bilang = Hitungan). Lontara Bilang-Bilang ini diperkirakan muncul pada abad 16 yakni
pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin (1593-1639).

Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi lagi perubahan (penyederhanaan) dengan


mengambil bentuk huruf dari belah ketupat. Siapa yang melaksanakan penyederhanaan
Aksara Makassar itu menurut HD Mangemba, tidaklah diketahui tetapi berdasarkan jumlah
aksara yang semula 18 huruf dan kini menjadi 19 huruf, dapat dinyatakan bahwa
penyederhanaan itu dilakukan setelah masuknya Islam. Huruf tambahan akibat pengaruh
Islam dari bahasa arab tersebut, huruf “Ha”.

Dalam versi lain, Mattulada berpendapat bahwa justru Daeng Pamatte’ jugalah yang
menyederhanakan dan melengkapi lontara Makassar itu, menjadi sebagaimana adanya
sekarang. Dari ke-19 huruf Lontara Makassar itulah, kemudian dalam perkembangannya
untuk keperluan bahasa Bugis ditambahkan empat huruf, yaitu ngka, mpa, nra dan nca
sehingga menjadi menjadi 23 huruf sebagaimana yang dikenal sekarang ini dengan nama
Aksara Lontara Bugis- Makassar.
Lembar Kerja 3 (LK-3)

Kelompok : ……………………………..............

Nama Kelompok : ……………………………………...

Nama Anggota : 1. Ketua : ……………………….

2.Sekretaris : ……………………….

3.Pelapor : ……………………….

4.Anggota : 1. …………………….

2……………………...

Laporan hasil kerja kelompok :

Transliterasi dan Translasi


Nama Tokoh Sifat yang dapat diteladani dalam bahasa dan aksara
sesuai teks daerah(Bugis/Makassar/Toraja)

1.

3.

Anda mungkin juga menyukai