Anda di halaman 1dari 12

Hambatan Komunikasi Pada Hubungan Ayah Tiri dan Anak Tiri

Ladwiga Nalendra Aditya , Kayla Adira Pradiptasari ,


Novalia Agung Wardjito Ardhoyo
Fakultas Ilmu Komunikasi Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Email : kayla.pradiptasari@gmail.com

Abstract – The lack of relationship between stepfathers and stepchildren is caused by not knowing
each other deeply enough, and having different mindsets. With the attitude of the stepfather who
is too strict and likes to scold his son, the child is unwilling to communicate, either just talking or
asking for advice. The purpose of this research is to find out how the communication that exists
between stepfathers and stepchildren and to find out how the communication that exists between
stepfathers and stepchildren. The method used in this research is a case study with a qualitative
approach. The paradigm used is the post-positivist paradigm. Data collection techniques in this
study by means of interviews, observation, and documentation. The results of this study can be
concluded that the reason the stepfather and his child cannot be close is that there are psychosocial
communication barriers because the child always gets unpleasant comments from his stepfather
and is always scolded by his stepfather when the child does not follow his wishes or does not agree
with him.
Keywords: communication barriers, stepfather and son relationship

Abstrak – Kurang akurnya antara ayah tiri dengan anak tiri disebabkan karena tidak saling
mengenal cukup mendalam, serta memiliki pola pikir yang berbeda. Dengan sikap sang ayah tiri
yang terlalu tegas dan suka memarahi anaknya membuat sang anak enggan untuk berkomunikasi
entah hanya berbincang maupun meminta saran. Tujuan di adakannya penelitian ini untuk mencari
tau bagaimana komunikasi yang terjalin antar ayah tiri dengan anak tiri serta untuk mencari tau
bagaimana komunikasi yang terjalin antar ayah tiri dengan anak tiri. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini ialah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Paradigma yang digunakan
ialah paradigma post positivist. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa alasan
ayah tiri dengan anaknya tidak bisa dekat adalah adanya hambatan komunikasi psikososial karena
sang anak selalu mendapatkan komentar yang tidak enak didengar dari ayah tirinya serta selalu
dimarahi oleh ayah tirinya ketika sang anak tidak mengikuti keinginannya atau tida sependapat
dengannya.
Kata Kunci : hambatan komunikasi, hubungan ayah tiri dan anak

1
Pendahuluan
Menurut Nurhadi (2018), secara terminologis komunikasi merupakan proses
penyampaian suatu pernyataan seseorang kepada orang lain. Sedangkan secara
paradigmatis, proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang (yang bisa dikatakan
sebagai komunikator) kepada orang lain (komunikan) untuk memberi tahu atau mengubah
sikap, pendapat, dan perilaku secara langsung maupun tidak langsung. Ada tiga efek yang
diberikan ketika mendapatkan pesan, yaitu efek kognitif, afketif, dan konatif. Efek kognitif
merupakan efek yang muncul pada komunikan yang menyebabkan komunikan tersebut
menjadi tahu mengenai hal yang disampaikan oleh komunikator. Efek afektif memiliki
kesamaan dengan kognitif, namun afektif juga membuat hatinya tergerak sehingga muncul
sikap atau perasaan tertentu. Efek konatif merupakan efek yang menyebabkan perubahan
perilaku komunikan setelah mendapatkan pesan dari komunikator.
Manusia merupakan makhluk sosial, dengan sifat sosialnya itu, manusia tentunya
butuh berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam berinteraksi, mereka
membutuhkan komunikasi, sehingga komunikasi itu bisa bertujuan untuk menyampaikan
pesan yang ingin disampaikan kepada lawan bicara agar dapat memiliki pemikiran yang
sama. Tetapi dalam perkembangannya, melakukan komunikasi itu tidak semudah yang
dipikirkan. Tidak jarang saat berkomunikasi terjadi sebuah konflik. Menurut Amin (2017),
penyebab terjadinya konflik ialah hubungan-hubungan sosial serta pesan yang
menghasilkan efek komunikasi, baik terencana maupun tidak terencana. Jika hubungan
antara komunikan dan komunikator buruk, maka akan menimbulkan pertentangan yang
berujung konflik. Dan jika sudah terjadi konflik, akan terjadi kegagalan komunikasi yang
akan menyebabkan kurang efisien, seperti halnya dalam penelitian ini, dimana kasus
kegagalan komunikasi tersebut bisa terjadi dalam keluarga.
Didalam sebuah keluarga tidak mungkin tidak pernah terjadi sebuah konflik.
Konflik di sebuah keluarga sangat beragam, salah satunya ialah perbedaan pendapat antara
orang tua dan anak. Dalam keluarga yang utuh saja masih bisa terjadi perbedaan pendapat,
apalagi dalam kasus yang terjadi antara ayah tiri dengan anak tiri, yang pada dasarnya tidak
mengenal satu sama lain lebih dalam. Perbedaan pendapat antara ayah tiri dengan anak
yang terjadi karena memiliki sudut pandang yang berbeda. Biasanya, kasus ini sering
terjadi karena mereka tidak bertemu dari sang anak masih kecil dan keduanya belum

2
mengenal satu sama lain secara mendalam, sehingga keduanya belum mengetahui sifat dan
pola pikir masing-masing. Kasus ini tidak hanya terjadi dalam keluarga yang memiliki ayah
tiri atau anak tiri saja, melainkan juga keluarga yang memiliki orang tua pendamping tidak
begitu akrab. Konflik ini sering terjadi di rumah, karena pada dasarnya rumah merupakan
tempat berkumpulnya keluarga dan tempat dimana para anggota keluarga berkumpul untuk
bertukar pendapat, saling bercerita, dan kegiatan positif yang selayaknya dilakukan oleh
keluarga. Perbedaan pendapat ini sering terjadi disaat sang anak harus menentukan sebuah
pilihan, dimana saat sang anak membutuhkan sosok ayah yang seharusnya bisa membantu
anaknya menentukan pilihan, tetapi sang anak mendapatkan kata-kata yang membuat
dirinya tidak percaya diri. Hal ini membuat pikiran sang anak menjadi enggan untuk
menanyakan pendapat kepada ayah tirinya. Perbedaan pendapat yang berujung hubungan
yang tidak baik ini biasanya dikarenakan keduanya memiliki perbedaan pemikiran antara
ayah tiri dan anak. Walaupun pasti ada waktunya dimana sang ayah pasti membutuhkan
anak nya atau sebaliknya, hal ini masih sulit terjadi dikarenakan dalam pribadi masing-
masing masih ada ke ego an yang membuat komunikasinya jadi terhambat.
Pada kasus kali ini, Dani yang dari kecil tidak memiliki ayah mendapatkan kabar
bahwa ibu nya menikah dengan lelaki dewasa yang kelak akan menjadi ayah tiri nya. Dua
bulan pertama merupakan hari yang sulit untuk Dani. Hal ini dikarenakan Dani sudah
terbiasa hidup berdua dengan ibunya. Penyesuaian yang di hadapi oleh Dani sangat lah
sulit. Pola pikir sang ayah tiri sangat berbeda dengan Dani, sehingga sering terjadi
perbedaan pendapat antara Dani dan ayah tiri. Dengan latar belakang ayah tiri yang bisa di
katakan sukses menjadikannya egois dan merasa pilihannya selalu benar. Dani yang belum
terbiasa pilihannya di ganggu gugat oleh orang lain merasa risih, terutama alasan yang
diberikan oleh ayah tirinya tidak bisa masuk ke logika Dani.
Dani sebagai normal nya manusia juga bisa merasa tidak nyaman atas teguran-
teguran yang di berikan ayah tirinya. Walaupun ayah tirinya sekarang sudah menjadi
bagian dari keluarganya dan sudah bisa menjadi kepala keluarga, sang ayah tiri belum
menjalankan salah satu perannya yaitu menjadi seorang panutan oleh Dani. Dani menjadi
enggan untuk berbicara bahkan bertemu dengan ayah tirinya, karena setiap kegiatan yang
di lakukan Dani akan selalu di komentari oleh ayahnya. Hal tersebut yang membuat Dani
menghindari komunikasi bersama ayah tirinya. Selama bertahun-tahun satu rumah

3
membuat ayah tirinya membuat sedikit tersadar bahwa yang di lakukan oleh nya salah dan
mulai membuat Dani merasakan sosok ayah yang sebenernya. Tetapi masa kelam yang
membuat Dani malas berada di dalam rumah masih tersimpan di benaknya. Namun Dani
sudah mulai terbiasa karena hal-hal tersebut yang membuat Dani menjadi dewasa yang
lebih baik. Komunikasi dengan ayahnya juga lebih baik dari masa kecilnya. Oleh karena
itu, dalam riset ini kami mencoba untuk memperoleh hambatan hambatan apa saja yang
terjadi dalam komunikasi antarpribadi terkait dengan fenomena antar ayah tiri dengan anak
tiri.
Tujuan diadakannya penelitian ini untuk mencari tau bagaimana komunikasi yang
terjalin antar ayah tiri dengan anak tiri. Karena secara umum, sang anak tidak dirawat dari
kecil oleh sang ayah tiri, yang mengakibatkan adanya kekurangan dalam komunikasi yang
akan di sampaikan oleh kedua belah pihak. Walaupun dalam agama ayah tiri dan anak
sudah menjadi keluarga, tetapi perbedaan pemikiran pasti akan mengakibatnya kurang
efektif dalam penyampaian komunikasi antarpribadi

Metode
Paradigma yang kami gunakan dalam riset ini ialah paradigma post positivisme.
Uno (2020) menyatakan, paradigma merupakan model-model yang digunakan oleh peneliti
untuk mengejar kebenaran sebuah penelitian. Menurut Irawati (2021), paradigma post
positivisme merupakan bentuk modifikasi positivisme dan hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti. Secara ontologis,
aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam
kenyataan sesuai hukum alam, namun mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar
oleh peneliti. Secara metodologis pendekatan eksperimental dengan cara obeservasi tidak
cukup, tapi juga harus menggunakan metode tringulation yaitu penggunaan macam-macam
metode, sumber data, peneliti dan teori.
Dalam riset ini, kami menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam Nugrahani
(2014), pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan oleh peneliti untuk
mengenali subjek, serta merasakan apa yang dialami subjek dalam kesehariannya. Tujuan
penelitian kualitatif ini untuk memahami kondisi subjek dengan mengarahkan pada
pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai subjek tentang apa yang sebenarnya

4
terjadi. Cara kami mendapatkan bahan dalam riset ini ialah dengan mewawancarai Dani
(nama disamarkan), observasi, dan dokumentasi. Yuhana (2019) menyatakan bahwa
wawancara merupakan percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih yang dilakukan
oleh pewawancara dan narasumber dan bisa dilakukan secara langsung maupun jarak jauh.
Menurut Matthew & Ross yang dikutip oleh Sidiq (2019) ,observasi merupakan
pengumpulan data terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera manusia.
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian. Dokumentasi ini bisa berupa dokumen resmi (surat instruksi,
surat putusan) maupun dokumen tidak resmi (surat nota, surat pribadi).

Analisis Pembahasan

Kami menggunakan analisis Lasswell dalam pembuatan riset ini. Didalam analisis
ini terdapat lima tahap, yaitu; who, say what, in which channel, to whom, dan with what
effect. Dalam analisis ini, sang ayah tiri berperan sebagai who karena ialah yang membuat
komunikasi dengan Dani menjadi tidak lancar. Hal ini disebabkan karena sering terjadinya
perbedaan pendapat serta belum mengenal anak tirinya lebih dalam. Dalam Says What,
Salah satu penyebab terjadinya perbedaan pendapat ini ialah karena ayah tiri dan anak tiri
memiliki pola pikir yang berbeda serta sang ayah selalu menyalahkan dan mencari
kesalahan sang anak yang membuat sang anak tidak pernah senang berdiskusi dengan ayah
tirinya.

Dalam In which channel, Kasus ini sering terjadi secara langsung, dimana Dani
sedang mengerjakan pekerjaan rumah tetapi sang ayah tiri selalu saja mencari kesalahan
Dani atau menceramahinya yang membuat Dani menjadi malas untuk melanjutkan
kegiatan yang sedang dilakukan. Walaupun sering terjadi secara langsung bukan berarti
perbedaan pendapat ini tidak terjadi melalui media chat. Biasanya perbedaan pendapat
melalui media chat ini terjadi ketika sang ayah tiri dan anak sedang tidak bertemu
sedangkan sang anak meminta bantuan berupa memberi saran. Namun, Ayah tirinya selalu
memberikan kata-kata yang tidak enak didengar setiap membantunya membuat sang anak
terkadang merasa menyesal meminta bantuan nya.

5
Dalam to Whom, sang ayah selalu menggunakan alasan perbedaan zaman, Ia selalu
merasa bahwa zaman nya sudah paling berat yang membuat hal-hal yang dilakukannya
selalu benar, sang anak yang selalu dibanding bandingkan dengan zamannya juga menjadi
marah, karena alasan nya tidak masuk akal jika yang di permasalahkan adalah masalah
beda zaman, dimana sang ayah tiri juga seharusnya bisa mendengarkan anaknya yang besar
di zaman tersebut. Hal pendukung lainnya dikarenakan sang ayah tiri memiliki anak
kandung yang sangat nurut dengan ayahnya, membanding bandingkan sudah menjadi hal
yang biasa bagi ayah tiri nya. Bagaimana normalnya seorang anak, pasti akan merasa
kurang nyaman jika dibanding bandingkan, apalagi yang menjadi faktor pembandingnya
merupakan anak kandungnya, yang pastu lebih dekat dengan ayahnya di banding anak tiri.
Dengan seringnya terjadi perbedaan pendapat membuat komunikasi antara ayah tiri dan
anak menjadi terganggu terutama sang anak menjadi enggan untuk berkomunikasi dengan
ayah tirinya. Setiap berbincang dengan ayah tirinya, selalu ada perdebatan yang membuat
anaknya tidak percaya diri dengan langkah yang ingin ia ambil.

Salah satu alasan mengapa terjadinya perbedaan pendapat antara ayah tiri dengan
sang anak ialah karena adanya hambatan dalam berkomunikasi. Dikutip dari Kustanti
(2020), Eisenberg mengungkapkan bahwa terdapat empat jenis hambatan dalam
berkomunikasi, yaitu hambatan proses yang merupakan hambatan terjadi pada komunikasi
itu sendiri seperti adanya gangguan sinyal internet pada saat video call atau sedang
chattingan dengan lawan bicaranya, hambatan semantik yang mengarah pada tata bahasa
dan kata-kata yang diucapkan oleh komunikan, hambatan fisik yang merupakan hambatan
berupa kontak fisik , dan hambatan psikososial yang merupakan hambatan dimana emosi
seseorang dapat menentukan isi dari pesan tersebut.

Dari kasus antar ayah tiri dengan anak tiri sudah terlihat adanya hambatan
psikososial, dimana saat ayah tiri dan anak sedang melakukan komunikasi, pastinya sang
anak sudah merasakan adanya emosi, karena dari kejadian-kejadian sebelumnya, ayah
tirinya hanya selalu berkomentar tentang apa yang anaknya lakukan, jadi menurutnya
sangat tidak mungkin ayah tirinya hanya ingin berbicara normal, hal yang seharusnya
dilakukan dengan sepasang ayah dan anak menjadi hal yang paling dihindari. Hambatan
psikososial tidak hanya menarik emosi seseorang, tetapi adanya perbedaan persepsi juga

6
bisa menyebabkan komunikasi terhambat, dari setiap pendapat yang anak nya selalu ingin
sampaikan, selalu dibantah oleh ayah tirinya dengan alasan yang kurang logis.

Sehingga dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa nilai yang
didapatkan oleh anak, yaitu nilai afektif, kognitif, dan konatif. Dari segi kognitif, sang anak
tiri mengetahui alasan mengapa sang ayah tiri selalu memarahinya karena sang ayah tiri
membanding-bandingkan kehidupannya dengan anak tiri ketika sedang memarahi sang
anak, atau ketika sang anak tidak menuruti keinginannya. Dari segi konatif, setelah sang
anak secara tidak langsung mengetahui latar belakang ayah tirinya, sang anak menjadi
mengerti dan lebih memilih diam setiap ia mendapatkan ocehan. Dari segi afektif, sang
anak mencoba memahami sifat ayah tirinya sehingga dari sang anak merasa takut ketika
sedang dimarahi menjadi merasa biasa saja ketika sedang dimarahi ayah tirinya. Di dalam
kasus ini terdapat sebuah norma. Menurut Elwijaya (2021), norma merupakan standar yang
menggambarkan prinsip-prinsip tertentu yang mengandung sifat-sifat yang benar dan
salah. Norma terdiri dari empat macam; (1) Norma hukum merupakan norma yang berisi
berbagai perintah atau larangan yang mengarahkan permintaan kepada masyarakat atau
negara, (2) Norma agama merupakan norma yang berisi kumpulan aturan atau pedoman
hidup yang bersifat ketuhanan, (3) menurut Drastawan (2022), Norma kesopanan yang
merupakan norma yang mengatur cara berperilaku dalam hubungan diantara anggota
masyarakat lainnya, (4) Norma kesusilaan yang mengatur kehidupan yang ada dari diri
pribadi.

Di dalam kasus ini terdapat norma kesopanan karena setelah ia mengetahui bahwa
ayah tirinya memang memiliki didikan yang keras dan omongan yang lantang, sang anak
tetap santun terhadap orang tuanya, walaupun jika dilihat dari medis, ayah tirinya bukan
termasuk keluarga intinya, tetapi dengan sang anak selalu memilih untuk diam dan masih
mendengarkan celaan yang diberi oleh ayah tirinya, itu sudah termasuk ke dalam norma
kesopanan atas menghormati orang yang lebih tua. Etika dan moral yang terbentuk dari
sikap sang anak tiri bisa dikatakan bagus karena walaupun sang ayah tiri selalu
memarahinya, sang anak berusaha sabar dan tidak melawan atau membantah perkataannya,
walaupun sebenarnya bisa saja di celah, karna pada dasarnya ayah tirinya yang mudah
terpancing emosi membuat kata kata yang dikeluarkan bisa melebihi batas. Menurut

7
Tas’adi (2016), Etika banyak membahas masalah perbuatan atau tingkah laku manusia,
mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat. Menurut Hasanah (2018), moral
merupakan nilai yang berlaku dalam lingkungan sosial serta mengatur tingkah laku
seesorang. Jadi bisa dinilai bahwa sisi seorang anak yang umurnya jauh dibawah ayah
tirinya tetap sopan santun, walaupun sang ayah tiri secara umum melakukan salah karna
terlalu keras mendidik anaknya, tetapi memiliki etika dan moral yang baik tidak merugikan
kedua sisi.

Dari kasus antara ayah tiri dengan anak ini, terdapat teori Disomansi kognitif yang
digagas oleh Leon Festinger pada tahun 1951. Dikutip dari Suatan (2021), teori ini terdiri
dari dua konsep, yaitu kognitif yang terdiri dari sikap, persepsi, pengetahuan, dan
keyakinan, dan juga disonansi yang merupakan konflik atau tidak konsisten. Menurut
Festinger, terjadinya disonansi atau ketidaknyamanan ini karena seseorang memiliki dua
elemen kognitif yang berhubungan tetapi tidak konsisten. Sama seperti kasus antara ayah
tiri dengan anak, konflik antara anak dengan ayah tiri ini terjadi akibat hubungan mereka
berdua yang selalu ada konflik. Setelah terjadinya konflik dalam jangka waktu yang
panjang, sang ayah tiri akhirnya menyadari bahwa apa yang ia lakukan terhadap anak
tirinya salah dan tidak sesuai dengan peran sebagai ayah pada umumnya. Sehingga sang
ayah tiri merubah sikapnya demi memperbaiki hubungannya dengan sang anak, tetapi
dengan kertlambatan sang ayah tiri menyadarinya, membuat sikap sang anak menjadi
terlanjur marah kepadanya.

Selain itu, terdapat teori dialektika relasional yang di temukan oleh Leslie Baxter
dan WK Rawlins pada tahun 1988. Dikutip dari Muniruddin, M. (2019), disebutkan bahwa
teori tersebut menggambarkan tentang bagaimana manusia yang hidup secara
berdampingan akan menghadapi kemajuan dalam diri setiap indivudnya, setiap orang pasti
memiliki suatu impian atau keinginan terhadap orang lain, dengan adanya teori ini
membuat adanya dorongan atau tarikan yang membuat keinginan tersebut rusak. Dalam
kasus Ayah tiri dan anak, pasti di dalam pikirannya di inginkan hubungan yang harmonis
layaknya ayah dengan anak, tetapi hal itu menjadi rusak di karenakan sang Ayah tiri yang
keras kepala dan membuat keinginan nya untuk membangun keluarga yang harmonis
menjadi ter tunda. Salah satu asumsi yang ada dalam teori dialektikan relasional adalah

8
Hubungan yang tidak bersifat linear, yang berarti hubungan dari setiap manusia tidak
selamanya akan selalu berjalan harmonis, walaupun Ayah tiri dan anak tidak selalu
berdebat, tetapi dengan sifatnya yang membuat anak nya menutup diri dari sang ayah tiri
sudah menjadi satu langkah yang membuat hubungannya menjadi semakin keluar dari
garisnya.

Penutup

Kesimpulan

Dari kasus ayah tiri dan anak tiri ini bisa disimpulkan bahwa alasan adanya
hambatan komunikasi antara ayah tiri dengan anak tiri ini disebabkan oleh kesalahpahaman
yang membuat komunikasi dari kedua pihak individu jadi terhambat, saat sang ayah tiri
memiliki tujuan tertentu yang dianggap benar, belum tentu bisa diikuti oleh anaknya.
Beberapa masa lalu yang membuat sang anak menjadi enggan untuk terbuka kepada ayah
tirinya juga merupakan hal yang membuat hubungannya menjadi tidak akur. Selain itu,
adanya hambatan psikososial, dimana sang anak selalu emosi saat berkomunikasi dengan
ayah tirinya akibat sang ayah selalu mengomentari dirinya juga menjadi salah satu
hambatan komunikasi antara ayah tiri dengan anak tiri yang menyebabkan hubungan
mereka menjadi tidak baik. Permasalahan tersebut yang menyebabkan hubungan nya jadi
renggang, walaupun dari pihak sang ayah tiri sudah berusaha untuk memperbaiki
hubungannya, tetapi susah bagi seorang anak yang dari kecil memiliki trauma yang
menyebabkan susah untuk dilupakan. Didalam kasus ini terdapat teori disomansi koginitif,
dimana ayah tiri dan anak tiri memiliki hubungan namun tidak konsisten, dan terdapat juga
teori dialektika rasional, dimana sang anak menginginkan sebuah hubungan yang harmonis
dengan ayah tirinya namun tidak bisa dicapai karena sang ayah tiri memiliki sifat keras
kepala dan selalu memarahi anak tiri tanpa sebab.

Saran

Menurut penulis, dengan adanya konflik antar Ayah tiri dengan anak tiri menjadi
pembelajaran utama bagi orang tua agar bisa lebih memahami kondisi anak, walaupun

9
posisi ayah tiri datang disaat anaknya sedang berkembang dimana emosinya akan lebih
sensitif daripada anak yang sudah dirawat dari kecil. Maka dari itu peran ayah sangat
dibutuhkan dalam masa perkembangan anak. Dengan adanya kebimbangan yang terjadi
dari sifat anak harusnya menjadi patokan utama agar bisa lebih memahami anaknya. Dari
segi anak juga seharusnya mau menuruti perintah ayahnya, walaupun memang terkadang
perintahnya bisa bertolak belakang dengan sifat sang anak, tetapi semua orang tua pasti
ingin yang terbaik untuk anaknya. Bisa dikatakan keduanya salah dalam menghadapi sifat
emosi, sang ayah tiri yang mendidik dengan keras, sedangkan anaknya keras kepala,
faktor tersebut tentu akan menghambat kedekatan dari mereka, karena kunci dari keluarga
yang harmonis yaitu kedekatan serta keterbukaan yang membuat tidak adanya rasa benci
dari hati tiap anggota keluarga, maka dari itu sesekali mengalah bukanlah masalah yang
besar, terkadang kita malah membutuhkan sifat mengalah untuk mendapatkan keinginan
kita.

10
REFRENSI

Nurhadi, Z. F., & Kurniawan, A. W. (2018). Kajian tentang efektivitas pesan dalam komunikasi.
Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian, 3(1), 90-95.
( https://journal.uniga.ac.id/index.php/JK/article/view/253 )

Amin, M. A. S. (2017). Komunikasi Sebagai Penyebab Dan Solusi Konflik Sosial. Jurnal
Common, 1(2). ( https://ojs.unikom.ac.id/index.php/common/article/view/573/422 )

Uno, H. B. (2020). Paradigma Penelitian. E-PROSIDING PASCASARJANA UNIVERSITAS


NEGERI GORONTALO
( http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/PSI/article/viewFile/395/358 ).

Irawati, D., Natsir, N. F., & Haryanti, E. (2021). Positivisme, Pospositivisme, Teori Kritis, dan
Konstruktivisme dalam Perspektif “Epistemologi Islam”. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, 4(8), 870-880.
( http://jiip.stkipyapisdompu.ac.id/jiip/index.php/JIIP/article/view/358 )

Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books, 1(1).
(https://library.stiba.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/ZTAyMWVkYzVlNTY4
NWMyYWI1NjZhNThmNjIyOTYzZDg3YWUxYjdjNA==.pdf )

Yuhana, A. N., & Aminy, F. A. (2019). Optimalisasi peran guru pendidikan agama Islam sebagai
konselor dalam mengatasi masalah belajar siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam,[SL], 7(1), 79-96.
( https://www.riset-iaid.net/index.php/jppi/article/view/357 )

Sidiq, U., Choiri, M., & Mujahidin, A. (2019). Metode penelitian kualitatif di bidang
pendidikan. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1-228.
(http://repository.iainponorogo.ac.id/484/1/METODE%20PENELITIAN%20KUALITATIF%20
DI%20BIDANG%20PENDIDIKAN.pdf )

Kustanti, M. C. (2020, May). Hambatan Komunikasi Interpersonal pada Physical Distancing di


Situasi Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar Nasional Hardiknas (Vol. 1, pp. 57-64). (
http://proceedings.ideaspublishing.co.id/index.php/hardiknas/article/view/9/9

Elwijaya, F., Neviyarni, N., & Irdamurni, I. (2021). Sistem, Nilai, Dan Norma Dalam Pendidikan
Dasar: Sebuah Kajian Literatur. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1840-1845. (
https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/1186 )

11
Drastawan, I. N. A. (2022). KEDUDUKAN NORMA AGAMA, KESUSILAAN, DAN
KESOPANAN DENGAN NORMA HUKUM PADA TATA MASYARAKAT
PANCASILA. Jurnal Komunitas Yustisia, 4(3), 928-939. (
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/view/43189 )

TAS'ADI, R. A. F. S. E. L. (2016). Pentingnya Etika Dalam Pendidikan. Ta'dib, 17(2), 189-198. (


https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/takdib/article/view/272 )

Hasanah, U. (2018). Metode Pengembangan Moral Dan Disiplin Bagi Anak Usia Dini. Martabat:
Jurnal Perempuan dan Anak, 2(1). ( http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/martabat/article/view/990 )

Suatan, A. T., & Irwansyah, I. (2021). Studi Review Sistematis: Aplikasi Teori Disonansi Kognitif
dan Upaya Reduksinya pada Perokok Remaja. JURNAL LENSA MUTIARA
KOMUNIKASI, 5(1), 72-82.
(http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JLMI/article/view/1556 )

Muniruddin, M. (2019). Komunikasi Pengembangan Masyarakat Islam Analisis Teori Dialektika

Relasional. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 7(1), 13.

(http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/PEMAS/article/view/5608/2525)

12

Anda mungkin juga menyukai