Anda di halaman 1dari 40

I.

Judul Percobaan
Kesetimbangan Fase Dua Komponen
II. Hari/Tanggal Percobaan
Jum’at, 18 November 2022 pukul 08.00 WIB
III. Selesai Percobaan
Jum’at, 18 November 2022 pukul 13.00 WIB
IV. Tujuan Percobaan
1. Menggambarkan kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair
(butanol-air)
2. Menentukan titik ekivalen pada kesetimbangan fase dua komponen fase
cair-cair (butanol-air)
3. Menentukan fasa, komponen, dan derajat kebebasan suatu sistem
kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair (butanol-air)
V. Tinjauan Pustaka
A. Sistem dan lingkungan
Sistem adalah bagian tertentu dunia yang menjadi pusat perhatian.
Yang berada di luar sistem disebut lingkungan, dimana bagian dunia yang
dapat memberikan efek berarti terhadap sistem. Antara sistem dan
lingkungan terdapat bidang batas yang disebut dinding. Dinding yang dapat
dilewati materi disebut permiabel dan yang tidak dapat disebut impermiabel.
Dinding semipermiabel ialah dinding yang dapat dilewati oleh materi
tertentu dan tidak untuk yang lain. Dinding yang dapat dilewati kalor disebut
diatermal dan yang tidak disebut adiatermal. Dinding yang tidak dapat
diubah bentuknya disebut rigit, sedangkan dinding yang dapat berubah
bentuk dan ukurannya disebut disebut non rigit. Selain itu juga ada dinding
yang dapat bergerak salah satu sisinya, contohnya pompa karena ada piston
yang dapat ditekan atau ditarik. Berdasarkan interaksi dengan
lingkungannya, sistem dapat dibagi atas : sistem terbuka, tertutup dan
tersekat (terisolasi). Sistem terbuka adalah sistem yang dindingnya
permiabel dan diatermal, sehingga dapat terjadi perpindahan materi dan
kalor dengan lingkungannya. Sistem tertutup adalah sistem berdinding
impermiabel dan diatermal, sehingga tidak terjadi perpindahan materi tetapi
hanya perpindahan kalor dengan lingkungan. Sedangkan sistem yang
berdinding rigit, impermiabel, adiathermal akan menghasilkan sistem
terisolasi karena tidak terjadi perpindahan baik materi maupun kalor dengan
lingkungan (Hardeli Dan S, 2013).
B. Fase
Kata 'fase' berasal dari kata Yunani yang berarti 'munculnya'. Fasa
adalah bentuk materi yang seragam di seluruh komposisi kimia dan keadaan
fisik (Atkins , Paula , & Keeler, 2018). Fase fisik yang ditandai dengan
perubahan urutan molekul. Molekul dalam padatan memiliki orde tertinggi
dan molekul dalam fase gas memiliki keacakan tertinggi (Raymond, 2005).
Perubahan fase adalah perubahan fisika yang ditandai dengan
perubahan susunan molekul. Molekul-molekul dalam keadaan padat
memiliki orde tertinggi, dan molekul dalam fase gas memiliki
ketidakteraturan tertinggi (Chang, 2005).
Materi memiliki tiga keadaan: cair, padat dan gas. Suatu zat (unsur
atau senyawa) dapat berada dalam tiga wujud, yaitu padat, cair dan gas.
Adanya wujud adalah akibat daya tarik antar partikel materi (atom, molekul
atau ion). Jika daya tarik itu sangat kuat akan berwujud padat, jika sedang
berwujud cair dan jika lemah sekali zat akan berwujud gas. Walaupun wujud
zat ada tiga tetapi fasanya dapat lebih dari tiga karena zat berwujud padat
bisa mempunyai dua fasa atau lebih sebab zat ada yang mempunyai dua
struktur kristal,contoh padatan belerang mempunnyai strutur rhombis dan
monoklin.Masing-masing keadaan ini disebut fase, dan merupakan bagian
homogen dari sistem yang bersentuhan dengan bagian lain dari sistem pada
batas yang jelas. Transisi fase adalah transisi dari satu fase ke fase lainnya
dan terjadi ketika energi bertambah atau berkurang. Transisi fase adalah
perubahan fisik yang ditandai dengan perubahan urutan molekul. Molekul
dalam keadaan padat memiliki urutan maksimum, dan molekul dalam fase
gas memiliki keacakan maksimum. Transisi fase terjadi pada suhu dan
tekanan tertentu (Tjahjani, Nasrudin, & Novita, 2013).
C. Kesetimbangan Fasa

Kesetimbangan terjadi jika sebuah sistem mempunyai energi bebas


minimum pada temperatur, tekanan, dan komposisi tertentu. Semakin tinggi
energi bebas, maka gerak atom pada bahan semakin acak dan tidak teratur.

Secara makro jika sifat-sifat sistem tidak berubah maka waktu


akan stabil. Kesetimbangan fasa adalah kesetimbangan pada sistem yang
terdiri lebih dari 1 fasa yang masing-masing fasa tidak mengalami
perubahan.
Kesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen
penyusunnya yaitu sistem satu komponen, dua komponen dan tiga
komponen Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya
aturan fasa Gibbs. Sedangkan persamaan Clausius dan persamaan Clausius
Clayperon menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dan
perubahan suhu pada sistem satu komponen. Adanya penyimpangan dari
sistem dua komponen cair- cair ideal konsep sifat koligatif larutan dapat
dijelaskan (Hardeli & Syukri, 2013). Gambar di bawah ini akan
menunjukkan diagram fase air :

Gambar 1.1 Diagram Fase Airmilaa,, belum tak edit nomere


Untuk memahami tentang kesetimbangan fasa, maka perlu juga
mengenal istilah jumlah fasa, jumlah komponen, dan derajat kebebasan.

1. Jumlah Fasa

Banyaknya fase dalam system diberi notasi P. Gas atau campuran


gas adalah fasa tunggal; Kristal adalah fasa tunggal; dan dua cairan
yang dapat campur secara total membentuk fase tunggal. Campuran dua
logam adalah sistem dua fase (P = 2) jika logam- logam itu tak dapat
campur, tetapi merupakan sistem satu fase (P =1) jika logam-logamnya
dapat bercampur. Contoh ini menunjukkan bahwa memutuskan apakah
suatu sistem terdiri dari satu atau dua fase (Atkins, 1997).
2. Jumlah Komponen

Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum


spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua
fase yang ada dalam sistem. Definisi ini bisa diberlakukan jika spesi
yang ada dalam sistem tidak bereaksi, sehingga kita hanya menghitung
kuantitasnya. Misalkan, air murni merupakan sistem satu komponen
(C=1) dan campuran etanol danair adalah sistem dua-komponen (C=2)
(Atkins, 1997). Jika spesi bereaksi dan berada pada kesetimbangan kita
harus memperhitungkan arti kalimat “semua fase” dalam definisi
tersebut (Atkins, 1997).

3. Aturan Fase

Aturan Fase Hubungan antara (F),jumlah fase pada


kesetimbangan (P),dan jumlah komponen (C) merupakan aturan
fase.Jumlah kebebasan dai suatu sisitem merupakan banyak variable
intensif yang dapat diganti secara independent tanpa mengganggu
banyaknya fase pada kesetimbangan. Sebuah komponen merupakan
konstituen kimia independent dari suatu system.Jumlah komponen pada
system merupakan jumlah minimal jenis spesi independent yang
dibutuhkan untuk menentukan komponen seluruh fasa pada
system.Jumlah variable independent F dapat diperoleh dengan cara
mengurangkan jumlah total persamaan dari jumlah total variable. F = P
C + 2 – P – C (P-1) F = C – P + 2 Persamaan tersebut adalah aturan fasa
dari J. Williard Gibbs.Cara menghafal aturan fasa yaitu dengan
menyadari bahwa kenaikan jumlah komponen akan meningkatkan
jumlah variable,maka C akan memiliki tanda positif.Kenaikan jumlah
fasa menaikkan jumlah kondisi kesetimbangan dan jumlah
persamaan,maka mengeliminasi beberapa variable sehingga P akan
bertanda negative (Chang , 2005).
D. Ikatan Hidrogen

Ikatan Hidrogen merupakan ikatan antar molekul yang memiliki atom


yang terikat pada atom yang memiliki keelektronegativitas yang tinggi.
Ikatan Hidrogen juga dapat didefinisikan sebagai sejenis gaya tarik antar
molekul yang terjadi antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang
berlawanan. Walaupun Lebih kuat dari kebanyakan gaya antar molekul,
ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion.
Ikatan hidrogen seperti interaksi dipol-dipol dari Van der Waals.
Perbedaannya adalah muatan parsial positifnya berasal dari sebuah atom
hidrogen dalam sebuah molekul. Sedangkan muatan parsial negatifnya
berasal dari sebuah molekul yang dibangun oleh atom yang memiliki
elektronegativitas yang besar,seperti atom Flor (F), Oksigen (O), Nitrogen
(N).
Hidrogen (H) apabila berikatan dengan atom lain (X), terutama F, O,
N, atau Cl sedemikian hingga ikatan X–H benar- benar polar. H
mengandung muatan parsial positif, sehingga dapat berinteraksi dengan
atom lain yang kaya elektron (Y), membentuk ikatan hydrogen, sehingga
dapat ditulis sebagai berikut:
X……H……Y
Jarak H–Y ikatan hidrogen umumnya jauh lebih panjang dari ikatan
kovalen H–Y yang normal. Ikatan hidrogen menjadi kuat apabila jarak X
terhadap Y pendek, dan jarak X–H serta H–Y hampir sama besarnya
(Petrucci, 1985).
Energi rata-rata satu ikatan hidrogen cukup besar untuk satu
interaksi dipol-dipol yaitu hingga 40 kJ/mol. Jadi, ikatan hidrogen
merupakan suatu gaya yang kuat dalam menentukan stuktur dan sifat-sifat
banyak senyawa. Bukti awal adanya ikatan hidrogen berasal dari kajian
mengenai titik didih senyawa. Pada umumnya, titik didih sederet senyawa
dalam golongan yang sama meningkat dengan meningkatnya massa molar.
Tetapi senyawa hidrogen unsur-unsur golongan 5A, 6A, dan 7A (NH3, H2O,
HF) tidak mengikuti kecenderungan tersebut. Dalam setiap deret ini,
senyawa yang paling ringan (NH3, H2O, HF) memiliki titik didih tertinggi,
bertentangan dengan dugaan berdasarkan massa molar. Alasannya adalah
adanya ikatan hidrogen yang meluas antara molekul- molekul dalam
senyawa tersebut (Chang, 2003).
E. Aquades

Aquades adalah air suling yang bebas dari zat pengotor sehingga cukup
ideal digunakan untuk kegiatan laboratorium. Memiliki ciri-ciri seperti
bening, tidak berwarna, dan tidak berasa. Aquades biasanya digunakan
untuk membersihkan peralatan laboratorium dari kotoran. Aquades dinamis
karena memiliki kesetimbangan antara fase cair dan padat di bawah tekanan
standar dan suhu. Dalam bentuk ionik aquades dapat digambarkan sebagai
asosiasi atau ikatan antara ion hidrogen dan ion hidroksida.
Air disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak
zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fasa cair dan
padat dibawah tekanan dan temperatur standar. Tarikan atom oksigen pada
elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat daripada ikatan atom hidrogen.
Adanya muatan pada tiap atom membuat molekul air memiliki sejumlah
momen dipol yang membuat masing-masing molekul berdekatan
membuatnya sulit dipisahkan dan pada akhirnya menaikkan titik didih air.
Gaya tarik menarik ini disebut ikatan hidrogen. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya fenol
dalam air. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat
dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh yang
menstabil (Sukardjo, 1997).
Untuk melakukan praktikum kesetimbangan fase harus disiapkan air
mendidih dan juga air dingin. Ketika fase terpisah secara perlahan, nilai
termometer harus dicatat. Reaksi akan menyebabkan cairan berubah setelah
larutan bening atau tidak berwarna menjadi keruh. Ini menunjukkan bahwa
ada adalah dua komponen atau fase, dan komponen cair-cair.
VI. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Tabung reaksi besar 2 buah
2. Pengaduk 1 buah
3. Beaker Glass 500 mL 2 buah
4. Kaki tiga dan kasa pembakar spiritus 1 buah
5. Gelas ukur 10 mL 2 buah
6. Pembakar spiritus 1 buah
7. Gelas kimia 100 mL 1 buah
8. Gelas kimia 50 mL 1 buah
9. Pipet tetes secukupnya
b. Bahan
1. Aquades secukupnya
2. Butanol teknis secukupnya

VII. Alur Percobaan

Air
1. Dimasukkan beaker glass ukuran 500 mL
sebanyak ± setengah volume total
2. Dididihkan dengan pembakar spiritus

Air mendidih
Tabung reaksi besar A Tabung reaksi besar B

1. Dimasukkan 10 mL 1. Dimasukkan 10 mL
aquadest ke dan larutan butanol dan
melengkapinya dengan melengkapinya dengan
pengaduk dan pengaduk dan
thermometer termometer
2. Dimasukkan 2 mL 2. Dimasukkan 2 mL
larutan butanol aquadest kemudian
kemudian diaduk diaduk
3. Diamati perubahan 3. Diamati perubahan yang
yang terjadi terjadi

4. Dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah


didihkan airnya
5. Diamati perubahan yang terjadi dan mencatat
suhu pada saat terjadi perubahan menjadi jernih
pada tabung reaksi besar A sebagai t1A dan tabung
reaksi besar B sebagai t1B
6. Kedua tabung reaksi diangkat dari beaker glass
dan diamati perubahannya
7. Dicatat suhu saat terjadi perubahan menjadi
keruh pada tabung reaksi besar A sebagai t2A dan
tabung reaksi besar B sebagai t2B
8. Diulangi Langkah dari penambahan 2 ml
butanol pada tabung reaksi besar A dan 2 ml
aquadest pada tabung reaksi besar B sampai tidak
terjadi perubahan walau dimasukkan kedalam
beaker glass (panas maupun dingin)

Hasil

Reaksi:
Sebelum pemanasan

HO HO
Butanol (aq) + H2O(l) → Butanol (aq) +
H2O(l)
Setelah pemanasan

HO HO
Butanol (aq) + H2O(l) → Butanol (aq) +
H2O(l)
(Helmilia et al., 2020)
VIII. Hasil Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
1. ▪ Aquades Tabung A ➢ Berdasarkan
Air
= larutan ▪ Aquades + HO praktikum yang
1. Dimasukkan beaker Butanol
glass ukuran 500 mL tidak Butanol = dilakukan,
sebanyak ± setengah (aq) + H2O(l) ⇌
bewarna Larutan tidak didapatkan :
volume total
2. Dididihkan dengan bewarna
HO
pembakar spiritus (terbenuk dua
Butanol
lapisan )
Air mendidih (aq) + H2O(l)
▪ Larutan ▪ Setelah diaduk ▪ Setelah pemanasan ▪ Terbentuk 2 fasa
butanol larutan karena perbedaan
= larutan menjadi keruh HO massa jenis dan sifat
Butanol
tidak kepolarannya
▪ Setelah
bewarna (aq) + H2O(l) ⇌
dipanaskan ▪ Larutan berubah
+ bau
larutan jernih karena
menyeng
kembali jernih HO pengaruh suhu dan
at Butanol
dan terbentuk komponen larutan
2 lapisan
▪ Tabung A
(jernih-jernih)
Suhu tepat jernih =
▪ Suhu tepat (aq) + H2O(l) 68°C,78°C, 58°C,
Tabung reaksi Tabung reaksi jernih = 68°C, (Alfred, 2008) 73°C, 69°C, 70°C,
besar A besar B
78°C, 58°C, 83°C, 83°C, 87°C,
1. Dimasukkan 1. Dimasukk 73°C, 69°C, 85°C, 84°C, 80°C,
10 mL an 10 mL 70°C, 83°C, 80°C, 75°C, 60°C,
aquadest ke larutan
dan butanol 83°C, 87°C, 60°C
melengkapin dan 85°C, 84°C,
▪ Suhu tepat keruh =
ya dengan melengka 80°C, 80°C,
pengaduk dan pinya 40°C,58°C, 70°C,
thermometer dengan 75°C, 60°C,
60°C, 62°C,71°C,
2. Dimasukkan pengaduk 60°C
2 mL larutan dan 62°C, 71°C,
butanol termomet ▪ Setelah
62°C,79°C, 76°C,
kemudian er didinginkan,
diaduk 2. Dimasukk 70°C, 53°C,55°C,
warna menjadi
3. Diamati an 2 mL 58°C
perubahan aquadest keruh dan
yang terjadi kemudian ▪ Tabung B
terbentuk 2
diaduk
lapisan (keruh Suhu tepat jernih =
3. Diamati
perubaha
jernih) 63°C,78°C, 75°C,
n yang
terjadi 64°C, 69°C, 73°C,
▪ Suhu tepat
78°C,91°C, 87°C,
keruh = 40°C,
94°C, 86°C, 90°C,
58°C, 70°C, 90°C,71°C, 66°C,
60°C, 62°C, 68°C,74°C,
71°C, 62°C,
71°C, 62°C,
Suhu tepat keruh =
79°C, 76°C,
70°C, 53°C, 30°C,56°C, 38°C,
48°C, 62°C, 59°C,
55°C, 58°C
60°C, 85°C, 82°C,
Tabung B
83°C, 80°C, 82°C,
▪ Butanol +
83°C, 67°C,42°C,
Aquades =
58°C, 39°C
jernih dan
Derajat kebebasan
terbentuk 2
dua fase : F= C -P
lapisan
+1 F = 2 -2+1 = 1
(jernih Derajat kebebasan
jernih) satu fase : F= C -P +1
F = 2 -1+1 = 2
▪ Setelah
dipanaskan,
larutan jernih
dan terbentuk
2 lapisan
(keruh-jernih)
4. Dimasukkan ke dalam ▪ Suhu tepat
beaker glass yang telah
jernih = 63°C, Derajat kebebasan
didihkan airnya
78°C, 75°C, dua fase : F= C -P
5. Diamati perubahan yang
terjadi dan mencatat suhu 64°C, 69°C, +1 F = 2 -2+1 = 1
pada saat terjadi perubahan 73°C, 78°C,
Derajat kebebasan
menjadi jernih pada tabung
91°C, 87°C,
reaksi besar A sebagai t1A satu fase : F= C -P +
dan tabung reaksi besar B 94°C, 86°C,
1 F = 2 -1+1 = 2
sebagai t1B
90°C, 90°C,
6. Kedua tabung reaksi
71°C, 66°C,
diangkat dari beaker glass
68°C,74°C,
dan diamati perubahannya
7. Dicatat suhu saat terjadi ▪ Setelah
perubahan menjadi keruh
didinginkan,
pada tabung reaksi besar A
sebagai t2A dan tabung warna keruh
reaksi besar B sebagai t2B
dan terbentuk
8. Diulang langkah ke 5-9 2 lapisan
kali sampai tidak terjadi
perubahan (tetap keruh) (keruh-jernih)
walau dimasukkan ke
dalam beaker glass (panas) ▪ Suhu tepat
Hasil keruh = 30°C,
56°C, 38°C,
48°C, 62°C,
59°C, 60°C,
85°C, 82°C,
83°C, 80°C,
82°C, 83°C,
67°C,42°C,
58°C, 39°C
IX. Analisis dan Pembahasan
Pada judul percobaan kesetimbangan fase dua komponen, dilakukan
dengan tujuan untuk menggambarkan fase dua komponen fase cair-cair
(butanol-air), menentukan titik ekivalen pada kesetimbangan fase dua
komponen fase cair-cair (butanol-air), dan menentukan fasa, komponen, dan
derajat kebebasan suatu sistem kesetimbangan fase dua komponen fase cair-
cair (butanol-air). Adapun alat yang dibutuhkan yaitu tabung reaksi besar,
pengaduk, beaker glass, kaki tiga, kasa, pembakar spiritus, dan gelas ukur.
Untuk bahan yg diperlukan yaitu butanol dan aquadest.
Prinsip dasar dari percobaan ini yaitu didasarkan pada titik ekivalen
dari butanol dan air pada grafik kesetimbangan butanol air yang diperoleh dari
grafik kesetimbangan. Kesetimbangan fase adalah suatu keadaan dimana suatu
zat memiliki komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan
tertentu. Fasa adalah bentuk materi yang seragam di seluruh komposisi kimia
dan keadaan fisik (Atkins et al, 2018). Sederhananya fase adalah wujud suatu
zat. Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan
pelarut dalam larutan biner. Zat pelarut umumnya memiliki volume lebih
banyak daripada zat terlarut. Sedangkan, derajat kebebasan adalah jumlah
variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan suatu sistem.
Percobaan dilakukan dengan menyiapkan air mendidih. Sekitar 300 mL
air, dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 mL. Kemudian didihkan dengan
pembakar spiritus. Air didih ini akan digunakan untuk proses pemanasan
larutan. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Selain itu,
pemanasan juga berfungsi untuk memutus ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen
adalah ikatan yang terjadi antar atom hidrogen pada molekul yang satu dengan
salah satu unsur (N,O,F) pada molekul yang lainnya yang merupakan gaya
dipol-dipol yang paling kuat (Rananda, 2018).
Pada percobaan pertama, mula-mula 10 mL aquades dimasukkan ke
dalam tabung reaksi besar yang diberi label A yang sudah dilengkapi dengan
termometer dan pengaduk. Dimana termometer tersebut digunakan untuk
mengukur suhu pada larutan jernih t1A dan t2A. Kemudian ditambahkan 2 mL
larutan Butanol, lalu menghasilkan larutan menjadi tidak berwarna dan
terbentuk dua lapisan. Terbentuknya 2 lapisan menandakan bahwa aquades dan
butanol tidak dapat larut secara bersamaan. Hal tersebut karena terdapat
perbedaan kepolaran dimana aquades polar butanol non polar serta perbedaan
massa jenis, massa jenis air sebesar 997 kg/m³, dan massa jenis butanol sebesar
810 kg/m³. Setelah itu diaduk dan diamati perubahan yang terjadi. Perubahan
yang terjadi berupa larutan keruh. Volume aquades pada tabung A lebih banyak
daripada volume larutan butanol yang berarti bahwa butanol terlarut dalam
aquades. Fungsi mengaduk atau menghomogenkan kedua larutan untuk
mempercepat terjadinya reaksi. Kemudian dipanaskan dengan penangas dan
diamati hingga larutan tepat jernih dan membentuk dua lapisan (lapisan atas
jernih, lapisan bawah jernih). Fungsi pemanasan tersebut adalah untuk
mempercepat terjadinya reaksi dengan memutus ikatan hidrogen yang ada
didalam aquades dan metanol. Di saat larutan tepat jernih, diukur suhunya,
maka diperoleh t1A. Menurut pengamatan, suhuu tepat jernih 72°C. Ketika
dipanaskan membentuk satu fasa atau jernih sama, warna sama, tidak ada
endapan, dan tidak dapat dipisahkan. Saat komponen dapat dipisahkan,
terdapat 2 komponen dan 2 fasa, sehingga derajat kebebasan sebesar 1.
Kemudian, tabung reaksi diangkat dan didinginkan hingga tepat keruh. Setelah
didinginkan warna berubah menjadi keruh dan terbentuk 2 lapisan (lapisan atas
keruh dan lapisan bawah jernih). Ketika larutan tepat keruh, diukur suhunya
dan diperoleh t2A sebesar 33°C. Ketika didinginkan, dua fasa dapat dipisahkan
ada endapan. Sedangkan saat terdapat 1 fasa, maka derajat kebebasan sebesar
2. Percobaan ini diulangi hingga tidak terjadi perubahan ketika dipanaskan.
Terdapat beberapa kali pengulangan dan didapatkan data suhu tepat jernih saat
setelah dipanaskan (t₁A). Kondisi larutan saat tepat tidak berubah baik setelah
dipanaskan dan didinginkan yaitu pada penambahan 30 mL larutan butanol,
dimana wujud lapisan bawah dari tabung A tetap jernih seperti sebelumnya.
Berikut reaksi yang terjadi :
Reaksi:
Sebelum pemanasan
HO HO
Butanol (aq) + H2O(l) → Butanol (aq) +
H2O(l)
Pada percobaan tabung B, gelas kimia 500 mL disiapkan kemudian diisi
dengan air dingin tidak berwarna sebanyak separuh dari volume total gelas
kimia tersebut. Lalu dipanaskan. Setelah dipanaskan didapatkan air panas tidak
berwana. Air panas atau air mendidih tersebut digunakan sebagai penangas
pada percobaan ini.
Pada percobaan tabung B, mula-mula 10 mL butanol dimasukkan ke
dalam tabung reaksi besar yang diberi label B yang sudah dilengkapi dengan
termometer. Dimana termometer tersebut digunakan untuk mengukur suhu
pada larutan jernih t1B dan t2B. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan aquades
dan dihomogenkan dan diamati perubahan yang terjadi. Fungsi dari
dihomogenkan aquades dan butanol tersebut untuk mempercepat terjadinya
reaksi. Perubahan yang terjadi berupa larutan keruh. Volume butanol pada
tabung B lebih banyak daripada volume larutan aquades yang berarti bahwa
butanol terlarut dalam aquades. Kemudian dipanaskan dengan penangas dan
diamati hingga larutan tepat jernih dan membentuk dua lapisan jernih jernih.
Fungsi pemanasan tersebut adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi
dengan memutus ikatan hidrogen yang ada didalam aquades dan butanol. Di
saat larutan tepat jernih, diukur suhunya, maka diperoleh t1B. Menurut
pengamatan, suhuu tepat jernih 74°C. Ketika dipanaskan membentuk satu fasa,
warna sama, tidak ada endapan, dan tidak dapat dipisahkan. Saat komponen
dapat dipisahkan, terdapat 2 komponen dan 2 fasa, sehingga derajat kebebasan
sebesar 1. Kemudian, tabung reaksi diangkat dan didinginkan hingga tepat
keruh. Setelah didinginkan warna berubah menjadi keruh dan terbentuk 2
lapisan (lapisan atas keruh dan lapisan bawah jernih). Ketika larutan tepat
keruh, diukur suhunya dan diperoleh t2B sebesar 39°C. Ketika didinginkan,
dua fasa dapat dipisahkan dan terdapat endapan. Sedangkan saat terdapat 1
fasa, maka derajat kebebasan sebesar 2. Percobaan ini diulangi hingga tidak
terjadi perubahan ketika dipanaskan. Terdapat beberapa kali pengulangan dan
didapatkan data suhu tepat jernih saat setelah dipanaskan (t₁B) dan data suhu
tepat keruh setelah didinginkan sebesar (t2B). Kondisi larutan saat tepat tidak
berubah baik setelah dipanaskan dan didinginkan yaitu pada penambahan 30
mL larutan aquades, dimana wujud lapisan atas keruh dan lapisan bawah jernih
seperti sebelumnya. Berikut reaksi yang terjadi :
Setelah pemanasan

HO HO
Butanol (aq) + H2O(l) → Butanol (aq) +
H2O(l)
Tabel Data Hasil Percobaan Kesetimbangan Fase Dua Komponen.
V %
No. V Air butanol butanol t1 (˚C) t2 (˚C)
Tabung Reaksi Besar A
1 10 2 16,67 68 40
2 10 4 28,57 76 58
3 10 6 37,5 58 70
4 10 8 44,4 73 60
5 10 10 50 69 60
6 10 12 54,54 70 62
7 10 14 58,3 83 71
8 10 16 61,54 83 62
9 10 18 64,28 87 79
10 10 20 66,67 85 75
11 10 22 68,75 84 79
12 10 24 70,59 80 76
13 10 26 72,22 80 70
14 10 28 73,68 75 53
15 10 30 75 60 55
16 10 32 76,19 60 58
Tabung Reaksi Besar B
1 2 10 83,33 63 30
2 4 10 71,43 78 56
3 6 10 62,5 75 38
4 8 10 55,6 64 48
5 10 10 50 69 62
6 12 10 45,46 73 59
7 14 10 41,66 78 60
8 16 10 38,46 91 85
9 18 10 35,71 87 82
10 20 10 33,33 94 83
11 22 10 31,25 86 80
12 24 10 29,41 90 82
13 26 10 27,78 90 83
14 28 10 26,32 71 67
15 30 10 25 66 42
16 32 10 23,81 68 58
17 34 10 22,73 74 39
Berdasarkan data tabung A dan tabung B didapatkan grafik sebagai berikut

Grafik Suhu Pengaruh persen butanol


terhadap temperatur
Temperatur (◦C) 100
80
60
40
20
0
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
% Butanol

Series1 Series2

Dengan demikian akan terbentuk dua fasa karena terdapat perbedaan


massa jenis dan sifat kepolaran. Dalam sistem akan terjadi kesetimbangan fasa
karena pengaruh suhu dan komposisi larutan. Suhu yang tinggi dapat memutus
atau melemahkan ikatan hidrogen yang ada di dalam air dan butanol, sehingga
laju reaksi akan cepat dan terjadilah kesetimbangan fasa.
X. Diskusi
Pada praktikum yang dilakukan ditemukan beberapa titik ekivalen pada
kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair (butanol-air) dikarenakan
human errors dan kesalahan praktikan yang seharusnya sudah diberhentikan
Ketika diperoleh titik ekuivalen yang pertama akan tetapi praktikan tetap
melanjutkan penambahan larutan hingga diperoleh beberapa titik ekuivalen.
Sedangkan dalam data yang diperoleh saat percobaan dan digambarkan dalam
grafik tersebut tidak sesuai dengan teori karena terdapat beberapa titik
ekuivalen. Selain itu, mungkin dari human error saat pembacaan suhu yang
kurang akurat yang berpengaruh terhadap perubahan fasa. Pada saat
pembacaan suhu dilakukan dengan memindahkan tabung reaksi A dan B ke
luar dari dalam Beaker glass, sehingga berpengaruh terhadap perbedaan suhu
yang mengakibatkan tidak terbentuknya titik ekuivalen karena suhu yang tidak
stabil atau naik turun.
XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, dapat disimpulkan:
1. Pada saat dipanaskan, terjadi satu fase dengan ciri-ciri kejernihan larutan
sama, warna sama, tidak terbentuk endapan, dan tidak dapat dipisahkan.
Sedangkan pada saat didinginkan, terjadi dua fase dengan ciri-ciri terdapat
endapan dan dapat dipisahkan.
2. Diperoleh beberapa titik ekivalen pada kesetimbangan fase dua komponen
fase cair-cair (butanol-air) dikarenakan human errors dan kesalahan
praktikan
3. Pada saat dipanaskan, terjadi satu fase dengan ciri-ciri kejernihan larutan
sama, warna sama, tidak terbentuk endapan, dan tidak dapat dipisahkan.
Sedangkan pada saat didinginkan, terjadi dua fase dengan ciri-ciri terdapat
endapan dan dapat dipisahkan. Pada langkah pengulangan terakhir di
tabung A, kondisi yang terjadi yaitu aquadest dan butanol terlarut dalam
butanol. Sedangkan pada langkah pengulangan terakhir pada tabung B,
kondisi yang terjadi aquadest dan butanol terlarut dalam aquadest.
4. Derajat kebebasan pada saat dipanaskan yaitu bernilai dua. Nilai ini
didapatkan karena pada saat dipanaskan terdapat dua komponen dan satu
fase. Sedangkan pada saat didinginkan, derajat kebebasan bernilai satu.
Karena terdapat dua komponen dan dua fase
XII. Daftar Pustaka

Atkins, P. (1997). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga

Atkins , P., Paula , J. d., & Keeler, J. (2018). Atkins’ PHYSICAL


CHEMISTRY Eleventh edition. United Kingdom: Oxford University
Press.

Atkins, P.W.. (1999). Kimia Fisika Jilid II. Erlangga: Jakarta. Chang,
Raymond. (2003). Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Chang,
Raymond. (2005). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Erikson, J. (2016). Partially Misciable Water-Triethylamine Solutions and


Their Temperature Dependence. United States: Chemical Education.
Saint Joseph’s College.

Hardeli, & Syukri. (2013). Buku Ajar Kesetimbangan Fasa. Padang:


Universitas Negeri Padang.
Helmilia, A. p. (2020). Kelarutan Dua Cairan Yang Saling Bercampur
Sebagian. Jurnal Ilmiah, 1–11.

Petrucci, R.H. (1985). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2.

Jakarta : Gramedia

Rohman, & Mulyani. (2013). Kimia Fisika I. Bandung: UPI Press. Surabaya:
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Sukardjo. (1997). Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta

Helmilia, A. putri, Nahari, A., & Ramadhani, A. (2020). Kelarutan dua cairan
yang saling bercampur sebagian. Jurnal Ilmiah, 1(2), 1–11.

Petrucci, R.H. (1985). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Jakarta
: Gramedia

Sukardjo. (1997). Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta

Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Tim Dosen Kimia Fisika. 2020. Buku Penuntun Praktikum Kimia Fisika.
Padang: Universitas Negeri Padang.
XIII. Lampiran
a) Jawaban Pertanyaan
1. Gambarkan kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair (fenol-
air) dari data yang telah anda dapatkan dengan menggunakan komputer
(grafik antara %volume pada sumbu X dan temperatur pada sumbu Y).
Gabungkan data yang didapat dari tabung reaksi A dan tabung reaksi
B pada satu grafik.
Jawab:
Grafik Data hasil Pengamatan

Grafik Suhu Pengaruh persen butanol


terhadap temperatur
100
Temperatur (◦C)

80
60
40
20
0
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
% Butanol

Series1 Series2

Tabel Data Hasil Pengamatan


V %
No. V Air butanol butanol t1 (˚C) t2 (˚C)
Tabung Reaksi Besar A
1 10 2 16,67 68 40
2 10 4 28,57 76 58
3 10 6 37,5 58 70
4 10 8 44,4 73 60
5 10 10 50 69 60
6 10 12 54,54 70 62
7 10 14 58,3 83 71
8 10 16 61,54 83 62
9 10 18 64,28 87 79
10 10 20 66,67 85 75
11 10 22 68,75 84 79
12 10 24 70,59 80 76
13 10 26 72,22 80 70
14 10 28 73,68 75 53
15 10 30 75 60 55
16 10 32 76,19 60 58
Tabung Reaksi Besar B
1 2 10 83,33 63 30
2 4 10 71,43 78 56
3 6 10 62,5 75 38
4 8 10 55,6 64 48
5 10 10 50 69 62
6 12 10 45,46 73 59
7 14 10 41,66 78 60
8 16 10 38,46 91 85
9 18 10 35,71 87 82
10 20 10 33,33 94 83
11 22 10 31,25 86 80
12 24 10 29,41 90 82
13 26 10 27,78 90 83
14 28 10 26,32 71 67
15 30 10 25 66 42
16 32 10 23,81 68 58
17 34 10 22,73 74 39
2. Dari grafik yang anda dapatkan (soal no. 1), kapan terjadi titik
ekivalen?
Jawab: Berdasarkan grafik diatas, diperoleh beberapa titik ekuivalen
pada temperature sekitar 80℃ dan pada % butanol yang berbeda-beda.
b) Dokumentasi
No. Gambar Keterangan

1. Alat yang digunakan

Air dimasukkan
kedalam beaker glass
2. ukuran 500 mL dan
didihkan dengan
pembakar spiritus

Tabung A

Disiapkan 10 mL
1.
aquadest

Disiapkan 2 mL
2.
butanol

Dimasukkan 10 mL
3. aquadest dan 2 mL
butanol
Dimasukkan ke dalam
4. beaker glass yang
telah didihkan airnya

Setelah dipanaskan,
terjadi perubahan
5.
menjadi jernih sebagai
t1A pada suhu 68°C

Dimasukkan ke dalam
6. beaker glass yang berisi
air dingin

Setelah didinginkan,
terjadi perubahan
7. menjadi keruh sebagai
t2A pada suhu 40°C

Diulangi langkah-
langkah diatas dengan
penambahan 2 mL
8. butanol setiap
pengulangannya
Setelah dipanaskan pada
penambahan ke 15
9. dengan hasil jernih
jernih pada suhu 60°C

Setelah didinginkan
pada penambahan ke 15
10. dengan hasil jernih
jernih pada suhu 58°C

Bagian B

Disiapkan 10 mL
1.
butanol

Disiapkan 2 mL
2.
aquadest

Dimasukkan 10 mL
3. butanol dan 2 mL
aquadest
Dimasukkan ke dalam
4. beaker glass yang
telah didihkan airnya

Setelah dipanaskan,
terjadi perubahan
5.
menjadi jernih sebagai
t1B pada suhu 63°C

Dimasukkan ke dalam
6. beaker glass yang berisi
air dingin

Setelah didinginkan,
terjadi perubahan
7. menjadi keruh sebagai
t2B pada suhu 30°C

Diulangi langkah-
langkah diatas dengan
penambahan 2 mL
8. aquadest setiap
pengulangannya
Setelah dipanaskan pada
penambahan ke 16
9. dengan hasil keruh
jernih pada suhu 74°C

Setelah didinginkan
pada penambahan ke 16
10. dengan hasil keruh
jernih pada suhu 39°C

c) Perhitungan dan Grafik


▪ Tabung Reaksi Besar A

● Densitas Butanol = 810 Kg/m3


● Densitas Air = 997 Kg/m3
▪ Tabung Reaksi Besar B

➢ Perubahan saat pemanasan dan pendinginan pada tabung A dan B


Tabung Reaksi Besar A
Menghitung % volume penambahan butanol :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 + 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
1. Penambahan 1 ( 2 ml butanol )
2
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 16,67 % → ketika T1A dipanaskan,
2+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 68 ℃dan ketika T2A didinginkan,


Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 40℃.
2. Penambahan 2 ( 4 ml butanol )
4
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 28,57 %→ ketika T1A dipanaskan,
4+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 78℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 58℃.
3. Penambahan 3 ( 6 ml butanol )
6
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 6+10
× 100% = 37,50 %→ ketika T1A dipanaskan,

Larutan menjadi jernih pada suhu 58℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 70℃.
4. Penambahan 4 ( 8 ml butanol )
8
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 44,44 %→ ketika T1A dipanaskan,
8+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 73℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 60℃.
5. Penambahan 5 ( 10 ml butanol )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 50 %→ ketika T1A dipanaskan, Larutan
10+10

menjadi jernih pada suhu 69℃ dan ketika T2A didinginkan, Larutan
berubah menjadi keruh pada suhu 60℃.
6. Penambahan 6 ( 12 ml butanol )
12
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 54,55 %→ ketika T1A dipanaskan,
12+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 70℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 62℃.
7. Penambahan 7 ( 14 ml butanol )
14
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 58,33 %→ ketika T1A dipanaskan,
14+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 83℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 71℃.
8. Penambahan 8 ( 16 ml butanol )
16
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 61,54 %→ ketika T1A dipanaskan,
16+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 83℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruhu pada suhu 62℃.
9. Penambahan 9 ( 18 ml butanol )
18
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 64,29 %→ ketika T1A dipanaskan,
18+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 87℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 79℃.
10. Penambahan 10 ( 20 ml butanol )
20
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 66,67 %→ ketika T1A dipanaskan,
20+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 85℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 75℃.
11. Penambahan 11 ( 22 ml butanol )
22
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 22+10
× 100% = 68,75 %→ ketika T1A dipanaskan,

Larutan menjadi jernih pada suhu 84℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 79℃.
12. Penambahan 12 ( 24 ml butanol )
24
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 70,59 %→ ketika T1A dipanaskan,
24+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 80℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 76℃.
13. Penambahan 13 ( 26 ml butanol )
26
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 72,22 %→ ketika T1A dipanaskan,
26+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 80℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 70℃.
14. Penambahan 14 ( 28 ml butanol )
28
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 73,68 %→ ketika T1A dipanaskan,
28+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 75℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 53℃.
15. Penambahan 15 ( 30 ml butanol )
30
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 75 %→ ketika T1A dipanaskan, Larutan
30+10

menjadi jernih pada suhu 60℃ dan ketika T2A didinginkan, Larutan
berubah menjadi jernih pada suhu 55℃.
16. Penambahan 16 (32 ml butanol)
32
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 76,19 %→ ketika T1A dipanaskan,
32+10

Larutan menjadi jernih pada suhu 60℃ dan ketika T2A didinginkan,
Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 58℃.

Tabung Reaksi Besar B


Menghitung % volume penambahan butanol :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 + 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

1. Penambahan 1 ( 2 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 83,33% → ketika T1B dipanaskan,
2+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 63oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 30 oC
2. Penambahan 2 ( 4 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 71,43 %→ ketika T1B dipanaskan,
4+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 78 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 56 oC
3. Penambahan 3 ( 6 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 62,50 % → ketika T1B dipanaskan,
6+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 75oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 38 oC
4. Penambahan 4 ( 8 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 55,56 % → ketika T1B dipanaskan,
8+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 64 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 48 oC
5. Penambahan 5 ( 10 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 50 %→ ketika T1B dipanaskan, Larutan
10+10

berubah menjadi jernih pada suhu 69 oC dan ketika T2B didinginkan,


Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 62 oC
6. Penambahan 6 ( 12 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 45,45 %→ ketika T1B dipanaskan,
12+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 73 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 59 oC
7. Penambahan 7 ( 14 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 41,67 %→ ketika T1B dipanaskan,
14+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 78oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 60oC
8. Penambahan 8 ( 16 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 38,46 %→ ketika T1B dipanaskan,
16+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 91 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 85oC
9. Penambahan 9 ( 18 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 35,71 %→ ketika T1B dipanaskan,
18+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 87 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 82oC
10. Penambahan 10 ( 20 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 33,33 %→ ketika T1B dipanaskan,
20+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 94 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 83 oC
11. Penambahan 11 ( 22 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 31,25 %→ ketika T1B dipanaskan,
22+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 86oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 80oC
12. Penambahan 12 ( 24 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 29,41 %→ ketika T1B dipanaskan,
24+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 90oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 82 oC
13. Penambahan 13 ( 26 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 27,78 %→ ketika T1B dipanaskan,
26+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 90 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 83 oC
14. Penambahan 14 ( 28 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 26,32 %→ ketika T1B dipanaskan,
28+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 71oC dan ketika T2B
didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 67 oC
15. Penambahan 15 ( 30 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 30+10
× 100% = 25 %→ ketika T1B dipanaskan, Larutan

berubah menjadi jernih pada suhu 66oC dan ketika T2B didinginkan,
Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 42 oC
16. Penambahan 16 ( 32 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 23,81 %→ ketika T1B dipanaskan,
32+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 68 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 58oC
17. Penambahan 17 ( 34 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 22,73 %→ ketika T1B dipanaskan,
34+10

Larutan berubah menjadi jernih pada suhu 74 oC dan ketika T2B


didinginkan, Larutan berubah menjadi keruh pada suhu 39oC

➢ Persentase butanol pada tabung A dan B


Tabung Reaksi Besar A
Menghitung % volume penambahan butanol :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 + 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠

1. Penambahan 1 ( 2 ml butanol )
2
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 16,67 %
2 + 10
2. Penambahan 2 ( 4 ml butanol )
4
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 28,57 %
4 + 10
3. Penambahan 3 ( 6 ml butanol )
6
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 37,50 %
6 + 10
4. Penambahan 4 ( 8 ml butanol )
8
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 44,44 %
8 + 10
5. Penambahan 5 ( 10 ml butanol )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 50 %
10 + 10
6. Penambahan 6 ( 12 ml butanol )
12
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 54,55 %
12 + 10
7. Penambahan 7 ( 14 ml butanol )
14
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 58,33 %
14 + 10
8. Penambahan 8 ( 16 ml butanol )
16
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 61,54 %
16 + 10
9. Penambahan 9 ( 18 ml butanol )
18
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 64,29 %
18 + 10
10. Penambahan 10 ( 20 ml butanol )
20
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 66,67 %
20 + 10
11. Penambahan 10 ( 22 ml butanol )
22
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 68,75 %
22 + 10

12. Penambahan 10 ( 24 ml butanol )


24
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 70,59 %
24 + 10
13. Penambahan 10 ( 26 ml butanol )
26
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 72,22 %
26 + 10
14. Penambahan 10 ( 28 ml butanol )
28
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 73,68 %
28 + 10
15. Penambahan 10 ( 30 ml butanol )
30
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 75 %
30 + 10
16. Penambahan 10 ( 32 ml butanol )
32
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 76,19 %
32 + 10

Tabung Reaksi Besar B


Menghitung % volume penambahan butanol :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 + 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

1. Penambahan 1 ( 2 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 83,33%
2 + 10
2. Penambahan 2 ( 4 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 71,43 %
4 + 10
3. Penambahan 3 ( 6 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 62,5 %
6 + 10

4. Penambahan 4 ( 8 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 55,6 %
8 + 10
5. Penambahan 5 ( 10 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 50 %
10 + 10
6. Penambahan 6 ( 12 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 45,46 %
12 + 10
7. Penambahan 7 ( 14 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 41,67 %
14 + 10
8. Penambahan 8 ( 16 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 38,46 %
16 + 10
9. Penambahan 9 ( 18 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 35,72 %
18 + 10
10. Penambahan 10 ( 20 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 33,33 %
20 + 10
11. Penambahan 11 ( 22 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 31,25 %
22 + 10
12. Penambahan 12 ( 24 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 29,41 %
24 + 10
13. Penambahan 13 ( 26 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 27,78 %
26 + 10
14. Penambahan 14 ( 28 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 26,32 %
28 + 10

15. Penambahan 15 ( 30 ml aquades )


10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 25 %
30 + 10

16. Penambahan 16 ( 32 ml aquades )


10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 23,81 %
32 + 10
17. Penambahan 16 ( 34 ml aquades )
10
% 𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 100% = 22,73 %
34 + 10

➢ Derajat kebebasan pada tabung A dan B


Tabung reaksi besar A
Derajat kebebasan = 1 fasa, 2 komponen
F=C–P+1
= 2 -1 + 1
=2
Tabung reaksi besar B
derajat kebebasan 2 fasa, 2 komponen
F=C–P+1
= 2 -2 + 1
=1
derajat kebebasan 1 fasa, 2 komponen
F=C–P+1
= 2 -1 + 1
=2

Anda mungkin juga menyukai