Anda di halaman 1dari 22

HALAMAN PENGESAHAN

Laporanlengkappraktikum Kimia Fisik I denganjudul “Sistem Tiga


Komponen Diagram Fasa Sistem Terner” yang disusunoleh:
nama/ NIM :1. A. Elish Trierti Putri/1613042005
2. Diandra Aulia Tendriana/1613041017
3. Dian Fitrah Ardita. R/1613040005
4. Indra Juandis/1613041001
kelas : Pendidikan Kimia A
kelompok : VI (empat)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka laporan
ini dinyatakan telah diterima.

Makassar, November 2017

Koordinator Asisten Asisten

Sadriadi Jumriana Jufri


NIM.1413140010 NIM.1413440011

Mengetahui

Dosen Penanggung Jawab

Suriati Eka Putri, S.Si., M.Si__


NIP.19880305 201212 2 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Sistem Tiga Komponen Diagram Fasa Sistem Terner
B. TUJUAN PERCOBAAN
Adapuntujuandaripercobaaniniyaitu:
1. Menggambarkan diagram fase sistem terner. Sistem terner yang dimaksud
adalah sistem yang membentuk sepasang zat cair yang bercamputr sebagian yaitu
campuran kloroform –air dan asam asetat
2. Memperhatikan atau menentukan letak “pleit point” atau titik jalin pada
diagram fasenya.
C. LANDASAN TEORI
Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem, yang dapat
dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat fisika.
Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing mempunyai
bagian daerah yang serbasama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama di semua
bagian pada cairan tersebut, tetapi nilai kerapatannya berbeda dengan di fasa uap.
Sistem yang hanya terdiri atas wujud cairan-cairan pada kesetimbangan bisa
terdapat satu fasa atau lebih tergantung pada kelarutannya. Dalam sistem yang
hanya terdiri atas campuran wujud gassaja hanya ada satu fasa pada
kesetimbangan sebab gas selalu bercampur secara homogen. Sedangkan
padapadatan-padatan biasanya dapat mempunyai kelarutan yang lebih terbatas dan
pada suatu sistem padat yang seimbang bisa terdapat beberapa fasa padat yang
berbeda (Rohman dan Sri, 2004: 155).
Fasa dipakai untuk mendeskripsikankeadaan tertentu dari bahan, seperti
padat, cair atau gas. Transisi dari satu fasa ke fasa lainnya disebut perubahan fasa
(phase change) atau transisi fasa. Untuk tekanan tertentu, perubahan fasa terjadi
pada suhu tertentu. Umumnya disertai dengan adsorpsi atau emisi panas dan
perubahan volume dan densitas. Perubahan dari satu fasa ke fasa lain umumnya
berlangsung pada kondisi kesetimbangan fasa antara dua fasa dan untuk tekanan
tertentu ini terjadi pada hanya satu suhu tertentu. Kondisi ini digambarkan pada
sebuag grafik. Jumlah molekul yang mengalami hal ini persatuan waktu
sebanding tekanan pada fasa uap (Young dan Roger, 200: 470 dan 515).
Transport massa dalam suatu fasa, baik lewat mwkanisme transport
molekuler atauokonveksi. Selama ini terbukti bergantung sepenuhnya pada
gradien konsentrasi yang bertanggung jawab atau transfer massa. Ketika
kesetimbangan dalan sistem terbentuk, gradien konsentrasi dan pada saatnya laju
difusi neto dari spesies yang dapat berdifusi akan menjadi nol. Transfer antara dua
fasa juga memerlukan penyimpangan dari kesetimbangan yang mungkin ada
antara konsentrasi rata-rata atau bulk dalam tiap fasa karena penyimpangan dari
kesetimbangan memberikan gaya pendorong konsentrasi dalam suatu fasa, maka
kita perlu mempertimbangkan kesetimbangan antar fasa untuk menggambarkan
transfer massa antara fasa dalam suatu sistem (Welty, dkk, 2001: 173).
Menurut hukum fase, sistem dibagi berdasarkan jumlah komponen yang
ada, seperti sistem satu komponen, dua komponen dan sebagainya. kesukaran
sistem satu komponen terdapat pada jumlah fase padat dalam sistem yang paling
sederhana bila jumlah fase padatnya hanya satu seperti sistem H 2O, sistem CO2
dan sebagainya. Bila jumlah fase padat berubah, jumlah persamaan juga
bertambah (Sukardjo, 2002: 251).
Jumlah komponendalam satu sistem merupakan jumlah minimum dari satu
spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi
setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah
komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem
dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat
terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. Hal ini dapat ditinjau dari
sistem yang terdiri dari beberapa spesies. Sistem dua komponen biasa disebut
sistem biner, memiliki jumlah komponen dua (c= 2), sehingga aturan fasanya (f=
c- p+ 2) menjadi f= 4-p. Untuk sistem satu fasa p= 1 derajat kebebasannya (f)
sama dengan tiga. Jadi ada tiga variabel intensif independen yang diperlukan
untuk menyatakan keadaan sistem tersebut yakni (suhu)T, (tekanan) P dan fraksi
mol (Rohman dan Sri, 2004: 155).
Menurut aturan fase, derajat kebebasan diberikan oleh; f=c-p+2 dan bila
tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan diatas menjadi f= 3-p, untuk satu
fase kita membutuhkan dua derajat kebebasan untuk menggambarkan sistem
secara sempurna, dan ntuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu derajat kebebasan.
Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan
mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam
istilah persen berat atau dalam fraksi mol (Dogra, 2013: 473).
Derajat kebebasan atau variance dari sistem ialah jumlah terkecil variabel
bebas (temperatur, tekanan atau konsentrasi) yang harus ditentukan supaya
variabel yang sisa dalam sistem tertentu, harus mempunyai derajat kebebasan. J.
Williard Gibbs pada tahun 1876 mendapatkan hubungan antara; jumlah derajat
kebebasan (f), jumlah komponen (c), jumlah fase (p). Dalam satu sistem
hubungan ini disebut hukum fase. Sistem selalu bergantung dari variabel tekanan
dan temperatur (Sukardjo, 2002: 250).
Keadaan kesetimbangan dapat diuraikan dan suatu sistem yang terdiri atas
beberapa fasa dengan beberapa spesi kimia, sehingga dapat menentukan mol
masing-masing spesi dalam setiap fasa serta suhu (T) dan tekanan (P). Akan tetapi
penentuan mol masing-masing spesi dalam setiap fasa tidak dilakukan karena
massa setiap fasa dalam sistem tidak menjadi perhatian (sistem). Massa atau
ukuran dari setiap fasa tidak mempengaruhi posisi kesetimbangan fasa.
Kesetimbangan fasa ditentukan oleh kesamaan dalam potensial kimia yang
merupakan variabel intensif oleh karena itu dalam membicarakan kesetimbangan
fasa, kita tidak akan meninjau variabel ekstensif yang bergantung pada massa dari
setiap fasa. Jumlah variabel intensif independen yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan pada suatu sistem yakni biasa disebut dengan derajat
kebebasan (Rohman dan Sri, 2004: 156).
Sistem komponen tunggal (c=1) tekanan dan temperatur diubah secara
bebas jika hanya ada satu fase (p=1) yang mendefinisikan varian F sistem sebagai
banyaknya variabel yang dapat diubah dengan bebas tanpa mengganggu
banyaknya fase yang terlibat dalam reaksi kesetimbangan maka, F=2. Jadisistem
itu bisa mempunyai dua derajat kebebasan. Untuk sistem satu komponen, seperti
air murni F=3-p. Jika hanya ada satu fase, f=2 dan P dan T dapat diubah dengan
bebas. Dengan kata lain,fase tunggal dapat digambarkan dengan diagram fase.
Jika dua fase ada dalam kesetimbangan, berarti bahwa tekanan bukanlah variabel
bebas. Oleh karena itu, pembekuan terjadi pada temperatur atau padatekanan
tertentu (Atkins, 1996: 206).
Kesetimbangan fasa bergantung pada nilai sifat intensif, dimana semua
materi dapat diukur dalam dua golongan yaitu sistem ekstensif dan ntensif. Nilai
sifat ekstensif yang terukur bergantung pada seberapa banyak materi yang diukur.
Massa, panjang dan volume dalah sifat-sifat ekstensif. Sedangkan nilai terukur
dari suatu sifat intensif tidak bergantung pada jumlah materi yang diukur. Suhu
adalah sifat intensif (Chang, 2004: 9).
Kriteria kesetimbangan fasa dapat dijelaskan melalui perubahan energi
Gibbs yang disebabkan oleh perubahan suhu, tekanan dan mol zat. Potensial
kimia dapat didefinisikan sebagai besaran intensif karena merupakan turunan dari
sifat ekstensif terhadap sifat ekstensif lainnya. Oleh karena itu nilainya harus sama
di semua tempat dalam satu sistem pada keadaan yang setimbsang. Jika
pemindahan zat berlangsung spontan harus disertai dengan penurunan energi
Gibbs (Rohman dan Sri, 2004: 157).
Air dan asam asetat dapat bercampur seluruhnya demikian kloroform dan
asam asetat. Air dan kloroform hanya bercampur sebagian. Sistem fase tunggal
terbentuk, Jika cukup banyak ditambahkan ke campuran biner air/kloroform.
Penambahan asam asetat pada sistem air kloroform membentuk satu fasa yang
tadinya berbentuk dua fasa (Atkins, 1996: 218).
Air dan asam asetat memiliki kepolaran yang sangat tinggi bila
dibandingkan dengan kloroform. Interaksi yang terbentuk diantara molekul air
adalah ikatan hidrogen. Demikian pula interaksi yang terjadi di antara molekul
asam asetat adalah ikatan hidrogen yang yang selanjutnya membentuk satu dimer.
Sementara itu antara molekul-molekul kloroform terjadi interaksi melalui gaya
Van der Walls (dipol permanen), dimana ikatan hidrogen lebih kuat bila
dibandingkan gaya dipol-dipol permanen. Dengan penambahan asam asetat ke
dalam campuran keruh air dan kloroform dapat memperbesar kelarutan air dan
juga kelarutan kloroform (Albaiti, dkk, 2016: 117).
Jumlah komposisi maksimal air yang dibutuhkan untuk bisa terjadi
pemisahan fasa, sehingga diketahui pada saat jumlah air berapa banyak larutan
polimer bisa membentuk padatan. Jumlah air yang maksimal yang dibutuhkan
sistem agar terjadinya proses pemadatan larutan polimer dapat diketahu dari
perubahan kondisi ini menunjukkan pada batas jumlah air melebihi maksimal tadi
sudah tidak bisa lagi dapat terlarut oleh sistem polimer dengan komposisi seperti
tersebut (Arahman, 2012: 70).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Buret 50 mL 2 buah
b. Erlenmeyer 250 mL 4 buah
c. Erlenmeyer 100 mL 1 buah
d. Gelas ukur 10 mL 1 buah
e. Gelas kimia 250 mL 1 buah
f. Neraca analitik 1 buah
g. Penjepit tabung 3 buah
h. Botol semprot 1 buah
i. Piknometer 100 mL 3 buah
j. Pipet tetes 4 buah
k. Corong biasa 1 buah
l. Statif dan klem 2 buah
m. Hairdryer 1 buah
n. Lap kasar 1 buah
o. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Kloroform (CHCl3)
b. Asam asetat glasial (CH3COOH)
c. Aquades (H2O)
d. Tissu
E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan massa jenis air dan kloroform serta asam asetat
a. Sebanyak 3 buah piknometer disediakan
b. Piknometer dicuci bersih dan dikeringkan sampai tidak terdapat uap air lagi
c. Piknometer didinginkan dan ditimbang masing-masing berat kosongnya
d. Tiga buah piknometer tersebut diisi dengan masing-masing asam asetat glasial,
kloroform,dan air sampai penuh
e. Berat piknometer yang telah diisi larutan ditimbang
f. Massa dari setiap larutan dihitung dan ditentukan massa jenisnya
2. Sistem terner asam asetat glasial, kloroform dan air
a. Sebanyak 2 buah buret disediakan dan diisi dengan masing-masing dengan
aquades dan asam asetat glasial
b. Sebanyak 3 mL kloroform dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
c. Sebanyak 5 mL aquades ditambahkan ke dalam kloroform pada labu
erlenmeyer
d. Campuran dikocok hingga terbentuk dua lapisan
e. Campuran dititrasi dengan asam asetat glasial sampai terbentuk satu fasa
f. Volume asam asetat glasial yang di gunakan dicatat
g. Langkah b-f diulangi untuk erlenmeyer yang berisi 4 mL, 5 mL, 6 mL, dan 7
mL kloroform yang dilakukan satu persatu
h. Diagram fase terner dibuat
F. HASIL PENGAMATAN
Massa jenis kloroform = 1,455 g/ml
Massa jenis asam asetat = 1,061 g/ml
Massa jenis air = 0,999 g/ml = 1 g/ml

Volume (mL)
Zat cair 1 2 3 4 5
Kloroform 3 4 5 6 7
Air 5 5 5 5 5
Asam asetat 8,5 9,5 10 11 11
G. ANALISIS DATA
1. Erlenmeyer I
a. Diketahi:
V CHCl3 = 3mL
P CHCl3 =1,455 g/mL
Mr CHCl3 = 118 g/mol
V H2O = 5 mL
P H2O = 0,999 g/mL
Mr H2O = 18 g/mol
V CH3COOH = 8,5 mL
P CH3COOH = 1,061 g/mL
Mr CH3COOH= 60 g/mol
b. Ditanyakan
1. Fraksi mol CHCl3 = ....?
2. Fraksi mol H2O = .....?
3. Fraksi mol CH3COOH = ....?
c. Penyelesaian
Perhitungan mol CHCl3, H2O, CH3COOH
1) m CHCl3 =VxP
= 3 mL x 1,455 g/mL
= 4,365 gram
mCHCl 3
n CHCl3 =
Mr CHCl 3
4,365 gram
= g
118
mol
= 0,0369 mol
2) m CH3COOH =VxP
= 8,5 mL x 1,061 g/mL
= 9,0185 gram
mCH 3 COOH
n CH3COOH =
Mr CH 3 COOH
9,0185 gram
= g
60
mol
= 0,1503 mol
3) mH2O =VxP
= 5 mL x 1 g/mL
= 5 gram
mH2O
n H2O =
Mr H 2 O
5 gram
= g
18
mol
= 0,278 mol
d. Mol total
Mol total = n CHCl3 + n CH3COOH + n H2O
= 0,0369 mol + 0,1503 mol + 0,278 mol
= 0,4652 mol
Perhitungan fraksi mol (X)
n CHCl 3
1) X CHCl3 =
ntotal
0,0369 mol
=
0,4652
= 0,0793
n CH 3 COOH
2) X CH3COOH =
n total
0,1503 mol
=
0,4652
= 0,303
n H2O
3) X H2O =
ntotal
0,278 mol
=
0,4652
= 0,599
2. Erlenmeyer II
a. Diketahi:
V CHCl3 = 4 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 9,5 mL
b. Ditanyakan
1. Fraksi mol CHCl3 = ....?
2. Fraksi mol H2O = .....?
3. Fraksi mol CH3COOH = ....?
c. Penyelesaian
Perhitungan mol CHCl3, H2O, CH3COOH
1) m CHCl3 =VxP
= 4 mL x 1,455 g/mL
= 5,829 gram
mCHCl 3
n CHCl3 =
Mr CHCl 3
5,829 gram
= g
118
mol
= 0,0493 mol
2) m CH3COOH =VxP
= 9,5 mL x 1,061 g/mL
= 10,0795 gram
mCH 3 COOH
n CH3COOH =
Mr CH 3 COOH
10 ,0795 gram
= g
60
mol
= 0,1679 mol
3) mH2O =VxP
= 5 mL x 1 g/mL
= 5 gram
mH2O
n H2O =
Mr H 2 O
5 gram
= g
18
mol
= 0,278 mol
d. Mol total
Mol total = n CHCl3 + n CH3COOH + n H2O
= 0,0493 mol + 0,1679 mol + 0,278 mol
= 0,4952 mol
Perhitungan fraksi mol (X)

n CHCl 3
1) X CHCl3 =
ntotal
0,0493 mol
=
0,4952 mol
= 0,0995

n CH 3 COOH
2) X CH3COOH =
n total
0,1679 mol
=
0,4952 mol
= 0,339

n H2O
3) X H2O =
ntotal
0,278 mol
=
0,4952mol
= 0,5614
3. Erlenmeyer III
a. Diketahi:
V CHCl3 = 5 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 10 mL
b. Ditanyakan
1. Fraksi mol CHCl3 = ....?
2. Fraksi mol H2O = .....?
3. Fraksi mol CH3COOH = ....?
c. Penyelesaian
Perhitungan mol CHCl3, H2O, CH3COOH
1) m CHCl3 =VxP
= 5 mL x 1,455 g/mL
= 7,275 gram
mCHCl 3
n CHCl3 =
Mr CHCl 3
7,275 gram
= g
118
mol
= 0,061 mol
2) m CH3COOH =VxP
= 10 mL x 1,061 g/mL
= 10, 61 gram
mCH 3 COOH
n CH3COOH =
Mr CH 3 COOH
10 ,61 gram
= g
60
mol
= 0,1763 mol
3) mH2O =VxP
= 5 mL x 1 g/mL
= 5 gram
mH2O
n H2O =
Mr H 2 O
5 gram
= g
18
mol
= 0,278 mol
d. Mol total
Mol total = n CHCl3 + n CH3COOH + n H2O
= 0,0616 mol + 0,1763 mol + 0,278 mol
= 0,5159 mol
Perhitungan fraksi mol (X)
n CHCl 3
1) X CHCl3 =
ntotal
0,0616 mol
=
0,5159 mol
= 0,1194

n CH 3 COOH
2) X CH3COOH =
n total
0,1763 mol
=
0,5159 mol
= 0,3417

n H2O
3) X H2O =
ntotal
0,278 mol
=
0,5159 mol
= 0,5388
4. Erlenmeyer IV
a. Diketahi:
V CHCl3 = 6 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 11 mL
b. Ditanyakan
1. Fraksi mol CHCl3 = ....?
2. Fraksi mol H2O = .....?
3. Fraksi mol CH3COOH = ....?
c. Penyelesaian
Perhitungan mol CHCl3, H2O, CH3COOH
1) m CHCl3 =VxP
= 6 mL x 1,455 g/mL
= 8,739 gram
mCHCl 3
n CHCl3 =
Mr CHCl 3
8,739 gram
= g
118
mol
= 0,0739 mol
2) m CH3COOH =VxP
= 11 mL x 1,061 g/mL
= 11, 671 gram
mCH 3 COOH
n CH3COOH =
Mr CH 3 COOH
10 ,671 gram
= g
60
mol
= 0,1945 mol
3) mH2O =VxP
= 5 mL x 1 g/mL
= 5 gram
mH2O
n H2O =
Mr H 2 O
5 gram
= g
18
mol
= 0,278 mol
d. Mol total
Mol total = n CHCl3 + n CH3COOH + n H2O
= 0,0739 mol + 0,1945 mol + 0,278 mol
= 0,5464 mol
Perhitungan fraksi mol (X)

n CHCl 3
1) X CHCl3 =
ntotal
0,0739 mol
=
0,5464 mol
= 0,1352
n CH 3 COOH
2) X CH3COOH =
n total
0,1945 mol
=
0,5464 mol
= 0,3559

n H2O
3) X H2O =
ntotal
0,278 mol
=
0,5464 mol
= 0,5088
5. Erlenmeyer V
a. Diketahi:
V CHCl3 = 7 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 11 mL
b. Ditanyakan
1. Fraksi mol CHCl3 = ....?
2. Fraksi mol H2O = .....?
3. Fraksi mol CH3COOH = ....?
c. Penyelesaian
Perhitungan mol CHCl3, H2O, CH3COOH
1) m CHCl3 =VxP
= 7 mL x 1,455 g/mL
= 10,185 gram
mCHCl 3
n CHCl3 =
Mr CHCl 3
10,185 gram
= g
118
mol
= 0,0863 mol
2) m CH3COOH =VxP
= 11 mL x 1,061 g/mL
= 11, 671 gram
mCH 3 COOH
n CH3COOH =
Mr CH 3 COOH
10 ,671 gram
= g
60
mol
= 0,1945 mol
3) mH2O =VxP
= 5 mL x 1 g/mL
= 5 gram
mH2O
n H2O =
Mr H 2 O
5 gram
= g
18
mol
= 0,278 mol
d. Mol total
Mol total = n CHCl3 + n CH3COOH + n H2O
= 0,0863 mol + 0,1945 mol + 0,278 mol
= 0,5588 mol
Perhitungan fraksi mol (X)

n CHCl 3
1) X CHCl3 =
ntotal
0,0863 mol
=
0,5588 mol
= 0,1194

n CH 3 COOH
2) X CH3COOH =
n total
0,1945 mol
=
0,5588 mol
= 0,3417
n H2O
3) X H2O =
ntotal
0,278 mol
=
0,5588 mol
= 0,4975
6. Grafik sistem terner

H. PEMBAHASAN
Diagram terner merupakan suatu diagram fasaberbentuk segitiga sama sisi
dalam satu bidang datar yang dapat menggambarkan sistem tiga komponen zat
dalam berbagai fasa. Tujuan dari percobaan ini adalah menggambarkan diagram
fase sistem terner dan menentukan letak “pleit point” atau titik jalin pada diagram
fasenya. Sistem terner merupakan tiga komponen yang membentuk sepasang zat
cair yang bercampur sebagian. Percobaan ini terdiri dari dua tahap yaitu
penentuan massa jenis zat dan sistem tiga komponen.
1. Penentuan massa jenis zat
Massa jenis dari tiap larutan yaitu CH 3COOH, CHCl3 dan H2O wajib
diketahui untuk memudahkan dalam mencari mol masing-masing larutan dan
dapat menghitung fraksi molnya. Massa jenis larutan harus ditentukan agar
diperoleh massa jens larutan yang sesuai dengan tekanan dan suhu tertentu. Massa
jenis dapat ditentukan dengan menggunakan piknometer. Massa jenis di
definisikan sebagai massa suatu bahan per satuan volume bahan tersebut. Prinsip
metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruangan yang
ditempati cairan ini.
Piknometer dicuci dan dikeringkan.Piknometer dikeringkan dengan tujuan
untuk menguapkan air yang dapat mengganggu peroses penentuan massa jenis
larutan. Piknometer yang kering ditimbang berat kosongnya kemudian diisi
dengan kloroform, air dan asam asetat ke dalam piknometer yang berbeda.
Piknometer yang berisi larutan ditimbang beratnya dan diperoleh berat isi. Massa
jenis dari selisih berat (massa) isi dan berat (massa) kosong dibagi dengan volume
piknometer.

(Ber (Berat isi piknometer)


at kosong piknometer)
Berdasarkan hasil yang diperoleh massa jenis CH 3COOH 1,061 g/ml,
massa jenis air adalah 0,999 g/ml = 1 g/ml, dan massa jenis kloroform adalah
1,455 g/ml. Hasil ini telah sesuai dengan teori karena perbdaannya yang tidak
begitu signifikan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempegaruhi massa jenis
yaitu temperatur massa zat dan volume zat. Untuk memperoleh hasilnya lebih
teliti sebaiknya piknometer dikalibrasi terlebih dahulu.
2. Sistem tiga komponen
Sistem terner merupakan sistem tiga komponen yang membentuk sepasang
zat cair yang bercampur sebagian, maksudnya larutan 1 dan larutan 2
membentukdua fasa tetapi ketika ditambahkan larutan 3 maka larutan 3 ini akan
terdistribusi sebagian di larutan satu dan sebagian lagi di larutan dua sehingga
terbentuklah satu fasa. Fasa adalah bagian yang serbasama dalam suatu sistem
yang dapat dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan
sifat fisika. Sistem yang hanya terdiri atas
wujud cairan-cairan pada kesetimbangan fasa
terdapat suatu fasa atau pada kesetimbangan
fasa lebih tergantung pada kelarutannya
(Rohman dan Sri, 2004: 155).
Tujuan percobaan ini adalah
menggambarkan diagram sistem terner cair-
cair, air, kloroform – asam asetat. Diagram
(Titrasi dengan CH3COOH)
sistem terner dapat berbentuk segitiga sama
sisi dalam satu bidang datar yang
menggambarkan sistem tiga komponen zat dalam berbagai fasa. selain itu untuk
menentukan letak “pleit point” atau titik jalin pada diagram fasanya. Ketiga jenis
larutan yang digunakan yakni kloroform bersifat non polar, air bersifat polar dan
asam asetat glasial bersifat semi polar.
Prinsip dasar percobaan ini adalah hubungan kelarutan dari sistem tiga
komponen yaitu kloroform,air dan asam asetat glasial. Prinsip kerja dari
percobaan ini adalah dilakukan pengukuran, kemudian pencampuran, pengocokan
dan dilakukan titrasi. Erlenmeyer disediakan dengan volume kloroform yang
berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamati besarnya pengaruh
kloroform terhadap banyaknya volume asam asetat glasial yang dibutuhkan untuk
membentuk 1 fasa. Pada saat melakukan titrasi dalam pengukuran volume
kloroform dilakukan satu persatu karena kloroform bersifat toksik dan mudah
menguap.
Larutan kloroform bening dan apabila diambahkan dengan air campuran
tetap bening dan terdapat campuran yang tidak saling campur. Penambahan air
pada kloroform akan membentuk dua lapisan. Hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan kepolaran yakni kloroform bersifat non polar dan air bersifat polar.
Selain itu karena massa jenis kloroform yaitu 1,455 g/ml lebih besar dari pada air
yaitu 0,999 g/ml sehingga dapat diperoleh lapisan atas adalah air dan lapisan
bawah adalah kloroform.
Campuran kemudian dikocok, bertujuan untuk membentuk dua fasa.
Campuran kemudian dititrasi dengan asam asetat. Proses titrasi dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kesetimbangan dalam sistem terner. Bila terjadi
kesetimbangan makaakan diperoleh jumlah perbandingan mol yang konstan.
Campuran air kloroform dititrasi dengan asam asetat glasial dan membentuk satu
fasa. Hal ini disebabkan asam asetat glasial bersifat semipolar sehingga dapat larut
sebagian dalam air dan sebagian lagi larut dalam kloroform. Hal inilah yang
disebut dengan sistem tiga komponen sistem terner bercampur sebagian. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa senyawa akan saling melarutkan
apabila sifat kepolaran yang sama.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penambahan
volume kloroform yang berbeda-beda akan mempengaruhi fraksi mol pada setiap
larutannya. Dimana fraksi mol kloroform berbanding lurus dengan asam asetat
glasial tetapi berbanding terbalik dengan air, maksudnya semakin tinggi volume
kloroform maka semakin tinggi fraksi mol
asam asetat glasial tetapi semakin rendah
fraksi mol air.
Berdasarkan percobaan dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah
kloroform dalam senyawa maka semakin
banyak volume aam asetat glasial yang
dibutuhkan untuk menitrasi campuran air
kloroform dalam membentuk satu fasa. Hal ini (Kloroform setelah ditambahkan
disebabkan karena asam asetat cenderung air)
terikat ke air daripada terikat ke kloroform
sehingga kelarutan asam asetat dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan asam
asetat dalam kloroform. Hasil dari percobaan terdapat suatu kesalahan dimana
jumlah volume asam asetat yang dibutuhkan sama pada kloroform dengan volume
6 ml dan 7 ml. Hal ini dapat terjadi karena terjadi kesalahan dalam pembacaan
skala pada buret. Berdasarkan grafik dapat disimpulkan bahwa asam asetat lebih
suka bercampur dengan air dibandingkan kloroform. Hal ini dapat terjadi karena
kelarutan asam asetat dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam
kloroform. Pleit point dari percobaan ini adalah pada erlenmeyer ke V. Hal ini
berarti volume CH3COOH yang dibutuhkan pada campuran air kloroform masih
kurang.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1 .Kesimpulan
a. Diagram fasa sistem terner dapat berbentuk segitiga sama sisi dengan
menggunakan tiga komponen zat dalam fasa yang berbeda.
b. Pleit point diagram fasa sistem terner berada pada erlenmeyer ke V
2. Saran
Diharapkan agar praktikan lebih berhati-hati dalam melakukan percobaan.
Pembacaan skala buret harus lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Albiati, Liliasari dan Omay Sumarna. 2016. Kajian Model Mental Sistem Terner
Air-Kloroform-Asam Asetat (Validasi Prosedur Praktikum Kimia
Fisika). Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia. ISBN: 978-602-
73159-1-4

Arahman, Nasrul. 2012. Konsep Dasar Proses Pembuatan Membran Berpori


dengan Metode Non-Solven Induced Phase Separation-Penentuan Cloud
Point dan Diagram Tiga Phasa. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan.
Vol. 9, No.2

Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisik Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Dogra. 2013. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta: Erlangga

Rohman, Liang dan Sri Mulayani. 2004. Kimia FisikaI. Malang: JICA

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Welty,dkk. 2001. Dasar-dasar Transport. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama

Young, Hugh D dan Freedman Roger A. 2000. Fisika Universitas Jilid I Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai