Disusun Oleh :
173110313
2019
1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT, sang Pengatur Alam Semesta, yang telah melimpahkan kasih-
Nya sehingga kami berhasil menyusun Makalah Sebagai Upaya melengkapi tugas Desain
Pondasi I .
Makalah ini diajukan demi pembaharuan informasi mengenai Peurunan tanah pada pondasi ,
sebagai Pelengkap Tugas desain pondasi Tersebut .
Meskipun kami sangat berharap agar Makalah ini tidak memiliki kekurangan, tetapi kami
menyadari bahwa pengetahuan kami sangatlah terbatas, sehingga kami tetap mengharapkan
masukan serta kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk proposal ini demi
terlaksananya Makalah ini dengan baik, sehingga tujuan diadakannya pada makalah ini juga
bisa tercapai.
2
Daftar isi
Penutup ………………………………………………………………………………………29
3
1. Perencanaan Beban dan Filosofi Umum
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983, beban hidup untuk bangunan :
Rumah tinggal = 200 kg/m2
Perkantoran, pertokoan dan ruang kelas = 250 kg/m2
Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3
Berat jenis pasangan bata = 1700 kg/m3
Berat jenis kayu = 1000 kg/m3
Misalnya, dari perhitungan tersebut diperoleh angka 1000 ton dan jumlah kolom atau tiangnya 20
buah, maka secara kasar masing-masing kolom menahan beban 50 ton. Dengan demikian kita bisa
menentukan model dan ukuran pondasi yang akan dipakai :
Jika digunakan pondasi tiang pancang tipe minipile 28/28 maka dibutuhkan sebanyak satu
buah tiang pancang. Jika beban yang dipikul 50 ton maka digunakan tiang pancang sebanyak dua
buah, begitu seterusnya.
4
Jika digunakan pondasi tapak beton, maka perlu diketahui kekuatan daya dukung tanah nya.
Misalkan, tanah keras yang daya dukungnya 0,5 kg/cm2 dan beban yang dipikul satu kolom di
atas pondasi adalah 2500 kg, maka diperlukan pondasi tapak beton berukuran 5000 cm2 atau 0,5 m2.
Untuk ukuran 0,5 m2 dapat memanjang dengan lebar 1 m x 0,5 m atau berbentuk persegi dengan
ukuran 75 cm x 75 cm.
Kedalaman ±0,00 m s/d -0,20 m berupa tanah urugan batu dan sirtu.
Kedalaman -0,20 m s/d -3,00 m lapisan tanah berupa jenis lempung kelanauan berwarna abu-
abu.
Kedalaman -3,00 m s/d -5,00 m lapisan tanah berupa pasir kelanauan berwarna abu-abu.
Kedalaman selanjutnya berupa lempung berwarna abu-abu.
Dilihat dari lima macam analisa data tanah di atas, maka lapisan tanah keras yang paling dalam yaitu
pada kedalaman -19,60 m berupa tanah lempung kelanauan berwarna abu-abu.
Pemilihan Jenis Pondasi
Dalam merencanakan suatu struktur bawah dari konstruksi bangunan dapat digunakan beberapa
macam tipe pondasi, pemilihan tipe pondasi didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
Pemilihan tipe pondasi dalam perencanaan ini tidak terlepas dari hal-hal tersebut di atas. Dari
pertimbangan hasil penyelidikan tanah dari aspek ketinggian gedung dan beban dari struktur di
atasnya, maka jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang dengan penampang
bebentuk lingkaran.
Adapun spesifikasi dari tiang pancang tersebut adalah:
5
Luas penampang = 1962,5 cm2
Keliling = 157 cm
Ptiang =
= 75914,733 kg= 75,915 t
Sehingga daya dukung yang menentukan adalah daya dukung berdasrkan data sondir, P tiang = 75,915 t
~ 76 t.
Menentukan Jumlah Tiang Pancang
Untuk menentukan jumlah tiang pancang yang dibutuhkan digunakan rumus acuan sebagai berikut:
6
Gambar 4.37 Denah Pondasi
Tabel 4.39 Perhitungan Jumlah Tiang Pancang
Pembulata
Tiang P(t) Ptiang (t) n
n
P1 139.897 76 1.841 6
P2 244.489 76 3.217 6
P3 221.046 76 2.909 4
P4 182.926 76 2.407 6
P5 155.869 76 2.051 6
P6 223.195 76 2.937 4
P7 337.106 76 4.436 9
P8 307.909 76 4.051 6
P9 294.281 76 3.872 6
P10 211.856 76 2.788 6
P11 220.124 76 2.896 4
P12 318.799 76 4.195 6
P13 218.344 76 2.873 6
P14 182.241 76 2.398 4
P15 213.336 76 2.807 4
P16 196.017 76 2.579 4
P17 133.608 76 1.758 4
P18 234.393 76 3.084 6
P19 282.346 76 3.715 6
P20 185.102 76 2.436 4
P21 130.565 76 1.718 4
P22 230.095 76 3.028 6
P23 270.542 76 3.560 6
P24 160.972 76 2.118 4
P25 136.840 76 1.801 4
P26 241.257 76 3.174 6
P27 289.285 76 3.806 6
P28 157.370 76 2.071 4
P29 95.562 76 1.257 4
P30 146.670 76 1.930 4
7
P31 167.866 76 2.209 4
P32 96.012 76 1.263 4
Menghitung Efisiensi Kelompok Tiang Pancang
Penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir halus yang jenuh dapat dibagi menjadi 3
komponan, yaitu penurunan segera, penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi
sekunder. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga penurunan.
S = Si + Sc + Ss
S = Penurunan total
Si = Penurunan segera
Sc = Penurunan Konsolidasi Primer
Ss = Penurunan Konsolidasi sekunder
Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi masa tanah yang tertekan,
dan terjadi pada volume konstan. Penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan halus yang tidak
jenuh termasuk tipe penurunan segera. Penurunan konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi
sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan. Penurunan
konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung dari waktu juga. Namun, berlansung pada
waktu setelah konsolidasi primer.
a. Penurunan segera
Si = (1-μ2) Ip
Dengan :
Si = Penurunan Segera
8
q = Tekanan pada dasar pondasi
B = Lebar pondasi
E = Modulus elastis
μ = Angka poisson
Ip = Faktor pengaruh
Menurut terzaghi (1943) menyarankan nilai Ip untuk luasan empat persegi panjang sebagai berikut :
Ip = ( ln [ ] + [ ] )
Dengan L dan B adalah panjang dan lebar pondasi
b. Penurunan konsolidasi
Sc =
Dimana :
= Tegangan vertikal =
Δe = Rasio pori = f ( . dan Δσ1)
Penurunan (Settlement)
Penurunan pondasi harus diperkirakan dengan sangat hati-hati untuk berbagai bangunan, jemabatan,
menara, instalasi tenaga, dan struktur-struktur biaya mahal yang sejenisnya. Penurunan untuk
bangunan seperti urugan, bendungan tanah, tanggul banjir, turap berbatang kukuh, dan dinding
penahan tanah dapat diperkirakan.
Perhitungan penurunan tanah itu paling baik hanya merupakan taksiran tentang perubahan bentuk
(deformasi) yang dapat diharapkan pada waktu bebannya diterapkan dikemudian hari. Selama
penurunan, tanah yang beralih dari badan yang ada (bobot sendiri) dalam keadaan tegang kedalam
keadaan baru yang menahan beban yang diterapkan. Perubahan Δq dari beban tambahan ini
mengahasilkan kumpulan/akumulasi distorsi partikel yang menggulir, menggelincir, meremuk dan
elastis yang tergantung pada daerah pengaruh terbatas dibawah luas yang dibebani. Penurunan
tersebut merupakan kumpulan gerakan dalam arah yang diminati. Pada arah verikal penuruan itu akan
ditetapakan sebagi ΔH.
Menurut Bowles (1997), besarnya penurunan arah vertikal (ΔH ) dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
ΔH = Δq/Es * L
Dimana Δq dapat dihitung dengan persamaan :
Δq = P/L
Dimana :
9
ΔH = Penurunan (cm)
Δq = Tegangan yang timbul (ton/cm2)
L = Tinggi tiang (cm)
P = Beban yang bekerja (ton)
Es = Modulus regangan-tegangan (ton/cm2)
Untuk mendapatkan nilai modulus regangan-tegangan Es (modulus elastisitas) dapat digunakan nilai
N dari hasil uji SPT dilapangan dengan persamaan berikut :
Es = C1(N + C2)
Dimana nilai-nilai C2 (konstanta) = 15 dan C1 mempunyai deret antara 500 sampai 1200, untuk nilai
C1 = 500 secara umum dapat diterapkan.
Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka tekanan air pori akan naik
secara mendadak. Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir dengan
cepat sehingga pengaliran air pori keluar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai
dengan cepat. Keluarnya air dalam pori selalu disertai denganh berkurangnya volume tanah,
berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapisan tanah itu. Karena air pori
di dalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat, maka penurunan segera dan penurunan
konsolidasi terjadi bersamaan.
Pada lapisan tanah lempung jenuh air yang mampumampat (compressible) di beri penambahan
tegangan, maka penurunan (settlement) akan terjadi dengan segera. Koefesien rembesan lempung
adalah sangat kecil di bandingkan dengan koefesien rembesan pasir sehingga penambahan tekanan air
pori yang disebabkan oleh pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu yang sangat
lama. Jadi untuk tanah lempung lembek perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari
dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi penurunan segera. Penurunan konsolidasi tersebut biasanya
jauh lebih besar dan lebih lambat serta lama dibandingkan dengan penurunan segera.
Penurunan konsolidasi pada kelompok tiang dapat di perlihatkan pada gambar dibawah dimana beban
(Qg) ditransmisikan ke lapisan tanah pertama pada kedalaman 2L/3 dari bagian atas tiang. Beban (Qg)
yang bekerja yaitu menyebar di sepanjang 2 vertikal : 1 garis horizontal dari kedalaman pondasi.
10
Penurunan konsolidasi pada kelompok tiang
Menurut Braja M. Das (1995) peningkatan tegangan tanah pada setiap lapisan tanah yang di sebabkan
oleh beban yang bekerja di atas kelompok tiang dapat di hitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
Δpi = Qg / (Bg + Zi)* (Lg + Zi)
Dimana :
Δpi = Peningkatan tegangan tanah pada setiap lapisan ke i
Lg , Bg = Panjang dan lebar kelompok tiang (m)
zi = Kedalaman tanah ke i (m)
Untuk menghitung penurunan konsolidasi yang terjadi pada setiap lapisan tanah dapat di hitung
dengan menggunakn rumus berikut :
Dimana :
Δsi = Penurunan konsolidasi pada setiap lapisan tanah
Total penurunan konsolidasi yang terjadi pada kelompok tiang pancang dapat di hitung sebagai
berikut :
Δsg = Σ Δsi
Dimana :
Δsg = Total penurunan konsolidasi yang terjadi
11
3. Daya Dukung Tanah dengan Teori Plastis
12
Terzhagi memberikan pengaruh factor bentuk terhadap daya dukung ultimit yang
didasarkan pada analisis Pondasi memanjang, yang diterapkan pada bentuk Pondasi yang
lain:
a) Pondasi bujur sangkar:
q.U = 1.3 c.NC +.oNQ+ 0,4. .B.N
b) Pondasi lingkaran:
q.U = 1.3 c.NC +.oNQ+ 0,3. .B.N
c) Pondasi empat persegi panjang:
q.U = c.NC (1+0.3 B/L) + .oNQ + 0,5. .B.N (1-0.2 B/L)
2. Pengaruh Air Tanah
Daya dukung tanah dipengaruhi oleh Berat Volume Tanah. Berat volume tanah sendiri
dipengaruhi oleh kadar air dan kedudukan air tanah.
Bila letak air tanah sangat dalam dari muka tanah dan nilai jarak air tanah jauh lebih
besar dibandingkan dengan lebar Pondasi (z > B), maka:
1. yang digunakan pada suku kedua dari persamaan daya dukung adalah b (berat volume
basah) atau d (berat volume kering)
2. yang digunakan pada suku ketiga dari persamaan daya dukung adalah b (berat volume
basah) atau d (berat volume kering)
Bila letak air tanah berada di atas atau sama dengan dasar Pondasi (dw B), maka:
1. yang digunakan pada suku ketiga dari persamaan daya dukung adalah ’ (berat volume
efektif). Karena zona geser terletak di bawah Pondasi yang sepenuhnya terendam air
2. Nilai .o suku kedua pada kondisi muka air ini adalah .o = ’ (Df – dw) + b.dw
Bila letak muka air tanah berada .ada kedalaman z di bawah dasar Pondasi (z<B), maka:
1. nilai .ada suku kedua dari persamaan daya dukung diganti dengan b bila tanahnya
basah, dbila tanahnya kering.
2. nilai .ada suku ketiga menjadi rt karena masa tanah dalam zona geser sebagian terendam
air:
rt = ’ + (b - ’)
Jika letak muka air tanah berada .ada permukaan tanah (dw = 0), maka:
1. yang digunakan .ada suku kedua dari persamaan daya dukung adalah ’ (berat volume
efektif).
2. yang digunakan .ada suku ketiga dari persamaan daya dukung adalah ’ (berat volume
efektif).
4. Keruntuhan Pondasi
Dalam keadaan batas dimana keruntuhan akan terjadi, maka akan terbentuk daerah
keseimbangan plastis di sekitar Pondasi yang bersentuhan dengan Pondasi. Suatu daerah
keseimbangan plastis tertentu diperkirakan terbentuk dengan pola yang sama, tidak hanya
bila Pondasi ditempatkan pada permukaan, tetapi juga pada Pondasi yang dibuat pada galian
dalam atau pada bagian ujung tiang pancang.
Berdasarkan pengujian model yang dilakukan oleh Vesic (1963), keruntuhan Pondasi
ada 3 macam:
a) Keruntuhan geser umum
b) Keruntuhan geser local
c) Keruntuhan penetrasi
13
Tahap 1 (Tanah dalam keadaan elastis)
Ketika beban awal diberikan, tanah di bawah Pondasi turun diikuti oleh doformasi tanah
secara lateral dan vertikal.
Tahap 2 (Tanah dalam keadaan plastis)
Pembebanan diberikan lagi. Baji tanah terbentuk tepat di dasar Pondasi dan deformasi plastis
tanah menjadi semakin dominan. Gerakan tanah pada kedudukan plastis dimulai dari tepi
Pondasi.
Tahap 3
Pada tahap ini deformasi bertambah akibat penambahan beban. Deformasi yang terjadi diikuti
gerakan tanah ke arah luar yang diikuti penggembungan tanah permukaan.
5. Distribusi Tegangan Dalam Tanah
Analisis tegangan di dalam tanah dirumuskan berdasarkan asumsi bahwa tanah
bersifat elastis, homogen, isotropis, dan terda.at hubungan linier antara tegangan dan
regangan:
Apabila penurunan terjadi pada kondisi tan.a drainase, volume konstan dengan =0,
maka nilai yang digunakan adalah 0.5. Jika pembebanan menyebabkan perubahan volume
dengan >0 (contohnya pada proses konsolidasi), maka nilai <0.
1. Distribusi Beban Titik
Persamaan untuk penyebaran beban akibat pengaruh beban titik di permukaan
(Boussinesq, 1885), adalah Jika faktor pengaruh untuk beban titik teori Boussinesq,
didefinisikan sebagai persamaan tegangan vertical dapat dinyatakan:
a) Beban Terbagi Rata Berbentuk Lajur Memanjang
Tambahan tegangan vertical pada titik A di dalam tanah akibat beban terbagi rata fleksibel
yang berbentuk lajur memanjang.
b) Beban Terbagi Rata Berbentuk Em.at Persegi Panjang
Tambahan tegangan vertical akibat beban terbagi rata fleksibel berbentuk empat
persegi panjang (dari teori Boussinesq), dengan ukuran L dan lebar B, dapat dihitung dengan:
Tambahan tegangan vertical pada sembarang titik di bawah luasan empat persegi panjang
dapat ditentukan dengan cara membagi-bagi empat persegi panjang, dan kemudian
menjumlahkan tegangan yang terjadi pada tiap-tiap bagiannya.
2. Metode Penyebaran 2V : 1H
Metode ini dihitung dengan cara membuat garis penyebaran beban 2V : 1H. Q diangga.
didukung pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V : 1H
Cara ini dapat juga digunakan untuk menghitung Pondasi memanjang. Tambahan
tegangan vertical pada Pondasi memanjang.
Skempton (1951) memberikan persamaan daya dukung ultimit Pondasi untuk tanah
lem.ung jenuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi perumusan daya dukungnya adalah factor-
faktor bentuk dan kedalaman Pondasi:
Penurunan
Penurunan Pondasi dibagi menjadi dua jenis:
1. penurunan Segera (immediate settlement) penurunan yang terjadi segera setelah beban
diberikan pada tanah. Biasanya terjadi pada jenis tanah berbutir kasar dan tanah butir halus
yang tak jenuh.
14
2. penurunan Konsolidasi.
Penurunan ini memiliki dua taha. yaitu:
Konsolidasi primer
Penurunan yang terjadi karena aliran air yang meninggalkan daerah yang terbebani
sehingga terjadi pengurangan volume tanah yang diikuti juga oleh pengurangan kelebihan
tekanan air pori (excess .ore water .ressure). Besarnya penurunan tergantung dari waktu.
Konsolidasi Sekunder
Penurunan yang terjadi setelah konsolidasi .rimer selesai, dimana tegangan efektif
akibat pembebanan telah konstan.
3. penurunan total
Pondasi bila dirumuskan menjadi:
di mana: S = penurunan total
Si = penurunan segera (immediate settlement)
SC = penurunan konsolidasi primer
SS = penurunan konsolidasi sekunder
15
4. Daya Dukung Pondasi Menerus dengan Pembebanan Axial
Uji pembebanan (load test) adalah suatu metode pengujian yang bersifat setengah merusak atau
merusak secara keseluruhan komponen-komponen bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud
dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya adalah metode uji beban (load test).
Tujuan load test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa tingkat keamanan suatu struktur
atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk
menjamin keselamatan umum. Oleh karena itu biasanya load test hanya dipusatkan pada bagian-
bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat keamanan berdasarkan data-data
hasil pengujian material dan hasil pengamatan.
PEMAKAIAN UJI PEMBEBANAN
Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini :
Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pada situasi dan kondisi tetapi biasanya cara kedua
dipilih jika cara pertama tidak praktis atau tidak mungkin untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan
jenis pengujian bergantung pada tujuan diadakannya load test. Jika tujuannya hanya ingin mengetahun
tingkat layanan struktur, maka pilihan pertama adalah pilihan terbaik. Tetapi jika ingin mengetahui
kekuatan batas dari suatu bagian struktur yang nantinya akan digunakan sebagai kalibrasi untuk
bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang sama, maka cara kedua yang paling
tepat.
1. Pengujian Pembebanan di Tempat
Tujuan utama dari pembebanan ini adalah untuk memperhatikan apakah perilaku suatu struktur pada
saat diberi beban kerja (working load) memenuhi persyaratan bangunan yang ada pada dasarnya
dibuat agar keamanan untuk penghuni bangunan tersebut terjamin. Perilaku struktur tersebut dinilai
berdasarkan pengukuruan lendutan yang terjadi. Selain itu penampakan struktur pada saat retak-retak
yang terjadi selama pengujian masih dalam batas-batas yang wajar. Beberapa hal yang harus menjadi
perhatian dalam pelaksanaan loading test adalah sebagai berikut :
a. Persiapan dan tata cara pengujian
16
ACI-318’89 mensyaratkan bahwa uji pembebanan hanya bisa dilakukan jika struktur beton berumur
lebih dari 56 hari. Pemilihan bagian struktur yang akan diuji dilakukan dengan memperhitungkan :
Bagian struktur yang akan memikul bagian struktur yang akan diuji dan beban ujinya juga harus
dipertimbangkan atau dilihat apakah kondisinya baik dan kuat. Selain itu “scaffolding” juga harus
dipersiapkan jika terjadi keruntuhan bagian struktur yang diuji.
Beban pengujian haru direncanakan sedemikian rupa sehingga bagian struktur yang dimaksud benar-
benar mendapatkan beban yang sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini kadang sulit direncanakan,
terutama untuk pengujian struktur lantai karena adanya keterkaitan antara bagian struktur yang diuji
dengan bagian struktur lain disekitarnya sehingga timbul pengaruh pembagian pembebanan (load
sharing effect). Pengaruh ini juga bisa ditimbulkan oleh elemen-elemen non struktural yang
menempel pada bagian struktur yang akan diuji. Sebagai contoh : “ceiling board”, elemen non
struktural ini dapat berfungsi mendistribusikan beban pada komponen-komponen struktur dibawahnya
yang sebenarnya tidak saling berhubungan. Untuk menghindari terjadinya distribusi beban yang akan
diinginkan, maka bagian struktur yang akan diuji sebaiknya diisolasikan dari bagian struktur yang ada
disekitarnya.
b. Teknik Pembebanan
Pembebanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga laju distribusi pembebanan dapat dikontrol
(Gambar 1). Beban yang bisa digunakan diantaranya air, bata / batako, kantong semen / pasir,
pemberat baja dan lain-lain. Pemilihan beban yang akan digunakan tergantung dengan distribusi
pembebanan yang diinginkan, besarnya total beban yang dibutuhkan dan kemudahan pemindahannya.
c. Parameter yang biasanya diukur dalam load test adalah lendutan, lebar retak dan regangan. Gambar
2 memperlihatkan aplikasi beberapa jenis alat ukur dalam “load test”. Lebar retak yang terjadi
biasanya diukur dengan mikroskop tangan yang dilengkapi denagn lampu dan mempunyai lensa yang
diberi garis-garis berskala yang ketebalannya berbeda-beda (gambar 3). Cara pengukuran adalah
dengan membandingkan lebar retak yang terjadi lewat peneropongan dengan mikroskop dengan lebar
garis-garis berskala tersebut. Pola retak-retak yang terjadi biasanya ditandai dengan menggambarkan
garis-garis yang mengikuti pola retak yang ada dengan menggunakan spidol berwarna (diujung garis-
garis tersebut dituliskan informasi mengenai tingkat pembebanan dan lebar retak yang sudah terjadi).
17
Gambar 1. Teknik Pembebanan
18
Gambar 3. Mikroskop untuk Pemeriksaan retak-retak
pada beton
2. Uji Merusak
Uji merusak biasanya dilakukan jika pengujian ditempat tidak mungkin dilakukan atau jika tujuan
utama pengujian adalah untuk mengetahui kapasitas suatu bagian struktur yang nantinya akan
dijadikan sebagai acuan dalam menilai bagian-bagian struktur lainnya yang identik dengan bagian
yang diuji. Pengujian jenis ini biasanya memakan waktu dan biaya yang besar terutama untuk
pemindahan dan penggantian bagian struktur yang akan diuji di laboratorium. Walaupun begitu, hasil
yang bisa diharapkan dari pengujian ini tergolong sangat akurat dan informatif. Mengenai teknik
pelaksanaan dalam pengukuran untuk pengujian jenis ini sama dengan teknik-teknik yang sudah
diuraikan sebelumnya.
1. Beban Mati
Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat bangunan itu sendiri dan atau
setiap unsur dari bangunan. Yang dapat digolongkan dalam beban mati adalah seluruh unsur
pendukung bangunanseperti lantai, dinding, rangka struktur, atap langit-langit sampai elemen
utilitas.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah seluruh beban tidak tetap yang dapat mempengaruhi berat
bangunan dan atau unsur bangunan. Dimana sifat dari beban hidup adalah bersifat mobil
19
(dapat berpindah). Contohnya adalah: perabotan, perlengkapan, kendaraan dan
manusia.
Beban hidup pada lantai dan atap bangunan:
a. Pada Lantai
Pada lantai bangunan, selain memperhitungkan berat orang penghuninya, juga
memperhitungkan berat barang atau peralatan sesuai dengan fungsi bangunannya. Termasuk
pula diperhitungkan dinding pemisah ruagan (100kg/m 2). Lebih jelasnya dapat dilihat pada
table di bagian bawah.
Tabel: Beban hidup pada lantai bangunan
No Jenis Bangunan Beban
kg/m2
20
1. Beban orang bersifat sementara dan saat bekerja pada umumnya tetap. Beban barang dapat
bekerja pada jangka waktu yang panjang. Misalnya: beban barang yang berupa buku-buku
pada sebuah perpustakaan, yang nilainya dapat berubah-ubah. Untuk mempermudah
perhitungan, baik beban orang maupun beban barang pada umumnya dianggap bernilai tetap.
2. Beban orang dan barang memiliki pengaruh yang berbeda terhadap sifat getaran
konstruksi. Bila beban barang bertambah, maka waktu getaran konstruksinya akan
bertambah pula. Sedangkan beban orang memiliki sifat meredam getaran, sehingga
bertambahnya beban orang akan menambah pula peredaman getaran konstruksi
bangunan. Getaran konstruksi dari bangunan perpustakaan atau gudang akan lebih
tinggi dibandingkan bangunan ruang rapat atau ruang kelas, sehingga bangunan
gudang dan perpustakaan perlu perhatian lebih khusus terhadap kemungkinan
kerusakan.
3. Beban orang dan barang berbeda dalam konsentrasinya. Orang-orang tidak akan
berkumpul di tempat-tempat dimana biasanya terletak barang-barang. Konsentrasi
tersebut bergantung dari jenis ruang bangunan dan luasan lantainya.
3. Beban Angin
Aksi angin merupakan permasalahan besar yang perlu diperhatikan dalam sebuah bangunan,
terutama pada bangunan tinggi. Aksi angin pada bangunan bersifat dinamis dan sangat
dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan seperti: kekasaran dan bentuk permukaan
bangunan, bentuk masa bangunan, ketebalan/ketipisan bangunan, serta perletaka dan
karakteristik fisik bangunan dilingkungan sekitarnya. Kecepatan angin biasanya bertambah
sesuai dengan bertambahnya ketingian bangunan.
4. Beban Gempa
Bagian kerak bumi bersifat tidak statis, selalu bergerak konstan. Menurut teori geologi
permukaan bumi terdiri dari beberapa lapisan/lempengan batuan tebal yang mengapung
diatas permukaan mantel bumi yang bersifat cair. Patahan lempengan kerak bumi
menimbulkan energi dalam bentuk gelombang yang dipancarkan ke seluruh bagian
disekitarnya. Gerakan penyebaran gelombang inilah yang disebut dengan gempa. Yang
paling berperan pertama kali terhadap beban gempa adalah bagian pondasi bangunan.
Getaran pada bagian pondasi bangunan akan diteruskan pada bagian badan bangunan.
5. Beban Karena Pengaruh Khusus
Beban karena pengaruh khusus adalah beban-beban yang bekerja pada bangunan baik itu
beban tetap ataupun beban yang bersifat sementara karena pengaruh hal-hal tertentu. Seperti:
beban karena pengaruh cuaca (salju, hujan, es), beban akibat penggunaan sistim konstruksi
tertentu, Beban akibat tekanan air dan atau tanah, beban ledakan, dan lain sebagainya.
Kriteria dan Tahapan dalam Analisis Struktur
Tinjauan dasar dalam merencanakan struktur adalah menjamin kestabilan pada segala
kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Struktur akan mengalami perubahan bentuk
tertentu apabila dibebani.
Pada struktur yang stabil, deformasi akibat beban pada umumnya kecil, dan gaya internal
yang timbul di dalam struktur mempunyai kecenderungan mengembalikan bentuk struktur ke
bentuk semula apabila beban dihilangkan.
Pada struktur yang tidak stabil, deformasi akibat beban pada umumnya mengakibatkan
kecenderungan untuk terus bertambah selama struktur tersebut dibebani. Struktur yang tidak
stabil tidak memberikan gaya-gaya internal yang mempunyai kecenderungan untuk terus
bertambah selama struktur tersebut dibebani. Struktur yang tidak stabil mudah mengalami
runtuh (collapse).
Metode Uji Pembebanan (LOAD TEST)
21
Umum
Uji pembebanan (load test) adalah merupakan suatu metode pengujian yang bersifat
setengah merusak atau merusak secara keseluruhan komponenkomponen bangunan yang
diuji. Pengujian yang dimaksud dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satu
diantaranya adalah metode uji beban (Load Test).
Tujuan load test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa tingkat keamanan
suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan peraturan bangunan yang
ada, yang tujuannya untuk menjamin keselamatan umum. Oleh karena itu biasanya load test
hanya dipusatkan pada bagian-bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan
tingkat keamanan berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil pengamatan.
22
ACI-318’89 mengisyaratkan bahwa uji pembebanan hanya bisa dilakukan jika struktur beton
berumur lebih dari 56 hari. Pemilihan bagian struktur yang akan diuji dilakukan dengan
mempertimbangkan :
a. Permasalahan yang ada
b. Tingkat keutamaan bagian struktur yang akan diuji.
c. Kemudahan pelaksanaan.
Bagian struktur yang akan memikul bagian struktur yang akan diuji dan beban ujinya
juga harus dipertimbangkan/dilihat apakah kondisinya baik dan kuat Selain itu "scaffolding"
juga harus dipersiapkan untuk mengantisipasi beban-beban yang timbul jika terjadi
keruntuhan bagian struktur yang diuji.
Beban pengujian harus direncanakan sedemikian rupa sehingga bagian struktur yang
dimaksud benar-benar mendapatkan beban yang sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini
kadang kala sulit direncanakan, terutama untuk pengujian struktur lantai. Hal ini dikarenakan
adanya keterkaitan antara bagian struktur yang diuji dengan bagian struktur lain yang ada
disekitarnya. Sehingga Timbul apa yang disebut pengaruh pembagian pembebanan ("Load
sharing effect"). Pengaruh ini juga bisa ditimbulkan oleh elemen-elemen nonstruktual yang
menempel pada lagian struktur yang akan diuji, sebagai contoh "ceiling board", Elemen non
struktural ini dapat berfungsi mendistribusikan beban pada komponen-komponen struktur
dibawahnya yang sebenarnya tidak saling berhubungan. Untuk menghindari terjadinya
distribusi beban yang akan diinginkan maka bagian struktur yang akan diuji sebaiknya
diisolasikan dari bagian struktur yang ada disekitarnya.
ACI-318- ’ 89 mengisyaratkan bahwa besamya beban yang harus diaplikasikan selama .load
test" (termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur) adalah :
Beban total = 0,85 (1,4D + 1,7 L)
Dimana : D = beban mati
L = benda hidup (termasuk faktor reduksinya)
Beban mati harus diaplikasikan 48 jam sebelum "load test" dimulai. Sebelum beban
diterapkan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan lendutan awal yang nantinya dijadikan
sebagai acuan untuk pembacaan lendutan setelah penerapan beban. Pembebanan harus
dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga tidak menimbulkan beban kejutan
pede struktur.
Setelah beban-beban yang direncanakan berada pada struktur yang diuji selama 24
jam, pembacaan lendutan bisa dilakukan. Setelah pembacaan beban bisa dilepaskan dari
struktur. Dua puluh empat jam setelah itu pembacaan lendutan dilakukan kembali.
Kriteria umum yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah struktur tidak boleh
memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti terbentuknya retak-retak yang berlebihan
atau menjadi lendutan yang melebihi persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam
peraturan-peraturan bangunan.
Sebagai contoh, ACI mensyaratkan bahwa untuk balok/lantai diatas tumpuan:
L2
δ maks <
20000 h
dimana, δ maks = lendutan maksimum yang terjadi, inch
L = Panjang bentang, inch
h = Tinggi penampang
Persyaratan lendutan diatas bisa dilanggar tapi dengan syarat lendutan yang terjadi setelah
beban-beban bekerja yang dilepaskan haruslah lebih kecil dari 25 % δ maks.
Jika struktur gagal dalam "load test", maka : Struktur tidak boleh digunakan sama sekali
jika sudah terjadi tanda-tanda kerusakan struktural yang fatal). Struktur masih bisa
23
digunakan, tapi dengan pembatasan beban-beban yang bekerja sehingga sesuai dengan
kekuatan struktur yang sebenarnya. Jadi disini fungsi struktur dikurangi
2. Teknik Pembebanan.
Pembebanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga laju distribusi pembebanan dapat
dikontrol (gambar 1). Beban yang bisa digunakan diantaranya air, bata/batako, kantong
semen/pasir, pemberat baja dan lainlain. Pemilihan beban yang akan digunakan tergantung
dengan distribusi pembebanan yang diinginkan, besarnya total beban yang dibutuhkan,
dan kemudahan pemindahannya.
3. Pengukuran.
Parameter yang biasanya diukur dalam "load test" adalah lendutan, lebar retak. dan regangan.
Memperlihatkan aplikasi beberapa jenis alat ukur dalam "load test". Lebar retak yang terjadi
biasanya diukur dengan mikroskop tangan yang dilengkapi dengan lampu dan mempunyai
lensa yang diberi garis-garis berskala yang ketebalannya berbeda-beda. Cara pengukuran
adalah dengan membandingkan lebar retak yang terjadi, lewat peneropongan dengan
mikroskop dengan lebar garis-garis berskala tersebut. Pola retak-retak yang terjadi biasanya
ditandai dengan menggambarkan garis-garis yang mengikuti pola retak yang ada dengan
menggunakan spidol berwarna (diujung garis-garis tersebut dituliskan imformasi mengenai
tingkat pembebanan dan lebar retak yang sudah terjadi).
Uji Pembebanan Tiang
Pada proyek-proyek besar, sejumlah tertentu uji pembebanan tiang harus dilakukan.
Pada pokoknya hal ini diperlukan karena tidak cukup andalnya metode perkiraan yang ada.
Daya dukung beban vertikal dan lateral yang dapat dipikul tiang dapat diuji di lapangan.
Pengujian pembebanan tiang di lapangan. Dalam gambar ini pengujian dilakukan untuk
pembebanan tekan aksial. Beban yang dipakaikan pada tiang berasal dari dongkrak (jack)
hidrolis. Pembebanan dilakukan secara bertahap, dan antara pembebanan yang satu ke
pembebanan berikutnya harus ada selang waktu yang cukup agar laju penurunan tiang
mencapai suatu nilai yang kecil. Penurunan tiang akibat pemberian beban ini dicatat dengan
menggunakan cakra pengukur (dial gauges).
Besar pembebanan yang dipakai untuk setiap tahap beragam bergantung pada
peraturan bangunan setempat. Kebanyakan peraturan bangunan mensyaratkan bahwa setiap
tahap pembebanan sekitar seperempat dari beban kerja yang akan dipikul tiang. Dan tahap
pembebanan ini dilakukan hingga beban mencapai sekurang-kurangnya dua kali beban kerja.
Setelah mencapai beban tiang yang diinginkan, pembebanan kemudian dikurangi secara
bertahap (unloading).
Uji pembebanan tiang pada pasir dapat dilakukan segera setelah tiang dipancangkan.
Namun perlu hati-hati untuk memutuskan selang waktu yang diperlukan antara pemancangan
dengan dimulainya uji pembebanan pada tanah lempung. Selang waktu ini dapat berada
dalam rentang 30-60 hari atau lebih, karena tanah perlu waktu untuk mencapai kembali
kekuatanthixotropicnya (thixotropic strength).
Macam-macam retakan dan perbaikanya
Permasalahan
a. Kenaikan temperature yang disebabkan timbulnya panas hidrasi akibat reaksi semen dengan
air akan menyebabkan keretakan
b. Perbedaan temperatur akibat panas hidrasi semen dan temperatur udara sekitarnya akan
menyebabkan terjadi regangan yang menimbulkan keretakan
c. Kenaikan temperatur panas beton juga dipengaruhi oleh sifat dan panas agregat
d. Keretakan yang dtimbulkan oleh kenaikan temperatur yang ditimbulkan oleh beton itu sendiri
ketika masih dalam proses pengembangan untuk mencapai pengerasan dan pengeringan
24
e. Permukaan beton yang berkontak dengan udara akan cepat mengering sehingga
menyebabkan retak-retak pada permukaan beton, oleh karena itu harus dilakukan perawatan
dengan menyemprotkan kabut air atau menutup permukaan beton
f. Keretakan disebabkan cetakan tidak cukup kuat sehingga melendut karena tumpukkan
penyangga cetakan yang langsung diletakkan diatas atanah amblas (turun)
g. Cetakan yang dibuka lebih awal akan menyebabkan retak karena kekuatan beton belum
memadai untuk menahan berat sendiri
h. Penggunaan lantai gedung bertingkat sebagai penimbunan bahan yang melampaui beban
beban layanan pada waktu pelaksanaan akan menyebabkan retak lentur
i. Retak-retak yang disebabkan getaran di sekitar beton yang sedang dalam proses pengerasan
yang disebabkan proses pengikatan terganggu, juga mengakibatkan lekatan antara spesi dan
agregat lemah. Lekatan beton pada tulangan juga terganggu, semua itu akan menimbulkan
retak-retak sepanjang tulangan
j. Ketidakrapian cetakan akan menyebabkan keropos beton yang disebabkan pasta semen
mengalir keluar
k. Struktur beton yang terbakar, akan menimbulkan gumpil-gumpil (spalling) pada permukaan
beton akibat meledaknya agregat beton oleh suhu tinggi, ketebalan spalling kurang dari 70
mm
l. Kekuatan tekan beton akan menurun dimulai pada temperature + 3000C karena kebakaran
m. Pelapukan pada bidang-bidang terluar dari beton yang selalu berhubungan dengan udara, air
atau media korosif lainnya, dimana kerusakan akibat pengaruh reakasi kimia.
n. Retak dan rusaknya struktur beton akibat bencana alam/gempa.
Pola dan Bentuk retak.
Pola dan bentuk retak dapat membantu memperkirakan penyebab timbulnya
retak. Pada dasarnya ada 7 penyebab retak :
b. Disintegrasi
Bagian yang terlemah dari beton akan mengalami disintegrasi, permukaan beton
menjadi kasar, karena umur akan terjadi proses alami yang mengalami pelapukan pada
bidang-bidang terluar beton, proses pelapukan beton akibat lingkungan agresif antara lain air
laut, karbonasi dan lain-lain. Beton yang berhubungan dengan lingkungan yang berkadar
asam akan lebih cepat mengalami disintegrasi
c. Retak-retak
25
Kejadian retak pada beton tidak bisa dihindari, karena itu perlu dibatasi lebar retak
yang diperkenankan oleh standar beton yang berlaku. Retak yang terjadi pada beton bisa
berupa retak non struktural akan menyebabkan kemampuan struktur beton akan berkurang,
Pada keadaan lain, retak akan mengakibatkan proses korosi pada baja tulangan beton
d. Spalling (gumpil-gumpil)
26
d. Bila penutup permukaan sudah mengeras, sistem nlet dan outlet ini perlu dicoba dengan air
sebagai bahan groutingnya, bagian permukaan yang telah ditutup bila terlihat masih bocor
perlu ditambal ulang. Bila sistem telah berfungsi dengan baik, injeksi grouting sudah bisa
dilaksanakan
e. Jika terlihat bahan grouting telah keluar dari pipa outlet, menandakan daerah yang digrouting
telah terisi penuh, pipa outlet bisa ditutup
f. Setelah bahan grouting mengeras, pipa inlet dan outlet dipotong, perbaikan sudah selesai.
Berdasarkan hasil pengujian, injeksi epoxy dapat memulihkan dan meningkatkan kekuatan
maupun daktilitas komponen struktur yang diperbaiki tersebut.
c. Jacketing
Melapisi seluruh atau sebagian permukaan beton bisa disebut melakukan perbaikan
beton dengan jacketing. Pekerjaan jacketing bisa dilaksanakan untuk permukaan beton yang
mengalami pelapukan atau disintegrasi. Bila ukuran dimensi beton setelah jacketing menjadi
lebih besar, sehingga penampang beton dapat menahan beban yang lebih besar, maka
perbaikan ini bisa digolongkan strengthening. Pekerjaan jacketing dapat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Menghilangkan semua bagian beton yang telah lapuk (terkontaminasi) atau menghilangkan
semua bagian beton yang retak-retak berat
b. Lapisi beton lama dengan bahan perekat
c. Cor beton perlapis, bila bidang yang dilapisi sangat luas dapat dipakai secara shotcrete.
Untuk ketebalan lebih dari 5 cm perlu diperkuat dengan kawat anyaman agar tidak terjadi
retak-retak sebagai akibat adanya susut pada beton
Strengthening
Strengthening atau perkuatan dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan maupun
daktilitas struktur. Pekerjaan strengthening harus direncanakan dahulu sesuai dengan yang
diinginkan dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Beberapa macam perkuatan yang
bisa diterapkan, antara lain :
a. Meningkatkan kemampuan baja tulangan
b. Meningkatkan kemampuan tekan beton
c. Meningkatkan kemampuan beton bertulang atau memperbesar dimensi penampang struktur
d. Menambah komponen struktur yang lainUntuk meningkatkan kemampuan tarik baja
tulangan menerima momen lentur, diberi tambahan pelat baja atau tambahan tulangan tarik
yang dilaskan pada tulangan yang ada dengan jarak tulangan antara.
Untuk meningkatkan kemampuan tekan beton bisa dilaksanakan serupa dengan
pekerjaan jacketing maupun concreting. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan beton
bertulang adalah dengan penambahan tulangan tarik maupun tulangan tekan dan dipadukan
dengan pekerjaaan jacketing dan concreting.
Perkuatan dengan menambah komponen struktur lain bisa dilakukan dengan
penambahan : Dinding geser, Dinding pengisi, Kolom, Balok, Pengaku.
Uji Pembebanan Tiang
Pada proyek-proyek besar, sejumlah tertentu uji pembebanan tiang harus dilakukan. Pada
pokoknya hal ini diperlukan karena tidak cukup andalnya metode perkiraan yang ada. Daya
dukung beban vertikal dan lateral yang dapat dipikul tiang dapat diuji di lapangan. Pengujian
pembebanan tiang di lapangan. Dalam gambar ini pengujian dilakukan untuk pembebanan
tekan aksial. Beban yang dipakaikan pada tiang berasal dari dongkrak (jack) hidrolis.
Pembebanan dilakukan secara bertahap, dan antara pembebanan yang satu ke pembebanan
berikutnya harus ada selang waktu yang cukup agar laju penurunan tiang mencapai suatu
nilai yang kecil. Penurunan tiang akibat pemberian beban ini dicatat dengan menggunakan
cakra pengukur (dial gauges).
27
Besar pembebanan yang dipakai untuk setiap tahap beragam bergantung pada peraturan
bangunan setempat. Kebanyakan peraturan bangunan mensyaratkan bahwa setiap tahap
pembebanan sekitar seperempat dari beban kerja yang akan dipikul tiang. Dan tahap
pembebanan ini dilakukan hingga beban mencapai sekurang-kurangnya dua kali beban kerja.
Setelah mencapai beban tiang yang diinginkan, pembebanan kemudian dikurangi secara
bertahap (unloading).
Uji pembebanan tiang pada pasir dapat dilakukan segera setelah tiang dipancangkan.
Namun perlu hati-hati untuk memutuskan selang waktu yang diperlukan antara pemancangan
dengan dimulainya uji pembebanan pada tanah lempung. Selang waktu ini dapat berada
dalam rentang 30-60 hari atau lebih, karena tanah perlu waktu untuk mencapai kembali
kekuatanthixotropicnya (thixotropic strength).
28