Anda di halaman 1dari 5

SELAT Malaka merupakan titik strategis bagi penyebaran beragam kebudayaan dunia di

wilayah Nusantara dan kawasan sekitar yang saat ini dikenal dengan persatuan negara-negara di
kawasan Asia Teggara. Sejak dahulu selat Malaka adalah tempat berlabuhnya pendatang dari
seluruh dunia, menjadikan kawasan ini tidak pernah sepi dari alkulturasi budaya. Dari Selat
Malaka ini, dunia Melayu membentuk budaya dan identitasnya yang khas.

Sebagai bagian penting dari tradisi Melayu, Indonesia telah berkembang sebagai kawasan
tempat tumbuh dan berkembangnya perkawinan antar budaya asing dan local. Pertemuan
alamiah antara unsur asing dan domestic ini telah melahirkan sikap selektif, yakni menerima apa
saja dari luar yang bermamfaat bagi manusia Nusantara, namun pada saat bersamaan, tetap kritis
terhadap unsur-unsur budaya luar tersebut. Pertemuan antara unsurluar dan local telah
melahirkan ide-ide kreatif dari kalangan tokoh local (local genius) yang memadukan unsur-unsur
budaya luar dengan unsur local untuk kepentingan masyarakat.

Daya kreativitas Nusantara ini menemukan titik puncaknya, ketika wilayah Nusantara
berubah menjadi sebuah Negara modern yang bernama Indonesia. Kecerdasan kreatif itu
disimbolkan dengan lahirnya Pancasila sebagai fondasi bagi berdirinya bangsa Indonesi sebagai
sebuah Negara bangsa (nation state) yang majemuk. Kemajemukan Indonesia dalam banyak hal
disatukan oleh dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila yang merupakan inti sari unsur-unsur
kebudayaan positif yang dimliki manusia Yng menempati wilayah Nusantara sejak berabad-abad
silam. Namun demikian, Pancasila juga merupakan symbol pertemuan beragam pemikiran dan
ideology modern awal abad ke-20, yang kemudian menjadi cita-cita dan karakter yang
diidamkan oleh para perumusannya: Indonesia yang berketuhanan dan berkebudayaan,
berperikemanusiaan, bersatu, demokratis dan berkeadilan. Cita dan nilai yang tetap relevan
dengan tuntutan manusia modern saat ini.

Identitas sering dihubungkan dengan atribut yang disematkan kepada individu yang
sebenarnya memiliki sifat majemuk. Misalnya atribut kelamin (pria atau wanita) yang hadir
secara kodrati pada seseorang yang bias bergandengan dengan atribut-atribut kodrati lainnya
yang tidak bias ditolak sejak ia lahir, seperti agama, suku, ras, kasta maupun kebangsaan. Selain
identitas ataupun atribut yang bersifat kodrati (diberikan oleh Tuhan sejak lahir), ia juga bersift
non-kodrati atau bias dibuat akibat dari usaha seseorang.misalnya kelas pendidikan, ekonomi,
social, dan agama. Dua jenis atribut atau lebih bias melekat pada setiap individu. Seorang
muslim adalah batak dan pada saat yang sama beridentitas kelas menengah, kelas terdidik dan
sebagainya.

Identitas bias berdampak positif dan juga bias berdampak negatif. Jika identitas tersebut
bias menimbulkan rasa bangga, baik bagi dirinya maupun komunitasnya, maka identitas bernilai
positif. Sebaliknya identitas dapat melairkan masalah manakala ia menjadi alas an untuk
berkonflik bahkan berperang. Banyak contoh konflik yang tidak lepas dari persoalan identitas
kelompok, seperti konflik suku, ras dan agama yang sering terjadi diberbagai belahan dunia.
Konflik suku di Rwanda (suku Tutsi dan Hutsi), konflik agama di India (Hidu-Muslim), di
Serbia (Katolik dan Islam), di Palestina (Islam dan Yahudi), dan Irak (Sunni dan Syi’ah).
Konflik serupa terjadi pula disejumlah daerah di Indonesia, seperti konflik suku di Kalimantan
Barat antara suku Dayak dan Madura, atau konflik bernuansa keyakinan diambon antara
omunitas Kristen dan Muslim.

Identitas dipahami pula sebagai ungkapan nilai-nilai budaya yang dimiliki suatu
komuniitas, kelompok, atau bangsa yang bersifat khas dan membedakannya degan kelompok
atau bangsa yang lain. Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa ini dekenal secara umum
dengan sebutan “identitas nasional”. Identitas yang melekat pada suatu bangsa tidaklah bersifat
statis. Identitas adalah suatu yang dapat dibentuk oleh suatu individu atau kelompok.

Reduksi sering kali melahirkan stereotip (atau atribut) yang dapat mengotakkan
seseorang atau kelompok kedalam suatu identitas yang bukan sebenarnya. Proses ini sering
disebut dengan istilah politisasi identitas untuk kepentingan subjektif seseorang, kelompok atau
lembaga Negara. Politisasi identitas ini tak jarang menimbulkan tindakan diskriminasi kelompok
dominan terhadap kelompok minoritas. Agar hal ini tidak terjadi gagasan tentang pendidikan
multikultular bagi Indonesia yang majemuk menjadi salah satu tawaran solusi yang diharapkan
mampu menjadikan Indonesia ramah bagi semua komponen bangsa yang ada dengan beragam
identitasnya.

B.UNSUR-UNSUR PEMBENTUK IDENTITAS NASIONAL INDONESIA

Identitas nasional Indonesia terbentuk oleh bermacam unsur, fisik, dan non fisik. Salah
satu identitas yang melekat pada bangsa Indonesia adalah sebutan sebagai sebuah bangsa yang
majemuk. Kemajemukan bangsa Indonesia ini tercermin pada ungkapan sesanti Bhineka
Tunggal Ika yang tedapat pada symbol nasional Burung Garuda dengan lima symbol yang
mewakili sila-sila dalam dasar Negara Pancasila. Kemajemukan ini merupakan perpaduan dari
unsur-unsur yang menjadi inti identitas Indonesia: sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan
bahasa.

1. Sejarah
Menurut catatan sejarah, sebelum menjadi sebuah Negara bangsa (nation state),
nusantara pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua kerajaan besar yakni
Sriwijawa dan Majapahit dikenal dengan pusat-pusat kekuasaan di Nusantara yang
pengaruhnya menembus batas-batas territorial di man a dua kerajaan ini berdiri.
Kebesaran dua kerajaan tersebut turut menjadi rujukan semangat perjuangan
manusiaNusantara pada abad-abad berikutnya ketika penjajahan asing menancapkan
kekuatan imperialismenya. Semangat juang manusia Nusantara dalam mengusir
penjajahan dari tanah kelahirannya telah menjadi ciri khas tersendiri bagi cikal bakal
bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas
nasionalnya sebagai bangsa yang pantang menyerah dan pejuang kebebasan. Hal ini
tercermin dalam konstitusi indonesia di mana Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
secara eksplisit menyatakan dukungan bangsa Indonesia bagi kemerdekaan setiap bangsa
didunia.

2. Kebudayaan
Kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga
unsur, yaitu akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Akal budi bangsa Indonesia tampak
dari keramahan dan kesatuan orang Indonesia yang telah di kenal dunia. Adapun unsur
identitas peradaban nya tercermin dalam negara Pancasila yang menunjkan kekuatan atas
nilai-nilai bersama yang majemuk. Sedangkan aspek pengetahuan dapat di lihat dari
kekayaan pencapaian bangsa Indonesia sebagai bangsa maritime. Kapal Pinisi dan
sejumlah bangunan candi yang menawan merupakan unsur identitas pengetahuan bangsa
Indonesia yang tidak dimilikioleh bangsa lain di dunia. Keragaman budaya local
Nusantara merupakan kekuatan dari eksistensi kebudayaan nasiolanal. Capaian
kebudayaan ini sekaligus sebagai bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
merupakan manusiayang kreatif dan inovatif yang mampu mengadopsi pengetahuan, nilai
dan budaya asing lalu megembangkannnya menjadi produk pradaban yang bernilai
tambah dan menjadi ciri khas yang membedakan dengan produk kebudayaan lain di
dunia.

3. Suku Bangsa

Kemajemukan merupakan pembentukan identitas lain bangsa Indonesia. Lebih


dari sekedar kemejemukan bersifat alamiah, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup
bersama dalam kemajemukan merupakan unsur utama dalam pembentukan identitas yang
perlu terus dikembangkan dan dilestarikan. Kemajemukan alamiah bangsa Indonesia
yang tercermin dalam ribuan suku, bahasa dan budaya, dan kesatuan atas kemajemukan
merupakan gambaran bahwa Indonesia adalah kesatuan atas keberagaman yang secara
simbolik diungkapkan dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika yang dicengkram kuat oleh
kuku burung elang Garuda. Dengan demikian, tidaklah keliru jika terdapat ungkapan
umum, “bukanlah Indonesia jika tidak majemuk”.

4. Agama
Keragaman agama dan keyakinan merupakan identitas lain dari kemajemukan
alamiah bangsa Indonesia. Begitu pentingnya keberagaman unsur agama dan keyakinan
ini, para peneliti menjadikannya unsur paling penting dalam konstitusi Negara, sebagai
upaya wajib Negara untuk melindungi rahmat Tuhan Yang Maha Esa harus tetap
dipelihara dan disyukuri bangsa Indonesia. Para perumus dasar Negara pancasila telah
bersepakat untuk menempatkan dasar spiritualitas Nusantara ini dalam urutan pertama
dalam kelima sila pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Nilai yang terkandung dalam
nilai ini adalah kewajiban bangsa Indonesia untuk beragama secara berkebudayaan yakni
suatu sikap dan prilaku beragama yang menjunjung prinsip-prinsip toleransi. Bagian dari
prinsip toleransi beragama tersebut dapat dilakukan dengan menjauhkan sikap dan
tindakan memaksakan keyakinan seseorang atau kelompok atas individu atau kelompok
lainnya.
5. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah u sur lain pembentuk identitas nasional bangsa
Indonesia. Keberadaan bangsa Indonesia sebagai bahasa persatuan dijamin oleh
konstitusi Negara, UUD 1945. Ribuan pulau, enis dan keragaman budaya dan keyakinan
dapat dipersatukan dengan bahasa Indonesia, yang sebelumnya merupakan bahasa
pengantar (lingua franca), bahasa transaksi perdagangan dan pergaulan, masyarakat yang
mendiami kepulauan yang tersebar diseluruh Nusantara.

C. KETAHANAN DAN KEWASPADAAN NASIONAL

Jika empat konsepsi kesatuan (politik, ekonomi, social-budaya, dan pertahanan


keamanan) ini di jalankan secara konsisten, fleksibel, dan terpadu pada akhirnya akan
melahirkan kualitas ketahanan nasional (Tannas) Indonesia yang diharapkan. Tentu saja dalam
implementasinya harus mempertimbangkan perkembangan masyarakat dan situasi ancaman dan
peluang yang diakibatkan oleh arus globalisasi. Menjalankan konsep-konsep Wawasan
Nusantara secara motolitik melalui pendekatan keamanan (security approach) yang terlalu
dominan seperti yang penah dilakukan dimasa lalu telah terbukti gagal melahirkan kemakmuran
bagi seluruh wilayah dan seluruh warga Negara Indonesia. Pendekatan dan orientasi
kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh komponenbangsa harus dikedepankan oleh perintah
(Negara) dalam pengemban amanat pembukaan UUD 1945.

D. GLOBALISASI DAN KETAHANAN NASIONAL

Secara umum globalisasi adalah sebuah gambaran tentang semakin tinggi ketergantungan
di antara sesama masyarakat dunia, baik budaya maupun ekonomi. Istilah globaliasi sering
dihubungkan dengan sirkulasi gagasan, bahasa, dan budaya popular yang melintasi batas Negara.
Fenomena global ini acap kali disederhanakan oleh kalangan ahli sebagai gejala kecenderungan
dunia menuju sebuah perkampungan global (global village) di mana intraksi manusia
berlangsung tanpa halangan batas geografis. Hal ini tentunya sebagai bahan tak terpisahkan dari
kemajuan teknologi informasi yang menyediakan fasilitas komunikasi secara murah dan mudah.
Pada saat yang sama, isu-isu dunia di bidang politik, ekonomi, demokrasi dan HAM dengan
begitu cepat dapat mempengaruhi situasi yang terjadi disuatu Negara.

Anda mungkin juga menyukai