Anda di halaman 1dari 2

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat

terhadap bioavaibilitas obat.Bioavaibilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Oleh karena bioavaibilitas mempengaruhi daya terapeutik ,
aktivitas klinik , dan aktifitas toksik obat, maka mempelajari biofarmasetika menjadi sangat
penting. Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa
kesirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu
(Shargel,1999).
Pada umumnya produk obat mengalami proses absorpsi sitemik melalui suatu rangkaian
proses. Proses tersebut meliputi; (1) disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;
(2) pelarutan obat dalam media ‘aqueous’; (3) absorpsi melawan membran sel menuju
sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan, dan absorpsi, kecepatan obat
mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian di
atas (Shargel,1999).
Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
“aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk
obat.Kelarutan maupun jumlah obat dalam bentuk sediaan harus dipertimbangkan.Dalam uji
seperti itu biasanya digunakan suatu volume media yang lebih besar daripada jumlah pelarut
yang melarutkan obat secara sempurna. Beberapa peneliti telah menggunakan cairan lambung
yang diencerkan, HCl 0.1 N, dapar fosfat, cairan lambung, air, dan cairan usus tiruan
bergantung pada sifat produk obat dalam saluran cerna dimana diperkirakan obat akan
melarut (Shargel,1999).
Tiap produk obat harus diisi secara individual dengan uji kelarutan yang memberikan
koreksi yang paling baik dengan bioavailabilitas in vivo (Shargel,1999).
Pelarutan obat dalam media berair adalah kondisi penting dari penyerapan sistemik.
Tingkat dimana obat – obatan dengan aquadest buruk larut dari bentuk sediaan padat utuh
atau hancur dalam saluran gas sering mengendalikan tingkat penyerapan atau penyerapan
obat. Menurut pengamatan whitney (1897), step dalam pembubaran termasuk disolusi obat
pada permukaan partikel padat, sehingga membentuk larutan disekitar partikel. Obat terlarut
di lapisan jenuh seperti lapisan stagsen berdifusi. Sebagian besar konsentrasi solven dari
daerah ke daerah dengan konsentrasi rendah (Shargel,1999).
Pada umumnya produk obat mengalami proses absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian
prosesabsorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses tersebut meliputi : (1)
desintegrasi produk obat yang didkuti pelepasan obat;(2)pelarutan obat dalam media aqueous;
(3) absorpsi melewati membrane sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam proses desintegrasi
obat, pelarutan dan absorpsi, kecepatan obatt mencapai system sirkulasi sistemik ditentukan
oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian di atas. Tahap paling lambat di dalam suatu
rangkaian proses kinetic disebut tahap penentu kecepatan (rate limiting step). Kecuali untuk
produk- produk sustained release atau prolonged action desintegrasi obat yang berbentuk
padat pada umumnya lebih cepat dari pada pelarutan dan absorpsi obat. Untuk obat- obat
yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang
paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap
bioavailibilitas obat. Demikian juga sebaliknya. Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat
ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-
sifat fisikokimia atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel
tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapetik tertentu (Shargel,
1999).
Studi biofarmasetika memerlukan penyelidikan berbagai faktor yang mempengaruhi laju
dan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistematik. Hal ini berarti, biofarmasetika
melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari suatu produk obat, laju
pelarutan dan akhirnya bioavailabilitas obat tersebut. Farmakokinetika mempelajari kinetika
absorpsi obat, distribusi, dan eliminasi (Shargel,1999).
Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media
“aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk
obat.Kelarutan maupun jumlah obat dalam bentuk sediaan harus dipertimbangkan.Dalam uji
seperti itu biasanya digunakan suatu volume media yang lebih besar daripada jumlah pelarut
yang melarutkan obat secara sempurna (Shargel,1999).
Tes – tes mengandung faktor formulasi yang dapat mempengaruhi obat (whitney,1897)
dan penyidik lainnya mempelajari rata – rata disolusi obat. Tingkat pelepasan obat secara
keseluruhan dapat diliput oleh Nayes – whimo. Laju pelarutan obat pada waktu 4.
Ditingkatkan kesetiaan dibiaskan dari partikel, konsentrasi Ca obat sama dengan kelarutan
obat (Shargel,1999)
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat
anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat fisikokimia atau produk obat.
Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel tersebut melalui rancangan suatu
produk obat dengan tujuan terapetik tertentu (Shargel, 1999).

Shargel, L. (1999). Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. USA : McGraw – Hill. Halaman


132.

Anda mungkin juga menyukai