Anda di halaman 1dari 4

NAMA : RIKE ADLIANA

NIM : D1B122184
KELAS : 03

RANGKUMAN BIOFARMASETIKA PERTEMUAN KE-6

 Bioavailabilitas atau ketersediaan hayati didefinisikan sebagai jumlah dan


kecepatan zat aktif obat tersebut mencapai sirkulasi sistemik, jumlah obat diukur
dari kadar dalam darah atau urin dengan parameter farmakokinetik area under
curve (AUC) yaitu luas di bawah kurva obat terhadap waktu.
 Studi bioavailabilitas dilakukan terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui
maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk dipasarkan. Dalam menyetujui suatu produk obat
untuk dipasarkan, FDA harus memastikan bahwa produk obat tersebut aman dan
efektif sesuai label indikasi penggunaan
 Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi
farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan
dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan.
 Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Bioavailabilitas absolut
bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan
obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan
pemberian intravena.
2. Bioavailabilitas relatif
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan
obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intravena.
Ketika mekanisme bagaimana formulasi dapat mempengaruhi ketersediaan
hayati dan kesetaraan hayati (bioekivalensi) telah banyak dipelajari di obat-
obatan, faktor formulasi dalam memengaruhi ketersediaan hayati dan kesetaraan
hayati pada suplemen nutrisi masih belum banyak diketahui diketahui.[8] Pada
akhirnya, di ilmu gizi, ketersediaan hayati atau bioekivalensi relatif paling umum
dipakai untuk mengukur ketersediaan hayati, membandingkan ketersediaan hayati
suplemen makanan dengan formulasi satu dengan formulasi lainnya
 Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat yaitu :
1. Dari segi obat :
a. Sifat fisika kimia obat
1) pH Lambung, berpengaruh terhadap ionisasi obat
2) bentuk non ion dalam lemak : Faktor transport obat obat larut dalam
lemak akan lebih mudah melewati membran, besarnya ionisasi
mempengaruhi transport obat
3) ukuran molekul : Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar
luas permukaan partikel sehingga laju disolusi lebih cepat
4) enzim pencernaan : Setiap obat memerlukan pemecahan dari
garamnya oleh enzim pankreeas sebelum dapat diabsorbsi
5) kelarutan obat dalam air : Faktor kelarutan sangat mempengaruhi
disolusi seperti bentuk kristal, amorf, polimorfi, solvate memiliki
kelarutan yang berbeda- beda.
6) Flora usus : Perubahan flora usus dapat mengakibatkan penurunan
konversi obat menjadi komponen aktif
a. Formulasi obat :
1) Fisik obat (bentuk sediaan) : absorpsi obat, eliminasi lintas pertama,
laju absorpsi
2) Eksipien (zat tambahan obat) : Penggunaan bahan tambahan sebagai
bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses
formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi

Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar
keseluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk
kesirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass.
Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga
menurunkan jumlah obat yang sampai kesirkulasi sitemik dosis obat
yang diberikan harus banyak.
2. Faktor penderita
1) Kecepatan pengosongan lambung
2) Waktu transit dalam GI
3) Perfusi saluran cerna
4) Kapasitas absorbsi
5) Metabolisme dalam GI
6) Kapasitas metabolisme dalam dinding GI dan hati
3. Interaksi di GI
1) Adanya makanan
2) Perubahan pH GI
3) Perubahan motilitas GI
4) Perubahan perfusi GI
5) Gangguan fungsi normal mukosa usus
6) Kelasi, adsobsi, terikat resin, larut dalam cairan yang tidak dapat
diabsorbsi

Anda mungkin juga menyukai