MANUSIA STRATEGIK
Oleh :
Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira
DISALIN OLEH :
KOMANG FEBIARI (0503419)
PUTU MIRA PUTRI UTAMI (0503619)
NI KOMANG AYU MELIANTARI (0505319)
SEMESTER : 5 (LIMA)
MANAJEMEN KOMPENSASI
12.1 PENDAHULUAN
Sehubungan dengan itu, menurut Cascio F.W. (1990), penghargaan untuk menjembatani
jurang antara tujuan perusahaan dan harapan serta aspirasi individual perlu disediakan.
Agar efektif, sistem penghargaan perusahaan hendaknya menyediakan empat hal, yaitu
(1) tingkat penghargaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, (2) keadilan
dengan pasar kerja eksternal, (3) keadilan dalam perusahaan, dan (4) perlakuan individu
perilaku perusahaan yang terkait dengan kebutuhan mereka.
Jadi, dalam sisi yang lebih luas, sistem penghargaan finansial (upah pembayaran)
dirancang agar mampu menarik perhatian, mempertahankan, dan mendorong karyawan
agar bekerja dengan produktif. Oleh karena itu, kompensasi harus dikelola seoptimal
mungkin.Sebagai karyawan, memahami peranan kompensasi adalah penting dalam
rangka mencapai tujuan mereka, yaitu kesejahteraan saat kini dan masa depan.
Sementara:bagi perusahaan dalam rangka mencapai tujuan efisiensi dan maksimalisasi
keuntungan.Setelah mempelajari uraian tentang manajemen kompensasi ini, pembaca
diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut.
Menurut Keith Davis dan Werther W.B. (1996), secara umum tujuan manajemen
kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategis
perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal
menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dikompensasi secara adil dengan membandingkan
pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa konflik satu sama
lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan para karyawan
dan menjamin keadilan, analisis upah dan gaji merekomendasi pembayaran jumlah yang
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut pekerja mungkin
menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya, yaitu upah yang tinggi
untuk menarik pekerja yang berkualifikasi. Maka terjadilah trade-offs antara tujuan
rekrutmen dan konsistensi tujuan dari manajemen kompensasi. Sementara keadilan
internal menjamin bahawa permintaan posisi yang lebih tinggi dan orang yang lebih
berkualifikasi dalam perusahaan akan diberi pembayaran yang lebih tinggi.
e. Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan yang
tidak dalam golongan yang sama.
f. Sistem penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.
Secara khusus, Keith Davis dan Werther W.B. (1996) menguraikan tujuan manajemen
Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para
pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap suplai dan permintaan pasar kerja
karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.
Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan
menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
c. Menjamin Keadilan
Manajemen kompensasi berupaya keras agar keadilan internal dan eksternal terwujud.
Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah
pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. Keadilan
eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja merupakan yang dapat dibandingkan
dengan perusahaan lain di pasar kerja.
e. Mengendalikan Biaya
Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang
dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
g. Memfasilitasi Pengertian
Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM,
manajer operasi, dan para karyawan.
Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan
efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya
pertimbangan sekunder saling dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.
Tujuan manajemen kompensasi di atas bukanlah merupakan berbagai aturan dan hanya
sebagai petunjuk saja. Namun, semakin banyak tujuan juga diikuti semakin efektif
administrasi penggajian dan pengupahan yang terjadi. Untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut, perlu diikuti tahapan-tahapan manajemen kompensasi yang meliputi sebagai
berikut:
Fase 2: Melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan eksternal yang
didasarkan pada upah pembayaran di pasar kerja.
Fase 3: Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan upah pembayaran yang
didasarkan pada keadilan internal dan eksternal.
Evaluasi pekerjaan merupakan prosedur sistematis untuk menentukan nilai relatif dari
pekerjaan. Meskipun terjadi perbedaan pendekatan, setiap pendekatan
mempertimbangkan tanggung jawab, keahlian, upaya-upaya, dan kondisi kerja yang
inheren dalam pekerjaan. Evaluasi ini menentukan pekerjaan mana yang memiliki nilai
lebih tinggi daripada yang lainnya. Tanpa evaluasi pekerjaan, departemen SDM tidak
akan mampu untuk mengembangkan pendekatan yang rasional untuk membayar.
Karena evaluasi adalah subyektif, hal itu dilakukan secara khusus oleh personil terlatih
yang disebut analis pekerjaan atau spesialis kompensasi. Ketika sekelompok manajer atau
spesialis digunakan untuk maksud ini, kelompok itu disebut sebuah komite evaluasi
pekerjaan. Komite me-review informasi analisis pekerjaan untuk mempelajari tentang
tugas, tanggung jawab, dan syarat-syarat pekerjaan. Dengan pengetahuan ini, pekerjaan
ditempatkan dalam sebuah hirarki sesuai dengan nilai relatif melalui penggunaan metode
evaluasi pekerjaan. Metode yang paling umum digunakan adalah penyusunan tingkatan
pekerjaan, penilaian kelas pekerjaan, perbandingan faktor, dan sistem penilaian angka.
Penyusunan peringkat pekerjaan adalah metode evaluasi pekerjaan yang paling sederhana
dan tidak rumit. Para spesialis me-review informasi analisis pekerjaan dan kemudian
membuat penyusunan peringkat tiap pekerjaan secara subyektif sesuai dengan
kepentingan relatif dalam membandingkannya dengan pekerjaan-pekerjaan. lain dalam
perusahaan. Semuanya merupakan peringkat menyeluruh, meskipun penilai bisa jadi
mempertimbangkan faktor-faktor individual, seperti tanggung jawab, keahlian, upaya,
dan syarat-syarat yang terdapat dalam pekerjaan. Secara subyektif, tingkatan global yang
ditentukan berarti bahwa unsur-unsur penting dari beberapa pekerjaan dipandang rendah,
sementara beberapa item yang tidak penting diberi bobot lebih besar. Ukuran-ukuran
sejauh mana tipe pekerjaan memiliki perbedaan bobot harus didasarkan pada perbedaan
nilai dari pekerjaan tersebut terhadap tujuan perusahaan, di samping pertimbangan
tanggung jawab, keahlian, upaya, dan syarat syarat pekerjaan. Dalam situasi di mana
banyak item yang ukurannya subyektif, bisa jadi pembobotan untuk penentuan tingkat
pembayaran menjadi tidak akurat.
Tabel 12.1
Para analisis pertama-tama harus memutuskan faktor-faktor mana yang umum dan
penting terkait dalam keseluruhan pekerjaan. Misalnya, tanggung jawab, keahlian, upaya
mental dan fisik, dan syarat-syarat pekerjaan. Beberapa perusahaan menggunakan faktor-
faktor yang berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan manajerial, profesional, penjualan, dan
tipe pekerjaan lainnya.
Komite evaluasi pekerjaan kemudian mengalokasikan sebagian dari tiap tingkat upah
yang berlaku pada setiap pekerjaan penting. Proporsi dari setiap upah ditentukan pada
faktor-faktor berimbang yang berbeda yang tergantung pada pentingnya faktor faktor
individual.Sebagai contoh, untuk pembersih ruangan kantor memperoleh gaji bersih
Rp250.000,- per bulan. Gaji sebanyak itu merupakan alokasi dari Rp35.000,- untuk
tanggung jawab; Rp35.000,- untuk ketrampilan: Rp20.000,- untuk pekerjaan mental;
Rp100.000,- untuk pekerjaan fisik; dan Rp60.000 untuk syarat-syarat pekerjaan. Dalam
membagi secara adil tingkat upah di atas, komite evaluasi harus membuat dua
pembanding. Pertama, jumlah yang ditentukan untuk setiap faktor hendaknya
merefleksikan faktor-faktor tersebut dengan faktor-faktor lain dari pekerjaan. Misalnya,
jika kepala pabrik pengolahan karet diberi Rp500.000,- untuk elemen keterampilan dan
Rp250.000,- untuk pekerjaan fisik, hal ini berarti bahwa pentingnya keterampilan adalah
dua kali dari pentingnya pekerjaan fisik. Kedua, jumlah yang dialokasikan pada sebuah
faktor hendaknya merfleksikan kepentingan relatif dari faktor di antara pekerjaan-
pekerjaan yang berbeda. Misalnya, jika tanggung jawab dari seorang sekretaris adalah
tiga kali dari pembersih kantor, maka uang yang dialokasikan untuk tanggung jawab
sekretaris sebesar Rp105.000,- atau tiga kali dari yang dialokasikan pada pembersih
kantor yang sebesar Rp35.000,- per bulan.
Judul untuk tiap pekerjaan kunci di tiap kolom dalam daftar matriks menggambarkan
tanda tinggi-rendahnya posisi suatu pekerjaan. Lainnya adalah dalam bentuk pekerjaan
"bukan kunci yang kemudian dievaluasi dengan menempatkan pada skala di tiap kolom.
Misalnya, secara subyektif menempatkan tanggung jawab mekanik pabrik di antara
pekerjaan sekretaris dan mandor pabrik.
Namun, dari segi keterampilan, sekretaris bisa jadi lebih rendah daripada mekanik
karenanya komponen ini ditempatkan di bawahnya. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk faktor-faktor lainnya. Dengan menggunakan prosedur ini, komite dapat membuat
tingkatan tiap jenis pekerjaan sesuai dengan nilai relatif yang diindikasikan oleh tingkat
upah. Tingkatan atau urutan ini hendaknya di-review oleh para manajer departemen untuk
memverifikasi ketepatan prosedur ini, secara berkelanjutan.
Menurut Keith Davis dan Werther W.B. (1996), penelitian menunjukkan bahwa sistem
pemberian angka (sistem poin) lebih banyak digunakan daripada metode lainnya. Sistem
ini mengevaluasi faktor-faktor pengimbang tiap pekerjaan dengan menggunakan
unsurupah sebagai metode pembanding faktor. Sistem ini menggunakan angka-angka.
Meskipun pada awalnya lebih sulit untuk mengembangkannya, sistem poin ternyata lebih
tepat daripada metode pembanding faktor karena sistem poin ini dapat mengatasi faktor-
faktor pengimbang dan penting lebih rinci lagi. Sistem dijalankan melalui enam langkah
dan biasanya melalui komite evaluasi pekerjaan atau analis individu. Sebagai ilustrasi
berikut ini disajikan matriks sistem poin.
Karena jumlah faktor tanggung jawab dan lainnya mungkin beragam dari pekerjaan yang
satu dengan yang lainnya, sistem poin menciptakan beberapa tingkatan yang terkait
dengan tiap faktor. Tabel 12.2 menunjukkan empat tingkatan, meskipun lebih banyak
atau sedikit yang dipakai. Tingkatan-tingkatan ini membantu analis memberi
penghargaan dengan derajat berbeda pada faktor tanggung jawab, keahlian, dan faktor-
faktor penting lainnya.
Sekali total poin maksimum untuk tiap elemen pekerjaan ditentukan di bawah tingkatan
IV, analis memberi poin silang tiap baris untuk merefleksikan pentingnya dari tingkatan
yang berbeda. Untuk penyederhanaan, perbedaan poin yang sama biasanya ditentukan di
antara tingkatan, seperti yang sudah dilakukan untuk subfaktor "keselamatan dan lainnya"
dalam Tabel 12.2. Pilihan alternatifnya, perbedaan perbedaan poin di antara tingkatan
dapat menjadi peubah, seperti ditunjukkan subfaktor "membantu petatar". Kedua
pendekatan digunakan tergantung pada kepentingan dari tiap tingkatan dan tiap subfaktor.
Para analis kemudian mengembangkan manual poin yang berisi penjelasan tertulis dari
tiap elemen pekerjaan, misalnya untuk tanggung jawab terhadap peralatan dan bahan-
bahan. Hal ini juga menggambarkan apa yang diharapkan untuk empat tingkatan dari tiap
subfaktor. Informasi ini dibutuhkan untuk menentukan pekerjaan-pekerjaan pada
tingkatan yang tepat. Contoh: Deskripsi Manual Sistem Poin dari "Tanggung Jawab":
Peralatan dan Bahan.
Tanggung Jawab:
Tiap karyawan bertanggung jawab untuk melestarikan peralatan dan bahan bahan
perusahaan. Hal ini termasuk pelaporan tidak berfungs peralatan atau bahan-bahan yang
rusak; memelihara peralatan dan bahan-bahan dengan dibersihkan atau dalam urutan yang
benar, dan memelihara, memperbaiki, atau memodifikasi peralatan dan bahan-bahan
sesuai dengan tugas pekerjaan individual. Perusahaan mengetahui bahwa derajat
tanggung jawab untuk peralatan dan bahan-bahan sangat bervariasi di seluruh perusahaan.
Tingkatan II: Karyawan memelihara penampilan peralatan atau urutan bahan-bahan dan
bertanggung untuk menyelamatkan peralatan dan bahan.
Tingkatan IV: Karyawan melakukan pemeliharaan pokok dan memeriksa teliti peralatan
atau bertanggung jawab untuk memutuskan tipe, jumlah, dan kualitas bahan-bahan yang
digunakan.
Manakala matriks dan manual poin sudah siap, nilai relatif dari tiap pekerjaan dapat
ditentukan. Proses ini subyektif, membutuhkan spesialis untuk membandingkan deskripsi
pekerjaan dengan deskripsi. ing standar untuk tiap subfakktor. Kesepadanan antara
deskripsi pekerjaan dan pernyataan manual poin menampakkan tingkatan dan poin untuk
tiap subfaktor dari setiap pekerjaan. Poin untuk tiap subfaktor ditambahkan untuk
memperoleh jumlah total poin untuk pekerjaan.
Setelah poin total untuk tiap pekerjaan diketahui, kemudian pekerjaan-pekerjaan dibuat
peringkatnya. Seperti dengan pembuatan peringkat, pengkelasan pekerjaan, dan sistem
perbandingan faktor-faktor, penyusunan peringkat relatif ini hendaknya di-review oleh
para manajer departemen untuk menjamin agar hal ini tepat.
Semua hasil teknik evaluasi pekerjaan dalam sebuah peringkat pekerjaan didasarkan pada
nilai relatif keseluruhan teknik dalam perusahaan untuk menjamin terwujudnya keadilan
internal. Apa saja yang terkandung pada keadilan eksternal? Untuk menentukan tingkat
kompensasi yang adil, kebanyakan perusahaan lebih mempercayai pada survei upah dan
gaji. Survei ini menemukan apakah pengusaha-pengusaha lain di pasar kerja memberikan
pembayaran yang spesifik untuk pekerjaan kunci. Secara umum, pasar kerja merupakan
wilayah sekitar dengan jarak yang tidak jauh dari pengusaha untuk merekrut. Namun
demikian, perusahaan-perusahaan harus berkompetisi untuk memperoleh para pekerja di
dalam pasar kerja di sekitar masyarakat yang luas.
Dalam menentukan nilai pekerjaan, nilai evaluasi pekerjaan disepadankan dengan nilai
yang ada di pasar kerja. Ada dua kegiatan yang terkait dalam hal ini, yaitu (1)
mengembangkan tingkat pembayaran yang tepat untuk tiap pekerjaan dan (2)
pengelompokkan tingkat pembayaran yang berbeda ke dalam sebuah struktur yang dapat
dikelola secara efektif.
12.5.1 Tingkat Pembayaran
Untuk menyusun tingkat pembayaran yang benar, peringkat internal dan tingkat upah
survei dikombinasikan melalui penggunakan kurva yang disebut kurva "scattergram".
Seperti tampak pada Gambar 12.2, garis vertikal dinyatakan sebagai tingkat pembayaran.
Jika sistem poin digunakan, garis horizontal disebut sebagai poin Kurva ini dibentuk
untuk menempatkan poin total dan tingkat upah untuk tiap pekerjaan kunci. Jadi, tiap titik
pada Gambar 12.2 merupakan perpotongan dari nilal poin dan tingkat upah pasar untuk
pekerjaan kunci tertentu. Sebagai contoh, pekerjaan kunci A dalam gambar bernilai 500
poin dan dibayar Rp60.000,- per hari.
Garis tersebut membantu menentukan tingkat upah untuk pekerjaan bukan kunci. Ada
dua langkah yang dapat dikerjakan, yaitu (1) nilai poin dari pekerjaan bukan kunci
ditempatkan pada garis horizontal dan (2) garis vertikal menunjukkan garis
kecenderungan upah dan horizontal untuk nilai skala dolar. Jumlah pada skala vertikal
merupakan tingkat upah untuk pekerjaan bukan kunci.
Sebagai contoh, pekerjaan bukan kunci B bernilai 700 poin. Manakala garis vertikal
ditelusuri ke atas ke garis kecenderungan upah dan kemudian menyilang garis skala
vertikal (rupiah), maka tingkat upah yang cocok untuk pekerjaan B bernilai Rp70.000,
per hari
Permasalahan dengan tingkat yang rata untuk tiap kelas pekerjaan adalah diperlukannya
sebuah peningkatan merit bagi karyawan. Di sini, peningkatan pembayaran didasarkan
pada kinerja, yang dicerminkan adanya perubahan karyawan ke kelas pekerjaan yang
lebih tinggi. Hal ini dapat mengacaukan keseimbangan keadilan internal yang telah
dibuat. Untuk mengatasi masalah ini, kebanyakan perusahaan menggunakan interval
(daerah jarak) upah untuk t sebagai "rate ranges". Sebagai contoh, anggaplah garis
kecenderungan anggaran tiap kelas atau dikenal mengindikasikan bahwa Rp8.000,-
merupakan tingkat pembayaran per jam untuk kelas pekerjaan tertentu. Tiap karyawan
dalam kelas ini membesar Rp1.000,- untuk jika tingkat rata-rata yang digunakan. Dengan
t kelas, maka pekerja t tiap kelas tingkat tinterval Rp8.000,- per jam tambahan atau baru
dapat dibayar Rp7.500, pada interval pada i puncak, seperti terlihat pada Gambar 12.4.
Kemudian rata-rata pekerja/pelaku titik tengah atau Rp8.000.-. Manakala penilaian
ditempatkan pada titik tengah atau mengindikasikan hasil rata-rata berada di atas,
karyawan dapat diberikan peningkatan adadiatas merit, katakanlah Rp250,- per jam. Jika
kinerja ini berlanjut, peningkatan lain sebesar Rp250,-dapat diberikan. Sekali karyawan
mencapai puncak tingkat interval, tidak ada lagi peningkatan upah yang terjadi untuk
masa berikutnya. Apakah sebuah promosi kineria atau peningkatan tingkat pembayaran
silang harus terjadi untuk karyawan memperoleh upah lebih dari Rp8.500,- per jam.
Dalam menerapkan manajemen kompensasi, perusahaan tidak akan luput dari beberapa
tantangan yang mungkin dihadapi, baik dari internal maupun eksternal.
Berikut ini diuraikan beberapa tantangan, seperti tujuan strategik, tingkat upah yang
berlaku, kekuatan union, kendala pemerintah, pemerataan pembayaran, penyesuaian dan
strategi kompensasi, tantangan kompensasi internasional, dan biaya dan produktivitas
(Keith Davis dan Werther W.B. 1996).
Manajemen kompensasi tidak hanya dibatasi pada keadilan internal dan eksternal saja.
Hal itu juga dapat digunakan untuk strategi perusahan yang lebih jauh. Misalnya, sebuah
perusahaan akan menekankan sistem pembayarannya yang sangat didasarkan pada tingkat
pengetahuan dan keahlian karyawan; tidak inheren pada nilai permintaan pekerjaan.
Makin tinggi keahlian dan pengetahuan yang dimiliki karyawan makin tinggi tingkat
pembayarannya. Namun, ada juga perusahaan yang menghubungkan tingkat
pembayarannya dengan hubungan nilai relatif dari pekerjaan dengan tingkat yang berlaku
di pasar kerja. Dengan demikian, tujuan strategik dari sistem pembayaran didasarkan
tidak hanya dari sebuah faktor saja.
Tekanan pasar dapat menyebabkan beberapa pekerjaan dibayar lebih mahal daripada nilai
relatif pekerjaan mereka. Pergeseran demografi dan hubungan suplait dan permintaan
tenaga kerja relatif mempengaruhi kompensasi. Sesuai dengan teori, kelebihan
permintaan tenaga kerja untuk bidang-bidang tertentu akan meningkatkan nilai
pembayaran terhadap pekerjaan tersebut. Akan terjadi sebaliknya jika terjadi kelebihan
suplai tenaga kerja. Dengan demikian, tinggi rendahnya perkembangan tingkat upah
berlaku dapat dipengaruhi unsur demografi.
Serikat pekerja, khususnya di negara-negara maju, memiliki kekuatan rebut tawari yang
relatif tinggi dalam penentuan upah karyawan, khususnya untuk anggotal serikat.
Termasuk di dalamnya serikat berperan sebagai pemasok calon-calon karyawan. yang
bermutu. Bentuk tekanan tidak saja dalam bentuk konsep tertulis, tetapi juga dalam
bentuk pemogokan-pemogokan jika terjadi stagnasi perundingan. Di sinilah, perusahaan
harus mempertimbangkan secara matang sejauh mana untung ruginya. perusahaan
manakala terjadi pemogokan ataukah perlu dinaikkannya tingkat upah. Dalam hal ini
perusahaan sering dihadapkan pada dilematis. Jika kenaikan tingkat upah/gaji
dipenuhi,maka akan terjadi peningkatan biaya produksi yang pada gilirannya akan
mengurangi keuntungan atau efisiensi. Padahal perusahaan berkepentingan dengan
penggunaan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi yang dipasok oleh, serikat.
Dalam situasi tertentu perusahaan bisa jadi mengubah strateginya dari pendekatan padat
karya ke padat modal atau relatif banyak menggunakan faktor produksi otmatisasi yang
hemat tenaga kerja.
kerja. Oleh karena itu, dalam penetapan hal-hal tadi, pemerintah perlu mempertimbang
kan perkembangan demografi, pasar kerja, biaya hidup, perkembangan tingkat upah di
pasar internasional, dan sebagainya. Berbeda dengan di negara-negara maju di mana para
penganggur ditanggung oleh negara dalam bentuk jaminan sosial, maka di negara-negara
sedang berkembang, seperti Indonesia, tidak memiliki kebijakan hal itu karena memang
keterbatasan anggaran pemerintah.
Kebanyakan perusahaan memiliki strategi dan kebijakan kompensasi di mana gaji dan
upah dapat disesuaikan setiap waktu. Sebuah strategi umum adalah memberi pekerja yang
bukan anggota serikat pekerja gaji yang sama dengan mereka yang menjadi anggota. Hal
ini sering dilakukan untuk mencegah terjadinya unionisasi lebili jauh. Insentif atau bonus
untuk tugas-tugas internasional merupakan bentuk penyesuaian-penyesuaian lainnya. Di
beberapa perusahaan, utamanya di perusahaan besar, pembayaran insentif di atas upah
yang berlaku dimaksudkan untuk memberi daya tarik dan mempertahankan karyawan
terbaiknya. Termasuk dalam hal penyesuaian pembayaran jika secara nasional ternyata
terjadi peningkatan biaya hidup di kalangan masyarakat.
Perkembangan globalisasi bisnis juga berarti terjadinya pergerakan yang semakin besar
dari para pekerja di antara negara-negara tertentu. Ketika para karyawan direlokasi, analis
kompensasi tertantang untuk melakukan penyesuaian yang adil untuk karyawan,
sementara perusahaan tetap menjaga daya saingnya. Dalam sebuah survei yang dilakukan
Institute for International Human Resourcs, diperoleh beberapa hal yang perlu
memperoleh prioritas untuk diidentifikasi, yaitu (1) mengelola harapan harapan karyawan
asing. (2) penambahan nilai ketepatan bagi paket kompensasi karyawan asing, (3)
lokalisasi kompensasi karyawan asing. (4) mempertahankan struktur biaya, (5) skim bagi
pensiunan global, dan (6) memadukan perencanaan SDM dengan kompensasi karyawan
asing.
Berkaitan dengan hal-hal di atas bisa jadi penggunaan karyawan asing memerlukan
peraturan tersendiri di tingkat nasional dan global, misalnya hal-hal yang terkait dengan
syarat-syarat tingkat pendidikan, lamanya bermukim, perbedaan biaya hidup, dan
sebagainya. Akan tetapi, yang jelas dalam rangka pasar kerja global setiap negara tidak
boleh menutup pintu peluang bagi karyawan asing untuk berkompetisi di pasar kerja
tanpa harus ada proteksi..
Dalam keadaan apa pun sebuah perusahaan memiliki komitmen untuk memperoleh
keuntungan usaha agar dapat tetap hidup. Tanpa keuntungan, mereka tidak dapat
memberikan daya tarik tersendiri yang cukup untuk para investor untuk mempertahankan
daya saing. Oleh karena itu, sebuah perusahaan bisa jadi tidak mampu membayar
karyawannya lebih besar daripada apa yang diberikan karyawan dalam bentuk
produktivitas. Namun demikian, jika hal ini seharusnya terjadi, misalnya karena
keterbatasan pekerja dan kekuatan serikat kerja, perusahaan harus merancang kembali
pekerjaan-pekerjaan mereka, melatih karyawan baru untuk meningkatkan pasokan
pekerja, otomatisasi, inovasi, atau keluar dari bisnis.
Karena kondisi peraturan pemerintah yang ada atau kondisi perusahaan, maka tingkat
upah/gaji bisa bervariasi. Karyawan yang ada sekarang jelas memiliki tingkat
pembayaran yang lebih tinggi daripada karyawan baru pada posisi pekerjaan yang sama.
Hal demikian wajar carena memang pasti ada perbedaan pengalaman dan produktivitas.
Di sisi lain, jika perusahaan menerapkan sistem merit, maka perusahaan berkewajiban
untuk memperhatikan produktivitas kerja sebagai salah satu ukuran penghargaan bagi
karyawan. Oleh karena itu, di sini inovasi perusahaan menjadi strategis, tidak saja dalam
meningkatkan produktivitas, tetapi juga menekan biaya produksi. Dalam perjalanannya
bisa jadi perusahaan akan memotong atau bahkan menambah tingkat pembayaran bagi
karyawan i mana semuanya tergantung pada perkembangan perusahaan yang dicirikan
oleh kemampuan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya
produksinya melalui penerapan inovasi produktif secara berkelanjutan.
Berikut ini disajikan uraian tentang bagaimana perusahaan menyusun struktur penggajian.
Agar mudah dianalisis, uraian diberikan dalam bentuk kasus di sebuah perusahaan
(Samsyu Ma'arif, Bahan Kuliah MSDM-MMA IPB, 2000).
I. PERMASALAHAN
Tabel 12.3
Struktur Upah A
28.820.000
Tabel 12.4
Struktur Upah B
NO X Y XY X2
1 690 1.850 1.276.500 1.276.500
2 660 1.600 1.056.000 1.056.000
3 640 1,250 800.000 800.000
4 620 1.400 868.000 868.000
5 620 1.650 1.023.000 1.023.000
6 600 1.500 900.000 900.000
7 540 1.250 675.000 675.000
8 480 850 408.000 408.000
9 470 1.100 517.000 517.000
10 470 850 399.500 399.500
11 460 900 414.000 414.000
12 450 800 360.000 360.000
13 450 750 337.500 337.500
14 440 800 352.000 352.000
15 440 750 330.000 330.000
16 430 1.100 473.000 473.000
17 430 900 387.000 387.000
18 420 650 273.000 273.000
19 410 800 328.000 328.000
20 400 850 340.000 340.000
21 390 450 175.500 175.500
22 380 600 228.000 228.000
23 380 500 190.000 190.000
24 370 400 148.000 148.000
25 360 350 126.000 126.000
26 350 550 192.500 192.500
27 350 450 157.500 157.500
28 340 400 136.000 136.000
29 340 500 170.000 170.000
30 340 450 153.000 153.000
31 330 550 181.500 181.500
32 330 400 132.000 132.000
33 300 600 180.000 180.000
34 290 450 130.500 130.500
35 270 570 153.900 153.900
EX=15.240 EY=28.820 EXY=13.971.90 EX2 =7.056.000
0
Gaji puncak ditentukan 30% midt point yang berarti 130% dari midt point dan gaji dasar
ditentukan 30% midt point yang berarti 70% dari midt point.
Untuk melihat hubungan nilai jabatan dengan nilai gaji karyawan, maka dapat dilakukan
dengan menggunakan metode regresi, di mana secara umum persamaannya sebagai
berikut.
Y= a+bX
Di mana:
b= slope/gradien
Berdasarkan data salary structure pada bagian permasalahan, untuk mencari nilai a dan b
dapat dicari dengan menggunakan dua persamaan berikut.
EXY=nEX² +bEX
EY=aX+b.n
= 489.016.500=246.690.000 a +533.400
b 439.216.800232.257.600 a +533.400 b
49.799.700-14.432.400 +0
a=49.799.700/14.432.400
a=3.387
Untuk mencari nilaib, maka nilaia yang sudah diketahui disubtitusikan pada persamaan
XY = a EX + b .n
EY=a EX+b.n
b= -22.797.88/35 b=-651.358
Y=a+bX
Y=3.387X-651.358
Berdasarkan persamaan regresi tersebut, maka nilai/bobot pekerjaan dapat dihitung midt
point. Gaji dasar 70% dari midt point dan gaji puncak 130% dari midt point, seperti
terlihat pada Tabel 12.5.
Posisi/Jabatan yang Termasuk Over Paid (OP), In Paid, dan Under Paid
Bila dibandingkan gaji yang dibayarkan per bulan pada saat ini (actual monthly salary)
dengan gaji dasar dan gaji puncak, maka posisi/jabatan yang termasuk mendapatkan gaji
lebih kecil dari gaji dasar (under paid) adalah:
• R&D Manager
• Micro Biologist
• Process Chemist
Sedangkan posisi/jabatan yang termasuk mendapatkan gaji lebih besar daripada gaji
puncak (over paid) adalah:
b.Distribution Officer
d.Transportation Officer
Sedangkan posisi lainnya sudah mendapatkan gaji yang sesuai dengan yang
Kebijakan perusahaan adalah membuat 5 golongan penggajian, di mana jarak antara gaji
dasar dan gaji puncak 50% dari midt point untuk setiap golongan. Langkah langkah
penggolongan gaji adalah sebagai berikut. 1. Tentukan interval (jarak) bobot untuk setiap
golongan dengan rumus:
2. Tentukan batas-batas (titik) bobot kerja dan titik tengahnya untuk setiap golongan.
dengan cara menghitung batas-batas bobot kerja sebagai berikut.. 270+84 354
606+84 690
3. Lalu hitung titik tengah dengan cara menjumlahkan batas bawah dan batas atas dengan
dua dibagi
Golongan II : (354+438)/2=396
Titik Bawah, Titik Tengah, Titik Atas Bobot Kerja Per Golongan
Penghitungan untuk gaji dasar dan gaji puncak didasarkan midt point pada nilai nilai titik
tengah untuk setiap golongan. Masukkan nilai-nilai titik tengah pada persamaan regresi Y
= 3.387 X 651.368. Untuk mencari nilai midt point, hitung gaji dasar dan gaji puncak
untuk setiap golongan, sebagai berikut.
Golongan Titik tengah Mind Point Gaji Besar 50% Gaji Puncak
bobot kerja (MP) MP 150% MP
II 344.924 41,24
II 487.169 29,20
IV 629.450 22,60
V 771.704
Untuk mengetahui karyawan yang termasuk over paid (OP) dan under paid, pada Tabel
12.9 disajikan batas-batas gaji.
Tabel 12.9
a. Terdapat satu jabatan yang mendapatkan gaji lebih besar daripada gaji puncak (OP),
yaitu General Affairs Manager (sebesar Rp1.100.000,- Rp1.034.826,-).
b. Tidak terdapat karyawan yang mendapatkan gaji lebih kecil dari gaji dasar.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat ringkasan dalam bentuk petunjuk manajemen
sebagai berikut.
b. Karena kompensasi mampu memberikan sinyal di mana perilaku dapat dievaluasi. hal
ini berpotensi mempengaruhi produktivitas individual secara sangat nyata. Jika tidak
dikelola dengan baik, hasilnya mungkin akan terjadi perputaran karyawan yang tinggi,
tingkat ketidakhadiran yang meningkat, ketidakpuasan dalam bekerja, produktivitas
rendah, dan tidak tercapainya strategi kompensasi perusahaan.
c. Agar komponen program-program kompensasi pembayaran tepat, maka gaji dan upah
haruslah secara internal dan eksternal adil. Nilai relatif dari pekerjaan ditentukan melalui
teknik evaluasi. Hal ini menjamin terjadinya keadilan internal. Survei upah dan gaji akan
menentukan keadilan eksternal. Sekali keadilan internal dan eksternal ditentukan,
kemudian semua pekerjaan dihargai untuk menentukan tingkat pembayaran spesifik yang
dikelompokkan ke dalam range reit agar mudah dikelola dengan baik.
d. Jumlah aktual yang dibayarkan sangat mungkin dipengaruhi oleh tantangan tantangan,
seperti tujuan strategik, tingkat upah yang berlaku, kekuatan serikat kerja, kebijakan
kompensasi, kendala tata pengambilan keputusan, globalisasi bisnis, dan produktivitas
karyawan.
KASUS
Y=3.950 x nilai jabatan-424.500 Tugas selanjutnya yang harus Anda kerjakan sebagai
angota tim konsultan adalah
sebagai berikut. 1. Buatlah struktur penggajian model Hay system dengan ketentuan
sebagai berikut.
b. Jarak gaji dasar (GD) dan gaji puncak (GP) adalah 30% dari mid point yang melalui
garis regresi bernilai 100%. 2. Buatlah struktur penggajian model sistem penggolongan
gaji (5 golongan) dengan
a. Untuk golongan III jarak GD dan GP adalah 100% ( 25 Thx 4% kenaikan berkala), di
mana mid point dari golongan III tetap berada pada garis regresi hay system (tetapi tidak
bernilai 100%).
3. Bila pada sistem Hay ada karyawan dengan gaji pokok sebesar Rp700.000,- (nilai
jabatan 390) dan gaji pokok sebesar Rp1.850.000,- (nilai jabatan 430), maka apa status
gajinya (op, in, atau up)? Buktikan dengan perhitungan dan apa tindakan direksi?
Sumber: Bahan Ujian MSDM, MMA-IPB (Muljadi), September 1999.
BAHAN BACAAN
Anthony, William P, Pamela L.Parrewe, dan K. Michele Kacmar. 1996. Strategic Human
Resource Management. Second Edition. The Dryden Press. Bernardin, H. John dan Joice
E. A Russel. 1993. Human Resource Management: An Experential Approach. Mc. Graw
Hill International Editions.
Cascio, F.W. 1990. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life,
Profits. New York: McGraw Hill. Davis, Keith dan Werther W.B. 1996. Human
Resources and Personnel Management. Third Edition. McGraw Hill International Edition.
Purba, Anthonius. 1995. Sistem Penggajian Imbal Jasa. Jakarta: PT Grasindo. Samsyu
Ma'arif. 2000. "Bahan Kuliah MSDM". MMA - IPB, Bogor.