Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MAGANG APOTEK SEMOLOWARU

1.

 Metode yang digunakan dalam perencanaan obat merupakan metode kombinasi yaitu
morbiditas dan konsumsi.
 Metode konsumsi digunakan untuk melihat pola konsumsi obat dari
masyarakat/konsumen dan juga melihat persediaan stok limit. Sedangkan mobiditas
dilakukan dengan melihat pola penyakit di masyarakat.
 Proses perencanaan obat dilakukan setiap hari
 Proses perencaan obat menggunakan pertimbangan stok limit dan sisa stok di apotek
serta perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan. Stok obat setidaknya cukup
untuk persediaan selama minimal 1-2 hari.
 Pemilihan jenis obat yang digunakan mengikuti obat yang telah ada sebelumnya
 Obat yang dicari pasien dapat dipertimbangkan untuk diadakan misalnya freschcare
patch
 Untuk obat regular memakai surat pesanan biasa sedangkan untuk obat OOT,
Prekursor, dan Narkoba serta Psikotropika memiliki surat pesanan khusus.
2.

 Pengadaan obat dilakukan dengan menulis surat pesana (SP) yang ditulis oleh
apoteker dan kemudian dikirim ke PBF melalui aplikasi Whats App.
 Kemudian perlu dilakukan konfirmasi mengenai ketersediaan obat yang dipesan pada
PBF apakah sudah sesuai dengan permintaan
 Dalam pemesanan obat ke PBF mempertimbangkan legalitas PBF, harga, diskon,
metode pembayaran, dan kecepatan pengiriman.
 Faktur pemesanan memiliki jumlah minimal order, misalnya Rp. 100.000 atau Rp.
200.000
 Proses pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai
 Setiap pembayaran, PBF memiliki waktu jatuh tempo masing-masing, dimana hari
penagihan ditentukan oleh pihak apotek. Dalam hal ini apotek semolowaru memilih
hari sabtu untuk hari penagihan.
 Alur pembayarannya adalah : sales datang membawa tanda terima (TT) 
melakukan konfirmasi hari pembayaran  copy dari TT diserahkan ke apotek  jika
sudah dibayarkan maka TT asli akan diserahkan ke pihak apotek
 Apabila produk yang sudah dipesan jatuh tempo, maka pihak PBF akan mengunci
system pemesanan sehingga apotek tidak bisa melakukan order sampai pembayaran
tagihan dilakukan
 Apabila merencanakan SP pada hari penagihan, maka dapat dipertimbangkan untuk
pembayaran saat itu juga
3.
 Obat yang baru datang dicek ED, No. batch, dan kondisi fisik (tidak rusak, dalam
kondisi baik, dan jumlahnya sesuai dengan SP)
 Mencocokkan faktur dengan SP
 Apabila sudah sesuai, maka SP diberikan ke sales PBF dan faktur dari PBF diberi
tanda tangan serta stempel  faktur 2 bagian atas dibawa oleh sales, sedangkan 1
bagian terakhir untuk arsip apotek
 Mencocokkan no batch, ED, dan jumlah obat dengan faktur. Apabila ada kesalahan
dalam penulisan no.batch/ED maka dapat dibetulkan dengan menulis di faktur
menggunakkan bolpoin
4.

 Obat regular (OWA) sediaan tablet disimpan di etalase depan dan stok buffer
disimpan di lemari tersendiri, sedangkan obat sirup diletakkan di etalase tersendiri.
Untuk obat-obatan antibiotic diletakkan di dibelakang dan tidak terlihat oleh
pengunjung. Obat-obatan HA/LASA disimpan di lemari tersendiri (obat DM,
Jantung, HT). Sediaan psikotropika dan narkotika diletakkan di lemari tersendiri,
memiliki 2 pintu dan memiliki 2 kunci ganda yang dipegang oleh apoteker yang
berbeda
 Penyimpanan obat yang stabil pada suhu dingin diletakkan didalam kulkas
 Bentuk sediaan padat, cair, ataupun topical diletakkan pada penyimpanan yang
berbeda
 BMHP disusun pad arak atas
 Obat-obatan disusun berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, dan disusun mengikuti
FIFO/FEFO
5.

 Stok opname diadakan setiap setahun sekali dan biasanya diadakan pada bulan
desember
 Stok opname dilakukan dengan pengecekan meliputi jumlah dan tanggal kadaluarsa
dicocokkan dengan jumlah yang tersedia di kartu stok
 Pada saat dilakukan stok opname, dilakukan juga rekap mengenai daftra obat yang
mendekati ED
6.

 Membaca PMK No.36 tahun 2016


 Memilah-milah obat yang telah kadaluarsa, ditempatkan pada wadah yang berbeda
 Mencatat nama obat, kandungan, indikasi, dan jumlah obat, tanggal ED, bentuk
sediaan, dan golongan obat
 Memisahkan antara sediaan padat dan sediaan cair
 Melakukan pemusnahan obat dengan pengawasan apoteker
 Untuk sediaan cair, stiker obat dilepaskan terlebih dahulu dari wadahnya
 Mengeluarkan isi isinya dan dilarutkan dalam air, kemudian dibuang ke saluran
air/WC
 Untuk sediaan padat, dipisahkan antara antibiotic dengan obat lain
 Untuk obat non antibiotic dilakukan penggerusan terlebih dahulu menggunakan
mortar dan stamper (dipisahkan dari kemasan primer terlebih dahulu)
 Setelah halus kemudian dilarutkan dalam air lalu dibuang ke saluran air/WC
 Untuk sediaan pasta, mengeluarkan isinya terlebih dahulu dan dilarutkan dalam air
kemudian dibuang ke saluran air/WC
 Untuk sediaan antibiotik dilepaskan dahulu dari kemasan primer kemudian digerus
lalu dilarutkan dengan air dan diberi tempat tersendiri (di botol) kemudian didiamkan
selama 1 minggu sebelum dibuang ke saluran air/WC (kemenkes, 2022)
 Memberikan label pada botol yang berisi antibiotik serta tanggal pemusnahan, dan
menyimpan botol tersebut pada tempat yang aman
 Menulis berita acara dan membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah melakukan
pemusnahan obat rusak dan diawasi apoteker
7.

 Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu,
dan label wajib dilakukan penarikan
 Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Obat yang telah memiliki izin
edar; b. Obat yang dimasukan ke wilayah Indonesia melalui mekanisme jalur
khusus/Special Access Scheme; dan/atau c. Obat dengan persetujuan penggunaan
darurat (Emergency Use Authorization) untuk penggunaan Obat selama kondisi
kedaruratan kesehatan masyarakat.
 Standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu pada: a. parameter sebagaimana tercantum dalam Farmakope
Indonesia atau standar lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. dokumen registrasi yang telah disetujui; dan/atau c. pemenuhan CPOB sesuai
dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mengatur mengenai
Cara Pembuatan Obat yang Baik.
 Terdapat 2 jenis penarikan, yang pertama adalah penarikan wajib yaitu penarikan
yang diperintahkan oleh Kepala Badan kepada Pemilik Izin melalui Instruksi
Penarikan.
 Penarikan mandiri yaitu penarikan yang diprakarsai oleh Pemilik Izin. dilaksanakan
berdasarkan deteksi risiko oleh Pemilik Izin terhadap keamanan, khasiat, mutu, dan
label obat selama beredar. Pemilik wajib menerbitkan Surat Penarikan yang
disampaikan tembusannya kepada Kepala Badan dan Direktur Jenderal di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di bidang Kefarmasian
 Penarikan Obat kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilaksanakan
untuk Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan kematian, cacat permanen,
cacat janin, atau efek yang serius terhadap kesehatan.
 Penarikan Obat kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilaksanakan
untuk Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan penyakit atau pengobatan
keliru yang menimbulkan efek sementara bagi kesehatan dan dapat pulih kembali.
 Penarikan Obat kelas III adalah Obat yang tidak menimbulkan bahaya signifikan
terhadap kesehatan dan tidak termasuk dalam Penarikan Obat kelas I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Penarikan Obat kelas II sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.
8.

 Obat yang datang maupun yang keluar dicatat pada kartu stok dan di input ke
computer
 Persediaan obat yang menipis dapat dilihat di stok pada computer
9.

 Pencatatan obat narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan melalui aplikasi
SIPNAP. melalui http://sipnap.kemkes.go.id/
 Meskipun tidak ada pengeluaran/pemasukan obat narkotika dan psikotropika pada
bulan tersebut, tetap harus dilaporkan
 Pelaporan di sipnap meliputi nama bentuk dan kekuatan, stok awal, pemasukan dari
pbf atau sarana, pengeluaran untuk resep atau untuk sarana, pemusnahan dan stok
akhir.
 Undang-undang yang mengatur mengenai pelaporan narkotik, psikotropik dan
prekursor farmasi terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI no 3 tahun 2015.
10.

 Pemusnahan resep dilakukan setiap 5 tahun sekali


 Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota
11.

 Setiap resep yang datang dicek terlebih dahulu kelengkapan resep seperti aspek
administrative, klinis, dan farmastik.
 Contoh format resep yang baik terdiri dari KOP resep yang berisi nama dokter/klinik,
alamat dokter/klinik dan nomor telepon dokter/klinik
 Kemudian dilengkapi dengan tanggal dan nama dokter serta spesialisasi dokter jika
ada
 Resep dilengkapi dengan nama, usia, bb/tb pasien, serta alamat pasien
 Penulisan resep tidak salah, dosis obat sesuai dengan indikasi obat dan kondisi pasien
12.

 Prosedur pelayanan resep yaitu pertama kali saat resep datang dicek terlebih dahulu
aspek administrative, farmasetik, dan klinis
 Kemudian melihat ketersediaan obat di apotek
 Lalu menghitung harga obat dan disampaikan kepada pasien
 Setelah pasien setuju lalu melakukan penyiapan obat : mengambil nomor resep sesuai
dengan waktu pelayanan (pagi : kuning, malam: biru), mengambil obat sesuai resep
dan menulis di kartu stok serta nomor resep juga ditulis di kartu stok, membuat etiket
dan Salinan resep apabila diperlukan, melakukan double check sebelum diserahkan
ke pasien
 Menyerahkan obat ke pasien dan melakukan KIE
13.

 Prosedur pelayanan resep yaitu pertama kali saat resep datang dicek terlebih dahulu
aspek administrative, farmasetik, dan klinis
 Kemudian melihat ketersediaan obat di apotek
 Lalu menghitung harga obat dan disampaikan kepada pasien
 Setelah pasien setuju lalu melakukan penyiapan obat : mengambil nomor resep sesuai
dengan waktu pelayanan (pagi : kuning, malam: biru), mengambil obat sesuai resep
dan menulis di kartu stok serta nomor resep juga ditulis di kartu stok, membuat etiket
dan Salinan resep apabila diperlukan, melakukan double check sebelum dikerjakan
 Mengambil mortar dan stamper, dibersihkan dengan kapas dan alcohol lalu
memasukkan obat yang akan diracik.
 Membagi racikan menjadi 2 sama besar, kemudian dibagi sesuai dengan jumlah
permintaan resep
 Membungkus obat dengan kertas perkamen lalu diwadahi dengan plastic klip dan
diberikan etiket
 Menyerahkan obat ke pasien dan melakukan KIE
14.

 Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga


untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga
terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien.
 menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai
rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang
digunakan.
 Three prime question meliputi :
- Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi Obat tersebut

 Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien


untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
 Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan Obat
 Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
 Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam
konseling dengan menggunakan Formulir
15.

 Pasien yang datang ke apotek dengan meminta pelayanan non resep ditanyai dengan
5 pertanyaan WWHAM :
-obat ini untuk siapa?
-apa saja gejala yang dirasakan?
-berapa lama sakitnya sudah berlangsung?
-apakah tindakan yang sudah dilakukan untuk mengurangi gejalanya?
-apakah obat yang telah digunakan untuk mengurangi gejalanya?
 Setelah itu kemudian apoteker mengolah infromasi yang diberikan pasien dan
dikaitkan dengan obat yang memiliki indikasi sesuai dengan keluhan pasien
 Kemudian memberikan informasi kepada pasien mengenai obat yang dapat
digunakan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien
 Memberikan informasi mengenai nama obat, kandungan, indikasi, serta eso potensial
yang mungkin terjadi, dan memberikan informasi mengenai harga obat
 Apabila pasien dirasa membutuhkan diagnose dari dokter (misalnya pasien meminta
simvastatin/obat kolesterol namun belum pernah diperiksakan ke dokter) maka perlu
dianjurkan untuk melakukan cek ke dokter terlebih dahulu karena ditakutkan gejala
yang dialami tidak sesuai dengan dugaan pasien
16.

 Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleH Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis
dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat bebas dan herbal.
 Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain
 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.
 Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran
kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
Informasi Obat :
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat
17.

 PMR berisi catatan pengobatan berupa obat resep, non resep, OTC, maupun vitamin.
 PMR ini berguna sebagai alat komunikasi dan kolaborasi antara apoteker dengan
dokter dan nakes yang lain untuk mencapai terapi yang optimal
 Alur pembuatan PMR : aasestment kepada pasien  pembuatan PMR mencatat
tindakan yang dilakukanpx selanjutnya  mendokumentasikan dan mengarsipkan
setiap catatan yang dilakukan
18.

 Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan


Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya.
 Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir
19.

 PTO Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien


mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
 Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri
dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain
adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi,
pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya
reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan
apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan
menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir
20.

 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Merupakan kegiatan pemantauan setiap


respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
 Kegiatan:
a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
21.

 Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan,


meliputi:
a. lokasi;
b. bangunan;
c. sarana, prasarana, dan peralatan; dan
d. ketenagaan.
 Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.
 Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
 Bangunan merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen,
rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis
 Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh
Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
 Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri melimpahkan
kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin berupa
SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan
22.
 Struktur apotek terdiri dari PSA (pemilik sarana apotek), kemudian dibawahnya
terdapat 1 APJ dan 3 APING, 1 asisten TTK, 2 staff kasir, 1 staf umum
 Jam kerja memiliki 2 shift setiap senin-sabtu yaitu shift pagi pukul 06.00-14.00 dan
shift siang pukul 14.00-21.00 sedangkan dihari minggu hanya satu shift yaitu 13.00-
21.00
23.

 Apotek memiliki perhitungan laba sebesar 10% untuk obat OTC dan non resep,
sedangkan untuk obat Resep/racikan dikenakan laba sebesar 15%
 Embalase resep (Rp. 2000/resep) + (Rp. 300,-/kapsul, Rp.
300,-/puyer, dan Rp. 2000,-/botol dan pot salep)
 PPh dibayarkan 0,5% dari penjualan
 PPN dipungut oleh PBF lalu dibayarkan kolektif kepada
pemerintah (11%)
 Penghasilan dari penjualan apotek disetor tiap pagi keesokan
harinya ke rekening PSA
 Pembayaran jatuh tempo ke PBF dilakukan setiap sabtu siang
 Pengeluaran wajib apotek yaitu : gaji pegawai, listrik, air, dan
serba-serbi
24.
 Layout apotek terdiri dari tempat parker, ruang tunggu, ruang pelayanan, dan ruang
penyimpanan
25.

 Promkes yang dilakukan di apotek berupa pembuatan leaflat cara penggunaan obat
khusus seperti tetes mata, tetes telinga, salep mata, semprot hidung, suppositoria, dll
 Pembuatan promkes tersebut karena di pasien masih kurang pengetahuan mengenai
cara pakai obat

Anda mungkin juga menyukai