Anda di halaman 1dari 3

Nama : Burju Hasibuan

Kelas : XI IPA-3
Tugas : Bahasa Indonesia

BAYANGAN MASA DEPAN


Karya Dimas Alaam

Namaku Dimas Allaam. Aku tinggal bersama orang tuaku di suatu daratan. Sekarang bumi telah
mencapai usia ke 2123. Sungguh tak terbayangkan dibenakku. Karena daratan ini adalah salah
satu daratan yang masih tersisa di bumi. Banyak daratan yang telah tenggelam akibat dari
pemanasan global yang mencairkan kedua kutub bumi ini. Kotaku ini sangat istimewa, hanya
ada gedung bertingkat, rumah-rumah dan tempat wisata yang ada hanyalah pusat perbelanjaan
dan kebun binatang. Binatang yang ada bukan binatang biasa, melainkan hanyalah sebuah robot.
Mereka hanya bersuara dengan nada yang sama, gerakan yang sama dan tidak dapat diberi
makan. Sungguh membosankan bukan ?

Nenek buyutku pernah bercerita, sewaktu ia kecil terdapat banyak sekali binatang yang dapat
bergerak, berkembang biak, bernafas, makan, juga dapat tumbuh tinggi. Udara yang sangat
sejuk, serta banyaknya makhluk hidup yang bernama tumbuhan. Sebenarnya aku ingin bertanya
lebih lanjut mengenai masa lalu. Tapi, nenek buyutku meninggal seminggu setelahnya. Maklum
saja, usianya sudah 101 tahun.

Tak banyak keluarga yang seberuntung keluargaku. Karena kami membayar pajak untuk oksigen
buatan dalam radius 2 km, air bersih, dan makanan. Oksigen telah tercemar oleh kegiatan
industri, air telah berubah warna karena deterjen juga limbah, dan makanana sudah hampir habis
karena para hewan dan tumbuhan telah pada punah. Kata nenek buyutku, tumbuhanlah yang bisa
mengolah CO2 menjadi O2. Tetapi, sepanjang hidupku yang lamanya sudah 13 tahun.. Aku tak
pernah melihat satu batang pun tanaman. Televisi sering menyiarkan tentang sejarah kehidupan
masa lalu yang begitu nyaman. Aku benar benar sangat iri.

“Sayang.” panggil ibuku dengan suara samar-samar. Mungkin ia menyuruhku melakukan


sesuatu. Karena dari tadi aku hanya berbaring santai di ranjang.
“Iya !” seruku pada ibu.
“Pergilah jalan-jalan daripada dirumah terus” saran ibuku.

Aku bergegas menuju garasi untuk mengambil kendaraan berupa motor berbahan bakar
matahari. Kata nenek dulu orang sering menggunakan motor, mobil dan kendaraan yang banyak
memicu semakin tercemarnya udara di bumi kita. Tapi, sekarang ilmuwan-ilmuwan sudah
banyak memunculkan teknologi yang dapat sedikit mengurangi pemanasan global. Diantaranya
seperti O2 buatan, alat penjernih air, bahkan motor tanpa bahan bakar fosil. Karena bahan bakar
di Bumi ini sudah hampir tak bersisa. Bahkan sumber bahan bakar yang tersisa dijaga ketat oleh
pasukan militer elit dari seluruh dunia. Aku tau, teknologi buatan para ilmuwan tak dapat
bertahan lama. Setidaknya untuk beberapa tahun kedepan masih ada. Apabila air, udara dan
makanan buatan itu hilang. Itu akan memicu punahnya bangsa manusia.

Sebenarnya aku ingin ke perpustakaan untuk meminjam buku sejarah kehidupan tumbuhan dan
hewan. Hanya untuk mengobati rasa penasaranku. Tetapi aku membatalkan niatku untuk ke
perpustakaan dan beralih menuju alun alun kota. Kata ibuku, disana akan dipamerkan hewan
langka pada masa lalu. Tapi, sepertinya aku kurang cepat. Sudah banyak sekali orang
berkerumun disana. Dan penjagaannya pun sangat ketat. Karena ini sudah keluar dari wilayah
pajak O2 kami, aku harus mengenakan helm oksigen yang memang sudah disiapkan oleh ibu.
Orang-orang rela berdesakan hanya untuk melihat makhluk langka itu. Katanya makhluk itu
hanya tersisa 2/3 ekor di dunia ini dan 1 di antaranya sudah hampir sekarat setelah berkembang
biak, dan 1 ekor lagi ada di alam liar yang yang entah di mana tempatnya.

“Saudara sekalian, inilah spesies langka yang kami temukan dari alam liar.. Hanya 3 populasi di
dunia ini.”

Astaga! Makhluk itu amat cantik. Bulu putih menyelimuti tubuhnya dan ia nampak sangat
anggun. Tapi aku kasihan padanya. Tubuhnya kurus kering dan rantai menghalangi geraknya.
Dia hanya diam, dan sekali-kali bergerak untuk menghela nafas dalam kandang sempitnya yang
berada di tengah alun-alun.

“Ini dia si cantik! Dia telah berhasil berkembang biak 10 hari lalu.”
Kuda? Nenek pernah bercerita perihal kuda, ia berkata kalau dulu ia pernah punya kuda..
Mungkinkah binatang itu akan punah?Sepulangnya di rumah aku berusaha mencari foto-foto
nenek buyutku di loteng, semoga saja ibu masih menyimpannya.

“Dimm!” panggil ibuku. Aku langsung turun untuk menghampirinya.


“Nenek.!” ternyata itu nenekku. Aku langsung memeluknya.
“Nenek ke sini untuk tinggal dengan kalian.” jelas nenekku.

Aku senang ia akan tinggal di sini, jadi aku bisa bertanya tentang masa lalu. Walau tidak tau
sebanyak nenek buyutku. “Ku antar ke kamar ya nek?” dan nenek hanya mengangguk
menunjukan senyum hangatnya. Setelah nenek dan aku rebahan di kasur, aku memulai
pertanyaanku yang memang sangat ingin tau. “Hm… Nenek, apa waktu nenek kecil masih ada
tumbuhan?”
“Masih, tetapi hanya tinggal tumbuhan tertentu. Dan sebagian besar tumbuhan sudah banyak
yang punah”
“Nenek punya foto tumbuhan?”
“Tidak, tapi internet pasti ada kan” jawab nenek dengan
“Maksud nenek “browsing”, kenapa itu tak terfikir di pikiranku dari tadi?” kuraih ponselku dan
mencoba mencari gambar dan informasi tumbuhan.

Aku pun merenung, untuk dapat merubah dunia yang menyeramkan ini. Walau, tidak seluas
dahulu, tidak ada banyak hewan, tetapi masih layak untuk kami huni. Mungkin yang dapat
kulakukan yang pertama kali adalah kita harus menanam tanaman di lingkungan pajak O2 dari
bibit tanaman yang tinggal sedikit. Dan mengembangbiakkan hewan yang ada, karena semuanya
telah punah. Membuat lautan menjadi jernih dengan mengembangkan teknologi. Ya mungkin,
aku akan bercita-cita untuk menjadi ilmuwan. Agar dunia menyeramkan ini bisa terlelap.

Tiba-tiba saja bunyi alarm terdengar, aku pun terbangun. Ternyata itu semua hanyalah mimpi.
Aku bersyukur karena itu hanyalah mimpi. Mungkin sekarang aku akan menjaga lingkungan
dengan baik. Apakah itu pesan dari masa depan ? Apakah itu peringatan dari aku di masa depan
?. Semoga itu tak akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai