Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SOSIOLOGI PERKOTAAN

ANALISIS FENOMENA ONLINE PROSTITUTION: BERGESERNYA MASALAH


SOSIAL DALAM RUANG VIRTUAL

DOSEN PENGAMPU:

DISUSUN OLEH:
NIMAS YULIANA SARI (2116011083)

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Perkembangan arus teknologi dalam kehidupan manusia berlangsung signifikan, sehingga
membentuk sistem baru dalam masyarakat, yaitu cyber society yang menjadi simbol
kemajuan peradaban manusia. Cyber society sendiri adalah suatu masyarakat yang berada
dalam ruang digital/virtual yang mana kehadiran fisik tidak dibutuhkan lagi. Ruang virtual ini
tidak lagi mempersoalkan sekat-sekat latar belakang masyarakatnya, semua manusia dapat
berkumpul ke dalam ruang virtual ini.

Di satu sisi, teknologi memang sangat memberikan kemudahan untuk umat manusia. Namun,
disisi lain teknologi juga berpengaruh terhadap sisi gelap kehidupan manusia. Masalah-
masalah sosial yang awalnya hanya ada dan muncul di dunia nyata kini juga turut hadir dan
muncul di dunia virtual. Masalah-masalah sosial atau kejahatan di cyber society yang biasa
disebut cyber crime turut meramaikan dinamika dalam kehidupan dunia virtual layaknya di
dunia nyata. Salah satunya adalah muncul dan berkembangnya prostitusi online.

Prostitusi sebenarnya merupakan masalah sosial klasik dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dalam dunia prostitusi, perempuan menjadi objek yang ditawarkan dan dikomersilkan.
Perempuan dengan segala pesona keanggunan dan kecantikan serta kekaguman laki-laki
terhadapnya, dijadikan komoditi yang diperjualbelikan atau dengan kata lain perempuan
adalah hanya sebatas objek. Di sini baik budaya kapitalisme maupun budaya patriarki,
menempatkan perempuan sebagai objek, termasuk objek seks bagi laki-laki.

Di era digital dengan munculnya cyber society, aktivitas prostitusi juga masih berlanjut dan
bergeser ke arah transaksi virtual. Prostitusi dalam cyber society atau disebut cyber
prostitution, ini pun menjadi fenomena masalah sosial di era digitalisasi. Praktik-praktik
prostitusi berkembang pesat dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan sebagainya..
Pergeseran masalah sosial prostitusi dari dunia nyata ke dunia virtual membuat
pergerakannya semakin sulit dilacak dan dihentikan. Ketika menjelajah internet, akan sangat
mudah ditemukan situs-situs yang melakukan praktek online prostitution ini. Banyak sekali
gambar-gambar, video-video dan jasa-jasa seks komersial yang tersedia di internet. Untuk
mengaksesnya kita cukup membuka website yang menyediakan jasa komersialisasi seks ini,
baik untuk memperoleh gambar porno, video porno, maupun menggunakan layanan jasa seks
komersial yang dapat dipesan melalui aplikasi dan sebagainya praktik cyber prostitution atau
online prostitution dikategorikan sebagai cyber crime, karena online prostitution in kejahatan
yang melanggar kesusilaan. Maraknya praktek online prostitution dalam dunia nyata inilah
yang akan dipaparkan dalam makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan fenomena online prostitution saat ini?
2. Apa faktor penyebab maraknya online prostitution di jaman sekarang?
3. Apa dampak dari maraknya prostitusi online dan penanggulangan yang tepat untuk
mengatasinya?

1.3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan fenomena online prostitution yang sedang marak
saat ini.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab maraknya online prostitution
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari online prostitution
4. Untuk mengetahui penanggulangan yang tepat untuk mengatasi online prostitution.
Selain tujuan di atas, tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk diajukan sebagai syarat
Ujian Akhir Semester Sosiologi Perkotaan.
Kata pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu untuk makalahyang
berjudul “Perubahan Perilaku Sosial Remaja Selama Pandemi Covid-19”.Tujuan Penulisan
makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah sosiologi klasik. Selain Itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang perilaku
remaja di masa pandemi COVID-19. Tidak ada gading yang tak retak begitu juga dengan
makalah ini. Kami berharap segala kritik dan saran dari pembaca demi membuat makalah
berikutnya lebih baik. kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
BAB 11
PEMBAHASAN

2.1. Masalah Sosial Prostitusi Online


Masalah sosial merupakan ketidaksesuaian antara kebudayaan ataupun norma yang
berlaku dalam suatu masyarakat, artinya dalam kehidupan sosial masyarakat pasti memiliki
keteraturan sosial yang dicapai dengan adanya nilai dan norma. Menurut Durkheim, sistem
terbentuk karena adanya kesadaran kolektf dan nilai serta norma yang sudah disepakati
bersama dapat menjadi bahan perekat sosial. Bagi Durkheim dalam struktur sosial
masyarakat melalui nilai dan norma selalu memberikan rambu-rambu kepada setiap anggota
dalam masyarakat yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan yang boleh atau tidak boleh
dilakukan dan yang pantas atau tidak pantas dilakukan. Sejalan dengan hal itu, nilai dan
norma tidaklah selalu berjalan dengan semestimya atau sesuai dengan yang diharapkan
karena itu muncullah masalah-masalah sosial. Salah satunya adalah prostitusi baik prostitusi
yang konvensional ataupun prostitusi yang sudah bergeser karena adanya perkembangan
society, menjadi prostitusi online.

Prostitusi sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, artinya prostitusi bukanlah
persoalan baru dalam dinamika kehidupan sosial. Seiring berkembangnya zaman, kegiatan
prostitusi juga mengalami perubahan. Prostitusi online yang kian merebak dalam kehidupan
sosial merupakan masalah kompleks dan rumit. Prostitusi online adalah model atau perilaku
baru yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan munculnya prostitusi online ini
msyarakat dapat dikatakan dengan mudah mengakses layanan prostitusi online hanya
bermodalkan handphone mereka dengan harga terjangkau di media sosial tanpa melihat
dampak dari apa yang mereka lakukan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain,
seperti hubungan seksual yang tidak sehat, penyakit kelamin, bahkan konflik dalam rumah
tangga. Menurut Kartono (1976: 69-76) mengemukakan beberapa akibat dari perbuatan
prostitusi diantaranya: (1) Prostitusi dapat menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kulit
dan kelamin. (2) Merusak sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Suami-suami yang tergoda
oleh pelacur biasanya akan melupakan fungsi serta perannya sebagai kepala keluarga,
sehingga keluarga menjadi berantakan harus ditanggung sebagai bentuk implikasi logis. (3)
Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya
anak-anak muda remaja pada masa pubertas. (4) Prostitusi memiliki korelasi dengan
kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan yang mengarah pada narkotik serta obat-obatan
terlarang. (5) Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. (6) Adanya praktek
eksploitasi manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita prostitusi hanya
menerima upah yang tidak sesuai dengan pengorbanan yang dilakukan. Seperti banyaknya
dampak dan penyakit yang ditimbulkan oleh hubungan seksual hanya dihargai dengan sedikit
uang, bahkan tidak jarang konsumen yang memperlakukan wanita prostitusi dengan kejam
tanpa memberi imbalan yang sesuai. (7) Prostitusi dapat menyebabkan disfungsi seksual
seperti impotensi, anorgasme, ejakulasi prematur dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan segala dampak bagi kegiatan prostitusi baik bagi wanita prostitusi sebagai penyedia
jasa, maupun laki-laki sebagai konsumen hubungan seksual.
Perkembangan prostitusi menjadi prostitusi online memiliki suatu persoalan
individual yang harus menjadi sorotan. Pelaku prostitusi beralih pada prostitusi online dengan
alasan keuntungan profit. Keuntungan profit memperlihatkan bahwa prostitusi tidak lagi
menjadi jalan survival bagi wanita rentan dalam menghadapi sulitnya himpitan ekonomi,
namun lebih mengarah pada gaya konsumtif yang memaksa wanita-wanita prostitusi lebih
giat dalam mencari profit. Perubahan semacam ini menjadi suatu fenomena penyakit sosial
atau penyimpangan terhadap aturan yang berlaku di masyarakat. Banyaknya selebritis dan
model yang terlibat dalam kasus prostitusi online merupakan bentuk nyata bahwa prostitusi
online tidak berorientasi pada survive. Tingginya tawaran dan harga yang disampaikan dalam
iklan dan media-media sosial semestinya memperlihatkan bahwa trend atau strata seorang
pelaku prostitusi akan berubah dan hal itu menjadi ajang dalam memperlihatkan
eksistensinya sebagai pelaku prostitusi. Trend dan gaya hidup yang ditunjukkan menjadi
perbincangan yang meresahkan masyarakat dalam kehidupan dan interaksi dalam sistem
sosial. Prostitusi online menjadi kasus global yang menyerang generasi muda sebagai
pemimpin masa depan. Merebaknya akun-akun media sosial yang sangat mudah diakses
menjadikan ancaman tersendiri atas rusaknya tatanan sistem sosial yang ada di masyarakat,
maka diharapkan adanya penyelesaian serta pencegahan berkembangnya prostitusi online
sebagai bentuk patologi sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memberantas kasus prostitusi online dapat dilaksanakan dengan pendekatan
struktur institusional yang ada dalam masyarakat seperti yang diutarakan Johnson (1996:
126), yakni melalui pendekatan struktur kekerabatan, prestasi instrumentasi dan stratifikasi,
teritorial dan integrasi, serta penanaman agama dan integrasi nilai.
Selain pendekatan institusional, penyelesaian kasus prostitusi juga dilakukan dengan
pendekatan individu atau person blame approach yang akan menyadarkan setiap pelaku
prostitusi online terhadap pelanggaran yang dilakukan. Penanganan prostitusi online dapat
dipecahkan dengan adanya regulasi yang ketat dan tegas mengenai penggunaan internet dan
media sosial dalam hubungan sistem sosial, sehingga penyalahgunaan teknologi dapat
menjadi klasifikasi sebagai bentuk pelanggaran yang diupayakan mendapat penyelesaian
secara hukum oleh pihak-pihak yang berwenang. Selain regulasi, yang harus ditanamkan
pada setiap jiwa adalah mengurangi gaya hidup hyper-konsumtif yang banyak digambarkan
oleh kehidupan pelaku prostitusi online, sehingga keinginan dan angan-angan yang tinggi
tidak menjebak diri pada kondisi kesulitan ekonomi yang memungkinkan terjatuh pada kaus
prostitusi. Pencegahan dibarengi penanaman nilai-nilai moral masyarakat sebagai bentuk
kontrol sosial atas pelanggaran dan perilaku patologis.

Cyber Prostitution : Masalah Sosial Di Dalam Ruang Tanpa Kendali


Cyber society yang merupakan ruang virtual, di mana tubuh hadir sebagai sesuatu “yang
tanpa bentuk”, telah mampu mengangkat realitas kebertubuhan tanpa bentuk menjadi sebuah
dunia “nyata” dan sekaligus mengubahnya menjadi reproduksi atas “dunia real” yang
dilahirkan(Sianipar 2005: 308). Tubuh perempuan memang memiliki keunikan tersendiri,
tubuh perempuan selalu diidentikan dengan keindahan dan seksualitas. Hal inilah yang juga
berkembang dalam cyber society, di mana wacanatentang seksualitas terus-menerus
dikembangkan. Meminjam istilah Piliang (2011), hal ini disebut sebagai komodifikasi tubuh,
pengeksploitasian energi libido di bawah hukum komoditi. Dalam ideologi kapitalis, pesona
perempuan dimanfaatkan demi keuntungan materi. Perempuan disubordinasi dalam sebuah
sistem dan struktur yang kokoh, yang antara lain dibangun oleh sistem kapitalisme, di mana
perempuan ditempatkan pada posisi yang lemah. Implikasi hal tersebut nampak
darikencenderungan iklan memotret aspek tertentu dari perempuan, yakni bentuk tubuh,
keindahannya, kecantikannya, kemulusanya. Selain merupakan faktor dalam seleksi sosial,
keterlibatan perempuan dalam dunia periklanan juga menjadi faktor dominan dalam
sosialisasi nilai, khususnya nilai tentang “keperempuanan” (Wiryanti B. U.
Menurut Foucault (1966), pada masyarakat modern, seksualitas diorganisasikan oleh
lembaga-lembaga yang lebih beraneka ragam. Semua yang berkaitan dengan seks
dikomodifikasikan. Dalam cyber cociety, hiruk-pikuk seksualitas, tubuh-tubuh seksi
perempuan dan kecabulan tumbuh berkembang dengan pesatnya di bawah hukum komoditi.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa aktivitas bisnis prostitusi
merupakan masalah sosial yang tak kunjung usia. Di era digital seperti saat ini, dengan
munculnya cyber society, aktivitas prostitusi juga masih berlanjut dan bergeser ke arah
transaksi virtual. Prostitusi dalam cyber society ini pun menjadi fenomena masalah sosial di
era digitalisasi. Praktik-praktik prostitusi berkembang pesat dengan memanfaatkan teknologi
informasi dengan segala kecanggihanya. Hal ini menjadi suatu masalah sosial baru yang sulit
untuk dikendalikan. Jika kita perhatikan ada banyak sekali jenis praktek cyber prostitution di
internet. Melalui media internet PSK (Pekerja Seks Komersial) menawarkan jasa seks di situs
– situs yang menyediakan pelayanan seks. Biasanya mereka meng-upload foto dan video diri
mereka dengan penampilan erotis. Transaksi dalam cyber societybiasanya diawali dengan
berkenalan, hingga akhirnya melakukan transaksi dengan harga yang cukup mahal.

Bagi pekerja seks sendiri, mencari pelanggan melalui media online sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan wanita panggilan lainya. Dengan media online mereka mendapatkan
beberapa keuntungan. Misalnya saja, pelangganya rata-rata berpendidikan. Selain itu, bila
calon pelanggan tidak berkenan, pekerja seks tidak perlu menghabiskan waktu atau
mengeluarkan ongkos untuk datang ke tempat calon pelanggan. Sementara bagi pelanggan
pun cukup menguntungkan, mengingat si pekerja seks sudah merinci data diri. Berhubungan
dengan pekerja seks lewat media internet juga dianggap lebih nyaman. Apalagi, kebanyakan
para pekerja seks itu berasal dari kalangan menengah atas (Bunga 2012b: 67). Hal inilah yang
menjadikan bisnis pratek cyber prostitution semakin diminati oleh penjaja seks maupun
pelangganya.

Kemunculan cyber society menimbulkan perdebatan. Di satu sisi ia merupakan


sebuah public sphere dengan ditandai sebagai ruang tanpa kontrol dan tanpa dominasi, namun
di sisi lain karena tanpa kontrol tersebut, sehingga cyber society menjadi ruang anarkis tanpa
aturan dan norma-norma. Sehingga seperti yang terjadi dalam kehidupan nyata manusia
ketika berada dalam kondisi chaos (kekacauan tanpa norma), dalam cyber societyjuga muncul
masalah-masalah sosial. Kendati sudah ada hukum positif dan upaya-upaya pengendalian
lainya seperti pemblokiran situs-situs, penjebakan melalui penyamaran, namun praktek cyber
prostitution sulit diberantas. Hal ini dikarenakan arena operasi mereka berada dalam ruang
virtual dengan jumlah situs-situs yang begitu banyaknya. Selain ini, praktek cyber
prostitution ternyata juga memberikan keuntungan secara materi terhadap provider dan
website penyedia situs-stus tersebut. Seperti kasus cyber crime penyebaran virus oleh hacker,
karena disinyalir di balik semua itu ada kepentingan ekonomi oleh pihak-pihak penyedia web
untuk membuat sistem anti virus, yang bisa memberikan keuntungan ekonomi. Hal itu juga
disinyalir terjadi pada praktek cyber proastitution, dengan maraknya situs-situs penyedia
layanan seks maka akan menguntungkan beberapa pihak di dalam cyber societytersebut.
Cyber prostitution pun menjadi masalah sosial yang bergeser di ruang tanpa batas yang
disebut cyber society ini. Moch. Faisal (2008), menekankan cyber society atau cyberspace
merupakan public sphere, karena ia adalah ruang yang bersifat anarkis-rasional, di mana tidak
ada fondasi norms dan values. Setiap entitas di dalamnya memiliki norms dan values mereka
masing-masing. Namun di balik sifat anarkisnya, cyberspace telah berubah menjadi ruang
publik transnasional, di mana diskursus tanpa relasi kuasa, semua aktor dapat bermain.
Cyberspace susah dikontrol karena sifatnya yang beyond everything dan sifatnya yang
anarkis. Melampaui apapun (beyond everything), karena ia terlepas dari ruang sosial tiga
dimensi yang kita diami. Bersifat anarkis, karena ia tidak memiliki shared norms dan
valuesyang sama untuk menjadikan ia dapat diatur (Faisal 2008:149-150). Hal inilah yang
menjadikan bisnis prostitusi ini bisa berlangsung dengan leluasa. Ketika kontrol sosial
terhadap praktek prostitusi dalam dunia nyata berlangsung ketat, ia menemukan tempat
berkembang di dalam ruang tanpa kendali ini. Fenomena bergesernya masalah sosial
prostitusi dalam cyber spaceini, menurut Ulrich Beck dalam Piliang (2009) merupakan risk
society. Beck menjelaskan, “risiko” (risk), sebagai kemungkinan-kemungkinan kerusakan,
baik fisik, termasuk mental dan sosial disebabkan oleh proses teknologi dan proses-proses
lainya, seperti proses sosial, politik, komunikasi, dan seksual. Adanya teknologi internet,
sebagai simbol kemajuan yang memunculkan cyber society juga tak luput dari “resiko”.
Selain memberikan kemudahan dan kemaslakatan bagi umat manusia, internet juga
menimbulkan masalah-masalah sosial seperti cyber crime dan cyber prostitution. Masalah-
masalah sosial dalam dunia nyata, yang lebih mudah dikendalikan dengan sistem social
values and norms, kini ketika bergeser mengikuti perkembangan teknologi internet, menjadi
sulit untuk dikendalikan. Resiko dalam cyber society adalah sulitnya pengendalian masalah
sosial karena cyber society merupakan dunia virtual yang bersifat beyond everything dan
anarkis sebagai kecanggihan dari teknologi itu sendiri. Hal ini oleh Beck dikategorikan dalam
“risiko sosial”, yang menggiring pada tumbuhnya penyakit sosial : ketidakpedulian,
ketakacuhan, indisipliner, fatalitas, egoisme dan immoralitas.

Anda mungkin juga menyukai