Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan.
Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam
menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem
pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan
apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian
besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan, yaitu
a. Inersia Struktural
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur,
aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika
perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
b. Fokus Perubahan Berdampak Luas
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian
saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian
lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan
teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan
lancar.
c. Inersia Kelompok Kerja
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi
untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita
setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma
serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
d. Ancaman Terhadap Keahlian
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja
tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam
kedudukan para juru gambar.
e. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan yang Telah Mapan.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang
sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
f. Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan
jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi
mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok
kerjanya?.
Resistensi
Organisasional
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi
resistensi perubahan1
a. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang,
tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan
dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-
bentuk lainnya.
b. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang
mengambil keputusan
c. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan
konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu,
namun akan mengurangi tingkat penolakan.
d. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan
pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang
mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan
alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
e. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya.
Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan
hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan
cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam
mengambil keputusan.
f. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman
bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin bahwa selama proses perubahan terjadi
terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak Melalui strategi yang
dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan
penolak akan semakin sedikit.
b. Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah
penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk
mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.
Karyawan yang terampil, bermotivasi dan terlibat adalah penting untuk kesuksesan kami.
Mendukung keberhasilan. Mengembangkan dan menjaga orang-orang yang tepat akan
menjadi penting untuk strategi pertumbuhan kami. Jadi, kami terus melanjutkan untuk
membangun struktur dan budaya internal yang memungkinkan orang-orang kami untuk
berhasil.
1
L. Coch dan J.R.P.French, Jr. “Overcoming Resistance to Change”, 1948
Pada tahun 2009, kami meluncurkan program ‘kesiapan talenta dan organisasi’. Ini
membantu untuk memastikan bahwa karyawan kami memiliki ketrampilan yang tepat yang
diperlukan untuk mengelola bisnis melalui periode pertumbuhannya. Kami menilai area-area
bisnis yang paling penting bagi strategi kami guna menggambarkan tujuan khususnya dan
apakah kami memiliki struktur serta kemampuan untuk melaksanakannya. Di manapun kami
menemukan celah, kami fokus untuk mengembangkan solusinya.
Sejauh ini, kami telah melaksanakan program perintisan kami di Cina, Indonesia dan Jerman
dan pada salah satu dari kategori produk kami. Ini memberikan pemahaman baru yang
penting bagi kami. Pada bulan Januari 2010, kami menggunakan penilaian pada delapan unit
bisnis lain dalam pasar utama dan kategori kami.
Kami telah berinvestasi secara signifikan dalam pembelajaran bekerja sama dengan
Accenture – rekanan outsourcing kami –dengan membuat satu kurikulum tunggal
untuk Manajemen Umum dan Kepemimpinan, didukung oleh infrastruktur One
Technology yang juga menyediakan e-learning. Kemampuan ini telah
memungkinkan pelaksanaan yang cepat dari kerangka ‘Standar Kepemimpinan’
kami yang baru. Program ini menawarkan serangkaian perilaku yang ditujukan
untuk memastikan bahwa setiap manajer mempunyai tanggung jawab personal untuk
melaksanakan strategi Unilever.
Peralatan online yang baru diluncurkan pada tahun 2008 untuk membantu kami
memastikan konsistensi terkait bagaimana rencana pengembangan pribadi (PDPs)
dari karyawan kami dikelola di seluruh perusahaan. Pada tahun 2009, penggunaan
dari alat ini diperluas dengan memasukkan sejumlah area lain termasuk penilaian
Respon Multi-Sumber untuk standar Unilever, Penilaian Keahlian Profesional, dan
Profil Talenta Karyawan yang memungkinkan para karyawan untuk memperbaiki
profil personal mereka untuk merefleksikan pengalaman profesional mereka.
Sebagai tambahan, para karyawan juga mampu untuk mendapatkan pelatihan kusus
dari akademi-akademi fungsional kami, seperti Akademi Pemasaran, Keuangan dan
Rantai Suplai. Sebagai contoh, pada tahun 2008 fungsi pengembangan konsumen
kami meluncurkan ‘Pusat Kesuksesan’ pada kesinambungan secara online. Kegiatan
ini memberikan dasar bagi para tim untuk berkolaborasi dan berbagi tindakan yang
baik dari kampanya-kampanye in-store di penjuru dunia.
Fungsi R&D kami meluncurkan kursus tiga-hari tentang dasar kesinambungan yang
baru pada tahun 2008, terbuka untuk semua manajer di semua bisnis. Modul e-
learning tentang kesadaran kesinambungan untuk pelengkap dikembangkan pada
tahun 2009.Kursus ini ditujukan untuk mengaitkan kesinambungan pada bisnis kami
sebagai alat untuk mencapai manfaat kompetitif dengan mengajarkan tiga pilar dari
kesinambungan sebelum fokus pada ukuran lingkungan hidup utama Unilever
tentang emisi gas rumah kaca, air, limbah dan sourcing yang berkesinambungan.
Pada tahun 2009, kedua kursus pelatihan mendapat tingkat kehadiran yang tinggi,
dengan total hampir 150 peserta pada satu di antara empat kursus dasar yang digelar
di Eropa, Asia, Amerika Selatan dan AS, sementara 195 karyawan mendaftar untuk
kursus e-learning.
2. Keterlibatan karyawan
Mengukur perubahan kultur memang bukan ilmu pasti tetapi kami melakukan upaya
besar untuk melibatkan karyawan guna menemukan apakah mereka mengerti visi
perusahaan dan berikut peranan mereka apa di dalamnya, apa pandangan mereka
tentang Unilever dan apa yang yang perlu diubah untuk mencapai ambisi kami. Pada
tahun 2009, kami memulai program pelibatan karyawan yang memastikan para
karyawan terlibat dalam visi Univeler dan perencanaan untuk masa depan.
Kami juga mengumpulkan umpan balik dari para karyawan kami melalui survei
pelibatan karyawan. Survei Karyawan Global (GPS) pada semua karyawan Unilever
dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali. Populasi manajemen Unilever juga
diundang untuk berpartisipasi dalam versi yang disesuaikan dalam survei - 'GPS-
Pulse', yang dilakukan pada interval enam bulanan pada tahun-tahun di mana GPS
tidak berlangsung. GPS-Pulse yang paling akhir (pada bulan September 2009)
menggarisbawahi bahwa karyawan bangga bekerja di Unilever dan merasa nyaman
tentang kultur dan bisnisnya. Hasil juga menunjukkan kepercayaan diri yang
bertambah dalam hal kepemimpinan dan arah ke mana perusahaan akan bertumbuh.
Umpan balik juga menunjukkan area-area di mana kami perlu untuk melakukan
lebih baik dan ini ditindaklanjuti oleh para Eksekutif dan pemimpin-pemimpin
senior di Unilever. Survei Karyawan Global sepenuhnya direncanakan untuk
berlangsung pada bulan Juni 2010.
http://www.unilever.co.id/id/sustainability/employees/developing/
3. Menghormati Hak-Hak
Kode Etik Prinsip Usaha dan Kode Etik Mitra Usaha kami menjelaskan komitmen
kami pada martabat manusia dan hak-hak para karyawan serta supplier kami.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakah bahwa “setiap individu dan
bagian masyarakat” untuk turut mempromosikan penghormatan pada hak asasi
manusia. Dasar hukum hak asasi manusia internasional adalah Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia yang diprakarsai PBB pada tahun 1948 (UDHR). UDHR
tidaklah mengikat secara hukum tetapi merupakan standar dan prinsip aspirasi.
Mengamankan dan mengantarkan hak asasi manusia adalah tanggung jawab utama
dari pemerintah, tetapi bisnis dapat memainkan bagian mereka juga dengan
melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia dalam wilayah pengaruh
mereka.
Perlu melakukannya dengan tiga cara:
a. Dalam operasional kami dengan melindungi nilai-nilai dan standar kami
b. Dalam hubungan dengan para suplier kami, dan
c. Dengan bekerja melalui program eksternal, seperti United Nations Global
Compact
Kode Etik Prinsip Usahamenggarisbawahi komitmen kami akan hak asasi manusia.
Ini mengkonfirmasikan bahwa “Kami mengarahkan operasional kami dengan
kejujuran, integritas dan keterbukaan, dan dengan penghormatan pada hak asasi
manusia dan kesejahteraan bagi para karyawan kami.”
Bagian dari prinsip kami terkait transaksi dengan karyawan dengan jelas
menyatakan ketidaksetujuan kami untuk mempekerjakan anak-anak dan kami juga
menghormati hak-hak karyawan untuk kebebasan berserikat.
6. Mengevaluasi pendekatan
Kami mengevaluasi pendekatan kami pada hak asasi manusia untuk memastikan
bahwa kami terus menghidupkan standar dari Kode Etik Prinsip Usaha kami dan
bahwa kami mempunyai komunikasi yang efektif dan mekanisme kepatuhan yang
sesuai tempat.
Metodologi uji diri didesain menjadi konsisten dengan yang digunakan untuk
mengawasi kepenuhan suplier kami dengan Kode Etik Prinsip Usaha kami. Pusat
pengarahankami menguji kemajuan pada proses kami di tahun 2008 dan
menganalisa penemuan ini. Ini akan membantu kami mengembangkan lebih jauh
dan meningkatkan proses kami.
Terkait dengan praktetnya yang sudah lama ada dan keterkaitannya dengan United
Nations Global Compact, Unilever mengharapkan para supplier-nya mengakui hak
untuk penawaran kolektif (ketika memungkinkan secara hukum).
Komitmen ini bukanlah penggunaan praktis kecuali mereka bagian proses aktif
dari kepatuhan, pengawasan dan pelaporan. Dewan Unilever bertanggung jawab
untuk proses ini dan tanggung jawab dari hari ke hari bergantung pada manajemen
senior di seluruh dunia.
Sebagai bagian dari proses jaminan positif kami yang mendunia, tiap tahun
pemimpin perusahaan kami memberikan jaminan tertulis bahwa bisnis mereka
sesuai dengan Kode Etik Mitra Usaha kami.
Pelanggaran dari aturan ini dilaporkan pada Penasihat Umum Unilever. Kami
mengharapkan dan mendukung para karyawan untuk melaporkan setiap adanya
pelanggaran. Semua karyawan kami mempunyai akses ‘hotline etik’ kami –
melalui sambungan bebas biaya 24 jam dimana mereka dapat meningkatkan
kepedulian dengan lengkap dan percaya diri dan, jika mereka mengharapkan, bisa
juga dilakukan tanpa menyebutkan nama. Pada tahun 2009, 77 karyawan dipecat
sebagai akibat dari pelanggaran aturan kami.
Kami juga menggunakan proses jaminan positif dengan supplier kami. Kami telah
mengkomunikasikan Kode Etik Mitra Usaha pada semua supplier ‘barang-barang
produksi’ kami sekarang ini (sebagai contoh, bahan mentah dan pengemasan yang
kami gunakan untuk membuat produk kami) untuk meningkatkan jaminan mereka
bahwa mereka berpegang pada prinsip tersebut. Kami sekarang mengikuti para
suplier yang kami prioritaskan untuk uji dan diudit secara lebih detil.
Bersama dengan beberapa perusahaan rekanan kami, pada tahun 2007 kami
membuat Programme for Responsible Sourcing (PROGRESS) secara global.
Sebagai bagian dari ini, kami telah menyetujui pendekatan umum untuk
mengevaluasi hasil proses sosial dan lingkungan diseluruh grup spesifik dari
barang-barang dan jasa. Kami yakin bahwa pendekatan kolaboratif ini akan
membantu mengurangi usaha duplikasi untuk anggota PROGRESS dan supplier
yang hampir sama, mempercepat proses uji suplier dan membebaskan sumber yang
berfokus pada implementasi peningkatan dalam rantai persediaan.
Kami berusaha bekerja dengan perusahaan lain, organisasi buruh dan masyarakat
sipil untuk mempromosikan isu hak asasi manusia secara global dan lokal.
a. Program Global
Kami mulai menjadi partisipan Global Compact, sebuah program PBB yang
membentuk komitmen untuk bisnis sehubungan dengan hak asasi manusia,
buruh, lingkungan dan anti-korupsi. Kami berkomitmen untuk memelihara
prinsip ini di seluruh bisnis kami.
Untuk menandai ulang tahun ke-60 dari Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia di bulan Desember 2008, kami bergabung sebagai anggota Global
Compact dalam menyetujui dukungan untuk hak asasi manusia.
“Pada acara dari ulang tahun ke-60 dari Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, kami, pemimpin bisnis dari seluruh penjuru dunia mengajak
pemerintah untuk menerapkan secara penuh komitmen hak asasi manusia
mereka. Kami juga mengulangi komitmen kami untuk menghormati dan
mendukung hak asasi manusia dalam pengaruh area kami. Hak asasi manusia
adalah universal dan merupakan kepedulian bisnis yang penting di seluruh
dunia.”
The CEO Statement, yang tampil pada edisi Financial Times di seluruh dunia
pada tanggal 10 Desember 2008, telah ditandatangani oleh 156 CEO dari
perusahaan dengan semua ukuran, sektor dan wilayah.
b. Program Lokal
Pada lima kota di wilayah Goias di Brazil, Unilever Brazil bekerja dengan
masyarakat lokal dan pemerintah untuk memastikan anak-anak tidak
tereksploitasi dalam penanaman tomat oleh para suplier.
Perselisihan ini telah menstimulasi kami untuk berpikir lebih luas tentang
penggunaan karyawan kontrak pihak ketiga di pabrik-pabrik kami. Sebagai
hasilnya, kami menerapkan serangkaian tindakan, termasuk:
Mengembangkn pedoman manajemen baru yang lebih detail untuk HR senior kami
dan para manajer rantai suplai meningkatkan kewaspadaan akan pentingnya
memenuhi tindakan terbaik secara internasional pada area hak-hak dan hak asasi
mnusia. Ini akan digelar secara global pada tahun 2010 dan akan dilengkpi dengn
program pelatihn termasuk acara ‘trin the triner’, menyebarkan program ini ke
seluruh masyarakt pabrik HR, dan modul e-learning untuk dimanfatkan oleh
manajemen lini. Kami pertama-tama akan menargetkan negara-negara tersebut
(seperti India dan Pakistan) di mana ini menjadi prioritas.
a. Pekerjaan ini masih dalam proses. Unilever tengah bekerja dengan Danish
Human Rights untuk mengembangkan serangkaian pedomana manajemen dan
untuk merintis program pelatihan bagi para pemimpin ranti suplai dan HR.
Sesi pelatihan besar yang pertama direncanakan pada pertengahan Mei 2010.
b. Meninjau perilaku di mana para karyawan kontrak dipergunakan dalam bisnis.
c. Proses ini sudah mulai. Unilever berkomitmen untuk menyelesaikan tinjauan
internalnya untuk penggunaan karyawan kontrak dan sementara pada
pengoperasian 264 pabrik pada akhir tahun 2011.
Memperluas cakupan pihak ketika yang mengaudit program di bawah Kode Etik
Mitra UsahaUnilever guna melibatkan penyedia jasa pihak ketiga untuk karyawan
kontrak atau sementara pada operasi pabrik kami.
Pada tahun 2009, Unilever melakukan sejumlah audit pada penyedia jasa karyawn
sementara pihak ketiga untuk operasi perusahan kami. Pada awalnya, audit ini
fokus pada negara-negar di mana kepedulin tentang perlakun pada karyawan
sementara sudah sangat tinggi – seperti di India dan Pakistan. Pekerjaan ini lebih
lanjut diperluas ke pabrik-pabrik lain pada tahun 2010-2011.
Pada tahun 2009, Unilever memulai dialog dengan sejumlah pihak terkait eskternal
tentang isu ini. Sebagai contohnya:
Berpartisipasi pada proyek riset dan loka karya penting dengan 10 korporat lain
anggota Global Compact PBB di Belanda untuk mengevaluasi isu-isu/tantangan
perusahaan seperti yang dihadapi Unilever dalam mengintegrasikan penghargaan
pada hak asasi manusia dan hak karyawan dalam bisnisnya (sesuai dengan
rekomendasi Professor John Ruggie). Laporan gabungannya akan diterbitkan oleh
Global Compact PBB di Leaders Summit 2010 (24-25 Juni) di New York.