Geo Teknik
Geo Teknik
OLEH
NURUL LATIFAH (D62114010)
DARMAWATI M. (D62114014)
MUH. IKHSAN NASRULLAH (D62114015)
AFIF FAUZAN MUSLIM (D62114016)
M. KHAIRIL A’MAL (D62114301)
ILHAM HIDAYATUL R. L. (D62114316)
GOWA
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Kelulusan Mata Kuliah Geoteknik
Disetujui Oleh,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
tentang analisis kestabilan lereng dengan metode di Desa Mamampang Kecamatan
Tombolo Pao Kabupaten Gowa
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai bidang geoteknik khususnya stabilitas
suatu lereng. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................2
1.5 Kesampaian Daerah....................................................................................3
BAB II DASAR-DASAR ANALISIS GEOTEKNIK LERENG.................................5
2.1 Geologi Regional........................................................................................5
2.2 Faktor-Faktor Kelongsoran..........................................................................7
2.3 Standar Faktor Keamanan.........................................................................11
2.4 Kriteria Mohr & Coulomb...........................................................................16
2.5 Kriteria Hoek & Brown...............................................................................18
2.6 Geological Strength Index (GSI)................................................................19
2.7 Geomekanika Diskontinuitas......................................................................22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................36
3.1 Pengambilan Data.....................................................................................36
3.2 Pengolahan Data......................................................................................41
3.3 Analisis Data.............................................................................................44
BAB IV ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN METODE JANBU
DAN ANALISIS KINEMATIK................................................................52
4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian...............................................................52
4.2 Kesetabilan Lereng daerah Penelitian.........................................................52
BAB V PENUTUP..........................................................................................57
5.1 KESIMPULAN........................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
bawah sebuah lereng. Dalam peristiwa tersebut terjadi pergerakan massa tanah pada
arah ke bawah dan pada arah keluar. Hal tersebut dapat terjadi melalui beberapa
cara yaitu secara perlahan-lahan, secara mendadak, dan dengan atau tanpa
dan menjadi tantangan besar untuk para ahli dan peneliti. Gaya-gaya gravitasi dan
lereng alami (natural slope), pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan
pada lereng tanggul serta bendungan tanah (Craig, 1987). Kondisi tersebut juga
dapat diakibatkan curah hujan yang tinggi, kenaikan muka air tanah dan perubahan
dalam aktifitas geologi seperti patahan, rekahan dan liniasi. Demikian pula, lereng
alami yang telah stabil selama bertahun-tahun tiba-tiba mungkin longsor karena
perubahan geometri, kekuatan eksternal dan kehilangan kekuatan geser. Dalam hal
ini, stabilitas jangka panjang berkaitan erat dengan pelapukan dan pengaruh kimia
yang dapat menurunkan kekuatan geser dan mengakibatkan shear strength tension
cracks (Abramson, 2002). Oleh sebab itu evaluasi kondisi stabilitas lereng menjadi
cukup penting. Saat massa tanah memiliki permukaan miring, potensi lereng untuk
tergelincir dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah selalu ada.
Kelongsoran akan terjadi jika tegangan geser terjadi di tanah melebihi kekuatan geser
1
tanah yang sesuai. Namun pertimbangan praktis tertentu membuat analisis stabilitas
Permasalahan yang akan dikaji dalam kegiatan field trip ini adalah mengenai
Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Metode analisis stabilitas lereng yang digunakan
Slide 6.0 dan Dips. Nilai faktor keamanan yang dihasilkan dari metode tersebut akan
menjadi penentu rancangan geometri lereng yang baru sehingga sesuai dengan
standar nilai faktor keamanan. Selain nilai faktor keamanan juga dilihat besarnya
distribusi pergeseran total ( total displacement), tegangan rata-rata (mean stress) dan
1.3 Tujuan
jalan.
1.4 Manfaat
2
Manfaat penelitian ini adalah menerapkan metode Janbu pada analisis
stabilitas lereng sehingga kedepannya dapat digunakan metode lain yang lebih andal
diperoleh maka akan dilakukan rancangan ulang geometri lereng sehingga diperoleh
nilai faktor keamanan minimum sesuai standar. Rancangan geometri ini menjadi
sifat ketidakstabilan dari lereng yang dapat menimbulkan kerugian bagi warga Desa
dijangkau menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Akses menuju
lokasi mudah dijangkau dengan jalan yang cukup bagus. Waktu perjalanan yang di
butuhkan untuk sampai lokasi field trip berkisar 3-4 jam dari Makassar, ibukota
Field trip ini dilaksanakan pada tanggal 13 hingga 14 Mei 2017. Dimulai
dengan berkumpulnya peserta field trip di kampus Fakultas Teknik Unhas, Gedung
Jurusan Geologi, Kabupaten Gowa pada pukul 8 pagi waktu setempat. Praktikan dan
field trip. Rombongan field trip menggunakan kendaraan roda empat sebanyak 5
buah untuk seluruh peserta kuliah lapangan ini. Waktu tempuh yang digunakan
selama perjalanan yaitu kurang lebih 4 jam. Rombongan kuliah lapangan sampai ke
lokasi penginapan (rumah pribadi Sekertaris Desa Mamampang) pada siang hari dan
3
4
BAB II
pendekatan tersebut maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan
bentangalam yaitu Satuan Perbukitan Aliran Lava, Satuan Perbukitan Piroklastik dan
seluruh daerah penelitian dengan luas ± 8,17 km2. Arah penyebaran dari satuan
bentangalam ini relatif dari Utara ke Selatan meliputi Bulu Karopo’ dan Bulu Malenteng.
ketinggian yaitu 1050 – 1354 meter di atas permukaan laut, yang disusun oleh batuan
Proses pelapukan yang bekerja pada satuan bentangalam ini adalah proses
pelapukan fisika dan biologi dan tingkat pelapukan yang terjadi pada satuan
bentangalam ini yaitu sedang–tinggi. Jenis erosi permukaan yang terjadi di daerah
penelitian berupa gully erosion (erosi parit) dan tipe gerakan tanah ( mass movement)
Tutupan lahan relatif sedang – tinggi dengan vegetasi sedang – lebat. Secara
umum tata guna lahan pada satuan ini terdiri dari perkebunan. Berdasarkan dari
karakteristik yaitu pengamatan langsung di lapangan dan analisis data yang meliputi
5
bentangalam perbukitan aliran lava dengan stadia muda menjelang dewasa (Lapatau,
2014).
seluruh daerah penelitian dengan luas ± 10,50 km2. Arah penyebaran dari satuan
bentangalam ini relatif dari timur ke barat meliputi Bulu Lehelopu dan daerah dusun
beda nilai ketinggian yaitu 1150 – 1405 meter di atas permukaan laut, yang disusun
oleh batuan berupa tufa. Proses pelapukan yang bekerja pada satuan bentangalam ini
adalah proses pelapukan fisika, kimia dan biologi dan tingkat pelapukan yang terjadi
Jenis erosi permukaan yang terjadi pada satuan bentangalam ini yaitu rill
erosion (erosi alur) yang memiliki lebar ±40 cm dengan kedalaman < 10 cm. Adapun
tipe gerakan tanah (mass movement) yang terjadi pada satuan bentangalam ini
pohon pinus. Secara umum tata guna lahan pada satuan ini terdiri dari perkebunan,
langsung di lapangan dan analisis data yang meliputi aspek-aspek geomorfologi maka
seluruh daerah penelitian dengan luas ± 22,4 km . Arah penyebaran dari satuan
2
bentangalam ini relatif dari selatan ke utara meliputi Bulu Batumenteng, Bulu
pengamatan di lapangan, satuan bentangalam ini memiliki beda nilai ketinggian yaitu
975–1622 meter di atas permukaan laut, yang disusun oleh batuan berupa basal
6
amygdaloidal (Lapatau, 2014).
Proses pelapukan yang bekerja pada satuan bentangalam ini adalah proses
pelapukan fisika, kimia dan biologi dan tingkat pelapukan yang terjadi pada satuan
bentangalam ini yaitu sedang–tinggi. Jenis erosi permukaan yang terjadi pada satuan
bentangalam ini yaitu rill erosion berupa alur cekungan yang memiliki lebar sekitar 30
Adapun tipe gerakan tanah ( mass movement) yang terjadi pada satuan
bentangalam ini berupa debris slide. Tutupan lahan relatif sedang–tinggi dengan
vegetasi berupa rotan, pohon pinus dan tumbuhan hutan lainnya. Secara umum tata
guna lahan pada satuan ini yaitu kawasan hutan lindung. Berdasarkan dari
karakteristik yaitu pengamatan langsung di lapangan dan analisis data yang meliputi
(Lapatau, 2014).
Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah suatu
massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa
tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, dan sudut dalam
tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut
kondisi alam dapat diakibatkan oleh gempa bumi, erosi, kelembaban lere ng karena
penyerapan air hujan dan perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap
perubahan gaya-gaya antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi
7
lereng, penggalian tanah di tepi lereng dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah
gerakan tanah antara lain: tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi,
umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan
melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang,
pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat
berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang kompak dan
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada
daerah jalur patahan /sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan
d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng
menjadi terjal, akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut
disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang bersifat
8
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah Iongsor, yaitu bila di
lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan,
kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air
air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan
tahanan geser tanah menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya
Kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah
longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng.
Kondisi kemiringan lereng lebih 15° perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan
daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak
selalu lereng atau lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi
terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah
penyusun lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan
a. Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau
9
penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang
berusahan untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya
yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar
dari pada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan mengalami gangguan atau
berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993; Notosiswojo dan Projosumarto, 1984,
absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang,
sensitif.
geologi, sifat bawaan batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami
perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang
Gempa bumi adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan
energi akibat aktivitas lempeng -lempeng kerak bumi ataupun kegiatan patahan di
10
darat atau dasar laut. Dampak dari gempa bumi dapat berupa goncangan permukaan
tanah (ground shaking), pergeseran permukaan tanah (ground faulting) dan tsunami.
Lebih jauh Surono (2003), menyebutkan bahwa gerakan tanah terjadi apabila
gaya -gaya yang menahan (resisting forces) massa tanah di lereng lebih kecil daripada
gaya yang mendorong atau meluncurkan tanah sepanjang lereng. Gaya yang menahan
massa tanah di sepanjang lereng dipengaruhi kedudukan muka air tanah, sifat
fisik/mekanisme tanah terutama daya ikat tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah
diantaranya oleh kandungan air, beban bangunan, dan berat massa tanah.
sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari tanah
S., 2007) :
1. Kuat geser
Kuat geser terdiri dari kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). Untuk analisis
stabilitas lereng untuk jangka panjang digunakan harga kuat geser efektif
maksimum (c’ , φ’). Untuk lereng yang sudah mengalami gerakan atau
2. Berat Isi
11
Berat isi diperlukan untuk perhitungan beban guna analisis stabilitas lereng.
Berat isi dibedakan menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi terendam air
Keruntuhan geser pada tanah atau batuan terjadi akibat gerak relatif antar butirnya.
Oleh sebab itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antarbutirnya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan geser terdiri atas (Hidayah, S., 2007):
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan ikatan
butirnya.
2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang
S = C’ + ( τ - μ ) tan φ (2.1)
12
Analisis stabilitas lereng pada dasarnya dapat ditinjau sebagai mekanisme
gerak suatu benda yang terletak pada bidang miring. Benda akan tetap pada posisinya
jika gaya penahan R yang terbentuk oleh gaya geser antara benda dan permukaan
lereng lebih besar dibandingkan dengan gaya gelincir T dari benda akibat gaya
gravitasi. Sebaliknya benda akan tergelincir jika gaya penahan R lebih kecil dibanding
dengan gaya gelincir T. Secara skematik terlihat pada Gambar (2.2). Secara matematis
FK = R/T (2.2)
R = gaya penahan
Jika,
ketidakpastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser tanah, kondisi
tekanan air pori maka dalam menganalisis selalu dilakukan penyederhanaan dengan
13
berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan
adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam
melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu :
tinggi, menengah dan rendah. Tugas seorang engineer meneliti stabilitas lereng untuk
τf
FK = (2.3)
τd
dimana
Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan
dapat ditulis,
τ f = c + σ tan φ (2.4)
dimana,
τ d = cd + σ tan φ d (2.5)
Dimana cd adalah kohesi dan φd sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor.
14
c+ σ tan φ
FK = (2.6)
c d + σ tan φd
Sekarang kita dapat mengetahui beberapa parameter lain yang mempengaruhi angka
keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi, Fc, dan angka keamanan
terhadap sudut geser Fφ. Dengan demikian Fc dan Fφ dapat kita definisikan sebagai :
c
F c= (2.7)
cd
dan
tan φ
F d= (2.8)
tan φd
Bilamana persamaan (2.6), (2.7), dan (2.8) dibandingkan adalah wajar bila Fc menjadi
sama dengan Fφ, harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan
c tan φ
=
c d tan φ d
FK = Fc = Fφ (2.9)
FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya, 1.5 untuk
angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk merencanakan
15
Tanpa Gempa 1,8 2 1,6 1,8
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting. Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan pemukiman),
dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting.Resiko rendah
bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan (sangat murah)
(SKBI-2.3.06, 1987).
Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa
bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun
yang terjadi pada saat terbebani. Mohr (1910) menyajikan sebuah teori tentang
hubungan antara tegangan normal (σ) dan geser ( τ) pada sebuah bidang
τ =f (σ ).................................................................................................(Pers. 1)
16
Coloumb (1776), mendefinisikan f(σ) dengan persamaan :
τ =c +σ t g..............................................................................................(Pers. 2)
Dengan;
c : kohesi
σ: tegangan normal
selubung kegagalan dari persamaan tersebut dilukiskan dalam bentuk garis lurus
garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru mencapai titik A, keruntuhan tidak akan
terjadi. Pada titik B terjadi keruntuhan karena titik tersebut terletak tepat pada
garis kegagalan. Titik C tidak akan pernah dicapai, karena sebelum mencapai titik
17
Terzaghi, mengubah rumus kekuatan geser Mohr - Coulomb dalam bentuk fungsi
tegangan normal efektif dengan memasukkan unsur tekanan air pori sebagai
berikut :
dengan ;
2002). Besar nilai kekuatan batuan dapat diketahui seperti compressive strength
[ ]
a
σ '3
σ ' 1=σ ' 3 + σ ci mb + S ........................................................................(Pers. 5)
σ ci
Besar nilai uniaxial compressive strength (σ c) diperoleh saat σ ' 3=0, maka :
a
Compressive strength :σ ' c =σ ci . S ..........................................................(Pers. 6)
−S . σ ci
Tensile strength : σ ' c = ..............................................................(Pers. 7)
mb
18
S dan a adalah konstanta massa batuan yang berhubungan dengan besar nilai
S=exp ( GSI−100
9−3 D )
................................................................................(Pers. 9)
( )............................................................................(Pers. 10)
−GSI −GSI
1 1 15 3
a= + e −e
2 6
batuan utuh dan juga kepada bebas tidaknya blok-blok batuan yang menyusun
massa batuan untuk meluncur dan berotasi dibawah kondisi tegangan yang
berbeda. Hal tersebut dikontrol oleh bentuk geometri dari blok-blok batuan
blok-blok batuan tersebut. Suatu blok batuan yang menyudut dengan bidang
permukaan kasar akan mempunyai kekuatan massa batuan yang lebih besar
geologi yang berbeda. Sistem GSI ini dapat dilihat pada gambar di bawah
(Lesma, 2008).
bawah:
.................................................................... (2.1)
19
.................................................................... (2.2)
.................................................................... (2.3)
oleh adanya formasi bidang planar atau baji. Metode ini hanya berdasarkan pada
evaluasi detail mengenai struktur massa batuan dan geometri dari bidang-bidang
kinematik dapat dilakukan menggunakan stereonet plot manual atau dengan program
komputer (Arief,2008).
20
Hal penting yang harus diperhatikan yaitu analisis kinematik hanya
bidang lemah saja atau perpotongan dari beberapa bidang lemah. Analisis tipe ini tidak
mempertimbangkan keruntuhan yang melibatkan multiple joints atau joint sets serta
terjadinya deformasi dan rekahan pada blok batuan. Gambar di bawah adalah konsep
dari analisis kinematik untuk bidang runtuh planar, baji dan gulingan (Arief, 2008).
21
Gambar 2.6 Analisis kinematik untuk
longsoran dengan bidang
runtuh baji
digunakan sebagai istilah untuk batuan yang mengalami kerusakan (Giani, 1992).
dan struktur geologi. Hudson dan Harrison (1997) satu dari banyaknya aspek
fundamental kehadiran diskontinuitas adalah nilai rata-rata dan distribusi spasi antara
22
berdasarkan definisi tipe-tipe batuan, struktur diskontinuitas dan sifat material. Wyllie
dan Mah (2004) pengumpulan data diskontinuitas melalui investigasi geologi dengan
set kekar, bentuk dan ukuran blok, serta tingkat pelapukan tersaji pada gambar 2.2.
Palmstrom (1995) secara umum berkaitan dengan investigasi geologi dari semua hal
yang berkaitan dengan mekanika batuan, rekayasa batuan dan desain adalah kualitas
geo-data yang menjadi dasar perhitungan dan estimasi yang dibuat (Hoek, 2006).
Tipe diskontinuitas mulai dari kekar tarik yang terbatas panjangnya, sampai
patahan dengan beberapa meter ketebalan lempung, gauge, dan panjang dalam
kilometer (Wyllie dan Mah, 2004), dan menurut Hoek (2006) semua massa batuan
23
mengandung diskontinuitas. Berbagai tipe diskontinuitas menurut Bieniawski (1989)
dan Hoek (2006) seperti patahan, bidang perlapisan, foliasi, kekar, belahan dan
schistositas. Lebih lanjut Giani (1992) menggolongkan bidang perlapisan, belahan dan
diskontinuitas berdasarkan pada skalanya. Demikian juga Wyllie dan Mah (2004) serta
ukuran percontoh, mulai dari batuan padu sebagai skala terkecil sampai sebagai massa
batuan yang terkekarkan kuat pada skala terbesar. Hoek (2006) analisis sifat mekanika
batuan dilakukan pada setiap skala memiliki formulasi tertentu yang tepat untuk
melalui percontoh kecil di laboratorium, sedangkan sifat massa batuan ditentukan dari
keseluruhan sifat volume yang besar melalui pengukuran di lapangan (West, 2010).
Skala
Nama Obs. Skala Spasi Asal/Genesa
24
kompleks 60 m tegasan geser
Minor, zona
rekahan, diakibatkan
Cincin s > 60 m Rekahan dari
oleh tegasan shear
pegunungan tegasan geser
sesar utama
Duncan dan Goodman (1968) dalam Giani (1992) membuat ilustrasi yang
skala observasinya, baik jenis, spasi dan genesa diskontinuitas. Diskontinuitas terkecil
berupa retakan mikro dan makro diamati melalui percontoh laboratorium. Adapun
observasi diskontinuitas berupa bidang perlapisan, kekar, dike, zona hancuran, zona
rekahan dan patahan termasuk patahan utama dilakukan melalui observasi secara in
situ di lapangan.
siknifikansi variasi set diskontinuitas pada massa batuan (Bieniawski, 1989). Bidang
diskontinuitas memiliki strike dan dip, Giani (1992) menyatakan strike sebagai azimuth,
yang diukur searah jarum jam (Wyllie dan Mah, 2004) antara sudut utara dan irisan
horizontal.
25
Gambar 2.9 Contoh proyeksi stereografis bidang (N–S, 408W)) dan
kutup dari bidang: a) pandangan menyamping, b)
proyeksi sama luas bawah hemisfer
Giani (1992) analisis orientasi diskontinuitas dapat dilakukan melalui proyeksi
sperikal, yaitu metode yang menggunakan analisis hubungan tiga dimensi antara
bidang dan garis pada digram dua dimensi. Kelemahan proyeksi ini adalah kemudahan
bergerak dipermukaan, tetapi tidak mampu diputar. Goodman (1989) dan Wyllie dan
stereografi (gambar 2.3), termasuk analisis kinematikanya (Goodman, 1989 dan Wyllie
berbanding terbalik terhadap spasi. Wyllie dan Mah (2004) spasi dipetakan dari
permukaan batuan dan core bor, dan spasi sebenarnya dihitung dari spasi semu untuk
diskontinuitas yang miring terhadap permukaan (Gambar 2.4). Pengukuran spasi set
kekar memberikan ukuran dan bentuk blok. Hasilnya berupa model stabilitas dan
26
Gambar 2.10 Hubungan antara spasi semu dan spasi sebenarnya (S)
dalam satu set diskontinuitas (Wyllie dan Mah, 2004)
2.6.5 Rongga (Apature)
dari pengukuran jarak tegak lurus antara dinding batuan berdekatan dari bidang
diskontinuitas yang di dalamnya terisi udara atau air. Dimana kehadiran rongga pada
diskontinuitas akan mempengaruhi nilai kuat massa batuan dan besarnya hidraulic
conductivity air tanah, sehingga berguna untuk memprediksi perilaku massa batuan.
seperti pada Gambar 2.9. Secara umum rongga-rongga massa batuan di bawah
permukaan adalah kecil, mungkin kurang dari setengah milimeter. Menurut Wyllie dan
Mah (2004) rongga dengan bukaan (> 1 m) sebagai kategori yang besar dan jika (<
0,1 mm) dikategorikan sangat rapat. Secara lengkap pembangian kategori rongga
dilakukan oleh Barton (1973) lihat tabel 2.3. Giani (1992) asal mula terbentuknya
dan gelombangan cukup besar dari bukaan tarikan, pencucian ( outwash), pelarutan
dan dari tarikan diskontinuitas vertikal oleh erosi lembah atau proses glasiasi.
27
Gambar 2.11 Blok-blok batuan dengan diskontinuitas di
dalamnya (Giani, 1992) : a) tertutup, b) terbuka
(rongga), c) terisi
Lebar > 10 mm
Sangat lebar 10 – 100 mm
Terbuka Lebar sekali 100 – 1000 mm
Besar >1m
memisahkan dinding batuan yang berdekatan pada suatu diskontinuitas. Giani (1992)
28
pengisi ini biasanya lebih lemah kekuatannya dari batuan induk. Tipe pengisi bisa
berupa pasir, lanau, lempung, breksi, gauge dan mylonit. Adapun untuk mineral
pengisi seperti kalsit, kuarsa dan pirit memiliki kekuatan yang tinggi. Sehingga secara
mekanika material pengisi ini mempengaruhi kuat geser diskontinuitas. Lebih lanjut
menurut Wyllie dan Mah (2004) material pengisi dapat dipergunakan untuk
Berdasarkan pola pengisi, akan dijumpai dua tipe utama pengisi pada
rekahan dan kecepatannya terbentuk dapat dilihat pada gambar 2.10 (Pluijm dan
Marshak, 2004). Pada pekerjaan survey geologi terhadap singkapan batuan menurut
Giani (1992) serta Wyllie dan Mah (2004) berbagai sifat fisik diskontinuitas berikut
harus dicatat seperti : meneralogi, tingkatan dan ukuran partikel, kandungan air dan
Gambar 2.12 Tipe urat pengisi (Pluijm dan Marshak, 2004) : (a) blocky
vein (b) fibrous vein, (c) dan (d) arah bukaan diskontinuitas
sama dengan sumbu fiber.
29
2) Tipe pengisi : Mineralogi, ukuran partikel, tingkat pelapukan, parameter indeks
3) Kekuatan pengisi : Indeks manual kekuatan dan kekerasan batuan dan tanah
pisau atau palu geologi, kuat geser, rasio over-consolidation untuk dinding yang
secara in situ
kelongsoran yang dapat terjadi. Terdapat dua asumsi bidang kelongsoran yaitu: bidang
sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1 hingga Gambar 3, karena itu metoda ini
dikenal juga dengan nama metoda irisan (method of slice). Gambar 3 yang
menggambarkan massa tanah dan gaya-gaya yang bekerja pada irisan. Berbagai solusi
yang berbeda untuk metode irisan ini telah dikembangkan selama bertahun-tahun,
dimulai dari Fellenius, Taylor, Bishop, Morgenstern-Price hingga Sarma dan lainnya.
Arah-arah gaya yang bekerja pada setiap irisan selanjutnya diasumsikan. Asumsi inilah
yang membedakan satu metode dengan metode lainnya. Selain itu, metode ini
faktor keamanan minimum. Perbedaan antara cara yang satu dengan yang lain
30
tergantung pada persamaan kesetimbangan batas dan asumsi gaya kekuatan antar
dan merupakan cara yang paling sederhana. Pada cara Fellenius semua gaya antar
kemudian mengembangkan cara yang lebih kompleks dengan memasukkan gaya yang
kesetimbangan momen. Bishop juga mengeluarkan cara yang dikenal dengan nama
Metode Bishop Sederhana (Simplified Bishop Method) dimana gaya normal antar irisan
metoda yang mirip dengan metoda sederhana Bishop. Perbedaannya adalah metoda
31
Gaya Normal Gaya Gesek Kemiringan resultant
Method Antar Irisan Antar Irisan X/E dan hubungan
(E) (E) antar X-E
Ordinary / Tidak ada gaya antar
Fellinius Tidak Tidak irisan
Bishop’s Ya Tidak Horisontal
Janbu’s Ya Tidak Horisontal
Morgenster Variable user
n Price Ya Ya Function
Spencer Ya Ya konstan
Sarma Ya Ya X = c + E tan φ
Faktor keamanan, SF, ada prinsipnya dihitung dari perbandingan antara kuat
geser tanah, f, dengan gaya dorong,, atau perbandingan antara momen tahan, RM,
bawah ini:
mengabaikan gaya geser antar irisan dan kemudian mengasumsikan bahwa gaya
normal atau horizontal cukup untuk mendefinisikan gaya- gaya antar irisan. Gaya
normal di dasar tiap irisan ditentukan dengan menjumlahkan gaya- gaya dalam arah
vertikal.
gaya-gaya yang bekerja pada irisan dalam arah gaya berat (W) atau semua resultan
gaya pada batas vertikal irisan bekerja dalam arah horizontal, untuk menghitung
32
Gambar 2.13 Gaya-gaya yang bekerja pada irisisan dengan Bishop
Simplified
Keterangan:
S:
'
c l sin α
[W −μl cos α − ]tan φ '
1 F
F= ∑ c ' l+
∑ W .sin α cos α [1+
tan φ' . tanα
]
F
b. Longsoran Bidang
33
Longsoran bidang bila dibandingkan dengan jenis longsoran yang lain
merupakan longsoran yang relatif jarang terjadi. Namun bila kondisi yang menunjang
terjadinya longsoran bidang ada, maka longsoran yang terjadi mungkin akan lebih
Longsoran bidang akan terjadi bila seluruh kondisi di bawah ini terpenuhi:
1. Bidang gelincir mempunyai arah jurus (strike) sejajar atau hampir sejajar
2. Kemiringan bidang gelincir harus lebih kecil daripada kemiringan muka lereng
3. Kemiringan bidang gelincir harus lebih besar daripada sudut geser dalam (ψp >
φ).
4. Harus terdapat bidang bebas (release) yang menjadi pembatas di kiri dan
dipertimbangkan unit ketebalan yang arahnya tegak lurus dengan garis muka lereng.
Bidang gelincir direpresentasikan sebagai garis dengan kemiringan tertentu dan blok
34
Gambar 2.14 Kondisi umum longsoran bidang
(Hoek dan Bray, 1980)
belakang crest lereng atau di muka lereng (Gambar 3.4). Sedangkan asumsi-asumsi
1. Bidang gelincir dan rekahan tarik mempunyai arah jurus sejajar dengan arah
jurus lereng.
2. Rekahan tarik adalah bidang vertikal dan terisi air sedalam zw.
35
3. Air membasahi bidang gelincir melewati bagian bawah bidang rekahan Tarik
4. Gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat air), dan V (gaya tekan
air di dalam rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok, sehingga diasumsikan
5. Kuat geser (τ) dari bidang gelincir adalah τ = c + σ tanφ, dimana c=kohesi,
6. Terdapat bidang release di kiri dan kanan blok sehingga tidak ada hambatan
36
BAB III
PENDAHULUAN
Pengambilan data lereng dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada lereng yang
ada di pinggir jalan raya, dimana lereng pertama berada di belakang gedung SMP dan
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan data
lapangan.
2. Memasang patok pada toe dan crest dengan arah yang sama (penentuan arah
37
Gambar 3.2 Pengukuran koordinat
4. Mengukur lebar jenjang pertama dengan cara mengukur lebar toe ke crest
menggunakan meteran.
5. Mengukur tinggi jenjang dengan cara memasang patok tambahan di toe pada
38
jenjang berikutnya (jenjang 2) kemudian mengukur tinggi dari unjung bawah
(dasar) patok toe jenjang berikutnya sampai dengan ketinggian yang sama
dengan ujung bawah patok crest jenjang pertama. Hal ini dilakukan karena
6. Mengukur kemiringan jenjang dengan cara memasang meteran dari patok crest
7. Melakukan prosedur yang sama (langkah 2-6) untuk jenjang 2 sampai jenjang
berikutnya .
39
Gambar 3.5 Pengambilan sampel
3.1.2 Pengambilan data scanline pada lereng kedua (lereng yang berada di depan
rumah warga)
1. Mengukur kordinat lokasi dengan menggunakan aplikasi GPS yang ada di dalam
smartphone.
40
4. Membentangkan meteran pada lereng secara horizontal sepanjang 6 meter
kompas yang ada di dalam smartphone) dan papan pengalas dengan cara
41
`3.2 Pengolahan Data
kedalam format yang telah disesuaikan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan analisis
data menggunakan software dips v.6 dan slide v.6.0. Pengolahan data dibedakan atas
a. Stasiun 1
Stasiun 1 terdiri atas lereng tanah yang memiliki kemiringan geometeri curam
dan berpotensi longsor. Berikut merupakan data geometeri lereng pada stasiun
Berdasarkan data pada tabel 3.1 maka dapat dibuat sebuah sketsa lereng
data dapat ditunjukan pada gambar 3.9. Lereng pada gambar 3.9 memiliki
42
terdahulu.
Hasil uji laboratorium tersebut akan dijadikaan sifat fisik dan mekanik pada
b. Stasiun 2
Stasiun 2 terdiri atas lereng batuan andesit yang terlapukan intensif yang
43
merupakan data geometeri lereng pada stasiun 1
Berdasarkan data pada tabel 3.y maka dapat dibuat sebuah sketsa lereng
data dapat ditunjukan pada gambar 3.y. Berikut merupakan lereng pada stasiun
2:
Lereng pada stasiun 2 memiliki tersusun atas batuan andesit lapuk dengan
intensitas lapuk sedang dan lapisan tanah pasir berlempung pada bagian bawah
44
jalan raya. Terdapat kenampakan struktur berupa kekar/joint yang terdapat
lereng, orientasi kekar, sifat fisik, dan sifat mekanik tanah serta batuan. Analisis data
analisis numerik untuk mengetahui nilai kestabilan ( safety factor). Analisis kinematik
Analisis Kinematik pada penelititan ini dilakukan dengan bantuan apliasi DIPS
V.6. Analisis kinematik digunakan pada tahap awal analisis kemantapan lereng. Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui orientasi longsoran dan probability of failure (POF)
sebuah lereng. Metode analisis stereografis (stereonet) digunakan pada batuan yang
sebagainya.
Probability of failure (PoF) yang dianalisis tidak lebih dari 15%. Kondisi lereng
yang nilai persentase terjadinya longsor diatas 15% dianggap tidak aman. Pemilihan
standar PoF mempertimbangkan kondisi cost and safety (tabel 3.4). Skala lereng yang
(Tabel 3.4). Dari hasil PoF yang diperoleh dapat dilakukan penangan awal pada lereng
(Table 3.5).
45
Tabel 3.4 Tigkatan Fos dan PoF terhadp daya dukung pada lereng
acceptance criteria
consequences
Slope scale FoS (min) FoS (min) PoF (max)
of failure
(static) (dynamic) P(FoS ≤1)
Bench Low-high 1.1 NA 25% - 50%
46
Very long- superficial slopes No unstable
term monitoring evident movements
<0.5 Public evidence
access No monitoring
allowed required Stable No
slopes movements
Public
access free
Sumber: Kirsten (1983) dalam Buku Open Pit Slope Design, Halaman 226
Tahapan dalam analisis data menggunakan software DIPS v.6 adalah sebagi
berikut
Proses awal yang dilakukan adalah input data dip/dip direction. Penginputan
(Ctrl + T). Proses ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kekar (bidang
47
diskontiuitas). Proses ini memungkinkan untuk mengetahui apakah bidang
c. Analisis Kinematik
kemiringan lereng (slope dip), orientasi kemiringan lereng (slope dip direction),
sudut geser dalam, dan batas lateral. Data sifat fisik dan mekanik batuan diolah
Hoek-Brown Classification
Intact uniaxial Comp. Strenght (sigci) = 15 MPa
GSI =48 Mi = 25 Distrubance Factor (D) =
0
Modulus ratio (MR) = 400 MPa
Hoek-Brown Criterion
Mb = 3.903 s = 0.0031 a = 0.507
Mhor-Coloumb Fit
Cohesion = 0.301 MPa Friction Angle = 51.73o
Rock Mass Parameter
Tensile Strenght= -0.012 MPa
48
Uniaxial Compressive Strength = 0.803 MPa
Analisis stabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai faktor
parameter seperti geometri lereng dan sifat fisik serta mekanis tanah. Analisis stabilitas
lereng menghasilkan suatu keluaran berupa kondisi lereng stabil, kritis, atau tidak
stabil. Secara teoritis kondisi lereng stabil ditandai dengan nilai FK lebih besar daripada
1, kondisi kritis dengan nilai FK sama dengan 1 dan kondisi tidak stabil ditandai dengan
nilai FK kurang dari 1. Secara aktual di lapangan kondisi lereng stabil ditandai dengan
sebagi berikut:
49
Proses awal yang dilakukan adalah pemodelan dan input data. Pemodelan data
memasukkan nilai parameter berupa massa jenis, kohesi, sudut geser dalam.
adalah 100 dan toleransi maksimum sebesar 0,005, proses tersebut dapat
50
dilihat pada Gambar 3.14
pada lereng serta arah pergeseran material (Gambar 3.haha dan 3.wkwk).
perhitungan metode janbu. Tampak pada gambar 3.haha dan 3.wkwk terdapat
Setiap busur longsoran terdiri atas beberapa irisan dimana nilai sigma dari
momen dan gaya tiap irisan akan mempengaruhi tingkat kestabilan lereng.
51
Gambar 3.15 Hasil interpretasi lereng stasiun 01.
52
BAB IV
Lokasi penelitian merupakan lereng yang terletak di ruas Jalan poros Malino–
Manipi KM 111, desa Mamampang, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Daerah
tersebut berupa perbukitan yang memiliki elevasi terendah 700 meter di atas
permukaan laut. Arah pengukuran sebaran lereng yang diteliti yaitu N155 oE (Stasiun
01) dan N57oE (Stasiun 02) dengan kemiringan lereng rata-rata adalah 70-90 o. Jenis
material penyusun lereng berupa tanah (soil) hasil pelapukan batuan induk dan batuan
vulkanik.
Curah hujan yang tinggi pada lokasi penelitian menyebabkan tanah atau soil
penyusun lereng berada pada keadaan jenuh. Lokasi penelitian disusun oleh batuan
lava vulkanik dan tufa bersifat andesitic. Tufa berwarna abu-abu dalam keadaan segar
dan berwarna abu-abu kecokelatan dalam keadaan lapuk. Komposisi memiliki berat
didapatkan nilai kestabilan lereng ( Safety Factor) pada tiap lereng (stasiun 01 dan
53
Lokasi dibagi kedalam dua stasiun penelitian. Analisis yang digunakan pada tiap
Coloumb karena terdapat material yang tersusun atas tanah dan batuan.
Lereng stasiun satu tersusun atas material tanah yang berasal dari batuan tufa
yang terlapukan intensif. Hal ini menyebabkan penurunan nilai kohesi dan sudut geser
dalam. Penurunan kohesi menyebabkan material yang awalnya massif menjadi mudah
lereng pada stasiun 01 berada pada kondisis tidak aman. Nilai FK terendah pada lereng
berada pada angka 0.42 (Jauh dibawah angka kritis (FK (kriitis) =1)).
slide v.6.0 menunjukan hasil berupa FK = 0,435282; Resisting Horizontal Force (Gaya
54
Penahan Horizontal) =114,576 kN. Driving Horizontal Force (Gaya pembeban
resisting force terhadap driving force maka didapati nilai FK sebesar 0,435282. Hal ini
Lereng stasiun satu tersusun atas material batuan pada lereng bagian atas dan
tanah yang berasal dari batuan tufa yang terlapukan intensif pada bagian bawah.
talus dari batuan lereng yang terlapukan dan di transportkan menuju bidang yang lebih
stabil. Pemodelan menganalisis kedua jenis lereng (batuan dan tanah) secara
pemodelan lereng menggunakan software slide v.6. menunjukan lereng pada stasiun
02 berada pada kondisis aman. Nilai FK pada lereng atas berada pada angka 3,18
(gambar 4.2) dan 2,61 (gambar 4.3). Nilai FK untuk overall slope berada pada nilai
55
Gambar 4.3 Hasil Analisis lereng bagian bawah 02
Terdapat jalan raya pada lereng stasiun 02 sehingga terjadi pembebanan pada lereng
tersebut. Pembebanan terjadi pada lereng yang tersusun atas tanah. Kestabilan lereng
diperbolehkan. Beikut merupakan hubungan antara besar pembebanan dan nilia FK.
56
Tabel 4.1 Hubungan Pembebanan di jalan terhadap nilai FK
No Pembebanan (kN/m2) FK
1 300 1,27
2 400 1,18
3 500 1,11
4 600 1,06
5 700 1,01
6 800 0,98
Gambar 4.5 Lereng menjadi tidak stabil jika pembebanan dijalan raya > 700kN/m2.
57
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari pengolahan dan analisis data, dapat diketahui bahwa:
1. Nilai FK pada lereng di stasiun 01 berada pada angka 0,42. Hal ini
mengindikasikan bahwa lereng dalam kondisi tidak aman. Nilai FK pada lereng
atas berada pada angka 3,18 dan lereng bawah pada angka 2,61. Nilai FK
untuk overall slope berada pada nilai 2,48. Hal ini mengindikasikan bahwa
58
DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, S., dan Gratia, Y.R. 2007. Program Analisis Stabilitas Lereng Slope Stability
Analysis Program. Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hoek, E., Torres, C.,C., and Corkum, B., .2002. Hoek-Brown Failure Criterion.
Toronto, Canada: Rockscience Inc.
Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi
dan rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Lion, G.T.L and D. J. G. Herman. 2012. Analisa Stabilitas lereng Limit Equilibrium vs
finite Elwment Method. HATTI-PIT-XVI 2012, 4-5 Dec 2012, Hotel Borobudur:
Jakarta
Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di
Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut . Tesis. Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terdzaghi, Karl dan Ralph B.Peck .1993. Mekanika Tanah Dalam Praktek
Rekayasa, Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga.
59
60