Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengantar
Perilaku kognitif merupakan salah satu bentuk perilaku individu dalam proses pengenalan
terhadap segala sesuatu yang berada di lingkungan. Proses kognitif yang paling mendasar
dan bersifat bawaan adalah pendriaan yaitu mengenal alam sekitar dengan menggunakan
alat dria yang terdiri dari mata untuk melihat.. telinga untuk mendengar, hidung untuk
mencium, lidah untuk mengecap, dan kulit untuk meraba. Alat dria itu menerima
rangsangan dari lingkungan untuk kemudian diteruskan ke pusat kesadaran yaitu otak
melalui syaraf. Otak kemudian memerintahkan efektor (otot dan kelenjar) melalui syaraf
untuk memberikan respons. Sejalan dengan proses interaksi antara pembawaan,
kematangan, dan melalui proses belajar dan pengalaman maka pendriaan ini akan
berkembang menjadi pengamatan. Pengamatan terjadi apabila rangsangan yang telah
sampai di otak kemudian diberikan tafsiran sesuai dengan hasil belajar dan pengalaman,
yang selanjutnya disimpan sebagai tanggapan atau persepsi dalam memori. Perilaku kognitif
ini kemudian berkembang bentuk yang lebih abstrak dalam bentuk mengingat, fantasi dan
berfikir
Selanjutnya, proses kognitif berkembang menjadi lebih kompleks dengan menggunakan
manipulasi kemampuan kesadaran yang berpusat pada otak. Kognisi merupakan bagian
intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan, penghayalan
atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran. Bagaimana orang memandang
satu kejadian seringkali menentukan reaksi emosi dan kombinasi kognisi dengan emosi akan
menghasilkan respon perilaku.Sebagai konsekuensinya, walaupun dua orang mengalami
kejadian yang sama, mungkin akan memberikan reaksi yang berbeda.

B. Pengamatan
Pengamatan merupakan perilaku yang mempunyai peranan penting dalam proses interaksi
individu dengan lingkungannya.. Keefektifan proses kegiatan interaksi akan banyak
dipengaruhi oleh kualitas pengamatan dan perhatian yang diberikan oleh individu..
Pengamatan atau perception, merupakan perilaku kognitif, yaitu suatu proses mengenal
lingkungan yang diawali penerimaan rangsangan oleh alat dria. Proses pengamatan terjadi
karena adanya rangsangan dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat dria dan
kemudian diteruskan ke pusat kesadaran yaitu otak untuk kemudian diberikan makna atau
tafsiran. Dengan demikian, proses pengamatan itu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: (1)
penerimaan rangsangan oleh alat dria, (2) pengiriman informasi ke pusat kesadaran atau
otak, dan (3) pemberian tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Ada lima macam alat dria dalam diri manusia yaitu; (1) mata, sebagai dria penglihatan untuk
menerima rangsangan penglihatan yang berupa cahaya, (2) telinga, sebagai dria
pendengaran untuk menerima rangsangan yang berupa suara, (3) lidah, sebagai dria perasa
untuk menerima rangsangan yang berupa rasa seperti manis, pahit, asam, dsb., (4) hidung,
sebagai dria pencium untuk menerima rangsangan yang berupa bau-bauan seperti wangi,
busuk, dsb., dan (5) kulit, sebagai dria peraba untuk mengamati rangsangan yang berupa
rabaan seperti kasar, halus, panas, sejuk, dsb. Dengan demikian, ada lima macam cara
individu melakukan pengamatan yaitu melihat, mendengar, mencium, merasa, dan meraba.
Pengamatan yang sempurna adalah pengamatan dengan menggunakan kesemua alat dria
secara proporsional. Dalam proses aktivitas hidup sehari-hari, alat dria digunakan untuk
memper oleh informasi. Dilihat dari proporsi penggunaan alat drianya, ada beberapa gaya
pengamatan individu. Ada gaya pengamatan visual, yaitu orang yang akan lebih banyak
menggunakan dria penglihatan (mata). Bagi kelompok orang ini, segala sesuatu akan lebih
jelas diamati apabila ia melihatnya dengan jelas. Gaya auditif, yaitu gaya pengamatan yang
lebih banyak menggunakan alat pendengaran (telinga). Bagi orang yang bergaya auditif,
segala sesuatu akan diamati dengan jelas apabila dapat didengarnya dengan baik. Suara
merupakan rangsangan yang paling dominan bagi orang tipe gaya auditif. Gaya taktil, yaitu
gaya pengamatan melalui alat dria perabaan atau penciuman. Dengan demikian bagi orang
yang bergaya taktil segala sesuatu akan mudah dan jelas diamati apabila mendapat
kesempatan meraba atau menciumnya. Alat peraba dan penciuman merupakan hal yang
paling esensial bagi orang yang bergaya ini. Selanjutnya gaya kinestetik, yaitu pengamatan
melalui gerakan. Bagi orang yang bergaya kinestetik, segala sesuatu akan dapat diamati
dengan mudah dan jelas apabila disertai dengan gerakan gerakan.

Keefektifan suatu proses pengamatan tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor
rangsangan, faktor individu, dan faktor lingkungan. Pengamatan akan berlangsung dengan
efektif apabila ada rangsangan yang diterima oleh individu. Rangsangan ini akan dengan
mudah diterima oleh individu apabila jelas, kuat, dan berarti. Dalam diri individu, faktor
yang mempengaruhi keefektifan pengamatan antara lain: kualitas alat dria, kualitas pusat
kesadaran (otak), kondisi fisik, pengalaman, motivasi, dsb. Lingkungan yang baik dan
kondusif akan menunjang terjadinya pengamatan yang baik, dan sebaliknya lingkungan yang
kurang baik akan menghambat proses pengamatan. Misalnya dalam lingkungan yang
menyenangkan individu akan mudah menerima informasi, dan sebaliknya dalam keadaan
banyak suara ribut, akan sukar untuk menerima informasi dengan baik.

Karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan baik dari dalam diri individu
maupun dari lingkungan, maka sering terjadi pengamatan itu tidak berlangsung dengan
baik. Akibatnya akanı terjadi kesalahan atau kelainan pengamatan atau apa yang diamati
tidak memberikan gambaran yang sebenarnya. Ada tiga macam kelainan dalam pengamatan
yaitu yang disebut: ilusi, halusinasi, dan osilasi. Ilusi, ialah kelainan pengamatan dalam
bentuk terjadinya perbedaan antara apa yang diamati dengan keadaan yang sebenarnya.
Jadi, apa yang diamati tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Misalnya ketika berada
dalam kendaraan, kita melihat seolah-olah pohon-pohon di pinggir jalan berlari atau
berjalan, suara AC terdengar seperti suara air mengalir, dsb. Halusinasi, ialah keadaan saat
individu merasa meng amati sesuatu, padahal rangsangan yang sebenarnya tidak ada.
Misalnya ada orang mengaku melihat ada orang berdiri di hadapannya, padahal orang itu
tidak ada, orang mengaku mendengar suara yang memanggil namanya, padahal di situ tidak
ada orang yang memanggil namanya, orang merasa mencium bau mayat, padahal tidak ada
mayat, dsb. Selanjutnya, yang disebut osilasi ialah terjadinya bermacam-macam atau
pergantian penafsiran terhadap suatu rangsangan. Misalnya, melihat awan di langit, sekali
ditafsirkan seperti burung, atau seperti bunga, atau seperti gunung, atau seperti kapas,
padahal bentuknya tetap. Biasanya hal itu terjadi apabila rangsangannya yang kurang jelas.

Dalam berbagai aktivitas interaksi harus diusahakan agar dapat melakukan pengamatan
yang efektif sehingga memperoleh hasil yang optimal. Beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk membantu melaku kan pengamatan yang efektif ialah sebagai berikut ini.
1. Pengamatan akan lebih efektif apabila rangsangan-rangsangan mempunyai struktur dan
bentuk yang jelas. Oleh karena itu, hal-hal yang akan dikerjakan hendaknya mempunyai
struktur dan tatanan yang jelas.
2. Pengamatan kepada sesuatu yang dekat akan lebih efektif. Oleh karena itu, setiap orang
hendaknya diberi banyak kesempatan untuk lebih dekat dengan hal-hal yang akan
dikerjakan.
3. Pengamatan dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Oleh karena itu, sebaiknya
pengalaman harus mendapat perhatian agar pengamatan berlangsung dengan efektif.
4. Pengamatan dimulai dengan keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian. Oleh
karena itu, dalam pengamatan harus dimulai dengan keseluruhan, baru kemudian kepada
bagian-bagian yang lebih khusus.
5. Pengamatan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu. Oleh karena itu, proses
pengamatan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu.
6. Terdapat perbedaan individual dalam pengamatan. Tiap individu mempunyai macam gaya
pengamatan (ada gaya visual, auditif, taktil, dan kinestetik). Oleh karena itu, kegiatan
pengamatan harus disesuaikan dengan gaya pengamatan masing-masing.
7. Beberapa faktor dapat menimbulkan terjadinya kesalahan atau kelainan pengamatan.
Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan atau kelainan pengamatan, seperti
rangsangan yang kurang jelas, kurangnya perhatian, pengalaman di masa lampau, kurang
baiknya alat dria, lingkungan yang mengganggu, dsb.

C. Perhatian
Perhatian mempunyai keterkaitan yang erat dengan pengamatan. Keefektifan suatu
pengamatan akan banyak ditentukan oleh tinggi rendahnya perhatian individu terhadap
rangsangan. Secara umum perhatian dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas mental
terhadap suatu rangsangan tertentu. Perhatian dapat lebih memusatkan pengamatan
individu kepada suatu rangsangan sehingga pengamatan nya menjadi lebih efektif. Setiap
individu mempunyai cara memberikan perhatian yang berbeda. Ada individu yang memiliki
perhatian terpencar, yaitu kemampuan memberikan perhatian kepada berbagai hal atau
rangsangan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi ada pula individu yang
memiliki perhatian terpusat, yaitu individu yang memiliki kemampuan memberikan
perhatian secara khusus kepada hal atau rangsangan tertentu.
Perhatian banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor pada rangsangan maupun
faktor individu. Hal-hal yang mempengaruhi perhatian dari faktor rangsangan ialah:
1. Intensitas atau kekuatan rangsangan. Suatu rangsangan yang memiliki intensitas atau
kekuatan yang lebih tinggi akan lebih menarik perhatian dibandingkan dengan rangsangan
yang lebih rendah intensitasnya.
2. Attractiveness, atau daya tarik, yaitu rangsangan yang sangat berbeda dengan rangsangan
lain di lingkungannya sehingga mempunyai kekuatan untuk menarik perhatian, misalnya
orang yang berbaju merah sendirian berada di tengah bersama dengan orang orang yang
berbaju putih, akan lebih menarik perhatian.
3. Perubahan atau pergantian. Rangsangan yang selalu berubah atau berganti akan lebih
menarik perhatian. Misalnya suara guru yang berganti-ganti akan lebih menarik perhatian
siswa.
4. Keteraturan, yaitu rangsangan yang datang berulang-ulang secara teratur, misalnya
jadwal siaran radio, TV, dsb. Menarik perhatian dibandingkan dengan yang tidak teratur.
5. Suara yang tinggi, yaitu suara yang memiliki getaran yang tinggi sehingga berbeda
rangsangan di lingkungannya.
6. Rangsangan yang terbiasa, yaitu rangsangan yang sudah terbiasa dihadapi sehari-hari
seperti nama sendiri, nama ibu atau bapak, dsb. Misalnya kalau ada pengumuman yang
menyebut nama seseorang, maka akan menarik perhatian yang bersangkutan.
7. Isyarat atau tanda, yaitu suatu rangsangan yang merupakan tanda terhadap sesuatu
rangsangan atau aktivitas. Misalnya guru yang menengok jam, akan menarik perhatian siswa
karena itu merupakan isyarat akan berakhirnya pelajaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian dari aspek individu ialah antara lain:
1. Minat, yaitu seberapa besar individu merasa suka atau tidak suka kepada suatu
rangsangan. Sesuatu yang diminati akan lebih menarik. Perhatian.
2. Kondisi fisik atau kesehatan, ialah bahwa perhatian akan lebih baik
Dalam kondisi fisik yang baik. Misalnya memperhatikan suatu lukisan akan lebih sukar pada
waktu sakit mata. 3. Keletihan. Dalam keadaan letih, seseorang akan sukar memberikan
perhatian kepada suatu perangsang. 4. Motivasi. Orang yang memiliki motivasi yang besar
terhadap suatu aktivitas, akan lebih banyak memberikan perhatian dibandingkan dengan
orang yang rendah motivasinya.
5. Kebutuhan perhatian. Orang yang merasa perlu untuk memperhati
Kan sesuatu, akan dengan sendirinya banyak memberikan perhatian lebih banyak.
6. Harapan Perkiraan seseorang terhadap suatu tujuannya akan mendorong orang itu untuk
dapat lebih banyak memberikan perhatian.
7. Karakteristik kepribadian, yaitu sifat-sifat pribadi seseorang akan mempengaruhi kualitas
perhatiannya terhadap sesuatu. Termasuk ke dalam aspek kepribadian ini misalnya bakat,
pengalaman, perangai, kecerdasan, kebiasaan, dsb.

Dalam proses pembelajaran, guru memegang peranan yang amat penting dalam usaha
menimbulkan atau meningkatkan perhatian dari seluruh siswa. Dengan perhatian yang
besar, siswa akan melakukan aktifitas pembelajaran dengan lebih baik sehingga proses dan
hasil pembelajaran akan lebih baik. Oleh karena itu, guru hendaknya selalu mengusahakan
agar siswa senantiasa memberikan perhatian yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.
Perilaku guru diharapkan sebagai penampilan yang baik dan menarik seperti dari
perangainya, cara berbicara, cara berpakaian, dsb. Rangsangan-rangsangan yang diberikan
guru hendaknya dapat menarik siswa dengan cara antara lain menggunakan berbagai
metode mengajar, menggunakan media dan alat bantu, menggunakan gaya mengajar yang
baik, menciptakan suasana lingkungan belajar yang menyenangkan, dsb.

D. Mengingat dan Lupa


Mengingat dan lupa merupakan bagian dari proses kognitif. Dalam berbagai aktivitas sehari-
hari, ingatan dan lupa merupakan hal yang saling berkaitan dengan proses dan hasil
perilaku. Misalnya seorang supir harus mampu memiliki daya ingat yang baik agar tidak
salah jalan pada waktu mengemudi. Seorang dokter harus selalu ingat akan berbagai gejala
yang diderita pasien serta jenis obat yang harus diberikan. Contoh lain guru harus selalu
ingat terhadap murid muridnya dan materi pelajaran. Suatu proses perilaku akan
berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat secara baik dan
terhindar dari lupa. Mengingat merupakan proses menerima, menyimpan, dan
mengeluarkan kembali informasi-informasi yang dipakai individu melalui pengamatan.
Informasi-informasi yang diterima melalui pengamatan kemudian disimpan dalam pusat
kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran. Dalam otak, ada dua macam tempat
menyimpan informasi atau tanggapan yaitu ingatan jangka pendek (short term memory)
dan ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan jangka pendek ialah tempat
menyimpan informasi yang akan dikeluarkan segera dalam waktu yang lebih pendek.
Sedangkan ingatan jangka panjang ialah gudang tempat menyimpan informasi untuk masa
yang cukup lama. Proses mengingat terjadi dalam tiga tahapan yaitu; (1) tahapan perolehan
informasi, (2) tahapan penyimpanan jangka pendek atau jangka panjang, dan (3) tahapan
mengeluarkan kembali apabila suatu waktu diperlukan.

Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor individu,
faktor sesuatu yang harus diingat, dan faktor lingkungan. Dari aspek individu, proses
mengingat akan lebih efektif apabila individu memiliki minat yang besar, motivasi yang kuat,
memiliki kesehatan yang baik. Dari aspek hal yang harus diingat, sesuatu yang akan mudah
diingat adalah sesuatu hal yang memiliki organisasi dan struktur yang jelas, mempunyai arti,
mempunyai keterkaitan dengan individu, mempunyai intensitas rangsangan yang cukup
kuat, dsb. Dari aspek lingkungan, proses mengingat akan lebih efektif apabila lingkungan
turut menunjang dan terhindar dari adanya gangguan-gangguan.

Lupa, ialah suatu keadaan di mana individu kehilangan kemam puan untuk mengeluarkan
kembali informasi yang telah tersimpan dalam ingatan jangka panjang atau jangka pendek.
Lupa dapat disebabkan oleh empat hal: (1) keusangan yaitu hilangnya informasi dari tempat
penyimpanan ingatan karena tidak pernah dipakai, (2) gangguan informasi baru terhadap
informasi lama, atau informasi lama terhadap informasi baru, (3) gangguan dalam otak, dan
(4) kesengajaan untuk dilupakan.

Tugas guru ialah membantu siswa dalam proses pembelajaran agar materi ajar dapat diingat
dengan baik dan terhindar dari lupa. Untuk itu guru harus menggunakan metode mengajar
yang baik, menggunakan alat bantu yang tepat, memberikan informasi yang tersusun
dengan baik, sering memberikan latihan, menyesuaikan tugas yang harus dikerjakan sesuai
dengan pengalaman, menghindari adanya gangguan-gangguan di lingkungan, menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan, dsb.

E. Berpikir

Perilaku kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi atau tertinggi adalah berfikir (thinking).
Dikatakan demikian karena berfikir merupakan bentuk pengenalan dengan memanipulasi
sejumlah konsep terutama dalam tatanan konsep abstrak. Dengan demikian, kemampuan
berfikir hanya mungkin dapat dilakukan apabila telah memiliki konsep konsep tertentu
dengan ditunjang oleh daya nalar yang kuat. Dua hal yang menjadi landasan dalam
kemampuan berfikir adalah tingkat daya nalar dan penguasaan konsep dengan daya
abstraksi tertentu. Para ahli psikologi mendefinisikan berfikir sebagai suatu proses
eksplorasi yang bertujuan terhadap peta pengalaman yang merupakan satu ketrampilan
bertindak dengan kecerdasan di atas pengalaman. Proses berfikir berlangsung melalui
moda-moda pengenalan yang meliputi penga matan, ingatan, pembentukan konsep,
pemberian respon, menganalisis, membandingkan, imajinasi, dan penimbangan (judging).
Sejalan dengan proses melalui moda-moda tersebut, tatkala seorang individu melakukan
proses berfikir yang sempurna akan didukung oleh delapan unsur sebagai berikut:

1. Tindakan yang dilakukan dengan satu tujuan tertentu yang disadari; 2. Dilakukan
berdasarkan sudut pandang tertentu;
3. Berbasis suatu asumsi tertentu secara disadari;
4. Mengarah kepada satu langkah pelaksanaan dengan kesiapan menghadapi konsekuensi
tertentu;
5. Dilaksanakan dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman;
6. Dilakukan dengan menggunakan perkiraan dan timbangan yang berbasis nilai-nilai
tertentu;
7. Menggunakan daya nalar yang baik, sehat; dan obyektif;
8. Semua tindakan dilakukan dalam upaya memperoleh jawaban dari suatu pertanyaan
tertentu.
Pada masa kini para ahli mengategorikan dua macam berfikir yang berbeda satu dengan
lainnya yaitu berfikir dengan otak kiri dan otak kanan. Kedua kategori ini mempunyai
karakteristik tersendiri dan berbeda dalam fungsinya. Berfikir dengan otak kiri lebih bersifat
rasional, logis, kritis, analitis, dan memberikan timbangan (judgmental).
Sementara berfikir dengan otak kanan mempunyai karakteristik abstrak. Konseptual, kreatif,
imajinatif, dan intuitif. Disamping itu, dari sudut arah berfikir, dibedakan antara convergent
thinking (berfikir memusat) yaitu kemampuan berfikir yang terpusat kepada satu aktivitas
dan sasaran, dan divergent thinking (berfikir menyebar) yaitu kemampuan berfikir secara
menyebar terhadap beberapa aktivitas dan sasaran. Convergent thinking lebih bersifat ke
kiri dan dengan karakteristik lebih terarah, lebih eksplisit, mungkin bersifat prematur,
menguji isu-isu kesulitan, menggunakan logika untuk menimbang, dapat berfokus kepada
satu sasaran. Sedangkan divergent thinking lebih bersifat ke kanan dengan karakteristik
sebagai berikut: menunda timbangan, mencari sejumlah gagasan, menerima lebih banyak
gagasan, membiar kan gagasan berkembang, mengkombinasikan dan membangun gagasan,
dapat keluar dari rel rancangan. Tugas guru adalah harus mampu berfikir dengan seimbang
antara otak kiri dan otak kanan serta menjaga keseimbangan antara pola berfikir convergent
dan divergent. Selanjutnya membimbing siswa agar mampu berfikir secara efektif dalam
keseimbangan.

Selanjutnya dibedakan pula antara pola berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berfikir kritis lebih
bersifat ke kiri dengan fokus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai
kemungkinan. Berfikir kritis adalah berfikir untuk: (1) membandingkan dan
mempertentangkan berbagai gagasan, (2) memperbaiki dan memperhalus, (3) bertanya dan
verifikasi, (4) menyaring, memilih, dan mendukung gagasan, (5) membuat keputusan dan
timbangan, (6) menyediakan landasan untuk suatu tindakan. Berfikir analitis, lebih bersifat
ke kanan dengan fokus membuat dan mengkomunikasikan hubungan baru yang lebih
bermakna. Berfikir analitis adalah proses berfikir untuk: (1) banyak kemungkinan, (2)
menunda timbangan.(3) kemungkinan baru dan tidak biasa, (4) menggunakan imajinasi
F. Perkembangan Berpikir

Perkembangan berfikir (kognitif) merupakan salah satu aspek perkembangan mental yang
bertujuan untuk: (1) memisahkan kenyataan yang sebenarnya dengan fantasi, (2)
menjelajah kenyataan dan menentukan hukum-hukumnya, (3) memilih kenyataan-
kenyataan yang berguna bagi kehidupan, dan (4) menentukan kenyataan yang
sesungguhnya dibalik sesuatu yang nampak.

Seorang pakar yang banyak memberikan kontribusi bagi peng kajian perkembangan kognitif
ialah Jean Piaget seorang pakar biologi dari Swiss. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses dimana kemajuan individu melalui satu rangkaian yang secara
kualitatif berbeda dalam berfikir. Hal yang diperoleh dalam satu peringkat akan merupakan
dasar bagi peringkat selanjutnya. Piaget memandang bahwa kognitif merupakan hasil
pembentukan adaptasi biologis. Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang
konstan antara individu dengan lingkungannya. Dalam interaksi antara individu dengan
lingkungan, akan terjadi dua proses yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi ialah proses
penataan segala sesuatu yang ada di lingkungan sehingga menjadi dikenal oleh individu.
Adaptasi adalah proses terjadinya penyesuaian antara individu dengan lingkungan. Adaptasi
terjadi dalam dua bentuk yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah proses menerima
dan mengubah apa yang diterima dari lingkungan agar bersesuaian dengan dirinya.
Akomodasi ialah proses individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang
diterima dari lingkungannya. Disamping itu interaksi dengan lingkungan dikendalikan oleh
adanya prinsip keseimbangan yaitu upaya individu agar memperoleh keadaan seimbang
antara keadaan dirinya dengan tuntutan yang datang dari lingkungan.

Inteligensi atau kecerdasan merupakan dasar bagi perkem bangan kognitif. Inteligensi
merupakan suatu proses berkesinambungan yang menghasilkan struktural dan diperlukan
dalam interaksi dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan individu akan
memperoleh pengetahuan dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan
oleh prinsip keseimbangan. Pada masa bayi dan anak anak, pengetahuan itu bersifat
subyektif, dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan
remaja dan dewasa.

Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi sehingga
dewasa, yang berlangsung melalui empat peringkat yaitu:

Peringkat sensori-motor
0-1,5 tahun

Peringkat pre-operational

Peringkat concrete operational

1,5-6 tahun

6-12 tahun

Peringkat formal operational

12 tahun ke atas

Dalam peringkat sensori motor (0-1,5 tahun), aktivitas kognitif berpusat pada aspek alat dari
(sensori) dan gerak (motor). Artinya, dalam peringkat ini anak hanya mampu melakukan
pengenalan lingkungan dengan melalui alat darinya dan pergerakannya. Keadaan ini
merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas sensori motor
terbentuk melalui proses penyesuaian struktural fisik sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan.

Dalam peringkat pre-operasional (1,5-6 tahun), anak telah mampu menunjukkan aktivitas
kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum
mempunyai sistem yang terorganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di
lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan simbol. Cara berfikir anak pada peringkat
ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Cara berfikir anak pada
peringkat ini ditandai dengan ciri-ciri: (a) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang
bukan induktif atau deduktif tetapi logis, (b) ketidakjelasan hubungan sebab akibat, yaitu
anak mengenal hubungan sebab akibat secara tidak logis, (c) animism, yaitu menganggap
bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya, (d) Artificialism yaitu kepercayaan bahwa
segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia, (e) perceptually bound,
yaitu anak menilai sesuatu berdasar apa yang ia lihat atau dengar, (f) mental experiment,
yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang
dihadapinya, (g) centration, yaitu anak memusat perhatiannya kepada sesuatu ciri yang
paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya, (h) egocentrism, artinya anak melihat
dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya sendiri.
Dalam peringkat concrete operational (6-12 tahun), anak telah dapat membuat pemikiran
tentang situasi atau konkrit secara logis. Perkembangan kognitif pada peringkat operasi
konkrit memberikan kecakapan anak untuk berkenaan dengan konsep-konsep klasifikasi,
hubungan, dan kuantitas. Konsep klasifikasi, ialah kecakapan anak untuk melihat secara logis
persamaan-persamaan suatu kelompok obyek dan memilihnya berdasarkan ciri-ciri yang
sama. Konsep hubungan ialah kematangan anak memahami hubungan antara suatu perkara
dengan perkara lainnya. Konsep kuantitas yaitu kesadaran anak bahwa suatu kuantitas akan
tetap sama meskipun bentuk fisiknya berubah asalkan tidak ditambah atau dikurangi.

Dalam peringkat formal operasional (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif ditandai
dengan kemampuan individu untuk berfikir secara hipotetis dan berbeda dengan fakta,
memahami konsep abstrak, dan kemampuan mempertimbangkan kemungkinan cakupan
yang luas dari hal-hal yang terbatas. Perkembangan kognitif pada. Peringkat ini merupakan
ciri perkembangan remaja dan dewasa yang menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat
yang lebih tinggi. Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah.

Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat


perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya banyak diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya, dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan dan secara aktif mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan. Kurikulum hendaknya dibuat sedemikian rupa
agar tidak terpisahkan dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain bagai berikut ini.

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, pada
waktu guru mengajar hendaknya menggunakan bahasa yg sesuai dengan cara
berfikir anak

b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan
sebaik-baiknya.

c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing
d. Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembangannya.

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara
dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.

Anda mungkin juga menyukai